Kella sedang dihukum, sebanyak dua puluh kali. Kepalanya terasa pening dan letih, ia hampir saja pingsan. Dengan sekuat tenaga ia harus tetap melaksanakan hukuman, bila tidak kakak Osis tadi akan memarahinya.
Lelaki itu sejak tadi mulai mengawasinya.
Kella memutarinya sudah sebanyak lima belas kali, yang membuatnya terasa letih. Kakinya juga serasa lemas, bahkan nafasnya sudah tersengal hanya untuk masuknya udara ke dalam rongga hidungnya. Ia menoleh pada siswa yang masuk ke kelas, sedangkan dirinya masih dihukum.
Kella juga menyadari kesalahannya, yang sudah teledor dan terlambat bangun. Ia ingin mengeluh, tetapi itu tidak akan bisa. Di sini juga tidak ada kenalannya, hanya ada lelaki yang menatapnya selalu.
Bukan hanya lelaki itu yang menatapnya, tadi saja banyak mata iri yang menatapnya tajam. Mungkin saja, mereka fans dari pengawasanya. Apalagi tatapan judes dari kakak osis yang perempuan.
Sangat mengerikan!
Seakan mereka semua ingin menerkamnya, lalu menjadi sebuah santapan.
Mereka tidak tahu saja, diawasi pria itu terasa seperti di Neraka. Melihat mata tajamnya saja membuat bulu kuduk merinding.
Sungguh mengesalkan!
Napas Kella tidak teratur, rasanya haus dan kepanasan. Di lihat dari suhu sekarang, cukup tinggi. Ia harus sabar dengan keadaannya, di mana banyak cobaan yang seiring bertambah. Dan baginya ini merupakan sebuah ujian kenaikan pangkat, jadi tidak perlu mengeluh.
"Kenapa berhenti!" suara dingin menusuk ditelinganya.
Kella berhenti mengatur napasnya, tetapi ia kena tegur oleh pengawasnya. Rasanya sungguh menakutkan ketika suara dingin menelesik telinganya.
"Apakah tarik napas tidak di perbolehkan?" ketusnya, lalu kembali berlari menyelesaikan sisa putarannya, setelah mengatakan hal tadi.
Lelaki tersebut menarik alisnya. What? dia seakan tercengong cara bicaranya. "Gadis yang aneh," gumamnya. Dia kembali fokus mengawasinya. Alasannya gadis itu terlalu banyak kesalahannya, seperti terlambat masuk dan lupa membawa barang MOS.
Di sisi lain, Kella yang sedang berlari tiba-tiba merasa pening. Pengelihatannya mulai mengabur, sementara hukumannya belum mencapai dua puluh putaran.
Napasnya juga terasa berat, dadanya mulai sesak dengan jantung berdegup kencang.
Harus kuat!
Harus kuat, Kella!
Dia sekuat tenaga menyelesaikannya, namun naas belum juga selesai tubuhnya sudah ambruk terlebih dahulu. Lalu terjatuh tanpa alas di lapangan, dengan mata yang terkulai lemah.
Lelaki itu panik, lalu menghampirinya. Matanya melihat tubuh lemah adik kelasnya, ia ingin membantu tetapi takut untuk menyentuhnya. Sejak kecil, dia tidak suka menyentuh perempuan yang bukan siapanya. Tetapi kali ini berbeda, dengan keadaannya yang hanya mereka berdua.
Sedangkan yang lain? Pasti sedang sibuk memberikan materi.
Dia meneguk salivanya, lalu meraih punggung kecil dari gadis itu. Membawanya ala bridal style dengan sedikit keberanian. Dia berlari melewati koridor dengan gusar, dan juga memarahi yang menghalangi jalannya.
"Minggir kalian semua!" bentaknya pada mereka.
Di situlah banyak mata memandang di balik jendela kelas. Mereka terpukau dan ada yang merasa iri melihat kedua insan tadi.
"Siapa gadis itu?" Ada sedikit rasa cemburu dan iri melihat gadis yang di bawa pujaan hatinya.
"Velyn, sepertinya dia sedang caper deh! " adu perempuan dengan tampang liciknya.
Velyn Dryn, perempuan yang manja dengan gaya selangit, seorang anak dari donatur kedua terbesar di Sekolah elit SMA Negeri 1 Teknikal. Dia juga seorang fashionable, dengan barang yang serba branded. Parasnya memang tergambar seperti bak malaikat yang terjun memberi kedamaian, tetapi siapa yang menduga jika paras dan karakternya sungguh sangat berbeda.
Kelakuannya yang suka berfoya-foya, menghamburkan uang untuk membeli barang branded, serta selalu berganti mobil. Dia juga merupakan salah satu Anggota Osis tercantik di sekolahnya, serta menjadi primadona setiap harinya.
Velyn mengepalkan tangan kanannya, "Kamu bilang dia caper? Sama ketua Osis kita? Jangan harap!" sungutnya dengan tatapan penuh bencinya.
Memang sedari dulu, dia selalu menyukai lelaki tadi. Pertemuannya dengan Ketua Osis terlihat seperti drama korea, di mana mereka saling bertemu pada musim gugur. Dia yang sedang merasa terpuruk, merasa ada sentuhan tersendiri di dadanya. Ketika melihatnya wajahnya yang menawan di bawah pohon gugur membuatnya jatuh hati.
Dari situlah ia mulai mencari informasinya. Awalnya gagal tetapi bukanlah seorang Velyn jika tidak bisa mencarinya, ia tidak pernah putus asa. Setelah mengetahuinya, dia memutuskan untuk satu Sekolah dengan sang pujaan hati.
Velyn menatap punggung badan pujaan hatinya. "Saingan baru, nih?" ucap gadis berambut pirang.
Velyn menatap temannya tajam, "Hah! siapa dia? Melihatnya saja tadi bukan selevel!" hinanya.
Dia berbisik padanya, "Meskipun levelmu berbeda, tetapi dia jauh lebih unggul darimu!" katanya.
Tangan Velyn mengepal, emosinya memuncak. "Jangan harap!!" bentaknya membuat temannya tersenyum licik.
"Tenangkan emosimu! coba pakai cara lain agar dia jera?" sarannya kepada Velyn.
"Maksudmu Din?" tanyanya pada temannya.
Temannya bernama Dinda Arlent, dikenal dengan akalnya yang licik. Gadis yang selalu menjadi juara Atletik, meskipun sifatnya yang selalu provokatif.
Dinda membisiknya, "Beri pelajaran padanya!" sarannya dengan tersenyum licik.
"Gak mau!" tolak Velyn dengan cepat.
Dinda tersenyum smrik, "Kau takut tersaingi?" provokatornya.
"Takut? Tidak ada kata takut dalam kamusku!" sergah Velyn kepada gadis berambut pirang.
Dia pergi keluar kelas meninggalkannya. Dinda tersenyum smrik, "Bilang saja takut kalah saing! Hm!" ucapnya.
Tangannya bersedekap, "Tunggu dulu, deh! Sepertinya familiar dengan wajah gadis tadi?" gumamnya. Lalu dia mengedikkan bahunya, dengan memutar bola matanya malas.
•••
Bunyi pintu terbanting, memperlihatkan dua siswa yang sedang gusar. Di mana perempuannya tengah di bopong dalam keadaan terkulai lemah, dan terlihatlah ruangan putih yang mendominasi.
Pria itu membawanya ke ruang Uks, yang membuat Dokter di sana tampak terkejut. Keringat Pria tersebut membasahi tubuhnya, dan baju sekolahnya.
"Dokter!" teriaknya dengan panik.
Napasnya juga tersengal setelah berlarian untuk membawanya ke sini, sementara dokternya yang sedang mencatat stok obat juga ikut panik.
"Azam, ada apa ini?" tanya padanya, Azam segera menaruhnya di ranjang pasien. "Pingsan, dok!" jawabnya.
"Baiklah, biar saya cek," Dokter tersebut mengeceknya dengan stetoskop miliknya.
Pria itu menatapnya, "Gimana, dok?" tanyanya yang sedikit khawatir.
Dokter tersebut bernama Alana Smith Rahendra. Dokter dengan lulusan terbaik di Universitas ternama, dia sarjana dengan gelar Doctor of Medicine. Dia juga salah satu dokter terbaik di Sekolahnya, dan di rumah sakit Teknikal Medicine. Dua bangunan terfavorit dengan kualitas terbaik.
Dokter Alana melepaskan stetoskopnya, "Dia hanya lelah, barangkali ia belum sempat sarapan.” Alana beralih ke kursinya.
"Apakah kamu tidak bertanya padanya?" tanya Alana, membuat lelaki itu sedikit menelan salivanya.
Dokter Alana menggeleng. "Huft.. tapi aneh yah kenapa hanya dia yang pingsan? Padahal tempatnya berpindah di Kelas," ucapnya sedikit bingung.
"Aku menghukumnya," singkat dan padat menjawabnya.
Dokter Alana beralih padanya. "Kenapa menghukumnya? Seharusnya tanyakan dulu sudah sarapan belum, baru di hukum!" sarannya pada siswa tersebut, yang termasuk sepupunya itu.
Dokter Alana beranjak, lalu mencari obat untuk pasiennya. "Lain kali kamu jangan kayak gitu lagi! Ini obatnya," tuturnya sembari memberikan pil kecil.
"Ingat! Minta gadis itu meminumnya setelah makan, dua kali sehari!" titah Alana dengan wajahnya yang lembut.
Lelaki tersebut mengangguk. "Pil apa ini? kok kecil?" tanya padanya ketika melihat pilnya berwarna orange.
“Begonya kamu Zam! pil vitamin saja tidak tahu? sejak kecil bukankah kamu memakannya?” teriak batin Alana.
Alana tersenyum paksa. "Azam?" Lelaki tersebut mengangkat kepalanya, ia memelotot matanya.
Melihat Dokter Alana seperti ingin menerkam, "Kamu terkadang pintar, setelah itu bodohnya on lagi, yah?" senyum devilnya.
Lelaki tersebut bernama Azam Rahendra. Dia ketua Osis di sekolah milik keluarganya. Anak yang terkenal di kalangan pria atau wanita di Sekolahnya, dan terkenal tidak suka terlalu dekat dengan perempuan yang bukan siapanya.
Dia juga memiliki sejuta fans yang selalu mengikutinya, dan berteriak kepadanya. Dia pintar, kaya, tampan, dan juga cool. Tapi sayang dia minim akan senyuman, dan akan menjadi bodoh bila bersama sepupunya Alana.
Azam tercengong, "Benarkah?" Dia membalikkan pil tersebut dengan teliti.
Dokter Alana menggeleng. "Ini itu vitamin, Zam! vitamin!!" semburnya.
Azam menampiknya, "Air liur muncrat tuh!" ucapnya dengan datar.
Darahnya memuncak ketika, dia mengatainya. "Kamu yah, Zam! Sekarang sudah berani, yah!!" murkanya sembari menjewer telinga sepupunya.
"Aw! Tante telinga Azam sakit, tolong lepaskan dong!" protesnya pada Dokter Alana.
Dokter Alana menggertakkan giginya. "Biarkan! mampus ini telinga, supaya sopan sama orang tua!!" geramnya.
"Okhey, oke! Azam minta maaf, lepasin dong Tante!" pintanya pada perempuan berjilbab itu.
Alana melepaskan tangannya, sementara pria yang kesakitan itu memegang telinganya yang pedih. Dokter Alana menghampiri pasiennya, lalu ia memberikan minyak kayu putih padanya.
Azam beralih mendekati ranjang gadis yang ia bawa tadi. Matanya yang hitam pekat kemerlap, bertemu dengan kelopak mata yang damai milik gadis itu. Gadis itu belum juga tersadar, matanya masih terkulai lemah. Padahal sudah Dokter Alana kasih minyak kayu putih, tetapi belum juga bangun.
Azam yang menatapnya datar, seketika tersadar bahwa ada kegiatan yang harus ia kerjakan. Sebelum pergi, dia meminta sepupunya untuk menjaganya selagi dia dalam keadaan sibuk. Menurutnya tugas Ketua Osis baginya lebih penting, dan tanggung jawab juga jauh lebih penting, maka dari itu ia meminta sepupunya itu.
Mata Kella yang terkulai, mengerjap dengan sedikit. Bulu matanya tergerak dengan pelan, ia membuka mata dengan pandangan menyipit. Batinnya menerka-nerka, sekarang ia sedang berada di mana. Dokter Alana mendekatinya dengan perasaan legah. "Syukurlah. Kamu sudah sadar?" tanyanya. Kella baru tersadar dengan ingatan yang samar, matanya sudah melihat ruangan putih yang dominasi. Tubuh kecilnya berusaha untuk duduk. Alana yang melihatnya susah untuk bangun segera membantu. Kella menoleh pada perempuan berjilbab itu sambil memegang kepalanya yang terasa agak pusing, pening dan berat. "Apakah ini rumah sakit?" tanyanya dengan lemah. Alana menggeleng. "Bukan, kamu di UKS,” jawab Alana sembari tersenyum lembut. Kella beralih ke dinding langit kemudian matanya mengedar ke ruangan UKS seperti mencari seseorang, namun di sana hanya ada Alana saja.  
Dokter Alana menyuruhnya untuk istirahat, padahal Kella sama sekali tidak ingin tidur. Gadis itu merasa sudah jauh lebih baik, tetapi kenapa tidak di izinkan? Aneh. Sudah jam berapa ini? Kella merasa bosan di tempat yang hampa ini dengan bau obat yang menyengat hidung. Dokter Alana izin untuk pergi ke Rumah Sakit Teknikal, sementara dia sendirian di UKS. “Huh! Membosankan!” gerutu Kella. Kella melihat ke arah jam dinding, sudah pukul 14.30. Rasanya mengesalkan sendiri di tempat seperti ini. Matanya menatap dinding lain, dengan suasana seperti di pemakaman. Ini sungguh membosankan! Kella ingin sekali berteriak, tapi ia tahu berada di mana. Jika melakukan hal itu, bisa saja ia akan dihukum. Tapi ... tunggu! Bukankah dia sedang sendiri? Ini kesempatan bagus untuk mengecek data tadi! Kella segara berdiri dan mulai berjalan ke le
Ruangan putih mendominasi. Dengan lampu yang menyala, buku yang tertata rapi. Boneka yang ia jaga, serta selimut hello Kitty milik seorang gadis yang terfokus pada papan mading. Papan tersebut berisi sebuah rencana, dan tempat yang perlu di selidiki. Kella menyiapkan semuanya dengan hati-hati agar tidak diketahui. Kemudian, tangannya menopang di dinding. “Ini baru awal,” dia melingkari tulisan tersebut. “Besok, mari kita mulai!” monolognya dengan mata serius ke dinding. Sudut bibirnya tersungging, ketika merasa senang untuk memulai misinya. Kemudian, dilihatlah jam di dinding. Jam tersebut menunjukkan larut malam, segera ia kembali ke kasurnya. Lalu di matikan lampunya, matanya juga mulai menutup rapat dan tertidur lelap. ••• Pagi hari. Hari ini adalah pertama kalinya duduk di kelas sendiri. Setelah tiga hari
Brak...! Suara gebrakan meja tersorot banyak mata. Murid yang berada di kantin terkejut akan suara tersebut. Begitu juga dengan Kella yang tidak menduga jika gadis di sampingnya ini berani berlaku kasar. “Pergi dari sini!” murka Velyn dengan menggebu-gebu. Tangannya mengepal dan menunjuk berlainan arah. Kella tidak mengerti dengan gadis satu ini, jika dia ingin duduk silahkan, dan kenapa harus juga mengusirnya? Kella menatapnya dengan kening tertaut. “Kalau kamu ingin duduk silahkan, tapi kenapa harus mengusirku? ” tanyanya. Gadis tersebut terlihat gagap dan tidak tahu harus menjawab apa. “Kami hanya ingin bertiga, dan kamu bukan dari bagiannya.” Sahut gadis bernama Dinda dengan rambut pendeknya. Kella tercengong, “Apa hanya itu?” batinnya. Kella menghela nafasnya, “Tinggal duduk saja kok susah, lagi pula aku tidak mengganggu kok!” jelasnya. Tubuh gadis tersebut m
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi