Keesokan harinya, Nina Amala tiba di kantor XS - Skincare, sebuah gedung megah yang masih beraroma cat baru dengan perabotan modern nan elegan. Ia langsung menaiki lift menuju studio kerjanya, berniat melakukan siaran langsung.Suasana gedung yang nyaman dan berkelas itu kontras dengan kondisi Nina. Gadis itu tampak pucat dan kurang bersemangat, langkahnya gontai seolah membawa beban yang tak terlihat.Gedung ini dirancang dengan visi besar Xander, termasuk sebuah studio kerja eksklusif untuk sepuluh influencer terpilih. Di tempat ini, mereka dapat melakukan siaran langsung guna mempromosikan XS - Skincare secara maksimal.Pemandangan Nina yang terlihat lesu dan tak bersemangat ini tidak luput dari perhatian Xander, yang saat itu sedang berjalan di koridor. Di sisi kiri dan kanannya terdapat studio kerja para influencer.Merasa aneh melihat kecanggungan Nina selama siaran langsung, Xander tiba-tiba menghentikan langkahnya di depan ruang kerja Nina Amala. Matanya menyipit, memperhatika
Sepanjang Nina Amala berbicara di ruang kerja Xander, pria itu hanya diam terpaku. Matanya melebar, tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Seolah-olah apa yang ia dengar terlalu absurd untuk diterima akal sehat.“Aku memang jarang bermain di media sosial,” ujar Xander, nadanya datar, namun tatapannya tetap terpancang penuh perhatian pada Nina. “Tapi aku tak pernah membayangkan ada orang yang sejahat itu.”Nina menarik napas panjang sebelum menjawab, suaranya lelah namun tegar.“Dia bukan hanya menyerang di dunia maya, Tuan Xander. Dia sudah menerobos batas dan masuk ke ranah pribadiku di dunia nyata.”Xander mengernyit, ekspresinya berubah serius. “Kalau begitu, kenapa tidak lapor polisi? Orang seperti itu harus dihentikan sebelum bertindak lebih jauh!” Nada suaranya mulai meninggi, mengungkapkan rasa frustrasi yang terpendam.Nina menggeleng pelan.“Saya tidak ingin masalah ini membesar. Jika sampai masuk ranah hukum, media pasti akan membesar-besarkan kasus ini. Di dunia digita
Tawa ceria mereka menggema di malam yang tenang itu, menandakan hubungan erat yang terjalin di antara mereka.June tidak pernah tahu bahwa Xander adalah sosok kaya yang memiliki Bank Central Halilintar, sekaligus pemilik Kyoto Mart. Ucapan bercanda ini hanya bumbu dalam percakapan mereka—sementara fakta yang jauh lebih mengesankan bersembunyi di balik senyum ramah Xander.“Lagipula, mana mungkin keberuntungan akan datang dua kali? Tuan Jacob Hui, direktur Kyoto Mart, tidak ada, jadi tak mungkin akan ada yang gratis, bukan?” kata June ketika mengingat momen keduanya berbelanja gratis di sana, beberapa waktu silam.Namun, ketika June mengikuti Xander, padahal seharusnya Xander hanya ingin memilih jaket hitam yang sederhana, June ngoceh terlalu banyak. “Yang tidak trendi, lah!” “Yang tidak eksklusif, lah!”Sampai akhirnya Xander menatapnya dengan kesal.“Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan di sini? Mengapa tidak pergi dan memilih pakaian terbaik? Lihatlah, baju-bajumu mulai kusam dan tak
Xander sudah menyelesaikan belanja keperluannya untuk memata-matai sosok misterius yang mengganggu Nina Amala. Ia memilih hoodie hitam polos keluaran Armani dan dilengkapi dengan topi berwarna senada, keduanya menunjukkan selera fashionnya yang tajam.Desain hoodie dan topi yang dipilihnya benar-benar minimalis—saking minimalisnya, logo desainer pun disamarkan dengan warna serupa pada bahan dasar. Logo itu hampir tak terlihat jika tidak memperhatikan dengan saksama.Saat Xander sedang menyesuaikan topi di kepalanya, suara terengah-engah dari belakangnya mengalihkan perhatian."Lihat aku yang kalap ini, Xander..." seru June, sambil berusaha menjangkau Xander di tengah kerumunan pengunjung mall yang ramai.Xander menoleh dengan cepat, menyadari wajah June yang pucat pasi, seolah baru saja melarikan diri dari situasi mengerikan."Kamu kalap apa? Dan mengapa wajahmu seputih itu, seperti dikejar monster?" tanyanya, rasa khawatir menghimpitnya saat melihat ekspresi gelisah sahabatnya."Oh t
“Sini, ambil belanjaanmu, gadis bodoh!” hardik Xander, matanya melotot ke arah June.June, yang berdiri tak jauh dari Xander, tampak kikuk. Ia berbicara terbata-bata,“Maksudmu... semua sudah ditebus?” tanyanya dengan ekspresi bingung yang dibuat-buat. Namun, senyuman licik tersungging di sudut bibirnya, seolah mencoba menutupi rasa girangnya.Xander memutar matanya, jelas kehilangan kesabaran. Tingkah June, yang seolah-olah tak mengerti situasi, benar-benar menguji batas toleransinya.Di sisi lain, seorang pramuniaga yang sejak tadi mengamati tingkah June mulai kehilangan kesopanan. Ia mendekat dan menarik tangan June dengan tegas.Suaranya terdengar seperti bisikan tajam yang berbalut senyuman profesional, “Sudahi saja sandiwara ini, Nona. Berpura-pura terlalu polos tidak akan membuat rejeki datang dua kali. Sebaiknya Anda segera mengambil belanjaan Anda dengan rasa syukur, bukan keraguan.”June terdiam, tubuhnya kaku seperti terkena pukulan keras.Ia tidak menyangka pramuniaga itu
Saat Xander dan June tengah menikmati makan malam yang elegan di sebuah restoran Italia dekat Kyoto Mart, di sudut lain kota, dua sosok melintasi jalanan dekat rumah Nina Amala.Keduanya tampak mengamati sekitar, seolah mencari sesuatu, sebelum akhirnya langkah mereka berhenti di sebuah warung tenda sederhana di pinggir jalan.“Tempat makan seperti ini... apakah higienis?” tanya Rika dengan nada penuh penghinaan. Tangannya yang dihiasi kuku bercat merah menyala menutup hidung, seolah menghalau bau yang dianggapnya mengganggu.Pandangannya menyapu sekeliling dengan sorot jijik, tanpa memperhatikan tatapan heran dari para pengunjung warung.Kevin Ng, yang menyadari reaksi orang-orang di sekitar, langsung menatap Rika dengan ekspresi mencemooh.“Rika! Kamu kaya? Terbiasa makan di restoran mewah? Kalau begitu, mana uangmu? Mengapa tidak menolak ketika aku mengajakmu menjelajah kuliner pinggir jalan di sini?” sindirnya dengan nada datar namun tajam.Mendengar itu, wajah Rika memerah, campu
Jam menunjukkan pukul 00.00. Rika Setiawan dan Kevin melangkah hati-hati di jalan kompleks perumahan elit tempat Nina Amala tinggal. Suasana sepi, hanya diselingi sesekali lolongan anjing dari kejauhan.Lampu-lampu halaman rumah yang mewah bersinar redup, memantulkan kilau dari jendela kaca yang seperti menatap mereka dengan waspada."Jangan bertingkah mencurigakan!" desis Rika, menghentikan langkah Kevin yang terlihat terlalu berhati-hati. Gerakannya canggung, mirip pencuri amatir yang baru belajar melangkah."Lagakmu itu terlalu kaku. Sungguh memalukan, bahkan untuk seorang penjahat kecil!" sindir Rika sambil menatapnya dengan ketus.Kevin hanya mendengus, tak membalas. Dalam beberapa menit, mereka sudah berdiri di halaman rumah Nina Amala. Pohon palem yang menjulang di sudut halaman bergoyang pelan, ditiup angin malam yang dingin."Rika, apa rencananya setelah kita sampai di sini?" tanya Kevin dengan nada bingung, memandang rumah Nina yang menjulang dengan dinding putih bersih dan
“Lepaskan aku!” teriak Kevin Ng dengan suara keras, sekencang-kencangnya.Saat ini, dia duduk di sebuah kursi dengan tangan terikat di belakang. Sebuah lampu sorot menyinari wajahnya, membuat matanya silau. Namun, kilauan cahaya itu tidak mengurangi kekuatan suaranya.Samar-samar, ia melihat bayangan sosok pria bertubuh tinggi kurus yang mengenakan topi, menutupi sebagian besar wajahnya. Di belakang pria itu, ada siluet seseorang lagi, yang menurut Kevin tampak seperti wanita.“Aku bukan pelaku kejahatan! Mengapa kalian menangkapku dan menyekapku?” Kevin berteriak lagi, suaranya menggema di ruangan yang serba seadanya itu.“Diam!” Suara pria bertopi terdengar, rendah dan tegas. “Kamu bisa berbohong sesuka hati, tapi CCTV ini tidak mungkin salah bicara!”Sejenak, cahaya lampu yang menyilaukan itu meredup, berganti dengan kilauan layar besar di hadapan Kevin. Apa yang ditampilkan di layar membuat matanya terbelalak.Di sana, dirinya terlihat jelas sedang mengendap-endap di pelataran rum
Ternyata, perasaan Lisa Nuya sama sekali tidak berdasar.Nyonya pemarah itu, mengenakan mantel bulu cerpelai mewah yang mengkilap, tampak seperti seseorang yang terbiasa dengan perhatian. Ia adalah seorang anggota Dewan Kota, dengan pengaruh yang tak perlu dipertanyakan. Kepergiannya menggunakan pesawat Diamond Air bukan hanya sekadar perjalanan biasa.Itu adalah ujicoba—kesempatan langka untuk menguji kecepatan dan pelayanan pesawat baru yang menghubungkan Kota Air dengan dunia luar, membuka pintu bagi semua yang ingin merasakan sensasi bepergian dengan layanan eksklusif.Di dalam pesawat, wanita eksklusif itu memanfaatkan momen dengan sangat baik.Dengan gaya khasnya, dia mulai mengambil gambar dari berbagai sudut, berusaha menangkap setiap detil yang menunjukkan kemewahan pesawat tersebut.Setelah beberapa kali mengambil gambar, ia akhirnya mengunggahnya ke akun media sosial pribadinya, seperti yang sudah diprediksi banyak orang.“Semua pemirsa, Pesawat Diamond Air ini benar-benar
Akhirnya, David Li mendapatkan masa percobaan selama tiga bulan.Jika dalam periode itu ia gagal mengubah kepemimpinan di perusahaan penerbangan yang sebelumnya lemah dan kurang pengawasan, maka kali ini Xander, sebagai pemilik perusahaan, menegaskan bahwa ia harus bersikap lebih tegas."Setelah tiga bulan, saya akan melakukan evaluasi terhadap kinerja Anda.” Jangan salahkan saya jika kali berikutnya saya terpaksa mengambil keputusan tegas, bahkan mungkin memecat Anda," ancam Xander, tatapannya tajam dan dingin."Mengerti, Tuan Sanjaya. Saya paham..." jawab David Li, sembari mengusap keringat dingin yang mengucur deras dari keningnya—padahal suhu ruangan itu sangat dingin."Saya akan bekerja lebih keras dan meningkatkan pengawasan di perusahaan. Terima kasih, Tuan Sanjaya, telah memberi saya kesempatan untuk terus menjadi direktur utama," tambah David Li dengan suara yang penuh kekukuhan.David Li menjabat tangan Xander dengan kuat.Xander hanya melempar senyum tipis kepada sang direk
Di dalam kantor Direktur Utama, Michael Chen duduk sendiri dengan tubuh gemetar dan pikiran kalut.Rasa takut terus menghantuinya sejak pertama kali menyadari kemungkinan mengerikan—pemuda yang ia anggap remeh itu ternyata benar-benar Tuan Sanjaya.Keyakinannya semakin kuat ketika melihat bagaimana Direktur Utama, David Li, memperlakukan pemuda sederhana itu dengan penuh hormat, nyaris seperti seorang abdi pada majikannya."Apa yang harus kukatakan untuk menyelamatkan diri?" pikir Michael, berulang kali, seperti mantra yang terus menggema di dalam kepalanya.Pikiran itu menggerogoti ketenangannya, membuat waktu terasa berjalan sangat lambat, bahkan hingga pendingin udara di ruangan yang terlalu dingin membuat tubuhnya menggigil.Akhirnya, setelah penantian panjang yang terasa seperti siksaan, pintu ruangan terbuka.Xander masuk lebih dulu, berjalan dengan tenang namun penuh wibawa.Di belakangnya, David Li mengekor seperti anak ayam yang patuh pada induknya.Dua perempuan yang sebelum
Sophia adalah seorang influencer. Meskipun pengikutnya tidak lebih dari lima ribu orang, dia tetap rutin mengadakan siaran langsung.Setiap sesi ia manfaatkan untuk fleksing gaya hidupnya yang terlihat mewah dan glamor.Mayoritas kontennya hanya pamer, mulai dari tutorial makeup dengan produk-produk mahal yang ia beli dari uang hasil memeras Michael Chen, hingga tips berpakaian “stylish” dengan barang-barang dari butik premium.Sophia sangat cerdik memanfaatkan pengikutnya yang berasal dari masyarakat kelas bawah.Dengan manipulasi halus, ia membangun citra sebagai wanita karier sukses, meskipun kenyataannya jauh berbeda.Sebagian besar biaya hidup Sophia dibiayai Michael Chen. Liburan ke tempat-tempat terkenal yang biasa dikunjungi pasangan bulan madu, hingga biaya operasi plastik untuk mengubah hidungnya yang dulu pesek menjadi menjulang seperti puncak Gunung Himalaya, semua dibiayai oleh pria itu.Dengan cermat, Sophia menutupi fakta di balik kemewahan hidupnya, menciptakan citra
Sophia berjalan dengan langkah genit yang dipenuhi kepercayaan diri, mendekati Direktur David Li.Tatapannya sempat melirik David Chen yang melangkah lesu ke arah pintu, tetapi ia tidak menunjukkan niat untuk menghentikannya.Fokusnya kini telah berubah. "Jika aku bisa menguasai Direktur Li, bukankah ini berarti aku akan menjadi nyonya sejati di kantor Diamond Air ini?" pikirnya sambil tersenyum tipis."Michael Chen terlalu lemah. Memang dia direktur, tapi tak mampu memecat karyawan tetap!"Dengan pemikiran dangkal itu, Sophia mendekat sambil mengadopsi sikap yang dibuat-buat."Pemimpin Li, apa yang terjadi? Anda memarahi Direktur Chen? Apakah Anda memerlukan bantuan profesional saya?" tanyanya dengan nada prihatin.Tapi setiap kata yang meluncur dari bibirnya terasa mengandung racun tersembunyi.Tatapan Sophia berbinar saat ia menghela napas, menikmati momen yang menurutnya adalah langkah awal menuju kemenangan.Dalam benaknya, David Li sudah berada dalam genggamannya.Dengan tatapan
Sementara itu, di depan pintu lift, Direktur David Li menahan langkah Xander yang baru akan turun mengikuti instruksi Hani, si petugas keamanan.“Tuan Sanjaya...” suara David Li terdengar ragu. Ia mencoba menghentikan aksi keempat orang itu.“Direktur utama...” sapa Hani buru-buru membungkuk dalam-dalam, hampir mencium lantai. Sebuah tindakan menjilat yang parah tak terselamatkan.Amy Liu dan Jessica Huang mengikuti dengan hormat, meskipun sikap mereka jauh lebih wajar.Namun, David Li tidak memedulikan ketiga orang itu. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada Xander.“Anda adalah...” suara David Li menggantung, seolah mencoba memastikan apa yang ia pikirkan. Sorot matanya bertemu dengan Xander, yang mengedipkan mata santai, memberi sinyal jelas bahwa identitasnya sebaiknya tetap tersamarkan.“Panggil saja aku Xander. Xander Sanjaya...” ujar Xander dengan nada acuh tak acuh, seolah nama itu tak berarti apa-apa.Meski sudah jelas menyebutkan nama “Sanjaya,” Amy Liu dan Jessica Huang tidak men
Namun, karena Sophia terus menangis keras tanpa setetes air mata, Michael Chen tidak punya pilihan selain menunjukkan empati. Bagaimanapun juga, Sophia adalah kekasih gelapnya. Ada rasa sakit yang samar saat melihatnya menangis.“Hani, seret ketiga orang itu keluar sekarang juga. Aku yang bertanggung jawab atas pemecatan Jessica Huang dan Amy Liu. Jangan biarkan situasi ini semakin kacau!” perintah Michael dengan nada tegas, disertai lirikan yang menyiratkan dukungan untuk Sophia.Sophia langsung menghentikan tangisannya yang berlebihan. Ia mendongak dengan mata merah, bukan karena air mata, tetapi akibat terlalu lama menguceknya.“Direktur Michael, apakah Anda sungguh melakukan ini demi keadilan?” tanya Sophia dengan nada manis yang jelas palsu. “Anda memang yang terbaik... Mari kita bersiap-siap menyambut Tuan Sanjaya,” lanjutnya dengan senyum sumringah, seolah drama tadi tak pernah terjadi.Michael sempat merasa aneh melihat perubahan drastis Sophia, tapi ia menepis pikirannya. Ia
Tak lama kemudian, Hani, si petugas keamanan yang lebih cocok disebut tukang parkir, sudah berada di aula. Hampir dua ratus karyawan berkumpul, menyaksikan aksi arogansi Sophia yang memanas."Hani! Usir mereka bertiga sekarang juga!”“Mereka sungguh memalukan, rakus menyantap hidangan yang seharusnya untuk Tuan Sanjaya! Manusia-manusia lancang!" seru Sophia dengan nada penuh kebencian, suaranya menggema di seluruh ruangan.Para karyawan, yang sebenarnya tidak menyukai Sophia, berbisik-bisik di antara mereka, mengomentari sikap arogannya.Tatapan mereka penuh rasa tidak suka, tetapi tak satu pun yang berani angkat bicara.Namun, di mata Sophia, bisikan itu adalah pujian atas ketegasannya. Dia memang ingin mencari muka di hadapan direktur utama, Tuan David Li, berharap bisa menaikkan posisinya.Pacar gelapnya, Michael Chen, adalah direktur pemasaran dan tidak punya kuasa di bidang SDM.Jadi, dengan membuat jasa semacam ini, ia berharap mendapat perhatian David Li agar Amy dan Jessica di
Meskipun Diamond Air berada di gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, perusahaan ini hanya menempati lantai tiga dan empat Sanjaya Tower.Lantai empat, tempat ruang direksi berada, memiliki desain minimalis dengan panel kayu elegan dan pencahayaan modern yang hangat, menciptakan suasana profesional yang sesuai dengan standar perusahaan.Xander, dengan penampilan yang sederhana namun penuh percaya diri, tiba-tiba muncul di ruang pertemuan yang luas.Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi kue-kue mewah dan berbagai hidangan lezat. Aroma manis dari kue-kue tersebut memenuhi ruangan, menggoda siapa pun yang masuk.Semua ini tampaknya dipersiapkan dengan cermat untuk menyambut pemilik baru—Xander sendiri."Aku suka kue ini," bisik Xander pada dirinya sendiri, tanpa ragu mengambil sepotong besar tiramisu yang lembut dan kaya rasa."Hm, lezat," katanya sambil menjilat jarinya, menikmati setiap gigitan. Ia kemudian memotong sepotong besar pie susu yang menggiurkan, salah satu makanan