"Tuan muda Xander! Apa Anda juga menghadiri acara ini?"Sebuah suara yang familiar terdengar di telinga Xander, membuatnya secara refleks menoleh untuk melihat siapa yang menyapanya.BAM!Di hadapannya, berdiri seorang wanita dengan kecantikan yang luar biasa langka. Clara Gunawan, tampil memukau dalam balutan gaun merah menyala, karya seorang desainer ternama. Bahu rampingnya yang terbuka memperlihatkan kulit putih mulus yang kontras dengan warna bajunya.Pinggangnya yang ramping dibalut dengan sabuk kain satin khusus berwarna merah yang membentuk pita di bagian belakang, memberikan sentuhan elegan dan anggun pada penampilannya. Gaun itu melebar ke bawah, menutupi kakinya hingga ke lantai, seolah-olah Clara adalah bintang yang sesungguhnya pada acara itu."Instruktur Lala... apa kabar? Sudah lama tidak bertemu," sapa Xander dengan ramah. Meski suaranya terdengar tenang, namun matanya tak bisa menyembunyikan kekaguman yang jelas tergambar dari tatapannya.Seketika Xander terpaku pada
Beberapa waktu yang lalu, hati Sandy Setiawan dipenuhi kegembiraan yang sulit ia sembunyikan.Setelah ia, ayah, ibu, dan adiknya Lucy diusir dari lingkaran keluarga besar Setiawan oleh Nyonya Ouyang—kerabat dari cabang keluarga Setiawan di Shanghai—sebuah kejutan terjadi.Sandy dipanggil untuk berbicara empat mata dengan sang nyonya, dalam ruangan tertutup, tanpa kehadiran siapa pun selain mereka berdua.Saat itu, atmosfer terasa dingin, seolah ruangan itu tak pernah mengenal kehangatan—begitu pula dengan hati Nyonya Ouyang yang terkenal dingin.Dengan tatapan tajam namun penuh perhitungan, Nyonya Ouyang akhirnya berbicara."Sandy Setiawan... Aku telah menilai ulang dirimu. Setelah meneliti pembukuan serta hasil kerja yang kau lakukan belakangan ini, ternyata kau memiliki potensi yang tak terduga!”Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menarik kata-kataku sebelumnya dan menunjukmu sebagai direktur utama perusahaan, untuk masa percobaan tiga bulan."Perempuan tua itu berhenti sejenak,
Sandy Setiawan masih membeku, wajahnya pucat ketika mendengar suara familiar dari Xander. Dentingan halus gelas dan bisikan pelan para undangan mulai memenuhi ruangan, membuat Sandy semakin gerah dan merasa terpojok.Siapa sangka, tamu yang memiliki kursi yang didudukinya tak lain adalah Xander Sanjaya—sosok yang selalu ia benci sejak lama.Sandy merasakan kemarahan mendidih di dalam dirinya, wajahnya memerah, siap melontarkan hinaan yang telah dipersiapkan di lidahnya.Namun, sebelum sempat ia berkata, suasana di ballroom mendadak memanas."Ayo, tunjukkan undanganmu, selesaikan saja sandiwara ini!" teriak seseorang dari sudut ruangan, nadanya memancing keributan lebih lanjut.“Kalau memang pantas duduk di deretan terdepan, kenapa mesti lama-lama? Tunjukkan saja buktinya!” seruan lain terdengar, mengompori suasana yang semakin riuh.Sandy tetap mempertahankan keangkuhannya, meski di dalam hatinya ia tahu posisinya mulai terancam. Dengan gaya sombong yang sudah melekat padanya, ia bali
Namanya Anna. Dia seorang model, yang namanya belakangan ini melejit berkat kampanye besar-besaran dari berbagai perusahaan ternama yang menjadikannya sebagai wajah utama.Wajah dan foto Anna seakan mendominasi setiap sudut kota, dari baliho hingga layar-layar iklan digital, hampir mustahil bagi siapapun di negeri ini untuk tidak mengenal sosoknya.Bahkan, meskipun orang tak tahu namanya, begitu melihat wajahnya, mereka pasti langsung mengenalinya. Begitu banyak iklan yang menampilkan Anna sebagai model utama, seolah dia sudah menjadi simbol kecantikan dan kemewahan.Malam ini, Anna kembali menjadi sorotan di panggung peragaan berlian Koleksi Titania Jewelry. Namun, Anna bukan satu-satunya bintang di catwalk.Di sampingnya, ada seorang gadis lain yang juga tampil menawan, wajahnya cantik, berjalan anggun memperagakan aksesori berlian mewah.Gadis itu seolah menjadi pesaing Anna di panggung—setidaknya dari segi kecantikan.Xander, yang duduk di sebelah Clara Gunawan, sesekali mencuri p
Kehebohan melanda. Ballroom yang awalnya direncanakan untuk menjadi pusat kemeriahan pesta setelah pertunjukan, kini berubah drastis.Suasana yang tadinya bergema oleh dentuman musik cepat, memacu adrenalin, mendadak tenggelam dalam keheningan mencekam. Sorot lampu yang tadinya terasa gemerlap, kini seakan membeku, menyoroti ketegangan yang menggantung di udara."Seseorang harus memanggil polisi, bukan? Ini tak bisa dibiarkan! Tamu-tamu jadi tidak nyaman, acara kita jadi berantakan!" Seruan penuh kecemasan dari seorang tamu memicu keresahan di antara yang lain. Kata-katanya seperti memperkeruh ketegangan.Beruntung, petugas kepolisian tiba tidak lama kemudian, segera mengamankan area backstage—tempat pembunuhan terjadi.Pesta yang semula hendak dilanjutkan dihentikan demi alasan keamanan, namun para tamu diminta bersabar. Mereka tetap harus menunggu pemeriksaan menyeluruh sebelum bisa meninggalkan tempat.Rasa penasaran dan ketakutan bercampur, membuat wajah-wajah glamor yang tadinya
Xander merasa tubuhnya menegang seketika, jantungnya berdebar cepat saat percakapan rahasia itu samar-samar terdengar dari balik bayangan gelapnya Super Yacth.Seolah berada di tengah adegan film thriller yang menegangkan, setiap kata yang ia tangkap terasa seperti petunjuk penting.Namun sayangnya, momen itu hanya berlangsung sebentar.Angin laut tiba-tiba bertiup kencang, menerjang keras wajah Xander. Udara dingin menusuk, membuat pipinya terasa ditarik, seolah ditampar oleh alam.Desiran angin begitu kuat hingga suara dua sosok misterius itu segera lenyap, tenggelam dalam raungan angin yang menyesakkan telinga.Lima menit berlalu dalam ketegangan yang menyiksa. Xander berdiri mematung, berharap angin mereda dan percakapan itu bisa ia dengar kembali.Tapi ketika akhirnya hembusan angin melemah, yang tersisa hanyalah keheningan yang pekat. Suara-suara tadi sudah hilang, tak menyisakan jejak."Angin sialan, datang di waktu yang tidak tepat!" Xander menggerutu pelan, menjulurkan leher,
Pada kenyataannya, Cendana Bay Club benar-benar begitu luas, sebuah kompleks resort mewah yang seolah menyatu dengan alam.Jarak antara Private Villa eksklusif tempat Xander menginap dan lobi utama—yang juga merupakan pusat dari bangunan-bangunan fasilitas seperti ruang meeting berkelas, pusat kebugaran, tempat olahraga, dan tentu saja, lokasi Titania Auction yang menggelar pelelangan hari ini—ternyata cukup jauh.Sebagai salah satu club berstandar internasional, Cendana Bay mengutamakan privasi dan kenyamanan kelas atas. Para tamu di sini tidak sekadar menikmati kemewahan, mereka juga disuguhi suasana yang seolah memisahkan mereka dari hiruk-pikuk dunia luar.Private Villa tempat Xander menginap didesain untuk memberikan perasaan eksklusif. Tidak mengherankan jika lokasinya jauh dari keramaian Beachfront Cottages, apalagi Deluxe Rooms yang bergabung dengan bangunan utama.Villa-villa pribadi ini memang terletak di area yang lebih terpencil, dirancang sesuai agar para tamu bisa menikm
Belati itu melesat dengan cepat, memantulkan sinar matahari yang menembus celah dedaunan. Meski gerakannya begitu gesit, pikiran Xander tetap tenang.Ia langsung teringat pada seni pernapasan dan teknik bertarung yang ia pelajari dari buku kuno Sembilan Matahari.Fokusnya mulai menguat. Xander menghirup napas dalam-dalam, menajamkan pendengarannya. Satu kedipan mata, satu tarikan napas panjang.Semua yang terjadi seakan selaras dengan ajaran dalam kitab kuno itu. Teknik pernapasan yang baru saja ia kuasai telah membantunya untuk berkonsentrasi penuh—sebuah teknik yang dulunya terasa asing, kini bekerja sempurna.Dan kemudian, sesuatu yang aneh terjadi.Dunia di sekitarnya terasa melambat, seolah ia tiba-tiba menjadi tokoh utama dalam adegan film laga.Suara kicauan burung yang biasanya ramai, deburan ombak dari kejauhan, hingga deru angin yang berhembus lembut—semuanya berubah menjadi samar dan nyaris tak terdengar.Xander kini sepenuhnya menyadari kekuatan Kitab Sembilan Matahari.“A