Keluarga Setiawan tengah sibuk mendiskusikan hal yang sama sejak beberapa hari terakhir. Di ruang tamu, perbincangan terus berputar pada pertanyaan yang sama.“Seperti apa sosok Nyonya Ouyang itu? Apakah dia benar-benar kaya? Apakah dia bisa menyelamatkan Setiawan Group yang sudah di ambang kebangkrutan ini?”Setiap anggota keluarga memiliki versinya masing-masing. Ada yang membayangkan seorang perempuan tua dengan perhiasan emas menempel di sekujur tubuh. Ada pula yang berharap ia datang seperti dewa penolong yang membawa setumpuk uang tunai dalam koper.Suasana mulai memanas dengan spekulasi-spekulasi yang makin liar, sampai suara seorang perempuan tiba-tiba memecah keributan."Permisi, apakah Anda Harris Setiawan, pemimpin Setiawan Group cabang Negara Konoya?" Suara itu beraksen asing, namun masih bisa dimengerti.Keributan mendadak terhenti. Semua mata tertuju pada perempuan yang berdiri di depan mereka. Sosoknya mencuri perhatian seketika."Nyonya Ouyang?" desis Harris Setiawan.
"Perkenalkan, namaku Alex Wu, pemilik Celestial Gallery. Anda bisa bertanya tentang kerajinan khas serta benda antik apa saja yang menarik minat Anda!”Saya akan dengan senang hati merekomendasikan sesuatu yang sesuai dengan impian Anda," ujar Alex Wu sambil mendekati Xander, menyapanya dengan senyum ramah yang tampak profesional.Xander diam sejenak, matanya mengitari ruangan yang dipenuhi barang-barang yang entah kenapa, terasa memberinya sensasi nostalgia yang samar.“Aneh... berada di dalam toko ini seperti dejavu,” pikirnya.Ia mulai melangkah perlahan, menyusuri lorong-lorong toko yang dipenuhi dengan benda seni dan kerajinan, sementara Alex Wu terus berbicara tanpa henti, menjelaskan dengan antusias tentang asal-usul setiap barang.Keramik-keramik kuno, patung-patung kecil didalam gallery itu, semuanya dijelaskan seakan-akan setiap benda memiliki jiwa tersendiri."Semua patung ini asli dari giok yang diambil dari tambang terbaik di negeri ini," tambah Alex dengan bangga, ketika
Tentu saja ada alasan kuat di balik kegigihan Xander untuk mendapatkan patung perempuan yang terpajang di Celestial Gallery. Bukan hanya sekadar barang antik, patung itu tampaknya menyimpan sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang hanya Xander mampu rasakan.Langit malam Shanghai mulai gelap, lampu-lampu gedung pencakar langit menyala, memantulkan cahayanya ke permukaan Sungai Huangpu yang berkelok. Xander berjalan menyusuri trotoar yang padat dengan lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan.Suara bising klakson mobil-mobil mewah yang melintasi jalanan sibuk, ditambah gemerlap lampu iklan neon dari toko-toko eksklusif di sepanjang jalan, menciptakan atmosfer yang menggambarkan betapa hidup dan sibuknya kota metropolitan ini, bahkan di malam hari.Sepanjang jalan menuju Bund Hotel, Xander ditemani hembusan angin musim gugur yang membawa aroma dedaunan kering dari pohon-pohon sycamore. Kontras dengan hiruk pikuk kota yang tidak pernah tidur, angin malam itu memberikan sekelebat rasa tenang d
Xander terbangun pagi-pagi buta, dan begitu membuka matanya, perasaan panik langsung menyerangnya. Patung giok yang semalam dibelinya dengan harga mahal itu tiba-tiba menghilang.Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar hotel, namun patung itu seakan lenyap begitu saja, seperti ditelan bumi."Dimana patung itu? Aku bahkan belum sempat menemukan rahasianya, tapi sudah lenyap begitu saja!" gerutunya dengan suara penuh kebingungan.Yang membuat semakin heran adalah, serpihan pecahan giok yang semalam sempat jatuh membentur lantai, kini juga tak tampak di mana-mana.Bekas-bekas hancurnya patung itu seakan tersapu bersih, meninggalkan ruangan sepi.Hanya ada selembar kertas kuno yang terlihat usang, terselip di sudut ruangan, tapi saat itu Xander sama sekali tidak tertarik untuk memperhatikannya.Setelah beberapa lama mencari-cari tanpa hasil, Xander merasa kesal dan lelah.Dengan gerakan malas, ia memutuskan untuk mandi guna menyegarkan diri. Padahal, pagi itu udara sangat dingin, ang
Dari lobi hotel yang elegan, Xander dan Lilian melangkah keluar ke jalanan yang mulai dipadati aktivitas pagi Kota Shanghai.Matahari baru saja naik, memantulkan cahaya lembut di permukaan gedung-gedung tinggi yang berjajar di sepanjang Nanjing Road.Suara klakson kendaraan, obrolan para pejalan kaki, dan aroma wangi dari toko-toko roti yang baru buka membuat suasana pagi terasa hidup dan berenergi."Hai Lilian, apa rencana kita pagi ini?" tanyanya sambil menoleh, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Sejujurnya, aku belum sarapan..." lanjutnya dengan nada sedikit malu, berharap tidak terdengar terlalu canggung.Lilian tersenyum lebar, matanya berkilau."Ah, tak masalah, Tuan Xander. Bagaimana kalau kita mulai dengan sarapan ringan di Nanjing Road? Aku kenal sebuah kafe yang menyajikan croissant istimewa, renyah di luar tapi lembut di dalam, dipadu dengan kopi yang wanginya bisa membangunkan jiwa. Atau, jika Anda lebih suka teh, ada pilihan teh yang sangat menggoda. Cocok untuk menik
Seperti yang sudah Lilian kira sebelumnya, ia tetap yakin bahwa Xander hanyalah seorang pria sederhana, mungkin seorang mahasiswa yang rajin menabung, atau bisa jadi seorang pekerja yang menyisihkan uang sedikit demi sedikit demi bisa menikmati liburan mewah di Shanghai.Namun, semakin lama Lilian mengenal Xander, semakin ia ragu pada kesimpulan itu.Ketika mereka tiba di Restoran Shang High Cuisine—restoran yang terkenal dengan hidangannya yang mewah dan mahal—Lilian mulai merasa tidak nyaman."Apakah Xander rela menghabiskan banyak uang hanya demi terlihat sopan di depanku?" pikirnya sambil mengernyit sedikit. "Mungkin sebaiknya aku memilih hidangan yang paling sederhana untuk meringankan bebannya."Ketika pelayan datang menghampiri mereka dengan senyum ramah dan sopan, Lilian sudah siap untuk memesan menu yang sederhana. Namun, sebelum sempat ia membuka mulut, Xander dengan penuh percaya diri langsung menyebutkan serangkaian hidangan yang bahkan belum pernah ia dengar sebelumnya.L
Lain di Shanghai, lain pula di Jatavia, kota dengan keruwetan khasnya sendiri. Di sinilah keluarga Setiawan menaruh harapan besar pada saat mendengar kabar kedatangan Nyonya Ouyang, sosok investor dari Shanghai yang katanya bisa menyelamatkan bisnis mereka dari jurang kebangkrutan.Di bandara Kota Jatavia, setelah kedatangan Nyonya Ouyang."Aku berharap kedatangan Nyonya Ouyang dari Shanghai akan membawa angin segar buat perusahaan Setiawan Grup," ujar Haris Setiawan kepada istrinya, Rika, sambil menatap jauh ke depan seolah bisa melihat masa depan gemilang yang penuh dengan keuntungan—untuk dirinya sendiri tentunya, bukan untuk perusahaan."Akhirnya, langit membuka mata bagi keluarga Setiawan kami," balas Rika dengan nada penuh harap. Meski di dalam hati, yang ia bayangkan bukan kesuksesan perusahaan, melainkan kesempatan untuk bisa mengumpulkan lebih banyak keuntungan, dan tentu saja berjudi di lorong Kancil yang sudah menjadi kegemarannya.Di tengah percakapan singkat itu, mereka s
“Terima kasih untuk makan malam yang elegan, Tuan Xander,” kata Lilian dengan senyum kecil yang menyiratkan kehangatan, saat mereka berdua berjalan perlahan di sepanjang tepi sungai Huangpu.Malam itu, udara musim gugur terasa sejuk, dan pohon-pohon sycamore di sepanjang jalan berdesir lembut diterpa angin. Daun-daun kering jatuh satu per satu, melayang pelan sebelum akhirnya mendarat di jalan setapak yang mereka lewati.Cahaya lampu jalan menambah suasana damai dengan sorot lembut yang memantul di permukaan sungai.Xander, yang sejak tadi memperhatikan Lilian, melihat dirinya berusaha menahan dingin di balik senyum tipisnya. Tanpa berpikir dua kali, ia mengambil syal keluaran butik Louis Vuitton dari tasnya—item eksklusif yang baru ia beli khusus untuk perjalanan ke Shanghai ini.Dengan sikap yang tenang namun penuh perhatian, Xander mengulurkan syal itu ke arah Lilian.“Anda kedinginan, Lilian. Pakailah ini sebagai penghangat, sekaligus hadiah kecil dariku,” kata Xander, melilitkan