Mata Kella yang terkulai, mengerjap dengan sedikit. Bulu matanya tergerak dengan pelan, ia membuka mata dengan pandangan menyipit. Batinnya menerka-nerka, sekarang ia sedang berada di mana.
Dokter Alana mendekatinya dengan perasaan legah. "Syukurlah. Kamu sudah sadar?" tanyanya.
Kella baru tersadar dengan ingatan yang samar, matanya sudah melihat ruangan putih yang dominasi. Tubuh kecilnya berusaha untuk duduk. Alana yang melihatnya susah untuk bangun segera membantu.
Kella menoleh pada perempuan berjilbab itu sambil memegang kepalanya yang terasa agak pusing, pening dan berat. "Apakah ini rumah sakit?" tanyanya dengan lemah.
Alana menggeleng. "Bukan, kamu di UKS,” jawab Alana sembari tersenyum lembut.
Kella beralih ke dinding langit kemudian matanya mengedar ke ruangan UKS seperti mencari seseorang, namun di sana hanya ada Alana saja.
"Siapa yang membawaku?" tanyanya dengan bingung. Ia juga penasaran. Siapakah gerangan yang membawanya ke UKS?
Alana menarik sudut bibirnya, mengulumkan senyuman. "Azam,” jawabnya.
Kella segara menoleh mendengar jawaban dari Alana. Batinnya bertanya, siapa lelaki yang bernama Azam? Dari pada rasa penasaran terpendam, ia segara bertanya, "Siapa Azam? Saya tidak mengenalnya."
Alana tersenyum lagi. "Tentu belum kenal karena kamu siswi MOS, 'kan?"
"Benar," jawab Kella dengan dingin.
Sekilas Alana mendapati seseorang dengan karakter yang sama seperti sepupunya pada diri Kella. Si gadis yang dingin, cocok sekali dengan sepupunya yang berkarakter sama.
Dokter Alana memperhatikan kresek hitam di tangannya dan memberikan pada Kella.
"Apa ini, Dok?" tanya Kella bingung.
"Ini roti buat kamu makan," jawabnya. “Kamu pasti belum sarapan jadi pingsan saat dihukum, bukan?”
Astaga. Kella baru menyadari sosok wanita di depannya begitu baik dan perhatian. Kella membuka kresek hitam pemberiannya, lalu menoleh padanya. Alih-alih menjawab terima kasih, namun Kella berkata ketus, "Gak suka roti keju.”
Dokter Alana, "Meskipun tidak suka kamu harus tetap makan!" titahnya.
Kella menggeleng. "Maaf, saya tidak mau!" Ia berusaha untuk turun dari ranjang dan dibantu Alana. Kella merapikan kacamata yang kurang pas di matanya, lalu berkata, "Aku tidak mau makan roti.” Setelah mengatakan seperti itu, ia berjalan ke arah pintu UKS dan sebelum pergi, ia sempat menoleh ke dokter Alana.
"Berikan ke yang lainnya saja,” tutur Kella.
"Eh, eh tapi!" Dokter Alana ingin mencegat tetapi kalah cepat.
Kali ini Kella memperlihatkan senyuman hangat. "Terimakasih, untuk dokter yang cantik seperti Anda!" Ia pergi setelah mengatakan itu.
Anggota Osis masuk ruangan tersebut."Dok! dia yang tadi pingsan, sudah siuman?" tanyanya.
Dokter Alana mengusap wajah lelahnya. "Huft ... benar! Dia yang diperintahkan oleh Ketua Osis," jawabnya.
Siswi itu mengangguk paham. Dia merasa bingung, bagaimana beritahu pada ketua osisnya. Pasalnya dia harus menjaganya, ini perintah dari ketua osisnya. Jika tidak, pasti akan terkena marah.
Dokter Alana hanya tersenyum, dia tahu apa yang dipikirkan olehnya. Lalu bertanya, "Kamu disuruh Azam, ya?"
Siswi itu menjawab dengan anggukan.
"Sebaiknya kamu kembali bertugas," saran Alana.
Siswi itu ragu, masalahnya ia tidak melakukan tugasnya.
Alana yang melihatnya seperti itu, dia menepuk pundaknya. "Sudah, biar saya yang bicara pada Azam.”
"Beneran, Dok?" Wajah Siswi itu mendadak berubah senang.
Alana mengangguk dan tersenyum padanya.
"Terimakasih, Dokter!" serunya dengan senang dan bahagia lantas pergi meninggalkan UKS.
•••
Pandangan Kella setengah sadar, ia merasa membaik dengan percaya diri. Dirinya juga tidak ingin menambah lagi hukumannya, jadi terpaksa menahannya. Sesampainya di lapangan seluruh siswa di halaman itu menoleh ke arahnya. Kella memasang muka sewajarnya, agar terlihat baik.
Seorang siswa menepuk pundak Azam, lalu jarimya menunjuk ke arah lain. "Itu!" tunjuknya.
Azam menyipitkan matanya silau.
"Dia?" kejutnya.
Sementara yang ditunjuk terlihat tidak perduli, lalu melewati mata penuh benci dengan pede.
Kella memilih masuk barisan.
"Berhenti!" perintah Azam yang menghampiri. "Kamu yang bermata empat! Kenapa ke sini!" bentaknya tajam.
Kella tak menjawab, hanya menatapnya datar, tidak ingin berdebat.
"Saya tanya! Kenapa kamu diam!" gertak Azam dengan lantang.
Banyak orang di lapangan yang kegiatannya berhenti gara-gara mendengar suara Azam, mereka semua menatap sang empu. Ketegangan dan ketakutan membuat bulu kuduk berdiri akan amarahnya.
"Aku tanya! Apa kau tuli!" amarahnya memuncak, semakin menakutkan seakan batas kesabaran telah menghilang.
Wakil Osis mendekat lalu berbisik. "Tahan emosi, Bro!" nasehatnya.
Huh. Azam meredakan emosinya lalu berubah tatapan lebih dingin dan suara yang sangat dingin. "Kenapa ke sini? bukanya disuruh istirahat? Kau ingin menyusahkan kami?" cecarnya.
Kella masih diam, tidak ada ekspresi meski harus menahan amarahnya.
"Wah! Gila ini anak, disuruh jawab malah diam! Kau bisu, yah?" Suara hina dari gadis bernada manja. Pemilik suara itu adalah Velyn, dia mendekat ke tempatnya. Nada manja menelisik telinganya.
Kella menatapnya tajam, "Apa lihat-lihat!" ketus Velyn dengan galak.
"Menjijikkan!" gumam Kella dengan suara lirih tidak ada yang dengar. Ia sungguh merasa mual dengar suara manja dari dia, apalagi dengan tingkahnya seperti penggoda.
"Cepat sana jawab!"
Velyn menautkan lengannya, "Benarkan, Azam?" Dia memasang senyum godanya.
Tak tahu malu!
Banyak mata melihat aksi manjanya, apalagi dengan Ketua Osisnya. Tetapi dia menepiskan lengannya lalu mengusap dengan jijik.
Kella memutar bola matanya malas, sungguh ingin menghindar. Terlihat dari aksi manja Velyn tadi, mengekspos betapa sangat suka pada pria itu.
Azam memasang mata tajamnya. "Apa kau tidak merasa malu!" Bukan Velyn bila merasa malu, bahkan ia menautkannya kembali.
Azam menepis, lalu menjaga jarak. "Menjijikkan!" Hinanya lalu membersihkan lengannya.
Sebenarnya, dia perempuan macam apa? Tidak tahu malu mengumbarnya! Apalagi di depan adik kelasnya? Tidak sadar 'kah, dia Anggota Osis? Tidak mencerminkan, dan tidak patut dicontoh!
Velyn cemberut, dengan pipi menggembul. Mereka yang lihat merasa jijik. "Apa lihat-lihat! kalian iri akan kecantikan dan keeksotisan saya!" ucapnya dengan percaya diri membanggakan dirinya yang cantik.
Langkah Azam mendekat ke adik kelasnya. "Hmm ... masih tidak ingin menjawab?" tanyanya.
Kella merasa kesal dengan lelaki di depannya, dia selalu saja menyuruhnya untuk kembali ke UKS. Padahal Kella sudah merasa baikkan. Kella menghela napasnya. "Saya sudah merasa baik, jadi tidak usah dipermasalahkan!" jawab Kella ketus.
Azam menaikkan alisnya. "Bagiku kau belum sembuh, jadi sana ke UKS!" suruhnya.
Kella menggertakkan giginya, ingin sekali ia mencakarnya, tetapi teringat akan misinya.
Sabar!
Sabar, Kella!
Kella mengalah, akhirnya menuruti perintah dari Azam. "Baiklah!" turutnya dan Kella keluar barisan.
"Antarkan dia!” Perintah Azam pada anggota OSIS lainnya.
•••
Ruang UKS.
Ruangan yang berbau obat, terlihat sepi dan hanya ada satu orang dokter. Dia memakai jilbab biru yang cocok sekali untuk setelan jaz putihnya. Kella di antarkan oleh kakak osis perempuan lainnya, ia mendekat ke meja milik Alana.
"Kamu ke sini lagi?" tanya Dokter Alana kembali berpaku pada peralatannya, dia menoleh melihat Kella.
Kella duduk di kursi. "Iyah," jawab dengan singkat.
Dokter Alana terkekeh lalu dia mengerutkan keningnya. "Pasti Azam yang nyuruh?" tebaknya.
"Iya," jawab Kella dengan datar.
Dokter Alana terkekeh lagi, "Dibilangin makan dulu, malah main kabur! Jadi gini, kan?"
Kella mengerutkan keningnya dengan kekehan darinya, "Kenapa?" tanyanya. Padahal, tidak ada yang lucu!
Dokter Alana berhenti terkekeh, "Karena kamu lucu, hehe,” tawanya dengan canggungnya.
"Gak lucu, tuh!" Sekilas kecanggungan mengisi keduanya. Kella menatapnya dengan serius. "Dokter, boleh tanya sesuatu?"
Alana beralih padanya, "Boleh, tanya apa?" Dia tersenyum lembut.
"Anda Dokter, 'kan?"
Dokter Alana menaikkan alisnya, ada sedikit kebingungan dengan pertanyaan. Bagaimana tidak, dia bertanya dirinya dokter atau bukan. Sedangkan, terlihat jelas jaz putihnya yang bersih dan rapi. Serta stetoskop yang di kalungkan
Mungkin, 'kah ia buta? atau sedang bercanda? Jika iyah, itu sama sekali tidak lucu!
Kella yang melihat wajah bingung wanita di depannya, tersenyum smrik. "Anda asik terkekeh, tapi belum memperkenalkan diri!" ujarnya.
Alana yang mendengar, mulai paham maksud darinya. "Hahaha! dari tadi kita berbicara, tapi tidak tahu nama saya?" Alana tertawa bahagia, dan mencairkan suasana.
"Jawab saja, Dok!" paksa Alana.
Alana tersenyum sembari menjulurkan tangan kanannya. "Perkenalkan nama saya Alana Smith Rahendra. Dokter cantik di sini dengan sejuta senyuman yang akan bikin semua orang meleleh!"
Kella menatapnya tidak menduga, dokter ini terlalu narsis. Walau memang benar parasnya sangat cantik.
"Ehm!" dehemnya. Dokter Alana kembali menegakkan tubuhnya, dengan berwibawa. Dia sungguh seperti anak muda sekarang, terlalu narsis!
Kella bertanya, "Dokter, apakah di sini diberikan setiap data siswa berkunjung? atau." Lalu ada jeda beberapa detik. "Tentang keterangan sakitnya?"
"Benar, memang kenapa? Oh! saya lupa, kamu belum menulis daftar hadir, kan?" Alana mendekat ke lemari kecil, tempat untuk beberapa obat. Dia membuka lemarinya dan mengambil buku note besar berwarna hijau. Kemudian menyodorkan pada Kella. "Kamu tulis di sini dan tanda tangan, okhey?" suruhnya sembari menunjuk pada note besar di mana Kella harus mengisi data diri dan tanda tangan.
Dokter Alana menyuruhnya untuk istirahat, padahal Kella sama sekali tidak ingin tidur. Gadis itu merasa sudah jauh lebih baik, tetapi kenapa tidak di izinkan? Aneh. Sudah jam berapa ini? Kella merasa bosan di tempat yang hampa ini dengan bau obat yang menyengat hidung. Dokter Alana izin untuk pergi ke Rumah Sakit Teknikal, sementara dia sendirian di UKS. “Huh! Membosankan!” gerutu Kella. Kella melihat ke arah jam dinding, sudah pukul 14.30. Rasanya mengesalkan sendiri di tempat seperti ini. Matanya menatap dinding lain, dengan suasana seperti di pemakaman. Ini sungguh membosankan! Kella ingin sekali berteriak, tapi ia tahu berada di mana. Jika melakukan hal itu, bisa saja ia akan dihukum. Tapi ... tunggu! Bukankah dia sedang sendiri? Ini kesempatan bagus untuk mengecek data tadi! Kella segara berdiri dan mulai berjalan ke le
Ruangan putih mendominasi. Dengan lampu yang menyala, buku yang tertata rapi. Boneka yang ia jaga, serta selimut hello Kitty milik seorang gadis yang terfokus pada papan mading. Papan tersebut berisi sebuah rencana, dan tempat yang perlu di selidiki. Kella menyiapkan semuanya dengan hati-hati agar tidak diketahui. Kemudian, tangannya menopang di dinding. “Ini baru awal,” dia melingkari tulisan tersebut. “Besok, mari kita mulai!” monolognya dengan mata serius ke dinding. Sudut bibirnya tersungging, ketika merasa senang untuk memulai misinya. Kemudian, dilihatlah jam di dinding. Jam tersebut menunjukkan larut malam, segera ia kembali ke kasurnya. Lalu di matikan lampunya, matanya juga mulai menutup rapat dan tertidur lelap. ••• Pagi hari. Hari ini adalah pertama kalinya duduk di kelas sendiri. Setelah tiga hari
Brak...! Suara gebrakan meja tersorot banyak mata. Murid yang berada di kantin terkejut akan suara tersebut. Begitu juga dengan Kella yang tidak menduga jika gadis di sampingnya ini berani berlaku kasar. “Pergi dari sini!” murka Velyn dengan menggebu-gebu. Tangannya mengepal dan menunjuk berlainan arah. Kella tidak mengerti dengan gadis satu ini, jika dia ingin duduk silahkan, dan kenapa harus juga mengusirnya? Kella menatapnya dengan kening tertaut. “Kalau kamu ingin duduk silahkan, tapi kenapa harus mengusirku? ” tanyanya. Gadis tersebut terlihat gagap dan tidak tahu harus menjawab apa. “Kami hanya ingin bertiga, dan kamu bukan dari bagiannya.” Sahut gadis bernama Dinda dengan rambut pendeknya. Kella tercengong, “Apa hanya itu?” batinnya. Kella menghela nafasnya, “Tinggal duduk saja kok susah, lagi pula aku tidak mengganggu kok!” jelasnya. Tubuh gadis tersebut m
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
"Bermain bola basket," jawab Kella dengan wajah penuh tantang. Azam menahan tawanya, apa yang dikatakan gadis tersebut? Ingin melawan dia? yang notabenya Ketua tim basket?Azam sungguh tidak kuat lagi menahan tawa, sehingga tanpa sadar tawanya lepas. Dan membuat gadis di depannya itu, mengkerut.Kella cemberut, "Kenapa tertawa! ada yang lucu, kah?" tanyanya meskipun perkataan dan gerakan tubuhnya saling menyangkal."Kamu serius?" tanya Azam untuk lebih memastikan, tetapi tanggapan gadis tersebut menatap dengan gigih dan penuh percaya diri. "Huft, baiklah! Kapan?" tanya Azam kembali.Kella berfikir, kemudian ia menatapnya. "Dua minggu yang akan datang, sepulang sekolah. Jangan lupa!" sahutnya. Lelaki tersebut mengangguk, lalu Kella pergi dari hadapannya.Yah, dia takut bila gadis yang datang bersama lelaki tadi akan marah, jadi ia memutuskan pergi dan kembali bermain yang la
“Mah, Pah! Apa yang kalian sembunyikan dariku?” tanya Azam dengan nada yang masih sama, dingin. Esta Astira Rahendra dan Eron Rahendra, mereka adalah kedua orang tua dari Azam, Ketua Osis. Sekaligus pemilik sekolah SMAN 1 Teknikal, dan Rumah Sakit Teknikal. Kemudian, mata mereka berkelabat karena tidak tahu harus menjawab apa. Sementara, ini semua sebuah rahasia. Dan yang paling penting, tidak boleh putra satu-satunya mereka mengetahui apa yang diperbuat. “Jawab pertanyaan Azam, Mah, Pah!” geram Azam ketika kedua orang tuanya tidak ada sahutan. Esta terdiam. “Azam! Sebaiknya kamu jangan ikut campur urusan orang tua! sekarang pergi ke kamarmu!” bentak Eron mengalihkan pembicaraan. Tatapan tajam dari pemuda itu cukup menakutkan. Dan dia hanya bisa menurut ucapan orang tuanya, meski tidak mendapat jawaban apapun. Selepas anaknya pergi kedua ora
Kella menatap lelaki itu tajam. “Kamu bilang apa?” Azam berkeringat dingin, takutnya akan menyinggungnya. “Aku jelek?” sambung Kella, sembari mencondongkan tubuhnya pada lelaki itu. “Em, itu..” rasanya cukup menegangkan bagi Azam, yang melihat raut muka dari Kella. Lalu perlahan ia mundur, agar tidak terlalu dekat padanya. Kella menegakkan tubuh, dan berlalu pergi meninggalkan Azam. “Eh, mau kemana?” tanya Azam sembari berteriak, ketika punggung badannya menjauh. Tidak ada sahutan dari Kella, lalu Azam juga ikut pergi, karena tidak ada hal lain lagi berada di danau. ••• Minggu. Kemarin malam, cukup banyak hal yang tidak bisa diduga. Ketika kacamatanya dilepas, Kella melihat banyak darah yang bercucur, serta warga yang tengah sekarat. Kella ingin menolong mereka, tetapi semua salah kakak kelasnya itu! “Argh!
Tempat yang dipenuhi oleh lentera yang indah, dan lampu kemerlap berwarna-warni. Membuat pemandangan danau seperti di surga, sangatlah indah. Azam membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dari pada tadi di pasar malam. Sempat Kella menolak untuk dibawa oleh kakak kelasnya, tetapi karena lelaki itu kekeh padanya, ia terpaksa menurut. Tapi tak menyangka, lelaki itu membawanya ke tempat paling indah. Dan juga, belum pernah ia mendatangi tempat bertema dan berlatar seperti di depan matanya. “Indah, kan?” tanya Azam. Kella hanya terdiam, sebenarnya masih ada amarah di dalam dirinya. Karena itu, lebih baik diam dari pada menyakiti lelaki itu. “Kenapa diam?” tanya Azam kembali. Lalu gadis itu menoleh. “Biar kamu puas dulu bicaranya,” ucap Kella. Azam terkekeh. “Bicara saja, di Indonesia nggak ada orang yang melarang berbicara kok!” balasnya. &n
Malam. Sepulang dari tempat pembuatan kunci. Kella langsung tidur hingga sore hari, dan dia masih terbaring di tempat tidur. Ting! Kella segera mengecek ponselnya yang berbunyi. Dalam notifikasinya tertulis nama kontak temannya, lalu dibukalah pesan tersebut. Indira | Kella, pergi ke pasar malam yuk! | Besok libur, jadi bebas deh, heheh. Kella | Sekarang? Indira | Iyah! | Jam 7 aku tunggu di depan kos kamu, okhey? Kella |Ya Kella mengakhiri pesan tersebut, lalu segera pergi mandi untuk kedua kalinya. Pukul 19.00 malam. Kella telah siap untuk pergi dengan temannya. Outfit yang digunakan, yaitu kaus putih, rok floral, sneakers putih dan jaket denim. Serta aksesoris yang sering digunakan, seperti
Pagi hari. Bulu mata yang lentik, hidung mancung, paras cantik dan cara tidurnya terlihat damai ketika tidur. Kella tidur tanpa mendengkur, bahkan terlihat imut kala itu. Kring kring kring! Suara dari jam beker, membuat kelopak matanya mengerjap. Lalu tangannya meraba ke nakas samping tempat tidur, untuk mengambil jam tersebut. Matanya melihat angka pada jam. Lalu menekan tombol atas jam beker, agar dapat berhenti. Kemudian, Kella terbangun. Lalu berposisi duduk di spring bed miliknya. Keadaannya masih mengantuk, dan jam tersebut masih pukul 05.00 pagi. Dia sengaja mengatur pada jam tersebut, karena tidak ingin terlambat saja. Setelah keadaan sudah lebih jernih, ia segera mengambil handuk, lalu pergi untuk mandi. Setelah mandi dan berganti baju. Kella siap untuk berangkat sekolah pada pukul 06.20.
“Lagian kalau ingin demo itu sana sama pak ketua saja, kenapa harus pada Kella yang hanya seorang korban?” sambung Indira sembari menaruh gelas kosong dan gelas yang berisi jus mangga milik Kella. “Nggak usah ikut campur deh! Masih pakai jepit rambut hello Kitty saja sok hebat,” cibir Dinda membela temannya. Indira ingin memukul gadis tersebut, tapi dicegah oleh Kella. “Tenang, Indira. Jangan terbawa emosi, biarkan mereka puas membully sampai mulutnya berbusa pun terserah. Lagi pula itu minuman jadi mubazir, kan?” ucap Kella dengan santai. Kemudian, Indira menurunkan tangannya. Lalu menarik nafas, agar emosi tidak mengendalikannya. Kedua tangan Indira bersedekap di dada. “Untung kita baik, kalau tidak hangus itu muka!” sindirnya. Di belakang perdebatan antara Kella, Indira dan tiga kakak seniornya, ada dua lelaki yang termangu dengan mereka. “Azam, tadi deng
Kella meletakkan ransel di kursinya. Lalu tubuhnya ia dudukan, rasanya seperti mimpi yang samar. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa, hanya bisa berdiam beku. “Hai! Kamu Kella, kan? kita bertemu lagi,” sapanya dengan seru. Kella menoleh, terlihat jelas gadis yang berkenalan dengannya memakai pita hello kitty, dia bersikap ramah. “Hai, kamu bukanya yang waktu MOS, kan?” tanya Kella kembali. Lalu gadis tersebut mengangguk padanya, sembari tersenyum. “Indira Camelia Ans, hari ini kamu jadi teman sebangku aku, yah?” tawar gadis tersebut sembari tersenyum ramah. Kella menatapnya dalam, baru kali ini ada seorang memperlakukannya dengan baik. Bahkan papah kandungnya saja tidak ada respon terhadapnya, papahnya hanya mengutamakan adik tiri. Dia mengulurkan tangannya. “Kellansa Ansaria,” balasnya dengan muka datar. Lalu ransel Indira letakkan di kursi samp
Kella berjalan melewati perumahan, dan bermacam toko. Pagi ini, dia akan berangkat ke sekolah seperti biasa. Lantunan syadu dalam mulutnya, bersenandung riang di jalanan yang sepi. Sehingga tanpa sadar telah sampai di tujuan. Kella memasuki gerbang, dan berjalan menyapa pak satpam. Seperti kebiasaannya dulu, ketika masih berseragam putih biru. Dia berangkat pada pukul 06.00. Sengaja kepagian, agar bisa membaca buku di perpustakaan sekolah. Kella melewati gedung kelas, lalu berjalan ke gedung sebelahnya. Dia berhenti di depan perpustakaan. Lalu menarik nafasnya, bersiap memulai mencari sesuatu. Kella masuk ke dalamnya, yang sudah di buka setiap pukul 6 pagi. Kemudian, dia mulai menyusuri setiap rak. Di sana bermacam buku, dimulai dengan buku pengetahuan, referensi, adat dan budaya. Serta yang dia cari, yaitu tentang peristiwa sekolahnya. Senyum Kella tercetak, meski sedi