Share

Di Dermaga Nirwana.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-13 10:28:08
Kehebohan melanda. Ballroom yang awalnya direncanakan untuk menjadi pusat kemeriahan pesta setelah pertunjukan, kini berubah drastis.

Suasana yang tadinya bergema oleh dentuman musik cepat, memacu adrenalin, mendadak tenggelam dalam keheningan mencekam. Sorot lampu yang tadinya terasa gemerlap, kini seakan membeku, menyoroti ketegangan yang menggantung di udara.

"Seseorang harus memanggil polisi, bukan? Ini tak bisa dibiarkan! Tamu-tamu jadi tidak nyaman, acara kita jadi berantakan!" Seruan penuh kecemasan dari seorang tamu memicu keresahan di antara yang lain. Kata-katanya seperti memperkeruh ketegangan.

Beruntung, petugas kepolisian tiba tidak lama kemudian, segera mengamankan area backstage—tempat pembunuhan terjadi.

Pesta yang semula hendak dilanjutkan dihentikan demi alasan keamanan, namun para tamu diminta bersabar. Mereka tetap harus menunggu pemeriksaan menyeluruh sebelum bisa meninggalkan tempat.

Rasa penasaran dan ketakutan bercampur, membuat wajah-wajah glamor yang tadinya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Seni Pernafasan.

    Xander merasa tubuhnya menegang seketika, jantungnya berdebar cepat saat percakapan rahasia itu samar-samar terdengar dari balik bayangan gelapnya Super Yacth.Seolah berada di tengah adegan film thriller yang menegangkan, setiap kata yang ia tangkap terasa seperti petunjuk penting.Namun sayangnya, momen itu hanya berlangsung sebentar.Angin laut tiba-tiba bertiup kencang, menerjang keras wajah Xander. Udara dingin menusuk, membuat pipinya terasa ditarik, seolah ditampar oleh alam.Desiran angin begitu kuat hingga suara dua sosok misterius itu segera lenyap, tenggelam dalam raungan angin yang menyesakkan telinga.Lima menit berlalu dalam ketegangan yang menyiksa. Xander berdiri mematung, berharap angin mereda dan percakapan itu bisa ia dengar kembali.Tapi ketika akhirnya hembusan angin melemah, yang tersisa hanyalah keheningan yang pekat. Suara-suara tadi sudah hilang, tak menyisakan jejak."Angin sialan, datang di waktu yang tidak tepat!" Xander menggerutu pelan, menjulurkan leher,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Sesuatu Yang Menghadang.

    Pada kenyataannya, Cendana Bay Club benar-benar begitu luas, sebuah kompleks resort mewah yang seolah menyatu dengan alam.Jarak antara Private Villa eksklusif tempat Xander menginap dan lobi utama—yang juga merupakan pusat dari bangunan-bangunan fasilitas seperti ruang meeting berkelas, pusat kebugaran, tempat olahraga, dan tentu saja, lokasi Titania Auction yang menggelar pelelangan hari ini—ternyata cukup jauh.Sebagai salah satu club berstandar internasional, Cendana Bay mengutamakan privasi dan kenyamanan kelas atas. Para tamu di sini tidak sekadar menikmati kemewahan, mereka juga disuguhi suasana yang seolah memisahkan mereka dari hiruk-pikuk dunia luar.Private Villa tempat Xander menginap didesain untuk memberikan perasaan eksklusif. Tidak mengherankan jika lokasinya jauh dari keramaian Beachfront Cottages, apalagi Deluxe Rooms yang bergabung dengan bangunan utama.Villa-villa pribadi ini memang terletak di area yang lebih terpencil, dirancang sesuai agar para tamu bisa menikm

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Peta Harta Karun.

    Belati itu melesat dengan cepat, memantulkan sinar matahari yang menembus celah dedaunan. Meski gerakannya begitu gesit, pikiran Xander tetap tenang.Ia langsung teringat pada seni pernapasan dan teknik bertarung yang ia pelajari dari buku kuno Sembilan Matahari.Fokusnya mulai menguat. Xander menghirup napas dalam-dalam, menajamkan pendengarannya. Satu kedipan mata, satu tarikan napas panjang.Semua yang terjadi seakan selaras dengan ajaran dalam kitab kuno itu. Teknik pernapasan yang baru saja ia kuasai telah membantunya untuk berkonsentrasi penuh—sebuah teknik yang dulunya terasa asing, kini bekerja sempurna.Dan kemudian, sesuatu yang aneh terjadi.Dunia di sekitarnya terasa melambat, seolah ia tiba-tiba menjadi tokoh utama dalam adegan film laga.Suara kicauan burung yang biasanya ramai, deburan ombak dari kejauhan, hingga deru angin yang berhembus lembut—semuanya berubah menjadi samar dan nyaris tak terdengar.Xander kini sepenuhnya menyadari kekuatan Kitab Sembilan Matahari.“A

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Peta Harta Karun – Bagian Dua.

    “Nona Clara,” kata Xander dengan ekspresi serius, menahan napas sejenak sebelum melanjutkan. “Tolong, jangan mempermainkanku.”Tatapan Xander tertuju pada wajah Clara yang semakin dekat, membuat mereka tampak seperti sepasang kekasih yang hampir berciuman, jika dilihat dari kejauhan.Padahal, mereka sedang membahas sesuatu yang jauh dari romantis.“Untuk apa aku berbohong?” Clara menjawab dengan santai, menyesap sampanye dari gelasnya. “Bukankah Tuan Muda Xander tahu? Aku ini tipe gadis yang suka bertualang.”Ia melanjutkan sambil tersenyum penuh misteri, seolah tengah merencanakan sesuatu yang luar biasa.“Semuanya dimulai ketika aku melihat betapa tertariknya kamu pada peta harta karun itu. Keinginan untuk bersenang-senang langsung muncul begitu peta itu mulai dilelang...”Clara berhenti sejenak, mengaduk sampanye di gelasnya, lalu berkata dengan nada sedikit lebih rendah,“Meski aku tak bisa memastikan apakah ini peta asli atau hanya permainan tua yang usang, bukankah akan sangat m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Petualangan Ke Gunung Kunlun.

    Xander dan Clara, dua sosok muda yang sepakat dalam pertemuan eksklusif di Titania Auction dua minggu lalu di Pulau Para Dewa, kini duduk terguncang di dalam pesawat kargo yang berderak di udara.Malam sudah semakin larut, sekitar pukul delapan. Kegelapan di luar terasa pekat, hanya dipecah oleh kilatan samar cahaya lampu pesawat. Suara mesin bergetar konstan, mengisi kabin dengan deru yang menambah tekanan suasana.Wajah Clara terlihat tegang, bibirnya terkatup rapat, sementara Xander menatap lurus ke depan, namun sorot matanya terlihat waspada.“Apakah kamu takut?” suara Xander memecah keheningan, nada suaranya tenang.Clara yang sejak tadi tenggelam dalam diam, melirik ke arahnya, dan kemudian balik bertanya dengan nada sinis,“Apa aku terlihat takut? Bukankah aku yang melatihmu terbang?” Senyum mengejek muncul di bibirnya, meskipun sorot matanya tetap tajam. “Justru aku yang harus bertanya padamu. Apa kamu benar-benar akan melakukan aksi terjun payung ini?”Keraguan jelas tampak d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Persiapan Yang Sempurna.

    Dalam keadaan panik akibat parasut yang tidak mau terbuka—mungkin karena mekanismenya gagal berfungsi—Xander jatuh pingsan.Udara dingin yang menyapu tubuhnya, ditambah angin kencang yang menampar wajahnya, membuat kesadarannya lenyap dengan cepat.Sementara itu, jaraknya ke daratan semakin dekat, dan waktu semakin mendesak.Xander tidak ingat apa pun setelahnya. Semua gelap. Ia benar-benar tak sadar, tanpa mimpi atau ingatan apa pun tentang apa yang terjadi berikutnya.Ketika dia terbangun keesokan harinya, tubuhnya dalam keadaan sehat, tanpa luka sedikit pun. Fajar telah menyingsing, dan suara ayam hutan berkokok nyaring—begitu keras hingga menggema di telinganya, membangunkannya dari kegelapan.Cahaya matahari pagi langsung menyilaukan matanya, membuatnya tersentak. Ia menyipitkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan sinar terang yang menyilaukan.“Di mana aku?” batinnya sambil melihat sekeliling. Ia tersadar sedang berbaring di atas kerikil kasar. Namun ada matras empuk yang men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Desa Pengasinan.

    Desa Pengasin masih berkabut meskipun jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Kabut tebal menyelimuti, membuat suasana desa tampak misterius dan sunyi.Suara desau angin yang sesekali lewat di antara pepohonan, sepertinya setia menemani desa yang suram itu.“Kita berhenti di sini dulu, di Desa Pengasin ini,” ujar Clara. Ia menggeser kacamatanya dan memandang ke sekeliling.“Aku akan mencari penduduk lokal untuk jadi penunjuk jalan. Gunung ini penuh jebakan, dan tanpa pemandu, kita bisa celaka.”Land Cruiser perlahan berhenti di depan sebuah rumah yang juga berfungsi sebagai warung kecil.Di dalamnya, hanya ada dua pria berpakaian lusuh, duduk sambil minum kopi hitam. Satu di antaranya tengah sarapan nasi dengan tempe goreng, tampak sangat sederhana, selaras dengan suasana desa yang terlihat tenang namun penuh misteri.Xander memperhatikan dari balik kaca mobil yang terbuka setengah. "Apakah kami sedang jadi tontonan di sini?" pikirnya.Rasa canggung mulai merayap di hatinya. Tatapan pen

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Ketika Tengah Malam.

    Seperti rumah-rumah pedesaan pada umumnya, penginapan Nyonya Ciak tidak memiliki kamar mandi dan toilet yang tergabung dalam bangunan utama.Jika ingin buang air kecil, apalagi buang air besar, seseorang harus keluar dari rumah dan berjalan ke sisi samping, sekitar dua meter jauhnya, di mana terdapat kamar mandi dan toilet yang sederhana.Di dekatnya, sumur tua dengan pompa tangan berdiri sunyi, berderit sesekali tertiup angin malam.Tok-tok-tok.Ketukan di pintu kamar Xander terdengar tepat pukul 22.00."Siapa?" Xander bertanya pelan, suaranya serak oleh kantuk.“Ini aku… Clara.”Pintu kayu itu berderit saat Xander membukanya. Clara berdiri di depannya, wajahnya tampak pucat, gelisah menyelimuti sorot matanya yang biasanya tenang.“Ada apa, Nona Clara yang terhormat? Mengetuk pintu kamarku tengah malam begini?” tanya Xander sambil menyembunyikan senyum nakalnya. Tapi ia segera menyadari, Clara malam ini tidak seperti biasanya.Ada sesuatu yang membuat wanita tangguh itu goyah.“Sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22

Bab terbaru

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Insiden Campervan.

    Masalah di panti asuhan untuk sementara terlupakan.Pihak kontraktor tampaknya menghentikan aksi mereka meneror Ibu Mary dan anak-anak panti. Kehidupan di panti perlahan kembali normal, meskipun bangunan tua itu kini menjadi satu-satunya yang tersisa di area tersebut.Rumah-rumah lain di sekitar panti telah diratakan, menyisakan hamparan tanah kosong yang mulai tertata rapi. Pekerja kontraktor hanya sibuk membersihkan sisa-sisa puing dan limbah dari kekacauan sebelumnya.Proyek besar yang katanya membawa perubahan justru meninggalkan ketidakpastian bagi penghuni terakhir kawasan ini—anak-anak panti yang tidak punya tempat lain untuk berlindung.Xander baru saja akan kembali ke ibukota setelah menginap semalam di pegunungan.Tidak seperti kebanyakan orang yang datang dengan mobil mewah atau campervan besar, Xander memilih sesuatu yang berbeda: sebuah campervan mini yang dimotori sepeda listrik. Kendaraan unik ini adalah hasil rakitan khusus, lengkap dengan gerbong kecil di belakangnya

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   The Tiger.

    Sandy Setiawan memukul meja dengan keras. Dentuman kayu itu memenuhi ruangan, membuat dua petugas di hadapannya terkejut. Wajah Sandy memerah, sorot matanya menyala seperti bara api, siap membakar apa pun."Hanya untuk menggusur anak-anak kecil, seorang nenek tua, dan seorang gadis lemah, kalian gagal?!" bentaknya. Ia tidak percaya bahwa tugas sesederhana itu tidak bisa mereka selesaikan.Salah satu petugas, pria bertubuh kekar, berusaha menjawab meski suaranya terdengar gemetar. "Bos, ada seorang pemuda di sana. Dia menguasai ilmu bela diri, sepertinya seorang kultivator. Dia bahkan meninggalkan pesan untuk Anda."Sandy mengangkat alis, matanya menyipit. "Pesan apa?"Petugas itu menelan ludah. "Dia bilang namanya Xander dan yakin Anda tahu siapa dia."Ekspresi Sandy berubah drastis, wajahnya sekaku patung marmer. Napasnya tertahan, dan ruangan itu sunyi sementara kedua petugas saling pandang, bingung."Apakah Anda mengenalnya? Dia... orang dalam?" seorang petugas memberanikan diri be

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Akhir Pertikaian

    "Kamu meminta untuk tidak mematahkan tangan, bukan? Baiklah. Anggap saja aku sedang berbelas kasih," ujar Xander sambil mencibir, sudut bibirnya terangkat tipis seperti menikmati permainan sederhana.Petarung itu tampak lega sesaat, seperti menerima hadiah yang tak diduga. Namun, jauh di dalam hati, ia justru menertawakan Xander."Dasar bocah bodoh. Mau saja percaya mulut berbisa seperti milikku. Ini akan jadi hiburan memuaskan," pikirnya penuh kepuasan.Wajahnya ia poles dengan senyuman palsu, berharap akting penuh rasa terima kasihnya mampu menyentuh simpati penonton.Namun, sebelum rencananya berjalan sesuai harapan, sesuatu yang tak terduga terjadi.PLAK – PLAK – PLAK!Tiga tamparan keras mendarat di pipinya. Suara tamparan itu menggema seperti cambuk yang menyayat udara. Matanya membelalak, rasa perih menjalar panas ke wajahnya. Ia tertegun, sulit percaya Xander benar-benar melakukannya."Ini… ini…" gumamnya terbata-bata, suaranya serak karena syok. Kedua pipinya memerah menyala

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Pendekar Xianxia?

    “Xander?” desis Dimas tak percaya. Wajahnya yang bulat dengan mulut terbuka lebar tampak lucu. Rasanya, jika ada telur ayam dilempar ke sana, pasti lolos tanpa hambatan masuk ke lambungnya.“Xander!” teriak Hannah, nyaris melompat dari tempatnya. “Mengapa aku merasa seperti sedang menonton adegan di drama Xianxia? Kamu masuk ke buldozer seperti pahlawan dalam cerita di film!”Xander turun dari ruang kemudi buldozer dengan tenang.Wajahnya berseri-seri, seolah-olah diselimuti cahaya pagi yang membuatnya tampak seperti tokoh abadi dari kisah fantasi Xianxia atau Wuxia di televisi Tiongkok.Anak-anak panti asuhan, yang sejak tadi menonton dengan penuh ketegangan, langsung bersorak gembira tanpa perlu dikomando. Tepuk tangan mereka riuh, bercampur dengan suara tawa kecil.“Hore! Pendekar Rajawali Sakti – Guo Jing!” teriak seorang anak dengan suara penuh semangat.“Ah, tapi wajahnya setampan Yang Kang!” sahut yang lain, sambil menunjuk Xander dengan penuh antusias.Serial Pendekar Rajawali

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Buldozer dan Rumah Panti Asuhan – Part II.

    “Pak Conan, ayo maju! Ini kesempatan yang bagus untuk merubuhkan bangunan tua itu!” teriak seorang pemuda yang duduk di atas salah satu buldozer. Wajahnya penuh semangat, berbeda dengan pria paruh baya bernama Pak Conan yang masih ragu-ragu.“Aku... aku tidak tega,” gumam Pak Conan. Tangannya yang gemetar menggenggam tuas kendali, tetapi hati kecilnya tak mampu memerintah dirinya untuk melanjutkan.“Ah, masa bodoh!” teriak si pemuda muda itu kesal. “Kalau Anda tidak mau melakukannya, biarkan aku yang menyelesaikan pekerjaan ini!”Dengan gesit, pemuda itu melompat dari buldozernya ke arah buldozer Pak Conan. Tanpa ragu, ia menyalakan mesin. Suara alat berat itu meraung, dan buldozer mulai bergerak maju dengan kecepatan yang semakin bertambah.“Berhenti!” teriak Hannah Laksa, suaranya penuh kepanikan.“Tolong jangan hancurkan tempat tinggal kami!” ratap Ibu Mary, tangannya bergetar sambil menahan tangis.Anak-anak kecil pun menangis sejadi-jadinya, memohon agar tempat yang mereka sebut

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Buldozer dan Rumah Panti Asuhan – Part I.

    Pagi itu, matahari baru saja terbit, namun suara getaran ponsel Xander membangunkannya.Semalam, ia tidur agak larut, bisa dibilang hampir dini hari. Namun pagi ini, ia sudah terbangun oleh panggilan yang datang tiba-tiba.“Siapa yang mengganggu pagi-pagi begini?” pikir Xander, matanya masih menyipit, jelas terlihat ia masih mengantuk.Namun, matanya langsung terbuka lebar ketika ia membaca nama yang muncul di layar ponselnya: "Dimas – Memanggil."“Ada apa?” gumamnya pelan, suara Dimas mulai terdengar samar, diselingi suara hiruk-pikuk di latar belakang. Sepertinya ada sesuatu yang mendesak.“Xander, kamu harus datang ke Panti Asuhan Penuh Kasih. Ada yang terjadi!” Suara Dimas terdengar gugup dan terburu-buru. Teriakan anak-anak dan suara mesin buldozer yang menggema semakin jelas, membuat bulu kuduk Xander merinding.“Tunggu sebentar! Aku akan kesana!” jawab Xander dengan nada tegas, meskipun baru saja terbangun.Tak perlu seorang jenius untuk menebak apa yang sedang terjadi. Suara a

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Rahasia Yang Terbongkar.

    Beberapa saat sebelum kejadian Hannah dijegal para preman, Xander tanpa sengaja bertemu dengan Dimas saat ia lewat di depan Gorilla’s Café. Malam itu, lampu kota berpendar di atas jalan yang basah oleh hujan ringan, memantulkan bayangan mobil mewah Xander yang berhenti perlahan.“Dimas? Sudah jam segini, dan Anda belum pulang? Apakah lembur?” tanya Xander sambil keluar dari mobilnya. Jas kasualnya tetap terlihat mahal meskipun tidak mencolok, seolah hanya kebetulan melekat pada pemiliknya.Dimas, yang sedang menutup pintu kafe, tampak sedikit terkejut. Namun, senyumnya segera merekah saat mengenali siapa yang menyapa. “Ah, sobat. Rupanya kamu,” katanya sambil menepuk ringan pintu kaca kafe. “Sesungguhnya tidak ada lembur. Namun, ini terkesan terlambat pulang karena harus menunggu Hannah Laksa menyelesaikan beberapa hal. Aku tak tega mengusirnya pergi. Dia terlihat seperti sedang menanggung beban berat.”Bayangan wajah Hannah Laksa yang ceria, dengan tawa ringan yang dulu sering menolo

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Pria Misterius.

    Sayangnya... meski tekad Hannah Laksa sekuat baja, dan batu bata di tangannya menambah percaya diri, itu semua tak banyak membantu.Dalam sekejap, ia kehilangan kendali ketika salah satu pria bertubuh tinggi dan gempal menangkapnya dalam pelukan erat, membuat napasnya terenggut seolah ditelan udara malam yang dingin."Lepaskan aku! Kalian akan menyesal kalau berbuat sesuatu yang menjijikkan!" seru Hannah lantang, suaranya bergetar di antara keberanian dan rasa takut yang menggelegak.Namun, ejekan segera menyambar."Jangan mengada-ada," jawab pria itu, Ale, pemimpin kelompok berandal yang terkenal kejam di daerah itu. Senyum miringnya memamerkan gigi kuning yang tak terawat. "Kamu ini gadis yatim piatu, tidak punya siapa-siapa. Siapa yang akan membelamu?""Dengar, bos Ale!" seru salah satu anak buahnya, memanas-manasi suasana. "Telanjangi saja dia. Nikmati sepuasnya. Sisanya, kami yang urus!"Hannah gemetar. Ketakutan merayap, menekan keberaniannya yang tersisa. Namun, ia tak akan men

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Rahasia Hannah.

    Hannah Laksa baru saja menyelesaikan rutinitasnya di Gorilla’s Café. Dengan telaten, ia membersihkan meja barista, menyusun kembali semua peralatan mesin pembuat kopi setelah menyelesaikan perawatan rutin.Setiap sudut mesin ia lap cermat, memastikan semuanya mengilap—siap melayani para pelanggan esok hari.Jam dinding di sudut ruangan menunjukkan pukul 22.00. Di jantung kota, seperti kawasan tempat kafe ini berdiri, waktu itu masih terbilang awal malam. Lampu-lampu kota berkelip bagaikan bintang buatan, sementara lalu lintas masih dipenuhi kendaraan yang sibuk berlalu-lalang.Namun, suasana berbeda di pelosok kota, tempat di mana Hannah tinggal. Di sana, jam segini sudah dianggap larut malam, dengan jalanan sepi dan sunyi. Bagi seorang gadis yang pulang sendirian, suasana itu terasa rawan.“Hannah, sudah malam. Kamu belum pulang?” tegur suara familiar. Dimas, manajer kafe tersebut, berdiri di dekat pintu masuk, menatapnya dengan alis sedikit terangkat.Hannah mengangkat wajahnya dari

DMCA.com Protection Status