Share

Rahasia Hati Suami Lumpuh
Rahasia Hati Suami Lumpuh
Penulis: Ailova

Calon Rival Pertama

Semakin bertambah umur, Mayang bukanya terlihat tua malah semakin terlihat lebih muda dan cantik. Jika dulu dia burik maka sekarang dia semakin menarik.

Memasuki usia ke delapan pernikahannya dengan Galang, Mayang jadi semakin dewasa dalam menyikapi rumah tangganya. Gayanya lebih elegan tanpa ada lagi tantrum saat menghadapi perilaku sang suami spek kulkas dua pintu.

Suami yang selalu menatapnya dingin dari kursi rodanya. Suami yang sedikit bicara namun selalu menusuk jantung dan merobek ususnya setiap kali mengeluarkan kata-kata.

"Mas Galang sudah bangun, mau berangkat sekarang, Mas?" sapa Mayang saat melihat sang suami keluar dari kamar menggunakan kursi rodanya yang dibantu oleh Wardoyo, asistennya.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut Galang untuk menjawab pertanyaan Mayang. Lelaki itu hanya sedikit berkedip sebagai ganti ucapan.

Bahkan dari lirikan matanya yang sinis, Mayang bisa menerjemahkan kedipan mata Galang menjadi sebuah kalimat yang panjang.

'Ya, seperti yang kamu lihat. Aku sudah duduk di sini itu artinya aku sudah bangun. Apa hal kecil seperti ini saja perlu kamu tanyakan?'

Kurang lebih seperti itulah kalimat yang ada di kepala Mayang saat melihat kedipan enggan sang suami.

"Mas Galang mau sarapan apa? Ada roti dan bubur ayam. Kalau mau nasi juga ada, tapi lauknya hanya ada ayam goreng dan sayur nangka kuah santan. Mas Galang kayaknya jangan makan yang bersantan dulu, deh. Gimana kalau makan roti isi saja?" tawar Mayang dengan ceria.

Namun di balik sifat ceria yang ditunjukan Mayang, ada seribu luka yang dia sembunyikan. Di balik kepasrahannya dengan semua sifat sang suami, ada jutaan harapan yang terus ia nyalakan.

Galang memutar bola matanya bosan. Entah kenapa Mayang suka sekali bertanya padanya meski jarang sekali dijawab.

Galang Perdana, pengusaha muda asal Solo yang sudah menetap di Jakarta. Menikah setengah hati dengan Mayang untuk melupakan kekasihnya yang lebih memilih orang lain.

Siapa yang sangka kekasihnya tiba-tiba meminta untuk dinikahi secara siri setelah Galang resmi menikah dengan Mayang.

Bodohnya, dia bersedia melakukannya tanpa tahu kekasihnya saat itu sedang hamil. Dia baru mengetahui anak yang dikandung kekasihnya bukan darah dagingnya setelah kecelakaan yang merenggut nyawa sang kekasih dan melumpuhkan kakinya.

Jika bukan karena Mayang bersikeras mengasuh anak itu, sudah dipastikan anak itu berakhir di panti asuhan. Sejujurnya, Mayang menikmati emosi yang ditunjukan sang suami saat menatap anak itu. Rasa marah, kecewa, sedih bercampur menjadi satu.

Ada kepuasan tersendiri bagi Mayang, seolah itu bisa sedikit mengobati luka batinnya karena pengkhianatan Galang. Entah apa yang ada di benak Mayang dan Galang hingga mereka mempertahankan rumah tangga yang tidak sehat ini.

"Tidak perlu menyiapkan apapun," ucap Galang singkat. Dia lantas memberikan perintah pada Wardoyo untuk segera pergi meninggalkan rumah menuju ke tempat kerja.

Mayang mengangkat bahu acuh tak acuh. Dia menguatkan hatinya agar tidak berkecil hati jika Galang tidak mau memakan masakan yang sudah susah payah dia siapkan.

"Lihat saja, Mas. Suatu saat nanti kamu enggak akan bersedia makan kalau bukan masakanku," gumam Mayang.

***

Mayang memandangi foto pernikahanya dengan Galang delapan tahun silam. Senyumnya indah merekah, kontras dengan Galang dengan wajah datarnya. Jelas sekali terlihat tidak ada antusiasme atau kebahagiaan yang terpancar dari wajah bekunya. Mayang tersenyum kecut mengingat saat itu. Betapa naifnya dia membayangkan dirinya seperti Cinderella yang dipinang sang pangeran.

Kenyataan memang kejam, meski tahu dia hanya akan dijadikan pengantin bayangan. Mayang menerima dengan bahagia. Baginya Galang adalah seseorang yang memiliki tempat tinggi di hatinya. Seseorang yang takan sanggup ia raih. Maka saat tawaran itu datang, tanpa berpikir panjang perempuan itu menyetujuinya.

Tok ... tok ... tok ....

"Permisi "

Seketika lamunan Mayang buyar. Dengan langkah cepat dia berlari membuka pintu.

"Permisi, Kak. Apa benar ini rumah pak Galang?"

"Ya betul. Tapi mas Galang nggak ada, ada perlu apa ya?"

"Oh gini Kak, saya disuruh ngambil berkas milik pak Galang. Katanya ketinggalan di meja kamar."

Mayang memandang pemuda di depannya dari atas ke bawah.

"Kamu asisten baru mas Galang, ya? Masuk dulu Mas, saya carikan berkasnya."

"Bukan ... saya ...." Belum selesai dia menjelaskan Mayang sudah terburu-buru berjalan masuk ke dalam.

"Nih, Mas, minum dulu. Kamu pasti haus kan? Kamu yang sabar ya ngadepin mas Galang. Orangnya memang sedikit galak tapi aslinya baik kok. Pokoknya yang betah ya biarpun kadang suka menuntut ini itu, asal kerjanya bagus gajinya pasti juga bagus."

"Tapi saya bukan ...."

"Oh satu lagi, mas Galang itu paling royal sama karyawan yang rajin. Kamu yang rajin ya, apa aja yang mas Galang bilang kamu ikutin. Dijamin aman. Abaikan saja kata-kata judesnya. Anggap angin lalu."

"Aku cuma magang, Kak."

"Oh begitu, enggak apa-apa. Tetap semangat, ya. Semoga lekas diangkat jadi karyawan tetap. Semangat!"

"Pasti, Kak. Aku tau pak Galang memang baik. Makanya papa minta aku belajar dari pak Galang."

"Papa?"

"Iya papa teman baik pak Galang. Papa sangat mengagumi pak Galang. Oh, ya kenalkan aku Elang Prima Wardhana."

"Pfft … maaf aku enggak bermaksud menertawakan namamu tapi … nama kamu keren, ya, kayak nama PT." Mayang menutupi mulutnya karena tidak bisa menahan tawa.

"Ini buat kamu, istirahat dulu saja sebentar sambil minum. Di luar pasti panas banget."

Elang tersenyum malu-malu dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Makasih, Kak, buat keramahannya tapi aku lagi buru-buru. Jadi saya pamit dulu, ya. Makasih buat minumannya, lain kali kalau tidak buru-buru saya pasti mampir lebih lama. Bye."

Elang berlalu meninggalkan Mayang yang masih sedikit linglung. Ada satu kesalahpahaman yang akan menjadi awal kesalahan yang lain. Elang salah mengira Mayang adalah adik dari Galang. Dan Mayang salah mengira Elang adalah karyawan magang biasa anak kenalan suaminya.

Dia mengira Elang adalah mahasiswa yang bekerja magang untuk biaya kuliah. Namun yang tidak Mayang tahu adalah, Elang adalah bibit unggul yang akan mewarisi kerajaan bisnis Prima Wardhana Group.

"Elang ...," teriak Mayang dari dalam rumah sebelum Elang keluar dari pintu gerbang.

"Tunggu sebentar di situ! Jangan ke mana-mana!"

Terengah-engah Mayang menyerahkan sebungkus kantong plastik berisi minuman mineral dan kue buatannya.

"Tadi kakak bikin kue, kamu makan nanti di kantor, ya. Semangat semangat semangat!"

Elang benar-benar speechless. Baru kali ini dia menghadapi perempuan energik penuh aura positif yang menyalurkan begitu banyak hal baik. Rasanya seperti melihat Tinkerbell.

"Kenapa bengong, udah sana jalan. Nanti keburu ditanyain mas Galang."

"I ... iya Kak, bye lagi."

"Dah...."

***

Di ruang sunyi, bunyi ketukan keyboard memecah kesunyian. Seorang pria dengan alis bertaut memandangi layar komputer. Pandangan matanya menatap layar seakan penuh konsentrasi tapi siapa yang tahu kalau pikirannya berada jauh pada seseorang yang ada di rumah. Hal itu karena dia teringat akan pembicaraannya dengan Elang barusan.

'Pak Galang, tadi di rumah bapak saya bertemu dengan adik bapak. Benar apa kata papa, dia sangat imut. Dia benar-benar lucu dan menggemaskan. Meskipun dia setahun lebih tua dariku, tapi rasanya seperti aku bertahun-tahun lebih tua darinya. Ah, pak Galang sangat beruntung punya adik yang manis seperti dia. Tidak seperti adik temanku yang brutal.'

'Pak Galang, meski baru pertama bertemu tapi hati ini rasanya berdebar-debar.'

'Pak Galang, selama ini aku hanya menyukai gadis dengan rambut hitam alami. Tapi melihat adik pak Galang diwarnai coklat terang terlihat sangat menawan. Rasanya aku sudah sangat akrab dengannya meski baru sekali bertemu.'

'Kue buatannya juga sangat enak. Benar-benar cocok jadi istri masa depanku. Ya ampun, pak Galang … aku benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama.'

'Pak Galang, Pak Galang, kuharap Pak Galang tidak keberatan menjadikan aku adik iparmu.'

Semakin bersemangat Elang bercerita, semakin dalam emosi yang ditahan Galang. Bagaimanapun dia tahu bahwa yang ditemui Elang bukanlah adiknya tetapi istrinya. Istri yang selalu ia beri bahu yang dingin. Adiknya saat ini sedang berada di Solo untuk menjemput ibunya. Dan warna rambut coklat jelas sekali milik istrinya.

Alisnya berkerut semakin dalam. Ada semacam perasaan krisis yang mencuat di hatinya.

"Mayang .... "

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ailova
Akak, makasih sampai ke sini ...
goodnovel comment avatar
Sindy Septi
kenapa lu galang cemburu klo ternyata istri lu ada yg naksir...makanya jangan dingin² jadi orang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status