Hai... Pembaca yang baik hati❤️ 🥰😍 Terima kasih telah membaca RWP🌺 Ditunggu terus kelanjutannya.🙋 Mohon bantu komentarnya yaa✍️ Dan mohon bantu lovenya❤️❤️❤️❤️❤️ Bantu bintangnya⭐⭐⭐⭐⭐ Dan bantu votenya...💎💎💎💎💎 Terima kasih🙏🙏😘 Jaga kesehatan💪
Hari ini Angel pulang jam enam sore, karena harus membantu Cindy membuat laporan rugi laba. Ketika ia baru saja sampai di lobby gedung, seorang lelaki dengan intonasi berat memanggil namanya. “Angel...tunggu.” Seketika ia menoleh ke arah suara itu, namun ia tidak mengenal, lelaki dengan setelan batik berwarna dasar coklat muda bergambar tokoh pewayangan, dan terlihat seumuran dengannya. “Hai! kamu Angel kan, bagian accounting yang baru masuk kerja?” tanya lelaki itu tanpa tedeng aling-aling. Angel yang disebut namanya hanya menyengir kuda, memperlihatkan giginya yang tersusun rapi dan berwarna putih. Bagi Angel sangat aneh saja, ada orang yang SKSD (sok kenal sok dekat) padahal ia sama sekali tidak mengenal lelaki itu. Yang ada di bagian otak dari Angel adalah, pikiran negatif. Bisa jadi, lelaki ini cuma ingin mendekati Angel dan memanfaatkan kemolekan tubuhnya. Sambil memperhatikan gerak-gerik lelaki itu, dalam hati Angel membatin,’ Dia pikir bisa menjaring aku dengan mudah, dasa
Tito menurunkan Angel di sebuah mini market yang dekat dengan rumahnya. Sebelum turun dari mobil, Tito memberikan selembar cek dengan nominal yang tertera disana, sebesar sepuluh juta rupiah. “Ini sayang... untuk beli keperluan kamu.” “Ooh...ya, apa kamu sudah terima sertifikat kepemilikan apartemen itu?” tanya Tito kembali pada Angel yang bersiap-siap keluar dari mobil. Sesaat Angel yang telah meraih handle pintu mobil untuk keluar, menahan diri dan menoleh ke arah Tito yang mengeluarkan selembar cek untuk nya. Angel pun berkata,” Terima kasih banyak yaa mas, dan untuk sertifikat kepemilikan apartemen sudah aku terima.” “Angel..., kapan lagi kita bisa menghabiskan waktu bersama?” tanya Tito dengan meraih bahu Angel untuk mendekat padanya. Angel yang merasa telah muak dengan cara Tito menggantung hubungan mereka, menarik tubuhnya, bersandar pada kursi mobil dan berkata, “Maaf mas, tidak enak kelihatan sama orang yang ada di parkiran.” “Tetapi Angel, aku ingin kita bertemu lagi, a
Mobil yang membawa Andini dan Yuni berhenti di sebuah rumah berbentuk joglo. Terlihat halaman luas yang berisi berbagai macam pohon dan bunga yang tertata rapi. Terlihat seorang lelaki muda membuka pintu pagar, dan menyalami Andini dan Yuni. Sedangkan pak Raka menunggu di mobil. Sore mbak Dini, apa kabar?” tanya lelaki bertubuh tinggi dan kerempeng. Kabar baik, bagaimana dengan kabarmu ?” “Baik mbak, ayo masuk.” Lelaki bertubuh kerempeng itu, mempersilakan mereka masuk. Lalu terlihat seorang wanita tua berusia sekitar tujuh puluh tahun, dengan tubuh yang masih terlihat sehat berdiri di teras melihat ke arah mereka berdua. Sesampai di depan teras, Andini langsung meraih tangan wanita tua itu dan mencium tangannya, begitu pun dengan Yuni, melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh Andini. “Kapan kamu datang, Din...?” tanya wanita tua itu, mempersilakan mereka masuk ke dalam rumah. Dini yang di tanya oleh ibu mertuanya, hanya terdiam tidak menjawab, seolah-olah ia tidak m
Tito sampai di rumah sekitar jam tiga sore. Kala itu, ia pulang ke rumah membawakan makanan kesukaan istri dan mainan kedua anaknya. Setelah pintu pagar dibuka oleh seorang tukang kebun, Tito langsung memarkirkan mobil dan masuk ke rumah. Ketika ia baru masuk pintu utama, Tito melihat dua koper miliknya berada di ruang keluarga. “Ijah!” teriak Tito memanggil pembantu rumah tangga di rumah itu. “Rini...!” seru Tito memanggil istrinya juga. Seorang wanita berkulit coklat matang, kira-kira berusia tiga puluh lima tahun, yang di panggil Ijah tergopoh-gopoh mendatangi Tito, di ruang keluarga. “Saya....pak,” ucap Ijah dengan wajah menunduk. “Ulah siapa ini?” tanya Tito sambil menunjuk koper miliknya. “Ibu Dimana?” tanyanya kembali. Ijah yang tahu akan begini jadinya, menjawab Tito dengan menundukkan kepala. “Saya yang mengeluarkan pak, atas perintah ibu.” “Ibu ada di kamar, tetapi anak-anak tadi dibawa sama mang Ujang, ke tempat bermain, di Timezone. Mendengar istrinya berada di ka
Andini kembali ke rumah, pada hari minggu sore, ia masuk kedalam rumah dengan pikiran yang kalut. Karena ia belum sanggup mengutarakan keputusan untuk bercerai dari Jodi, pada Angel dan kedua anak lelakinya yang telah berkeluarga. Memang pada saat di Semarang dan di jalan, semangat dirinya untuk bercerai sangat tinggi. Hanya saja saat ini, ia belum tahu bagaimana menjelaskan dan memberitahukan pada anak-anaknya. “Eh... Mama udah pulang, cape yaa maa...koq terlihat lesu seperti itu?” tanya Angel ketika dilihat mamanya telah berada diruang tamu. Mama hanya tersenyum melihat Angel yang menyapa, lalu mama masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Sementara itu, Angel segera merapikan rumah, yang sejak kemarin tidak dirapikan olehnya. Selesai membersihkan rumah dan menyiram tanaman, Angel mencari mama yang sejak masuk ke kamar untuk membersihkan diri, belum juga keluar dari kamarnya. Pada saat masuk ke kamar, dilihat mama sedang merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Kemudian, Angel m
Demas, seorang lelaki teman beda divisi dengan Angel, hari ini berulang tahun. Dan hampir semua karyawan dan karyawati disana di undang, begitu pun dengan Angel. Pada undangan yang berwarna keemasan itu, terukir nama Raden Demas Prambudi. Berulang tahun ke dua puluh lima tahun. Yang membuat Angel tercengang, ketika ia baca, pesta ulang tahun dari Demas, pria yang konyol itu, diadakan di hotel bintang lima. Angel bertanya dalam hati, ‘Memang siapa sih sebenarnya Demas itu?’ Belum sempat pertanyaan itu terjawab, Cindy membuyarkan pikirannya untuk memikirkan asal usul dari Demas, dengan berkata padanya, “Angel, acara ultah Demas dimulai jam delapan malam, gimana kalau pulang kerja, kita cari kado buat dia.” “Kado....? Seperti anak paud aja pake kado segala....Cindy, kita ini udah dewasa, jadi enggak pake kado-kado ’an segala,” ucap Angel sambil merapikan file pekerjaannya. “Enggak enaklah Ngel..., Masa kita mau numpang makan aja,” Cindy menimpali omongan Angel. “Biar aja, juga kita
Sesampai di dalam rumah, Angel yang masih terkejut dengan sikap Demas yang secara refleks memeluk dan menciumnya. Aah..., konyol sekali lelaki itu, pikir Angel. Andini, yang sedari Angel masuk ke dalam rumah memperhatikan dirinya, langsung menegur putrinya. “Angel, apa ada kejadian yang tidak mengenakan pada pesta itu?” tanya mama. Terlihat Angel terkejut dengan pertanyaan mamanya. Agar tidak ada rasa was-was pada hati mama, Angel pun berkata, “Semua berjalan menyenangkan koq maa, hanya saja.., hemm.” Ingin rasanya Angel bercerita tentang Demas, anak pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Hanya saja ia ragu untuk berkata jujur atas tindakan Demas padanya. Padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, jika bisa terlepas dari Tito, ia akan menceritakan pada mamanya, baik itu kisah cinta atau apa pun yang berhubungan dengan lelaki. Karena selama ini, ia tidak pernah bercerita tentang seorang lelaki yang dekat dengannya. “Hanya saja kenapa, Ngel?” “Hanya saja tadi Angel lupa beli kad
Sejak undangan makan malam dadakan yang dilakukan Demas pada Angel, membuat hubungan kedua insan itu semakin dekat. Dan gosip tentang Angel dan Demas pun menyebar cepat di kalangan pekerja. Hal itu sampai juga terdengar ke telinga Erwan, kakak angkat dari Demas. Mendengar gosip di kalangan pekerja semakin santer, Erwan yang tidak satu rumah dengan adiknya, ingin menanyakan perihal gosip itu secara langsung. Bagi Erwan, jika Angel pilihan adiknya, ia sangat setuju, karena pertemanan ia dan Tito telah cukup lama, jadi tidak masalah jika kelak adiknya menikahi Angel, wanita yang ia ketahui dari keluarga baik-baik. Hanya saja, hal yang diketahui oleh Erwan, tidak sepenuhnya adalah sebuah kebenaran. Entahlah jika kelak, Erwan tahu yang sebenarnya, apakah ia masih mau menerima Angel jadi adik iparnya. Demas, yang hari ini ke ruang kerja kakaknya untuk membahas tentang pekerjaan, tiba-tiba saja ditanya oleh Erwan mengenai desas-desus hubungannya dengan Angel. “Demas, ada gosip, katanya k
“Angel.., katakan pada papa, bagaimana cara papa bisa menebus segala kebodohan yang selama ini papa lakukan? Katakan sayang,” ucap Prayoga dengan masih menggenggam tangan putrinya dan sesekali diciumnya.“Papa.., jangan berkata seperti itu, semua itu juga bukan kesalahan papa semata. Angel minta, sembuhlah dari sakit dan jangan tinggalkan saya lagi, hanya karena penyakit itu,” ucap Angel disela tangis bahagianya karena mempunyai seorang papa yang sangat lembut dalam bertutur kata.Setelah saling sama-sama melepaskan kerinduan atas rasa kasih sayang yang telah lama tidak pernah mereka rasakan satu dan lainnya. Prayoga pun mengajak Angel untuk ke rumah dan menemui mamanya dan Eyangnya. Setelah itu mobil Prayoga pun keluar halaman dan usai mengunci semua pintu dan menggembok pintu pagarnya, Angel pun masuk ke mobil Prayoga. Lalu mobil pun berlalu dari rumah Andini menuju rumah Anggara dengan membawa penerus tunggal kejayaan dan kekayaan bagi keluarganya.Sepanjang perjalanan m
Taxi yang membawa Andini berhenti pada sebuah rumah megah dengan cat berwarna putih. Pada bagian ke rumah megah bercat putih dengan dua orang satpam yang berjaga di pos penjagaan. Dan Andini yang sudah terbiasa ke rumah itu sejak enam bulan ini telah sangat dikenal oleh satpam yang bertugas disana.“Silakan masuk Bu Dini,” seorang satpam membukakan pintu gerbang itu.Andini berjalan menuju rumah mewah itu dari pos penjagaan depan naik menyusuri sebuah rumah megah dimana seperti biasa jalan menuju teras dari rumah mewah itu berisi beragam tanaman yang sangat tertata dan sangat asri. Hingga sampai akhirnya ia berada pada beberapa anak tangga yang ia lewati untuk sampai menuju teras.“Eeh.., Bu Andini..,” sapa seorang pembantu rumah tangga di rumah itu, “Ditunggu yaa bu, saya beritahu pak Prayoga,: ucapnya meninggalkan Andini yang berada di ruang tamu dan duduk pada sofa panjang.Sesaat kemudian, Prayoga keluar dengan tersenyum manis pada Andini yang terlihat menatapn
Kepulangan Andini ke Indonesia sebelum dua minggu membuat kebahagiaan untuk Angel dan Anggara. Hari ini sekitar jam sembilan pagi mereka menjemput Andini dan Prayoga di bandara. Satu jam sebelum kedatangan mereka, Anggara yang mempunyai kartu VIP dapat menunggu kedatangan mereka di ruang tunggu VIP.Satu jam kemudian, pesawat yang membawa Andini dan Prayoga telah mendarat dengan selamat, dan itu diketahui dari pesan yang dikirimkan oleh Andini ke Angel. Lalu Anggara berkata, “Kita tunggu lagi sekitar empat puluh menit, karena mereka harus ke bagian imigrasi dan mengambil barang-barang.”Angel ingin sekali bercerita pada Andini mengenai beberapa kejadian yang menimpa sejak kepergiannya, hingga menunggu satu jam serasa berabad – abad. Begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di hatinya. Walau kedua kakaknya, tetap mengasihi dirinya. Tetapi kepastian atas papa kandungnya tetap menjadi keingintahuannya. Apalagi penghinaan yang telah dilakukan oleh Jody, yang
Sekitar jam enam pagi Angel telah terbangun dari tidurnya. Seperti biasa ketika ada mamanya, ia selalu membantu Andini di dapur. Tetapi di pagi ini, ia melakukan tugas di dapur seorang diri. Ia hanya memasak beberapa makanan instan yang telah di beli oleh Andini, sebelum berangkat ke Singapura. Angel membuka persediaan makanan yang ada di dalam kulkas. Hari ini ia ingin sarapan dendeng sapi, jadi baginya cukup untuk menggorengnya saja. Untuk menanak nasi, ia hanya perlu mencuci beras dan menaruhnya dalam Rice cooker. Kini ia sedang membuat air panas untuk menyeduh secangkir kopi. Dan kebiasaan barunya ini, ia lakoni sejak menemani Anggara ketika menikmati secangkir kopi di kantor. Aroma kopi yang di seduh Angel, menggugah selera untuk segera menyesapnya. Angel pun duduk di kursi makan dengan secangkir kopi hitam yang telah diseduh dengan air mendidih, ditemani dengan tiga iris kue lapis legit kesenangannya. Kini ia menyesap secangkir kopi dengan lamunannya pada beberapa peristiwa y
“Selamat Sore...Bu Angel,” sapa Santi yang telah masuk ke ruangan Angel. “Silakan duduk, Ibuu,” sambut Angel dengan ramah. Setelah Santi duduk di kursi tamu, pada ruangan Angel, mereka mulai berbicara satu sama lain, mengenai beberapa tempat kuliner miliknya yang telah tutup, dan itu semua disebabkan oleh Tito, yang terjerat oleh seorang janda beranak dua. Disana Santi, mulai menangis, mencurahkan segala perasaannya. “Bu Angel..., saya minta maaf atas kekasaran saya sama ibuu, pada saat itu, seharusnya saya yang marah dengan suami saya, bukan dengan ibuu, saya sungguh malu, sudah menghina ibu seperti itu,” ujar Santi dengan kepala tertunduk malu dan linangan air mata yang membasahi pipinya. “Bu Santi, semua itu sudah berlalu..., sudah jangan ibu pikirkan lagi, saya juga punya salah sama ibu. Semua orang, enggak ada yang sempurna. Jadi mari kita lupakan saja semuanya,” dengan lemah lembut Angel berkata-kata pada bu Santi, dan memberikan tissue untuk membasuh air matanya. “Buu, kema
Mobil yang membawa mereka berempat tiba di kantor tepat pukul 11 siang. Mereka masing-masing berjalan menuju lift dengan sesekali mengobrol. Lalu, Nina berkata pada Angel sebelum memasuki pintu lift, “Bu..., itu suaminya kan kecelakaan waktu sama cewek lain..., kasihan sekali bu Santi itu, kalau saya mah... udah saya ceraikan itu suaminya.” “Ooh...begitu,” ucap Angel ketika mereka baru saja masuk ke dalam lift menuju lantai masing-masing. “Lagian..., ibu Santi juga sih..., enggak merawat dirinya, liat tubuhnya sampai gembur seperti itu, kalau saya...., udah joging tiap hari biar cepat kurus,” Nina kembali bergosip ketika ada di dalam lift dan Angel hanya mendengarkan celotehnya sambil memainkan ponsel yang di pegangnya. “Daag..., saya duluan yaa..., terima kasih untuk kerja samanya. Good Job,” ujar Angel sambil keluar dari lift dan tersenyum ke arah mereka yang beda satu lantai. Angel melangkahkan kakinya menuju ruang Anggara, karena ia ingin membicarakan masalah kebijakan yang tel
Angel yang dengan sengaja mengabaikan telepon Jodi, walau berulang kali Jodi menghubunginya, namun tidak sekalipun ia bergeming untuk menjawab panggilannya. Berulang kali ada panggilan masuk ke ponselnya. Setelah itu, panggilan masuk pada ponselnya berhenti. Angel pun tertawa dalam hati, ‘Hahahaha...akhirnya bosen juga dia hubungi aku...’ Mendekati kantornya, sebuah nada bip pesan masuk terdengar dari ponselnya. Angel melihat ponselnya, dan ternyata, papanya Jodi mengirimkan pesan, dengan malas-malasan ia membaca pesan yang telah ia buka, persis sampai di sebuah gedung kantor. “Terima kasih pak...,” ucap Angel pada sopir Anggara dengan membuka pintu mobil dan keluar berjalan menuju pintu lobby. Sesampai di lobby, Angel bertemu dengan beberapa staf yang telah aktif dengan kesibukannya masing-masing. Beberapa di antaranya menyapa dirinya, “Selamat pagi...Bu.” Angel menjawab beberapa staf yang menyapanya dengan menganggukkan kepala dan berkata, “Pagii....” Sesampai di depan lift, ia
Hari ini Andini bangun lebih awal. Selain ia menyiapkan sarapan pagi untuk Angel, ia juga akan membuat sarapan untuk Prayoga yang rencananya akan menjemputnya. Mereka akan bertolak ke singapura sekitar jam sembilan pagi, sesuai dengan tiket yang telah ia pegang. Sesaat ia menghela napas panjang, mengingat makan bersama mereka kemarin petang. Ingin rasanya ia mengatakan pada Angel, kalau papanya bukanlah papa yang selama ini hidup bersamanya. Hanya saja, keadaan tidak memungkinkan ia mengatakan hal yang sesungguhnya.“Maa...mama...,” panggil Angel. “Yaa...Ngel, mama di sini,” jawab Andini yang berada di ruang tamu, duduk dalam gelap. Karena Andini sengaja tidak menyalakan lampu ruang tamu. “Looh, koq mama duduk disini, gelap-gelapan pula..., bukannya mama harus siap-siap?” tanya Angel yang sudah berada di ruang tamu dan ikut duduk di salah satu kursi. “Mama sudah menyiapkan semuanya, nanti jam tujuh, mama mandi.” “Memang mama udah masak untuk sarapan?” tanya Angel lagi pada Andini
Sekitar pukul tiga sore Andini pulang ke rumah. Dilihat mobil Andy masih berada di depan pagar rumahnya. Setelah masuk ke rumah, di lihat Andy tengah menonton televisi di ruang keluarga. “Maaf yaa Andy, tante baru balik ke rumah, soalnya tadi tante mampir beli persediaan makanan untuk Angel,” ujarnya sambil melangkah ke dapur. Di dapur, Andini membuka belanjaan yang tadi dibelinya. Ia sengaja membeli beberapa jenis makanan yang bisa di makan oleh Angel. Karena ia tidak ingin putrinya, kelaparan saat ia tidak di rumah. “Angel...Angel..., coba kamu kemari,” panggil Andini meminta Angel untuk membantu ia memasukkan makanan yang ia beli. Angel yang telah berada di dapur, langsung memasukkan beberapa jenis makanan yang dibeli mamanya. “Banyak amat beli bahan makanan Maa, memangnya mau dibawa juga?” tanyanya. “Mama sengaja belanja makanan dan beberapa camilan untuk kamu, jadi pas mama enggak di rumah, kamu tinggal masak nasi aja, karena itu, mama beli sosis, abon, nugget.” “Mama...mam