Dokter Alana menyuruhnya untuk istirahat, padahal Kella sama sekali tidak ingin tidur. Gadis itu merasa sudah jauh lebih baik, tetapi kenapa tidak di izinkan? Aneh.
Sudah jam berapa ini? Kella merasa bosan di tempat yang hampa ini dengan bau obat yang menyengat hidung. Dokter Alana izin untuk pergi ke Rumah Sakit Teknikal, sementara dia sendirian di UKS.
“Huh! Membosankan!” gerutu Kella.
Kella melihat ke arah jam dinding, sudah pukul 14.30. Rasanya mengesalkan sendiri di tempat seperti ini. Matanya menatap dinding lain, dengan suasana seperti di pemakaman.
Ini sungguh membosankan!
Kella ingin sekali berteriak, tapi ia tahu berada di mana. Jika melakukan hal itu, bisa saja ia akan dihukum.
Tapi ... tunggu!
Bukankah dia sedang sendiri? Ini kesempatan bagus untuk mengecek data tadi! Kella segara berdiri dan mulai berjalan ke lemari tempat data itu tersimpan. Kella nyakin pasti ada petunjuk di UKS ini.
"Di mana mapnya?" monolognya dengan gusar, takut dan gelisah.
Kella takut jika ada yang tiba-tiba datang, dan memergokinya melakukan sesuatu. Ia mencoba menggeledah semuanya, tetapi kenyataanya berkas itu tidak ada. Kella mengusap rambutnya dengan kesal. Ia juga berdecak kesal, sedari tadi tidak ketemu.
Kella mencoba mencari di lemari yang Dokter Alana ambil, lalu mencari di lemari lain. Serta di tempat meja, dan laci meja dokter. Kella terus mencarinya, tetapi tidak ada.
Sial!
Kella mulai khawatir, dan takut ketahuan. Matanya bertemu pada laci kecil di bawah lorong meja, tetapi laci itu tergembok.
"Kok, digembok, yah? Gimana mau bukanya!" geramnya sambil mengigit bibir bawahnya.
Laci itu kecil, sehingga jarang ada yang tahu. Benda itu tergembok, membuat semakin rumit untuk tersorot orang.
Kella masuk ke bawah meja. Ia ingin membukanya, dan melihat isinya. Aneh saja, kenapa Dokter Alana membuat laci tersembunyi? Sementara ketika ia melihat data tadi, tidak terlalu banyak nama. Dan terlihat masih baru, lalu di mana data yang lain?
Apakah itu di laci yang tergembok?
Tidak! Ia harus mencoba buka! Jika tidak, rasa penasaran yang membara menghantuinya nanti! Kella mendekat, memegang gembok itu. "Aku tak punya kuncinya, gimana nih?" keluh Kella dengan keringat dingin.
Ketika memegang kembali, dan ingin mengakalinya. Seseorang tiba-tiba datang dari arah pintu, dan mengejutkannya.
"Sedang apa kau?" tanyanya. Kakinya melangkah mendekat.
Astaga. Ya ampun! Kali ini Kella merasa terjebak. Rasa takut semakin menjadi-jadi, ia ketahuan dan kepergok bak maling. Kella ingin segera pergi dari suasana mencengkram ini, namun suara kakinya selat mendekat.
Tuk.
Pertama kali seperti dikejar hutang, dan ketika ingin berdiri. Kepalanya menabrak wajah orang itu, lalu mata mereka beradu pandang. Manik hitam kelam dari pria tersebut terlihat tajam. Namun, sedikit ada rasa kesedihan di matanya. Bukan! Tetapi kehampaan di dalamnya. Sepertinya dia kesepian.
Bertemu dengan mata teduh, dan sejernih milik Kella. Mata cokelat mahoni yang damai di dalamnya, membentuk sebuah ruang yang dalam pada mata mereka.
Dag dig dug!
Kella menelan salivanya, ia merasa canggung. Ini tidak bisa terbayangkan! Situasi apa ini? Kenapa ketua osis ini lagi? Ada apa dengan hari ini?
Sedangkan Azam, hanya memasang wajah datar. Tanpa merasa berdosa, karena menatap lekat mata gadis di depannya ini.
"Kakak osis? Bi-bisa tidak mata kamu mundur sedikit?" Kella mencoba tetap bersikap biasa saja, agar merasa tenang dan tidak gugup.
Azam memundurkan wajahnya memberikan ruang pada gadis di depannya. Azam menarik sedikit ujung bibirnya, "Apa jantungmu berdegup kencang?" tanya Azam.
Deg!
Bodoh! Tentu saja!
Kella merasa geram, tetapi usahakan agar tetap rileks. Siapa yang tidak akan berdegup kencang? Jika yang membuatnya adalah orang seperti dia! Kella merapikan rambutnya yang teracak.
"Narsis! Tidak aku sangka banyak juga orang narsis di sini," sindirnya.
Azam menarik alisnya. "Benarkah?" dia menganggukinya. "Kalau gitu, ambil itu!" suruh Azam sembari memberikan tas.
Kella mengerutkan keningnya tak paham. “Apa?”
Azam bertanya, "Apa kau tidak ingin pulang?" tanyanya melihat kebingungan di wajah dia.
Kella kembali melihat jam, ia sangat terkejut. Ternyata selama itu di UKS? Kella tidak sadar bahwa sudah waktunya pulang? Sekolah macam apa ini? Tidak adakah bel pulang?
Apa mungkin terlalu asik baginya mencari berkas terkait kejadian lalu?
Akhhh ...!
Kella mencoba tenang, ekpresi datar kembali seperti biasa. Mengkondisikan setiap halnya, dan tidak boleh ada yang tahu.
"Oh, pulang yah? Oke, thanks! " Kella mengambil tasnya. Tanpa berpaling pada ketua osis itu, ia langsung melenggang pergi meninggalkan Azam.
Azam menghela napasnya, hari ini dia bertemu gadis yang membuatnya terpancing emosi.
•••
Kella pulang melewati jalanan yang lebar, banyak gedung yang besar dan tinggi. Dia berjalan dengan wajah yang teringat akan kejadian di UKS tadi.
"Kenapa dia harus datang, sih! Semuanya jadi kacau karena dia!" gerutunya dengan pandangan lurus. Kella menghela napasnya, "Apa segitunya, yah seorang osis mengkhawatirkan anak MOS? Yang lain aja juga tidak, kok! " gerundelnya.
Emosinya memuncak sembari mendendang kerikil di depannya. Dia menarik napasnya, "Tidak, Kella! Kau harus berhasil! Apapun itu caranya! " tekadnya.
"Kau harus ku---"
Bruk...!
Gadis berambut sebahu menabraknya, ucapannya terhenti membuat tubuhnya terjatuh sehingga kacamatanya terlepas. Tetapi perempuan tadi asal pergi saja. Kacamatanya juga terjatuh jauh, sementara Kella tidak ingin membuka mata. Jika tidak, semua yang tidak ingin dilihat akan muncul.
Kemudian, Kella sesegera mungkin mencari kacamata itu. Entah apa yang akan dia lihat nantinya, dia harus memakai kacamatanya. Ketika ia ingin memakainya, sebuah gambaran tercetak jelas. Terlihat begitu luas dan menyeluruh. Serta tempat ia berdiri, akan berubah jauh lebih menakjubkan dari yang sekarang.
Matanya berubah total dari warna cokelat mahoni, menjadi biru langit. Sangat indah, dan cantik.
Kella merasa tersentak, ketika melihatnya. "Ini, lagi? Tahun berapa tempatnya menjadi seperti ini?" gumamnya berpikir.
Kella segera memasang kembali kacamatanya. Sementara ia tidak ingin memikirkannya memilih untuk kembali berjalan.
•••
Kosan Putri Amber.
Ruangan putih bersih dengan pernak pernik yang menggoda. Riasan lentera pada depan kamarnya menjadi ciri khas sendiri. Seperti dulu setiap ada kegundahan dalam hatinya, ia akan menulis secarik di buku merah mudanya.
Kella melihat luar jendela, menatap langit malam. Ia terbiasa menulis di temani bulan, bintang dan lainnya. Mengadu segala keluh kesahnya, di antara mereka. Kella mengambil bolpoin, yang berbentuk permen lollipop. Lalu membuka lembaran baru buku dearynya.
Gadis itu mulai menulis.
Deary Juli,
Hari ini adalah hari paling aneh dalam hidupku. Bertemu dengan seseorang yang memiliki perilaku berbeda, dan hal yang paling aneh adalah dia.
Kau tau? Hari ini semacam keberuntungan atau malah kemalangan?
Aku tidak tahu siapa dia, tetapi pria itu seperti lem yang melekat tebal. Aku hanya ingin mencapai misiku.
Tapi pria itu datang dengan narsisnya, kelakuannya yang tidak mencerminkan yang katanya seorang siswa teladan.
Apakah siswa teladan itu narsis sepertinya? Yang membuat jantung berdegup kencang? Sungguh hatiku merasakan hal itu!
Tolong jangan terlalu dekat. Kalau aku mati gimana? siapa yang akan menemukan kebenarannya?
Apakah dia akan menjadi dinamit di lain waktu? Tidak! aku harus bisa mencapai misiku! Apapun yang terjadi!
Hah! Hari ini boleh gagal, tetapi tidak untuk lain kali! Kau taukan, aku kuat! aku pasti bisa!
Misiku harus tercapai!
Selamat malam penenang hati,
Kellansa Ansaria Amersoln.
Kella berhenti menulis.
Ia menatap malam di luar jendelanya, "Malam, sampaikan salamku untuk Bunda! Aku akan berusaha mencari kebenarannya," ucapnya lirih dengan penuh harap.
Kella berwajah sayu, "Malam bilang pada Bunda. Aku tak akan mengecewakannya karena putrimu ini kuat!" Ia berhenti sejenak. "Kella kuat kok, Bunda!" Tanpa sadar air matanya sudah mengalir deras membasahi pipinya.
Kella menangis.
"Malam, sampaikan rinduku pada Bunda! katakan pada Tuhan bahwa aku sayang Bunda.” Kella memberi jeda. "Pasti, Bunda akan bahagia! Di mana pun sekarang berada," ucap Kella menyakinkan diri sendiri.
Kella mengusap air matanya, ia sudah bilang harus kuat! Maka tidak boleh lemah! Ini untuk mencari kebenaran dua orang paling penting baginya.
"Selamat malam, Bunda! Selamat untukmu juga, malam! Mimpi indah untuk semuanya!" pamitnya.
Air matanya tanpa sengaja sudah menodai buku dearynya, ia bergegas menutupnya agar tidak terlalu basah.
"Siapa yang menangis tengah malam begitu!" tegur suara Ibu kosnya. Suara yang sangat keras, dan menakutkan.
Kella bergegas menyimpan bukunya, lalu mematikan lampu kamarnya, dan langsung berlari ketempat tidurnya.
Sungguh menakutkan!
Ruangan putih mendominasi. Dengan lampu yang menyala, buku yang tertata rapi. Boneka yang ia jaga, serta selimut hello Kitty milik seorang gadis yang terfokus pada papan mading. Papan tersebut berisi sebuah rencana, dan tempat yang perlu di selidiki. Kella menyiapkan semuanya dengan hati-hati agar tidak diketahui. Kemudian, tangannya menopang di dinding. “Ini baru awal,” dia melingkari tulisan tersebut. “Besok, mari kita mulai!” monolognya dengan mata serius ke dinding. Sudut bibirnya tersungging, ketika merasa senang untuk memulai misinya. Kemudian, dilihatlah jam di dinding. Jam tersebut menunjukkan larut malam, segera ia kembali ke kasurnya. Lalu di matikan lampunya, matanya juga mulai menutup rapat dan tertidur lelap. ••• Pagi hari. Hari ini adalah pertama kalinya duduk di kelas sendiri. Setelah tiga hari
Brak...! Suara gebrakan meja tersorot banyak mata. Murid yang berada di kantin terkejut akan suara tersebut. Begitu juga dengan Kella yang tidak menduga jika gadis di sampingnya ini berani berlaku kasar. “Pergi dari sini!” murka Velyn dengan menggebu-gebu. Tangannya mengepal dan menunjuk berlainan arah. Kella tidak mengerti dengan gadis satu ini, jika dia ingin duduk silahkan, dan kenapa harus juga mengusirnya? Kella menatapnya dengan kening tertaut. “Kalau kamu ingin duduk silahkan, tapi kenapa harus mengusirku? ” tanyanya. Gadis tersebut terlihat gagap dan tidak tahu harus menjawab apa. “Kami hanya ingin bertiga, dan kamu bukan dari bagiannya.” Sahut gadis bernama Dinda dengan rambut pendeknya. Kella tercengong, “Apa hanya itu?” batinnya. Kella menghela nafasnya, “Tinggal duduk saja kok susah, lagi pula aku tidak mengganggu kok!” jelasnya. Tubuh gadis tersebut m
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi