Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku.
“Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah.
“Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum.
“Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah.
Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri.
Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samping.
•••
Kella berjalan menuju kantin melewati bisikan para murid. Dia sekarang menjadi trending topik peringkat pertama, bersama dengan cowok paling disukai oleh para siswi.
Dia berjalan bersama Indira. Terkadang Indira dulu yang inisiatif membuat Kella tertawa, tanpa mengingat kepedihan.
Namun, mata tajam Kella membuat langkah mereka terhenti. “Ada apa Kella?” tanya Indira. Sementara, Kella segera sembunyi di balik dinding.
Kening Indira mengkerut, ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan dia hanya bisa mengikuti instruksi dari Kella.
“Syut!” Telinga Kella di pasang dengan tajam, untuk mendengar pembicaraan lima murid senior.
Sedangkan Indira juga ikut mendekat, Kella yang berposisi jongkok dan Indira yang berposisi berdiri, mereka lakukan agar dapat menguping.
“Kenapa kalian tidak becus! Sudah saya bilang untuk dibuat jatuh!” Bentak gadis berambut panjang, suasana di antara mereka begitu mengerikan.
“Kalian tahu dibayar untuk apa, kan!” tangan gadis tersebut menunjuk mereka dengan amarah. “Ta-tahu nona,” Kella mendengar hal tersebut dengan alis terangkat.
“Kalau begitu, kenapa dia tidak jatuh! bahkan,” mata gadis tersebut berlinang air. Lalu menatap tangan dengan penuh benci, dan tak terduga.
“Mereka berpelukan, hah! Kalian ingin bertanggung jawab atas kegagalan ini!” Dia membentak dengan nada memekik, “Kalian terlalu payah!” hinanya.
“Gara-gara kalian, rencanaku untuk mempermalukan dia di depan umum gagal tahu tidak!” Gadis tersebut matanya menyala, dengan suhu menjadi panas akan kemurkaannya pribadi
Kella mendengarkan semua isi percakapan mereka. “Kella, ada apa? aku masih belum paham,” Indira bertanya dengan lirih.
“Siswa cowok yang tiga itu, yang tadi membuat aku jatuh.” Jawab Kella sama lirihnya.
Indira masih tak mengerti, “Jatuh? Apa itu gadis yang katanya jatuh di pelukan kak Azam?” tanyanya.
Kella yang mendengar hal tersebut ada sedikit rasa kesal bercampur malu. Ia baru kali ini merasa di permalukan, apalagi jatuhnya tidak etis begitu. Bagi yang lain mungkin akan merasa bangga, tetapi seorang Kella tidak memiliki kebanggaan atas insiden skateboard.
“Kamu kira jatuh seperti itu etis? No way!” geram Kella mengingat kejadian tadi pagi.
Indira cekikikan kecil. “Itu menurut kamu, tapi bagi para fansnya pasti merona.” Ujarnya dengan lirih.
Kella memutar bola mata malas, “Sudahlah! jangan diingat lagi!” dengusnya.
“Iya ta--” belum juga Indira protes, Kella memotongnya. “Syut! jangan berisik!” tegur Kella dengan berhati-hati. Indira hanya tertawa kecil.
“Pokoknya lain kali kalian harus berhasil! kalau tidak,” gadis berambut panjang itu memperlihatkan sesuatu dari ponsel. “Lihat ini baik-baik, saya akan sebarkan seantero sekolah ini!” kecamnya dengan nada mengancam.
Tiga lelaki itu bergetar takut, dengan kepala tertunduk. Mereka mau tak mau harus mengikuti, bila tidak ingin tersebar. Raut wajahnya terlihat ketakutan, seakan ponsel itu adalah hidupnya yang terancam.
Tidak tahu apa yang gadis itu perlihatkan pada mereka bertiga, membuat Kella semakin penasaran siapa dibalik rambut panjang itu.
Belum sempat mereka mendengar banyak hal, mereka berlima sudah berlalu pergi. Kella merapikan posisinya dengan berdiri, “Aduh! Kella tidak lihat ada orang apa!” ringis Indira sembari mengelus dagunya yang terbentur oleh kepala Kella.
Sementara Kella tampak biasa saja, “Maaf.” Pintanya, Indira mengangguk maafkan.
“Kel, siapa gadis tadi? Kenapa dia menyuruh orang lain untuk membuatmu terluka?” Tangan Kella bersedekap.
“Aku juga tidak tahu, Indira.” jawabnya.
Indira mendengus, “Sudahlah! Kita ke kantin saja ayo!” serunya sembari menarik tangan Kella.
•••
Kantin
Suara bergemuruh dari banyak murid. Mereka saling bernegosiasi dan saling menawar, serta jual dan beli ada di tempat ini.
Tempatnya yang luas, dan megah. Serta pernak dan pernik modern, bergelimang dari bentuk arsitekturnya. Mereka juga saling bergurau, dan melepas rasa penat dari materi pelajaran.
Kella dan Indira sedang mencari tempat duduk, jalannya menuju bangku kosong. Mereka duduk di sana, lalu Indira segera memesan makanan dan minuman untuk berdua.
Kella menunggu di tempatnya sendiri, sedangkan Indira sedang membeli pada mbak kantin.
“Eh, lihat guys! Dia yang pelukan sama ketua osis kita, kan?” Tiga gadis dengan seragam ketat, dan riasan tebal menghampiri Kella.
Kella melirik sekilas, jujur saja rasanya malas untuk merespon mereka. Mereka seperti tidak ada kerjaan saja, selain mengganggu dirinya.
“Enak tidak tuh, dipeluk sama pak ketua?” sindir Velyn padanya.
“Ups, jangan bilang kamu sudah pernah peluk pria selain ketua?” sambung Velyn mencibir.
“Benar, apa kamu juga sudah melakukan hal aneh?” sahut Dinda teman satu gang dengan Velyn.
“Atau mungkin,” Velyn menggantung perkataannya. “Tapi bukanya berpelukan itu tak perlu dipermasalahkan Velyn?” potong Cesy teman mereka berdua yang terlihat bodoh, dan lambat.
“Diam kamu Cesy!” kesal Velyn karena memotong perkataannya. Pipi Cesy menggembul, dengan muka cemberut.
Kella terkekeh, “Apa yang dibilang teman kamu yang satu itu, benar adanya. Jadi, apa masalahnya?” balasnya dengan dingin, sembari merujuk pada Cesy.
Velyn mengepalkan tangannya, lalu tunjuk pada gadis yang dibenci. “Diam! Dasar jalang kecil!” bentaknya dengan mata menyala.
Kella mengatur nafasnya yang akan meluap amarah. Sebisa mungkin ia bersabar, dan tidak terbawa emosi.
Sungguh, ia tak suka akan hinaan seniornya tadi. Dia ingin sekali memotong mulutnya yang tajam, apa tidak ada hal lain selain kata 'Jalang.'
Kemudian, Kella memasang wajah datar. “Kamu yang seharusnya diam, mulut kok seperti cabe!” cibirnya pada Velyn.
“Apa kamu bilang!” Tangan Velyn akan melayang ke arahnya, dan tanpa di sangka Indira menyiram jus stroberi pada Velyn.
Mata Velyn terkejut, wajahnya berekspresi takut dan jijik. “Iuh, apa ini? Jijik banget, uwek.” Velyn berpura-pura muntah, karena tumpah jus di kepala.
Kella dan dua teman Velyn terkekeh. Merasa lucu akan tumpahan jus di kepala temannya.
“Minum tuh jus stroberi! Biar otak gak penuh dengan kata kasarmu! Hmph!” Sembur Indira yang juga merasa kesal pada Velyn dan dua anteknya.
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambungnya sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella.
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
Gaun putih polos melewati anak tangga, sikapnya yang anggun, dan elegan terlihat di dalamnya. Matanya yang memancarkan aura kepiluan tertutup oleh tatapannya yang dingin tidak ada senyuman yang tersungging di dalamnya, hanya sebatas bibir yang tertutup rapat. Matanya menoleh pada Pria berumur berkepala tiga yang matanya tampak tajam. Pria itu membaca koran sembari menghisap puntung rokoknya, kemudian gadis itu mendekatinya.Pria yang memiliki mata hazel itu menyudahinya, "Duduk sini!" perintahnya dengan dingin. Gadis itu duduk di dekatnya, ada sebuah rasa canggung dan takut di hatinya.Pria berwajah dingin itu bertanya, "Mulai besok, kamu akan meninggalkan rumah ini dan tinggal di apartemen, kan? " Dia meletakkan puntung rokoknya di asbak, lalu gadis tersebut mengangguk.“Benar, Pah," sahutnya dengan tatapan kosong.Pria dengan wajah dingin memberikan cek kosong kepadanya. Gadis itu tidak mengerti apa maksudnya, mata amber miliknya tercetak jelas penuh kebingungan. "Ini cek kosong, te
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi