Saat Xander dan June tengah menikmati makan malam yang elegan di sebuah restoran Italia dekat Kyoto Mart, di sudut lain kota, dua sosok melintasi jalanan dekat rumah Nina Amala.Keduanya tampak mengamati sekitar, seolah mencari sesuatu, sebelum akhirnya langkah mereka berhenti di sebuah warung tenda sederhana di pinggir jalan.“Tempat makan seperti ini... apakah higienis?” tanya Rika dengan nada penuh penghinaan. Tangannya yang dihiasi kuku bercat merah menyala menutup hidung, seolah menghalau bau yang dianggapnya mengganggu.Pandangannya menyapu sekeliling dengan sorot jijik, tanpa memperhatikan tatapan heran dari para pengunjung warung.Kevin Ng, yang menyadari reaksi orang-orang di sekitar, langsung menatap Rika dengan ekspresi mencemooh.“Rika! Kamu kaya? Terbiasa makan di restoran mewah? Kalau begitu, mana uangmu? Mengapa tidak menolak ketika aku mengajakmu menjelajah kuliner pinggir jalan di sini?” sindirnya dengan nada datar namun tajam.Mendengar itu, wajah Rika memerah, campu
Jam menunjukkan pukul 00.00. Rika Setiawan dan Kevin melangkah hati-hati di jalan kompleks perumahan elit tempat Nina Amala tinggal. Suasana sepi, hanya diselingi sesekali lolongan anjing dari kejauhan.Lampu-lampu halaman rumah yang mewah bersinar redup, memantulkan kilau dari jendela kaca yang seperti menatap mereka dengan waspada."Jangan bertingkah mencurigakan!" desis Rika, menghentikan langkah Kevin yang terlihat terlalu berhati-hati. Gerakannya canggung, mirip pencuri amatir yang baru belajar melangkah."Lagakmu itu terlalu kaku. Sungguh memalukan, bahkan untuk seorang penjahat kecil!" sindir Rika sambil menatapnya dengan ketus.Kevin hanya mendengus, tak membalas. Dalam beberapa menit, mereka sudah berdiri di halaman rumah Nina Amala. Pohon palem yang menjulang di sudut halaman bergoyang pelan, ditiup angin malam yang dingin."Rika, apa rencananya setelah kita sampai di sini?" tanya Kevin dengan nada bingung, memandang rumah Nina yang menjulang dengan dinding putih bersih dan
“Lepaskan aku!” teriak Kevin Ng dengan suara keras, sekencang-kencangnya.Saat ini, dia duduk di sebuah kursi dengan tangan terikat di belakang. Sebuah lampu sorot menyinari wajahnya, membuat matanya silau. Namun, kilauan cahaya itu tidak mengurangi kekuatan suaranya.Samar-samar, ia melihat bayangan sosok pria bertubuh tinggi kurus yang mengenakan topi, menutupi sebagian besar wajahnya. Di belakang pria itu, ada siluet seseorang lagi, yang menurut Kevin tampak seperti wanita.“Aku bukan pelaku kejahatan! Mengapa kalian menangkapku dan menyekapku?” Kevin berteriak lagi, suaranya menggema di ruangan yang serba seadanya itu.“Diam!” Suara pria bertopi terdengar, rendah dan tegas. “Kamu bisa berbohong sesuka hati, tapi CCTV ini tidak mungkin salah bicara!”Sejenak, cahaya lampu yang menyilaukan itu meredup, berganti dengan kilauan layar besar di hadapan Kevin. Apa yang ditampilkan di layar membuat matanya terbelalak.Di sana, dirinya terlihat jelas sedang mengendap-endap di pelataran rum
Rika Setiawan berjalan tergesa-gesa keluar dari kediaman Setiawan Grup, langkah kakinya cepat dan dipenuhi ketidakpastian.Nafasnya memburu, dan hatinya dikuasai amarah yang mendidih karena sudah tak tahan lagi dengan tingkah Nyonya Ouyang yang semakin semena-mena. “Dasar perempuan tua tak tahu diuntung!” desis Rika menggerutu.Kebencian yang terpendam membuat dadanya bergetar, seolah-olah setiap napas yang dihirupnya adalah sumber kemarahan yang siap meledak. Namun, apa daya? Ia hanya dapat melampiaskan kemarahan itu melalui caci maki di dalam hati saja.“Kamu bisa saja pelit,” desis Rika dalam nada puas sembari menggeram. “Tapi aku jauh lebih lihai! Perempuan tua itu ternyata bodoh! Tak mungkin ia menyadari bahwa aku sudah menipunya!” Di balik senyum sinis itu, Rika bersembunyi di balik perasaan aman yang rapuh.Dengan jari-jarinya yang lincah dan terampil, Rika meraba sepuluh lembar uang pecahan seratus ribu rupiah yang tersimpan rapi di dalam bra-nya.Uang tersebut adalah hasil da
“Seratus ribu rupiah!” kata driver taxi online dengan nada was-was. Ia khawatir penumpangnya adalah orang yang kurang waras dan tidak punya uang.Namun, ketika melihat perempuan menor itu merogoh sesuatu dari bra-nya, wajah driver itu berubah. "Ia punya uang. Meskipun disimpan di dalam branya, setidaknya cara ini menunjukkan bahwa ia bisa membayar," batinnya dengan sedikit lega.Rika melempar uang seratus ribu ke arah sang driver, sambil gerutu dan sumpah serapah keluar dari bibirnya. “Tagihanmu sungguh mahal. Seharusnya biaya ini hanya lima puluh ribu rupiah, mengapa harus seratus ribu?”Seketika bibir sang driver terasa gatal; ia ingin berdebat.Namun, melihat mata Rika yang menyala dengan ekspresi seolah orang kurang waras, ia membatalkan niatnya dan segera tancap gas, meninggalkan Rika sendirian di jalanan.Sepeninggal taxi online itu, Rika melangkah panjang-panjang, seolah-olah dia adalah seorang perawati yang melenggang di atas runway catwalk yang megah. Ia berusaha menampilkan
Rika semakin menjadi-jadi. Dalam hati, ia merasa puas bisa menindas orang-orang kecil seperti para pekerja kafe ini.Bermodalkan gaya mewah—meski semua barang yang ia kenakan hanyalah produk KW murah—ia berhasil menipu orang-orang di sekitarnya, membuat mereka percaya bahwa ia adalah sosok kaya raya yang berpengaruh di Kota Jatavia.“Buatkan aku Americano!” kata Rika dengan suara yang dibuat seanggun mungkin, meski terdengar sedikit memaksa. Berdiri di depannya, seorang barista perempuan, matanya sulit menahan diri untuk tidak mengamati wajah polos si barista yang tanpa riasan.“Huh, seperti inikah penampilannya? Apa mereka pikir ini standar pelayanan kelas atas?” batinnya sambil mencibir. Ia mengamati tangan si barista yang sibuk, lalu mendengus pelan. “Aku ingin melihat, apakah kamu bisa membuat minuman kegemaran para artis Korea,” ujarnya dalam hati, penuh ambisi.Sebenarnya, Rika tak pernah mencicipi Americano sebelumnya. Pengetahuannya hanya berdasarkan tontonan drama Korea grat
Xander sedang bersantai di teras apartemen mewahnya yang berada di lantai dua puluh yang tinggi. Ia sedang menikmati udara pagi yang sedikit lebih sejuk meskipun terik matahari mulai terasa. Pikirannya terasa jernih setelah berhasil memenjarakan Kevin Ng.“Akhirnya, ancaman yang mengusik brand XS – Skincare kami berhasil dipenjarakan. Semoga tidak ada lagi orang bodoh yang berani mengancam brand ambassador perusahaan,” gumamnya dalam hati dengan senyum puas.Xander baru saja menyesap seteguk Americano, menikmati pahitnya minuman dingin yang sedikit bercampur es batu. Matanya terpejam sejenak, menikmati rasa yang menyegarkan.“Minuman yang luar biasa. Kreasi Chef Teddy memang selalu terbaik. Tidak sia-sia aku membayar tinggi untuk memastikan dia tetap bekerja untukku,” pikirnya sambil menikmati setiap detik.Dari teras apartemen yang dilengkapi dengan fasilitas canggih dan panorama spektakuler, Xander melirik ke luar, memandang Kota Jatavia yang perlahan terbangun di pagi hari.Dengan
Entah karena alasan apa, hari ini Rika seolah-olah dikelilingi oleh keberuntungan. Dewi Fortuna tampaknya berbaik hati padanya, menghadiahkan kemenangan dalam permainan mahjong yang selama ini digemarinya.Dengan modal awal satu juta lima ratus ribu rupiah, dalam waktu singkat ia sudah mengantongi sepuluh kali lipat dari modalnya.Kemenangan demi kemenangan Rika membuat teman-temannya cemburu. Suasana permainan semakin tegang dengan bisikan penuh niat buruk dan rasa iri dari semua penjudi.“Rika... aku yakin kamu pasti pergi ke dukun terlebih dahulu sebelum bermain hari ini,” bisik Angel Smith, istri kedua dari mantan Direktur Bank Central Asia, Mr. Smith.Suara Angel bergetar penuh harap. “Kapan-kapan, kamu harus mengajakku ke sana. Aku ingin meminta berkah—bukan sekadar untuk permainan mahjong ini, tetapi agar suamiku lengket padaku dan menceraikan istri pertamanya.”Angel adalah seorang pelakor, penuh ambisi dan kecemburuan.Ia bertekad menjadi wanita yang sepenuhnya dalam dekapan
Ternyata, perasaan Lisa Nuya sama sekali tidak berdasar.Nyonya pemarah itu, mengenakan mantel bulu cerpelai mewah yang mengkilap, tampak seperti seseorang yang terbiasa dengan perhatian. Ia adalah seorang anggota Dewan Kota, dengan pengaruh yang tak perlu dipertanyakan. Kepergiannya menggunakan pesawat Diamond Air bukan hanya sekadar perjalanan biasa.Itu adalah ujicoba—kesempatan langka untuk menguji kecepatan dan pelayanan pesawat baru yang menghubungkan Kota Air dengan dunia luar, membuka pintu bagi semua yang ingin merasakan sensasi bepergian dengan layanan eksklusif.Di dalam pesawat, wanita eksklusif itu memanfaatkan momen dengan sangat baik.Dengan gaya khasnya, dia mulai mengambil gambar dari berbagai sudut, berusaha menangkap setiap detil yang menunjukkan kemewahan pesawat tersebut.Setelah beberapa kali mengambil gambar, ia akhirnya mengunggahnya ke akun media sosial pribadinya, seperti yang sudah diprediksi banyak orang.“Semua pemirsa, Pesawat Diamond Air ini benar-benar
Akhirnya, David Li mendapatkan masa percobaan selama tiga bulan.Jika dalam periode itu ia gagal mengubah kepemimpinan di perusahaan penerbangan yang sebelumnya lemah dan kurang pengawasan, maka kali ini Xander, sebagai pemilik perusahaan, menegaskan bahwa ia harus bersikap lebih tegas."Setelah tiga bulan, saya akan melakukan evaluasi terhadap kinerja Anda.” Jangan salahkan saya jika kali berikutnya saya terpaksa mengambil keputusan tegas, bahkan mungkin memecat Anda," ancam Xander, tatapannya tajam dan dingin."Mengerti, Tuan Sanjaya. Saya paham..." jawab David Li, sembari mengusap keringat dingin yang mengucur deras dari keningnya—padahal suhu ruangan itu sangat dingin."Saya akan bekerja lebih keras dan meningkatkan pengawasan di perusahaan. Terima kasih, Tuan Sanjaya, telah memberi saya kesempatan untuk terus menjadi direktur utama," tambah David Li dengan suara yang penuh kekukuhan.David Li menjabat tangan Xander dengan kuat.Xander hanya melempar senyum tipis kepada sang direk
Di dalam kantor Direktur Utama, Michael Chen duduk sendiri dengan tubuh gemetar dan pikiran kalut.Rasa takut terus menghantuinya sejak pertama kali menyadari kemungkinan mengerikan—pemuda yang ia anggap remeh itu ternyata benar-benar Tuan Sanjaya.Keyakinannya semakin kuat ketika melihat bagaimana Direktur Utama, David Li, memperlakukan pemuda sederhana itu dengan penuh hormat, nyaris seperti seorang abdi pada majikannya."Apa yang harus kukatakan untuk menyelamatkan diri?" pikir Michael, berulang kali, seperti mantra yang terus menggema di dalam kepalanya.Pikiran itu menggerogoti ketenangannya, membuat waktu terasa berjalan sangat lambat, bahkan hingga pendingin udara di ruangan yang terlalu dingin membuat tubuhnya menggigil.Akhirnya, setelah penantian panjang yang terasa seperti siksaan, pintu ruangan terbuka.Xander masuk lebih dulu, berjalan dengan tenang namun penuh wibawa.Di belakangnya, David Li mengekor seperti anak ayam yang patuh pada induknya.Dua perempuan yang sebelum
Sophia adalah seorang influencer. Meskipun pengikutnya tidak lebih dari lima ribu orang, dia tetap rutin mengadakan siaran langsung.Setiap sesi ia manfaatkan untuk fleksing gaya hidupnya yang terlihat mewah dan glamor.Mayoritas kontennya hanya pamer, mulai dari tutorial makeup dengan produk-produk mahal yang ia beli dari uang hasil memeras Michael Chen, hingga tips berpakaian “stylish” dengan barang-barang dari butik premium.Sophia sangat cerdik memanfaatkan pengikutnya yang berasal dari masyarakat kelas bawah.Dengan manipulasi halus, ia membangun citra sebagai wanita karier sukses, meskipun kenyataannya jauh berbeda.Sebagian besar biaya hidup Sophia dibiayai Michael Chen. Liburan ke tempat-tempat terkenal yang biasa dikunjungi pasangan bulan madu, hingga biaya operasi plastik untuk mengubah hidungnya yang dulu pesek menjadi menjulang seperti puncak Gunung Himalaya, semua dibiayai oleh pria itu.Dengan cermat, Sophia menutupi fakta di balik kemewahan hidupnya, menciptakan citra
Sophia berjalan dengan langkah genit yang dipenuhi kepercayaan diri, mendekati Direktur David Li.Tatapannya sempat melirik David Chen yang melangkah lesu ke arah pintu, tetapi ia tidak menunjukkan niat untuk menghentikannya.Fokusnya kini telah berubah. "Jika aku bisa menguasai Direktur Li, bukankah ini berarti aku akan menjadi nyonya sejati di kantor Diamond Air ini?" pikirnya sambil tersenyum tipis."Michael Chen terlalu lemah. Memang dia direktur, tapi tak mampu memecat karyawan tetap!"Dengan pemikiran dangkal itu, Sophia mendekat sambil mengadopsi sikap yang dibuat-buat."Pemimpin Li, apa yang terjadi? Anda memarahi Direktur Chen? Apakah Anda memerlukan bantuan profesional saya?" tanyanya dengan nada prihatin.Tapi setiap kata yang meluncur dari bibirnya terasa mengandung racun tersembunyi.Tatapan Sophia berbinar saat ia menghela napas, menikmati momen yang menurutnya adalah langkah awal menuju kemenangan.Dalam benaknya, David Li sudah berada dalam genggamannya.Dengan tatapan
Sementara itu, di depan pintu lift, Direktur David Li menahan langkah Xander yang baru akan turun mengikuti instruksi Hani, si petugas keamanan.“Tuan Sanjaya...” suara David Li terdengar ragu. Ia mencoba menghentikan aksi keempat orang itu.“Direktur utama...” sapa Hani buru-buru membungkuk dalam-dalam, hampir mencium lantai. Sebuah tindakan menjilat yang parah tak terselamatkan.Amy Liu dan Jessica Huang mengikuti dengan hormat, meskipun sikap mereka jauh lebih wajar.Namun, David Li tidak memedulikan ketiga orang itu. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada Xander.“Anda adalah...” suara David Li menggantung, seolah mencoba memastikan apa yang ia pikirkan. Sorot matanya bertemu dengan Xander, yang mengedipkan mata santai, memberi sinyal jelas bahwa identitasnya sebaiknya tetap tersamarkan.“Panggil saja aku Xander. Xander Sanjaya...” ujar Xander dengan nada acuh tak acuh, seolah nama itu tak berarti apa-apa.Meski sudah jelas menyebutkan nama “Sanjaya,” Amy Liu dan Jessica Huang tidak men
Namun, karena Sophia terus menangis keras tanpa setetes air mata, Michael Chen tidak punya pilihan selain menunjukkan empati. Bagaimanapun juga, Sophia adalah kekasih gelapnya. Ada rasa sakit yang samar saat melihatnya menangis.“Hani, seret ketiga orang itu keluar sekarang juga. Aku yang bertanggung jawab atas pemecatan Jessica Huang dan Amy Liu. Jangan biarkan situasi ini semakin kacau!” perintah Michael dengan nada tegas, disertai lirikan yang menyiratkan dukungan untuk Sophia.Sophia langsung menghentikan tangisannya yang berlebihan. Ia mendongak dengan mata merah, bukan karena air mata, tetapi akibat terlalu lama menguceknya.“Direktur Michael, apakah Anda sungguh melakukan ini demi keadilan?” tanya Sophia dengan nada manis yang jelas palsu. “Anda memang yang terbaik... Mari kita bersiap-siap menyambut Tuan Sanjaya,” lanjutnya dengan senyum sumringah, seolah drama tadi tak pernah terjadi.Michael sempat merasa aneh melihat perubahan drastis Sophia, tapi ia menepis pikirannya. Ia
Tak lama kemudian, Hani, si petugas keamanan yang lebih cocok disebut tukang parkir, sudah berada di aula. Hampir dua ratus karyawan berkumpul, menyaksikan aksi arogansi Sophia yang memanas."Hani! Usir mereka bertiga sekarang juga!”“Mereka sungguh memalukan, rakus menyantap hidangan yang seharusnya untuk Tuan Sanjaya! Manusia-manusia lancang!" seru Sophia dengan nada penuh kebencian, suaranya menggema di seluruh ruangan.Para karyawan, yang sebenarnya tidak menyukai Sophia, berbisik-bisik di antara mereka, mengomentari sikap arogannya.Tatapan mereka penuh rasa tidak suka, tetapi tak satu pun yang berani angkat bicara.Namun, di mata Sophia, bisikan itu adalah pujian atas ketegasannya. Dia memang ingin mencari muka di hadapan direktur utama, Tuan David Li, berharap bisa menaikkan posisinya.Pacar gelapnya, Michael Chen, adalah direktur pemasaran dan tidak punya kuasa di bidang SDM.Jadi, dengan membuat jasa semacam ini, ia berharap mendapat perhatian David Li agar Amy dan Jessica di
Meskipun Diamond Air berada di gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, perusahaan ini hanya menempati lantai tiga dan empat Sanjaya Tower.Lantai empat, tempat ruang direksi berada, memiliki desain minimalis dengan panel kayu elegan dan pencahayaan modern yang hangat, menciptakan suasana profesional yang sesuai dengan standar perusahaan.Xander, dengan penampilan yang sederhana namun penuh percaya diri, tiba-tiba muncul di ruang pertemuan yang luas.Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi kue-kue mewah dan berbagai hidangan lezat. Aroma manis dari kue-kue tersebut memenuhi ruangan, menggoda siapa pun yang masuk.Semua ini tampaknya dipersiapkan dengan cermat untuk menyambut pemilik baru—Xander sendiri."Aku suka kue ini," bisik Xander pada dirinya sendiri, tanpa ragu mengambil sepotong besar tiramisu yang lembut dan kaya rasa."Hm, lezat," katanya sambil menjilat jarinya, menikmati setiap gigitan. Ia kemudian memotong sepotong besar pie susu yang menggiurkan, salah satu makanan