Terima kasih untuk pembaca setia RWP🌺 Di tunggu terus kelanjutannya yaa😍🤩🥰 Ditunggu komentarnya✍️ Mohon dibantu Lovenya❤️❤️❤️❤️❤️ Bintangnya juga⭐⭐⭐⭐⭐ Dan Votenya💎💎💎💎💎 Terima kasih banyak 🙏🙏 Jaga kesehatan selalu 💪
Perjalanan yang di tempuh dari Jakarta ke Semarang membutuhkan waktu sekitar enam jam, dan pada saat mobil mereka sampai Rest-Area, mereka pun beristirahat disana. Yuni dan Andini keluar dari mobil untuk ke kamar kecil, begitu pun dengan pak Raka, ia menuju kamar kecil. Setelah itu, mereka mencari tempat duduk untuk beristirahat dan makan siang setelah empat jam perjalanan. Andini membagikan nasi yang telah ditempatkan pada Styrofoam, dan membuka rantang susun empat di meja yang mereka tempati. “Kalau kurang nasinya, pak Raka bisa ambil satu kotak lagi, soalnya saya enggak tau porsi makan pak Raka,” ucap Andini ketika memberikan satu kotak nasi. “Iyaa Bu, terima kasih.” “Yun, ini nasinya moga-moga enggak kebanyakan yaa.” “Kamu harus banyak makan Din, biar berisi badan mu,” ucap Yuni dengan memperlihatkan tangannya yang lebih besar dari Andini. “Iyaa, aku pasti akan makan banyak, biar bisa mengalahkan berat badan kamu,” senyum Andini menimpali ucapan sahabatnya. Mereka pun makan
Hari ini Angel pulang jam enam sore, karena harus membantu Cindy membuat laporan rugi laba. Ketika ia baru saja sampai di lobby gedung, seorang lelaki dengan intonasi berat memanggil namanya. “Angel...tunggu.” Seketika ia menoleh ke arah suara itu, namun ia tidak mengenal, lelaki dengan setelan batik berwarna dasar coklat muda bergambar tokoh pewayangan, dan terlihat seumuran dengannya. “Hai! kamu Angel kan, bagian accounting yang baru masuk kerja?” tanya lelaki itu tanpa tedeng aling-aling. Angel yang disebut namanya hanya menyengir kuda, memperlihatkan giginya yang tersusun rapi dan berwarna putih. Bagi Angel sangat aneh saja, ada orang yang SKSD (sok kenal sok dekat) padahal ia sama sekali tidak mengenal lelaki itu. Yang ada di bagian otak dari Angel adalah, pikiran negatif. Bisa jadi, lelaki ini cuma ingin mendekati Angel dan memanfaatkan kemolekan tubuhnya. Sambil memperhatikan gerak-gerik lelaki itu, dalam hati Angel membatin,’ Dia pikir bisa menjaring aku dengan mudah, dasa
Tito menurunkan Angel di sebuah mini market yang dekat dengan rumahnya. Sebelum turun dari mobil, Tito memberikan selembar cek dengan nominal yang tertera disana, sebesar sepuluh juta rupiah. “Ini sayang... untuk beli keperluan kamu.” “Ooh...ya, apa kamu sudah terima sertifikat kepemilikan apartemen itu?” tanya Tito kembali pada Angel yang bersiap-siap keluar dari mobil. Sesaat Angel yang telah meraih handle pintu mobil untuk keluar, menahan diri dan menoleh ke arah Tito yang mengeluarkan selembar cek untuk nya. Angel pun berkata,” Terima kasih banyak yaa mas, dan untuk sertifikat kepemilikan apartemen sudah aku terima.” “Angel..., kapan lagi kita bisa menghabiskan waktu bersama?” tanya Tito dengan meraih bahu Angel untuk mendekat padanya. Angel yang merasa telah muak dengan cara Tito menggantung hubungan mereka, menarik tubuhnya, bersandar pada kursi mobil dan berkata, “Maaf mas, tidak enak kelihatan sama orang yang ada di parkiran.” “Tetapi Angel, aku ingin kita bertemu lagi, a
Mobil yang membawa Andini dan Yuni berhenti di sebuah rumah berbentuk joglo. Terlihat halaman luas yang berisi berbagai macam pohon dan bunga yang tertata rapi. Terlihat seorang lelaki muda membuka pintu pagar, dan menyalami Andini dan Yuni. Sedangkan pak Raka menunggu di mobil. Sore mbak Dini, apa kabar?” tanya lelaki bertubuh tinggi dan kerempeng. Kabar baik, bagaimana dengan kabarmu ?” “Baik mbak, ayo masuk.” Lelaki bertubuh kerempeng itu, mempersilakan mereka masuk. Lalu terlihat seorang wanita tua berusia sekitar tujuh puluh tahun, dengan tubuh yang masih terlihat sehat berdiri di teras melihat ke arah mereka berdua. Sesampai di depan teras, Andini langsung meraih tangan wanita tua itu dan mencium tangannya, begitu pun dengan Yuni, melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh Andini. “Kapan kamu datang, Din...?” tanya wanita tua itu, mempersilakan mereka masuk ke dalam rumah. Dini yang di tanya oleh ibu mertuanya, hanya terdiam tidak menjawab, seolah-olah ia tidak m
Tito sampai di rumah sekitar jam tiga sore. Kala itu, ia pulang ke rumah membawakan makanan kesukaan istri dan mainan kedua anaknya. Setelah pintu pagar dibuka oleh seorang tukang kebun, Tito langsung memarkirkan mobil dan masuk ke rumah. Ketika ia baru masuk pintu utama, Tito melihat dua koper miliknya berada di ruang keluarga. “Ijah!” teriak Tito memanggil pembantu rumah tangga di rumah itu. “Rini...!” seru Tito memanggil istrinya juga. Seorang wanita berkulit coklat matang, kira-kira berusia tiga puluh lima tahun, yang di panggil Ijah tergopoh-gopoh mendatangi Tito, di ruang keluarga. “Saya....pak,” ucap Ijah dengan wajah menunduk. “Ulah siapa ini?” tanya Tito sambil menunjuk koper miliknya. “Ibu Dimana?” tanyanya kembali. Ijah yang tahu akan begini jadinya, menjawab Tito dengan menundukkan kepala. “Saya yang mengeluarkan pak, atas perintah ibu.” “Ibu ada di kamar, tetapi anak-anak tadi dibawa sama mang Ujang, ke tempat bermain, di Timezone. Mendengar istrinya berada di ka
Andini kembali ke rumah, pada hari minggu sore, ia masuk kedalam rumah dengan pikiran yang kalut. Karena ia belum sanggup mengutarakan keputusan untuk bercerai dari Jodi, pada Angel dan kedua anak lelakinya yang telah berkeluarga. Memang pada saat di Semarang dan di jalan, semangat dirinya untuk bercerai sangat tinggi. Hanya saja saat ini, ia belum tahu bagaimana menjelaskan dan memberitahukan pada anak-anaknya. “Eh... Mama udah pulang, cape yaa maa...koq terlihat lesu seperti itu?” tanya Angel ketika dilihat mamanya telah berada diruang tamu. Mama hanya tersenyum melihat Angel yang menyapa, lalu mama masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Sementara itu, Angel segera merapikan rumah, yang sejak kemarin tidak dirapikan olehnya. Selesai membersihkan rumah dan menyiram tanaman, Angel mencari mama yang sejak masuk ke kamar untuk membersihkan diri, belum juga keluar dari kamarnya. Pada saat masuk ke kamar, dilihat mama sedang merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Kemudian, Angel m
Demas, seorang lelaki teman beda divisi dengan Angel, hari ini berulang tahun. Dan hampir semua karyawan dan karyawati disana di undang, begitu pun dengan Angel. Pada undangan yang berwarna keemasan itu, terukir nama Raden Demas Prambudi. Berulang tahun ke dua puluh lima tahun. Yang membuat Angel tercengang, ketika ia baca, pesta ulang tahun dari Demas, pria yang konyol itu, diadakan di hotel bintang lima. Angel bertanya dalam hati, ‘Memang siapa sih sebenarnya Demas itu?’ Belum sempat pertanyaan itu terjawab, Cindy membuyarkan pikirannya untuk memikirkan asal usul dari Demas, dengan berkata padanya, “Angel, acara ultah Demas dimulai jam delapan malam, gimana kalau pulang kerja, kita cari kado buat dia.” “Kado....? Seperti anak paud aja pake kado segala....Cindy, kita ini udah dewasa, jadi enggak pake kado-kado ’an segala,” ucap Angel sambil merapikan file pekerjaannya. “Enggak enaklah Ngel..., Masa kita mau numpang makan aja,” Cindy menimpali omongan Angel. “Biar aja, juga kita
Sesampai di dalam rumah, Angel yang masih terkejut dengan sikap Demas yang secara refleks memeluk dan menciumnya. Aah..., konyol sekali lelaki itu, pikir Angel. Andini, yang sedari Angel masuk ke dalam rumah memperhatikan dirinya, langsung menegur putrinya. “Angel, apa ada kejadian yang tidak mengenakan pada pesta itu?” tanya mama. Terlihat Angel terkejut dengan pertanyaan mamanya. Agar tidak ada rasa was-was pada hati mama, Angel pun berkata, “Semua berjalan menyenangkan koq maa, hanya saja.., hemm.” Ingin rasanya Angel bercerita tentang Demas, anak pemilik perusahaan tempat ia bekerja. Hanya saja ia ragu untuk berkata jujur atas tindakan Demas padanya. Padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, jika bisa terlepas dari Tito, ia akan menceritakan pada mamanya, baik itu kisah cinta atau apa pun yang berhubungan dengan lelaki. Karena selama ini, ia tidak pernah bercerita tentang seorang lelaki yang dekat dengannya. “Hanya saja kenapa, Ngel?” “Hanya saja tadi Angel lupa beli kad