Segalanya tidak bisa dibeli dengan uang. Tapi segalanya bisa lebih mudah tercapai dengan uang. Sekarang Arsyila tau alasan kenapa manusia harus bekerja keras mengumpulkan banyak uang selama hidupnya. Karena uang adalah salah satu bahan bakar kehidupan. Tanpa uang kehidupan tidak berjalan. Karena itulah banyak manusia-manusia yang rela melakukan apapun demi uang. Baik itu pekerjaan yang berat bahkan pekerjaan yang hina dan kotor sekalipun.
Arsyila tak pernah berpikir menggunakan jalur uang sebelumnya. Atau Arsyila bisa sebut itu jalur sogokan? Suap? Yah, Arsyila cukup miskin untuk melakukannya. Karena itulah cara itu sama sekali tak terlintas dalam pikirannya. Arsyila cukup terkejut dangan jumlah nominal yang ditawarkan Reyga pada Nora. Lebih mengejutkan lagi reaksi Nora yang langsung jatuh bersujud di hadapan mereka semua.Mungkin Nora adalah pemuja uang. Pemikiran konyol Arsyila segera dipatahkan saat melihat Nora menangis sejadi-jadinya. Itu sempat membuat Arsyil‘Plak!’Untuk seperkian detik, Arsyila kehilangan kesadarannya. Tamparan itu terjadi sangat cepat hingga Arsyila sendiri bahkan tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Begitu suara nyaring itu berakhir, rasa panas dan perih menjalari pipi kanannya. Arsyila sempat terhuyung mundur beberapa langkah. Beruntung gadis itu segera berpegangan pada kabinet dapur sehingga tidak jatuh.“Beraninya kamu memfitnah ayahmu sekeji itu!” Suara nyaring nyonya Derin menyadarkan Arsyila. Detik selanjutnya air mata telah berjatuhan dari kedua netra coklat Arsyila. Arsyila telah menyadari sepenuhnya apa yang baru saja dia terima dari ibunya.Sebuah tamparan. Untuk pertama kali dalam hidup Arsyila, Arsyila mendapatkan tamparan dari ibunya. Nyonya Derin memang kerap mengomelinya, tapi tak pernah sekalipun ibunya itu mengangkat tangan padanya. Jadi kenapa? Kenapa kali ini ibunya tega menamparnya?“Syila! Ibu, ada apa ini sebenarnya?” Reyga yang mendengar teriakan nyonya Derin segera berlari ke dapur. P
“Apa kamu baik-baik saja?” Reyga menatap Arsyila cemas. Pria itu tahu istrinya tidak baik-baik saja. Tentu saja, siapapun yang berada di posisi Arsyila sekarang pasti juga akan kacau. Wajah Arsyila terlihat pucat. Gadis itu sama sekali tak bicara apa-apa begitu keluar dari kediaman Derin.“Aku tidak apa-apa. Kita harus pergi menyelamatkan kakak dengan cepat. Jangan khawatirkan aku.” Mata coklat Arsyila terlihat hampa. Sejujurnya Arsyila masih terguncang atas pengakuan nyonya Derin. Ini tak mudah diterima olehnya. Tapi ini juga bukan waktu yang tepat untuk terpuruk. Arsyila harus menemukan Syakila, satu-satunya keluarga kandung yang Arsyila miliki dalam hidupnya.“Syila, bagaimana jika kamu kembali ke Melva Inn dan beristirahat disana? Aku janji aku akan menyelamatkan kakakmu dan membawanya dengan selamat.” Tawar Reyga setengah membujuk Arsyila. “Tidak! Aku harus ikut. Aku sungguh tidak apa-apa. Tolong jangan larang aku ikut!” tegas Arsyila benar-benar teguh pada tekadnya. Akhirnya Re
“Kakak, kamu bisa dengar aku? Kakak?” Syakila yang terbaring lemah menggeliat. Kelopak matanya sedikit terbuka. Mata ambernya menatap linglung langit-langit ruangan. Kesadarannya sepertinya belum terkumpul sepenuhnya.Arsyila menatap sekitarnya dengan panik. Ruangan ini tampak lebih terawat dari ruangan lain. Ada dua rak dorong dimana banyak peralatan medis. Lalu ada beberapa lampu besar yang biasanya ada di ruang operasi. Apa yang sebenarnya ingin mereka lakukan pada Syakila di ruangan seperti ini?“Syila?” Suara lemah Syakila membuat Arsyila seketika lega. Arsyila segera memegang tangan Syakila dan terus memanggilnya.“Kakak, kita harus pergi dari sini, apa kakak bisa bangun?” tanya Arsyila berusaha membantu Syakila duduk. Namun Syakila terlihat sangat lemah. Arsyila menatap jarum infus yang menancap di tangan Syakila. Dia harus melepas infusnya sebelum mereka keluar. Tapi, bagaimana caranya?Arsyila merasa panik dan bingung. Belum ada tanda-tanda seseorang akan datang. Tapi Arsyil
“Apa kamu terluka? Kekacauan yang kita buat mungkin sudah menyebar ke tiap sudut tempat ini. Kita harus segera keluar dari sini.” Pria itu dengan cekatan melepaskan ikatan Arsyila. Menyadari kedua pipi Arsyila yang basah, ibu jarinya terangkat dan mengusap lembut jejak air mata disana. “Maafkan aku kamu pasti ketakutan.” Air mata Arsyila lagi-lagi menetes. Mendengar suara yang lembut dan hangat justru membuatnya ingin menangis lebih banyak. Rasa lega membanjiri hati Arsyila saat mata coklatnya menemukan sepasang netra kelabu yang menatapnya cemas.“Reyga,” bisik Arsyila pelan. “Syukurlah kau masih hidup,” lanjutnya dengan suara bergetar. Reyga tidak tau apa yang terjadi, tapi pria itu tak punya banyak waktu untuk berpikir. “Apa kamu bisa berdiri?” tanya Reyga segera mendapat anggukan. Reyga membantu Arsyila berdiri lalu beralih pada Syakila yang masih berbaring lemah di atas brankar.“Syakila,” panggil Reyga membuat kedua mata amber Syakila ter
Aroma darah yang menyengat. Teriakan kesakitan tuan Derin hingga suara tembakan yang memekakan telinga. Wajah pucat Zhou yang menutup matanya rapat-rapat membuat Arsyila tersentak ketakutan. Langit-langit putih. Sorot cahaya lampu yang menyilaukan hingga wajah Reyga yang menatapnya cemas. Arsyila membuka matanya lebar-lebar sambil terengah-engah. Arsyila bisa merasakan tubuhnya yang berkeringat dan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Melihat istrinya yang akhirnya membuka mata, Reyga segera memanggil para perawat. Namun belum sempat beranjak, Arsyila menggenggam tangannya kuat-kuat.“Zhou. Zhou!” Arsyila setengah berteriak dengan histeris. Mata coklatnya yang dipenuhi kengerian tampak tidak fokus. Reyga cukup terkejut. Wajahnya berubah masam. Satu tangannya bergerak menyentuh wajah pucat Arsyila, membelainya lembut. “Akhirnya kamu bangun,” sambut Reyga menatap sendu Arsyila yang terlihat kebingungan.Arsyila menatap Reyga lama. Wajah pria itu terlihat lelah. Kantung mata hitam mengga
“Kamu harus makan.”Arsyila menghela napas. Sedari tadi dia hanya mengaduk makanannya dan menatapnya tak berselera. Begitu Reyga mengantarnya ke kamar, pria itu terus membujuk Arsyila untuk makan. “Berikan padaku, aku akan menyuapimu.” Arsyila pasrah saat Reyga merampas sendoknya. Melihat Reyga yang bersikap biasa membuat Arsyila merasa penasaran dengan perasaan pria itu. Apakah dia tidak sedih? Apa dia tidak merasa kesal dan marah? Lalu, apa yang membuat jantungnya berdebar sekencang itu? Arsyila merasa penasaran, tapi tak bisa bertanya begitu saja.“Kenapa menatapku seperti itu?” Arsyila tersentak. Mata coklatnya berlarian menghindari tatapan suaminya.“Ti-tidak.” Diam-diam Arsyila meremas selimutnya. Sejak mereka kembali, suasana terasa canggung bagi Arsyila. Arsyila membuka mulutnya saat Reyga menyodorkan sendoknya. Arsyila memakan makananya dengan pikiran yang kembali mengembara.“Ayah, uh … maksudku orang itu, apa yang terjadi padanya?” tanya Arsyila setelah selesai memakan mak
“Dia sedang tidur. Lebih baik menemuinya nanti.”Arsyila cemberut mendengar perkataan Syakila. Lagi-lagi Arsyila menghela napasnya. Kecewa ketika dia lagi-lagi tak bisa menemui Zhou. Bahkan ketika Arsyila menawarkan diri untuk bergantian menjaganya, Reyga dan Syakila langsung menolaknya. Pada akhirnya Reygalah yang mengambil tugas berjaga. Sedang Syakila mengajaknya untuk beristirahat.“Syila aku minta maaf.”Mereka sudah berada di kamar Syakila ketika tiba-tiba Syakila meminta maaf. Arsyila mengangkat kedua alisnya. Terkejut sekaligus bingung. “Kupikir aku benar-benar egois. Aku tidak bisa lagi berpura-pura tidak tau jika kamu juga menyukainya.”“Huh?” Arsyila hampir tersedak ludahnya sendiri mendengar pengakuan Syakila. Tubuhnya berubah kaku, wajah Arsyila berubah tegang. “A-apa, a-pa maksud kakak?!” Panik. Jantung Arsyila melompat-lompat tak karuan. “Zhou, kamu menyukainya.”Bagai disambar petir di hari yang terik.
“A-apa ini?” Arsyila menatap amplop coklat di tangannya dengan wajah kebingungan. Begitu dirinya dan Syakila datang dan ikut berkumpul, Reyga sama sekali tak menjelaskan apa-apa. Pria itu justru memanggil Roby yang membawa beberapa tumpukan dokumen. Amplop coklat yang ada di tangan Arsyila saat ini adalah salah satunya.Arsyila mengedarkan tatapannya pada semua orang yang ada di ruangan itu. Arsyila bisa menangkap raut tegang dari semua wajah itu. Tak terkecuali Reyga, bahkan nyonya Sisilia juga. Mata amber nyonya Sisilia terlihat berkaca-kaca. Wanita paruh baya itu terlihat menahan berbagai emosi dalam dirinya. Ketika Arsyila melihat kakaknya, dia cukup heran dengan sikap tenang sang kakak. Tidakkah Syakila juga merasa bingung dengan situasi yang mereka hadapi sekarang? Bagaimana kakaknya bisa setenang itu? Arsyila bertanya-tanya dalam hatinya.“Aku tau kamu pasti merasa bingung. Jadi bukalah itu, itu adalah kebenaran yang harus kamu ketahui.”“Kebenaran?