“Erin!”
Syakila langsung berlari menghambur ke dalam pelukan Yerina begitu dua sahabat itu bertemu. Arsyila sempat panik saat melihat kakaknya yang tiba-tiba berlari. Tapi gadis itu segera tersenyum melihat reuni dua orang itu.Saat ini mereka ada di kota Aston, tepatnya di depan warung ramen di seberang Delyan bar.“Haruskah aku membeli tisu?” tanya Zhou yang sudah berdiri tepat di samping Arsyila. Arsyila terkekeh pelan. Zhou sepertinya sudah tau jika reuni dua sahabat itu akan membuahkan air mata.“Aku bersyukur Kila masih mau bertemu denganku,” gumam Zhou membuat Arsyila menoleh ke arah pria itu.“Apa menurutmu Kila masih memiliki perasaan terhadapku?” tanya Zhou sedikit mencondongkan tubuhnya.“Apa?” Arsyila pura-pura tidak mendengarnya. Meskipun perasaannya terhadap Zhou sudah berlalu, tapi tetap saja menyebalkan saat pria itu terang-terangan menunjukkan perasaannya. Mungkinkah Zhou lupa jika dia bertanya pada gadis yang“Syila, tenanglah!”Arsyila menatap Reyga dengan linglung. Pandangannya buram. Air mata terus bercucuran dari sepasang mata coklatnya. Tanpa gadis itu sadari, tubuhnya sudah gemetar hebat dan pernapasannya tersengal-sengal.“K-kak Kila, kakak. Aku harus mencari kakak.” Arsyila bangun dengan terburu-buru. Mengabaikan Reyga dan Yerina yang menatap cemas padanya. Gadis itu berjalan terhuyung-huyung sebelum akhirnya kembali jatuh ke tanah.“Syila!” Reyga segera membawa Arsyila dalam pelukannya. Gadis itu tidak baik-baik saja. Keadaan cukup keruh untuk berpikir jernih sekarang. Zhou yang tumbang, Yerina yang babak belur, dan Arsyila yang terkena serangan panik. Sepertinya hanya Reyga saja yang dapat diandalkan sekarang.Menyelamatkan Syakila sangatlah penting. Tapi lebih penting untuk menyelamatkan orang-orangnya dulu. Reyga membawa semua orang dalam mobilnya. Pergi menuju klinik terdekat.“Syila, minumlah lebih dulu.” Reyga menyodorkan air mineral pada Arsyila yang sudah sedikit lebih ten
“Aku akan kesana sebagai pelanggan. Lalu akan memesan Nora. Itu jauh lebih aman. Kalian setuju dengan rencanaku?” “Y—““Tidak!” Arsyila berteriak kencang membuat semua orang menatapnya penuh keterkejutan. Bahkan beberapa perawat sampai datang untuk memeriksa keadaan mereka.“Ma-maaf, kami akan memelankan suara kami,” ucap Yerina merasa tak enak hati. Wanita itu lantas memicingkan matanya pada Arsyila yang sudah cukup sadar dengan kehebohan yang dia buat. Gadis itu menutup mulutnya. Wajahnya menunjukkan raut menyesal.“Kau tidak setuju? Kenapa? Kupikir itu rencana yang bagus.” Zhou bertanya lebih dulu. Arsyila menelan salivanya. Arsyila tau diantara mereka berempat, hanya dirinya sendiri yang tidak menyetujuinya. Arsyila melirik ke arah Reyga. Tentu saja pria itu adalah alasannya. Arsyila merasa tidak terima jika sampai Reyga disentuh oleh para wanita di Borya. Tidak, Arsyila tidak akan rela! Sayangnya tidak mungkin Arsyila akan blak-bl
“Wanita ini Nora yang Anda inginkan, Tuan:”Reyga mengedipkan matanya. Dia memang pernah mendengar jika gambar dengan wajah orang aslinya kadang sedikit berbeda. Mata kelabu itu kembali memandang wanita di depannya dari ujung kepala hingga kaki. Sungguh perbedaan itu terlalu besar.Bukan itu saja masalahnya. Nora yang ada dalam gambar itu terlihat dewasa. Tapi Nora yang ada di depannya ini, bukankah dia masih anak-anak?!“Tuan, apa Anda meragukan saya karena penampilan saya? Kalau begitu kenapa kita tidak segera masuk ke kamar saja. Saya pasti akan menunjukkan keterampilan saya.” Nora mengambil langkah maju. Mengambil kunci dari bartender dan segera menempel di lengan Reyga. Ini tangkapan besarnya. Karena jarang ada pelanggan yang mau dengannya, jadi kali ini Nora tidak akan melepaskannya. Terlebih mangsanya kali ini terlihat muda dan tampan. Satu lagi, juga kaya raya.Reyga terlihat risih saat sesuatu yang empuk menyentuh lengannya. Matanya kemba
Segalanya tidak bisa dibeli dengan uang. Tapi segalanya bisa lebih mudah tercapai dengan uang. Sekarang Arsyila tau alasan kenapa manusia harus bekerja keras mengumpulkan banyak uang selama hidupnya. Karena uang adalah salah satu bahan bakar kehidupan. Tanpa uang kehidupan tidak berjalan. Karena itulah banyak manusia-manusia yang rela melakukan apapun demi uang. Baik itu pekerjaan yang berat bahkan pekerjaan yang hina dan kotor sekalipun.Arsyila tak pernah berpikir menggunakan jalur uang sebelumnya. Atau Arsyila bisa sebut itu jalur sogokan? Suap? Yah, Arsyila cukup miskin untuk melakukannya. Karena itulah cara itu sama sekali tak terlintas dalam pikirannya. Arsyila cukup terkejut dangan jumlah nominal yang ditawarkan Reyga pada Nora. Lebih mengejutkan lagi reaksi Nora yang langsung jatuh bersujud di hadapan mereka semua.Mungkin Nora adalah pemuja uang. Pemikiran konyol Arsyila segera dipatahkan saat melihat Nora menangis sejadi-jadinya. Itu sempat membuat Arsyil
‘Plak!’Untuk seperkian detik, Arsyila kehilangan kesadarannya. Tamparan itu terjadi sangat cepat hingga Arsyila sendiri bahkan tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Begitu suara nyaring itu berakhir, rasa panas dan perih menjalari pipi kanannya. Arsyila sempat terhuyung mundur beberapa langkah. Beruntung gadis itu segera berpegangan pada kabinet dapur sehingga tidak jatuh.“Beraninya kamu memfitnah ayahmu sekeji itu!” Suara nyaring nyonya Derin menyadarkan Arsyila. Detik selanjutnya air mata telah berjatuhan dari kedua netra coklat Arsyila. Arsyila telah menyadari sepenuhnya apa yang baru saja dia terima dari ibunya.Sebuah tamparan. Untuk pertama kali dalam hidup Arsyila, Arsyila mendapatkan tamparan dari ibunya. Nyonya Derin memang kerap mengomelinya, tapi tak pernah sekalipun ibunya itu mengangkat tangan padanya. Jadi kenapa? Kenapa kali ini ibunya tega menamparnya?“Syila! Ibu, ada apa ini sebenarnya?” Reyga yang mendengar teriakan nyonya Derin segera berlari ke dapur. P
“Apa kamu baik-baik saja?” Reyga menatap Arsyila cemas. Pria itu tahu istrinya tidak baik-baik saja. Tentu saja, siapapun yang berada di posisi Arsyila sekarang pasti juga akan kacau. Wajah Arsyila terlihat pucat. Gadis itu sama sekali tak bicara apa-apa begitu keluar dari kediaman Derin.“Aku tidak apa-apa. Kita harus pergi menyelamatkan kakak dengan cepat. Jangan khawatirkan aku.” Mata coklat Arsyila terlihat hampa. Sejujurnya Arsyila masih terguncang atas pengakuan nyonya Derin. Ini tak mudah diterima olehnya. Tapi ini juga bukan waktu yang tepat untuk terpuruk. Arsyila harus menemukan Syakila, satu-satunya keluarga kandung yang Arsyila miliki dalam hidupnya.“Syila, bagaimana jika kamu kembali ke Melva Inn dan beristirahat disana? Aku janji aku akan menyelamatkan kakakmu dan membawanya dengan selamat.” Tawar Reyga setengah membujuk Arsyila. “Tidak! Aku harus ikut. Aku sungguh tidak apa-apa. Tolong jangan larang aku ikut!” tegas Arsyila benar-benar teguh pada tekadnya. Akhirnya Re
“Kakak, kamu bisa dengar aku? Kakak?” Syakila yang terbaring lemah menggeliat. Kelopak matanya sedikit terbuka. Mata ambernya menatap linglung langit-langit ruangan. Kesadarannya sepertinya belum terkumpul sepenuhnya.Arsyila menatap sekitarnya dengan panik. Ruangan ini tampak lebih terawat dari ruangan lain. Ada dua rak dorong dimana banyak peralatan medis. Lalu ada beberapa lampu besar yang biasanya ada di ruang operasi. Apa yang sebenarnya ingin mereka lakukan pada Syakila di ruangan seperti ini?“Syila?” Suara lemah Syakila membuat Arsyila seketika lega. Arsyila segera memegang tangan Syakila dan terus memanggilnya.“Kakak, kita harus pergi dari sini, apa kakak bisa bangun?” tanya Arsyila berusaha membantu Syakila duduk. Namun Syakila terlihat sangat lemah. Arsyila menatap jarum infus yang menancap di tangan Syakila. Dia harus melepas infusnya sebelum mereka keluar. Tapi, bagaimana caranya?Arsyila merasa panik dan bingung. Belum ada tanda-tanda seseorang akan datang. Tapi Arsyil
“Apa kamu terluka? Kekacauan yang kita buat mungkin sudah menyebar ke tiap sudut tempat ini. Kita harus segera keluar dari sini.” Pria itu dengan cekatan melepaskan ikatan Arsyila. Menyadari kedua pipi Arsyila yang basah, ibu jarinya terangkat dan mengusap lembut jejak air mata disana. “Maafkan aku kamu pasti ketakutan.” Air mata Arsyila lagi-lagi menetes. Mendengar suara yang lembut dan hangat justru membuatnya ingin menangis lebih banyak. Rasa lega membanjiri hati Arsyila saat mata coklatnya menemukan sepasang netra kelabu yang menatapnya cemas.“Reyga,” bisik Arsyila pelan. “Syukurlah kau masih hidup,” lanjutnya dengan suara bergetar. Reyga tidak tau apa yang terjadi, tapi pria itu tak punya banyak waktu untuk berpikir. “Apa kamu bisa berdiri?” tanya Reyga segera mendapat anggukan. Reyga membantu Arsyila berdiri lalu beralih pada Syakila yang masih berbaring lemah di atas brankar.“Syakila,” panggil Reyga membuat kedua mata amber Syakila ter