Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi.
Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru.
Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya.
Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi.
Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya.
Senyum Kella tercetak, meski sedikit yang di perlihatkan. Dia mencari setiap bagian, dengan membaca setiap judul. Satu menit ia mencari tetapi tidak mendapatkan apapun, di buku yang dibaca tidak ada hal mencurigakan, bukunya bahkan berisi pendiri sekolah dan kegiatan sekolah.
Kella mulai pasrah dalam pencarian keduanya. Sepertinya akan gagal untuk kesekian kalinya, dari awal dia sudah ragu dengan keputusan untuk menyelidiki.
Kepala gadis itu ditempelkan pada rak buku. Ia merasa seperti di ambang keputusasaan, ketika tak ada petunjuk lain.
Namun kakinya tidak ingin menyerah untuk mencari, “Nggak boleh nyerah, ayo Kella semangat!” ucapnya bersemangat.
Dia berjalan ke rak yang lain. Lalu matanya tertuju pada majalah usang, lesu dan berdebu di sela-sela buku.
Lebih tepatnya di bagian dalam rak, buku tersebut berjudul ’Majalah terkini Teknikal 1’ ia melihat sampulnya, hingga menemukan bacaan ‘Tragedi seorang siswi’ dengan segera dia buka halaman tersebut.
Kella membaca dari atas sampai bawah. Lalu matanya menjadi fokus, dan melotot. Dia terlihat tampak syok, sehingga majalah tersebut terjatuh.
“Siapa siswi di majalah ini?” tangannya bergetar, lalu mulutnya ia sumpal dengan telapak tangannya. “Apakah itu Eva?” mata gadis itu terurai dengan air, dia menangis.
“Ta-tapi siapa yang melakukan ini?” Kella menggeleng tegas, bahwa tidak mungkin siswi yang terjatuh itu adalah Eva. Masalahnya jika benar itu sahabatnya, kenapa dia harus berada di tempat berbeda?
Apa yang harus dia lakukan? Matanya berubah menelusur, pergerakannya halus dan dipercepat. Tangannya mulai menjulur untuk menggapai majalah tersebut.
Kemudian, Kella berhasil mengambil kembali majalah tersebut. Lalu membolak-balikkan dengan seksama dan teliti, barangkali ada petunjuk yang lain. Dia masih ingin tahu hal lainnya, mencari keterangan dan pengakuan yang lain.
Tapi sekarang sudah saatnya ke kelas. Jika tidak maka akan terlambat, hukuman juga akan diberikan untuknya.
Kella segera meletakkan majalah tersebut dengan rahasia, di dalam ransel. Dia tidak ingin memberitahu yang lain, dan tidak meminta izin pinjam pada petugasnya. Sementara itu, ia mencari buku referensi yang lain agar petugas tidak curiga terhadapnya.
Kakinya menuju resepsionis, dengan muka masih tegang, dan sebisa mungkin untuk tidak terlihat.
“Bu, boleh pinjam ini?” Kella menunjuk buku pengetahuan fisika. Petugas tersebut menoleh padanya, “Silahkan, mana kartu perpustakaan kamu?” tanyanya.
Kella mengerutkan keningnya, “Kartu? Seperti apa, Bu?” tanya kembali. Petugas tersebut mulai mencari kartu tersebut, lalu menunjukkan.
“Seperti ini,” jawabnya.
Kella tidak tahu mengenai kartu perpustakaan. Dulu ketika di sekolah waktu SMP tidak ada penggunaan kartu, karena mereka di wajibkan untuk membaca di tempat.
“Kamu siswa kelas sepuluh?” Gadis itu mengangguk. “Kalau kelas sepuluh belum saya bagikan, masih dalam tahap pengerjaan.” Ujar petugas tersebut dengan ramah.
Wajah Kella yang mengkerut berubah menjadi muram. “Berarti saya tidak boleh pinjam ini dong, Bu?” tanyanya kepada petugas.
“Benar, mungkin dua minggu baru jadi. Di tunggu saja pemberitahuan yang baru,” jelas petugas tersebut.
Kella mengangguk dengan masam, “Baik, Bu!” jawabnya. Lalu bukunya diletakkan di rak samping resepsionis, setelahnya ia pergi ke kelas.
•••
Kella berjalan di koridor kelas. Matanya menatap penuh berani dan percaya diri, meski banyak mata tertuju padanya. Baginya mereka hanya angin lalu yang hanya bisa bergosip tanpa tahu kebenaran.
Kella tidak keberatan atas kelakuan mereka. Dia hanya ingin sekolah dengan damai, serta mengungkap sebuah ketidakadilan. Kella yang selalu tertawa bersama kedua orang disayangi, menjadi orang yang tertutup setelah kejadian bundanya dan Eva.
Kella berjalan dengan santai tanpa tergesa-gesa. Tapi tiba-tiba tiga orang dari arah depan mengepungnya, mereka yang menggunakan skateboard. Mereka berlintas ke arahnya, membuat mata gadis itu memekik tajam, serta meneguk salivanya. Dia terkejut sehingga tubuhnya menjadi kaku, dan tidak bisa menghindar.
“Awas!!” Kella menoleh kepada pemilik suara teriakan tersebut. Namun sebelum sempat menoleh, tubuhnya terhuyung menjauh dengan cepat.
Mata cokelat mahoni miliknya bertemu dengan manik mata hitam kelam lelaki penolong. Tubuhnya disangga oleh tangan kekar milik si penolong, serta parasnya yang menawan sedikit menggelitik hatinya.
Kella tidak tahu harus merasa senang ataupun sedih. Dia belum pernah melihat wajah, hidung, alisnya yang tebal serta paras yang membuat hatinya tergelitik.
“Ehm, apa kalian berdua ingin terus berpelukan?” Suara lelaki berkulit sawo matang mencairkan suasana di antara mereka.
Reflek mereka berdua saling melepaskan. Kella sebenarnya merasa malu, baru kali ini ia berpelukan dengan seorang pria, apalagi dia adalah ketua osis.
Sementara, lelaki tersebut melirik sekilas dengan perasaan gugup. “Maaf,” pintanya pada Kella.
Kella segera mungkin mengembalikkan citranya, dia merapikan ransel. “No problem, thanks Kak Azam.” Ia mengatakan dengan perasaan tercampur aduk. Azam mengangguk, lalu meninggalkan Kella bersama lelaki berkulit sawo matang.
Lelaki tersebut berbicara, “Hai, kenalin namaku Rehan! Nama kamu?” Ia menjulurkan tangannya, untuk berjabat tangan.
Kella memasang muka datar, “Kella.” Jawabnya singkat dan padat, tanpa membalas uluran tangan. Rehan tersenyum manis memunculkan pipi lesungnya, meski gadis itu bersikap cuek.
Rehan menarik uluran tangannya. “Okhey, aku pergi dulu.” Dia pamit untuk menyusul Azam yang telah menghilang dari pandangannya. kella hanya mengangguk, sembari melirik sekilas pada kakak kelasnya.
Kella ditinggal sendiri dengan banyak mata iri tertuju padanya. Dia mengangguk bahu tidak perduli, lalu meneruskan jalannya ke kelas.
Sementara itu di sebalik tembok ada tiga gadis tengah bersembunyi. Lokasinya berdekatan dengan tangga, dan gudang bola.
Dia memasang kemurkaan di wajahnya, dengan mata tajam penuh benci. Tubuhnya seakan menjadi api yang menyala, dengan asap kecemburuan yang kelabu.
“Ck, kenapa tidak jatuh saja! Sialan!” geramnya melihat gadis yang dia benci semakin dekat dengan pujaan hati.
Dia mengepal tangan, “Awas saja! Kali ini gagal, tapi lain hari tidak ku biarkan!” pekiknya.
•••
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku.
“Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah.
“Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum.
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi