Share

7. Tidak bisa melepaskan

"Orang yang waktu itu kutemui di rumah Pak Galang ternyata bukan Gendis," ucap Elang lirih kemudian dia menambahkan, "Pak Galang seharusnya tahu dari awal, kan?"

Bukan hanya Galang, Wardoyo yang saat itu masih berada di sana juga ikut terkejut dengan ucapan Elang.

"Kenapa Pak Galang diam saja? Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya? Kenapa membiarkan ku salah paham?" Elang mengeluarkan semua kegalauan yang sejak kemarin dia tahan.

Galang masih terdiam dan hanya menatap Elang bicara. Dia tahu betul arah pembicaraan Elang. Entah kenapa dia hanya tidak ingin Elang tahu bahwa Elang memang sudah salah paham mengira Mayang adalah Gendis. Galang sendiri tidak mengerti dengan jalan pikirannya.

"Jawab, Pak! Kenapa diam saja?"

Galang melonggarkan ikatan dasinya kemudian bersandar di kursinya. Netranya menatap wajah Elang meremehkan. "Apa yang kau bicarakan?"

"Mau berpura-pura atau bersandiwara terserah saja. Tapi satu hal yang pasti jika Mayang tidak bahagia, aku yang akan membahagiakannya. Ingat itu!"

"Lancang!!!" Galang menggebrak meja. Matanya kali ini menatap Elang dengan nyalang. "Keluar dari sini dan jangan pernah datang lagi!"

"Tentu saja, aku juga tidak sudi bekerja dengan orang sepertimu. Lemah di semua hal. Aku heran kenapa Mayang masih bersedia mendampingimu selama ini."

"Keluar!"

"Akui saja kau tidak pantas untuk Mayang! Dan aku yang akan menggantikanmu menjaga Mayang."

"Yo, seret orang ini keluar! "

Sebelum Wardoyo bangun, Elang lebih dulu menghentikannya. Elang mendekati Galang dan berbisik, "Orang tidak akan menghargai miliknya sampai dia kehilangannya." Setelah itu Elang melangkah keluar dengan senyum tersungging.

Begitu Elang keluar, Galang meluapkan emosinya. Dengan kasar dia melemparkan semua berkas yang ada di mejanya. Setelah itu dia memijat pelipisnya mencoba menenangkan pikirannya.

Galang meminta Wardoyo meninggalkannya sendiri berharap dia mendapat ketenangan. Moodnya untuk bekerja hancur lebur setelah mendengar ucapan Elang yang menusuk langsung ke jantungnya.

Galang sadar, cepat atau lambat hal seperti ini akan terjadi. Istrinya masih muda dan cantik, akan ada banyak kumbang yang terpikat oleh pesonanya. Iya tidak mungkin menahan Mayang di sisinya selamanya. Mayang berhak mendapatkan kebahagiaannya sendiri. Bukan terjebak dengan pria tua yang lumpuh dan tidak berguna yang terus mengabaikannya.

"Maaf, Mayang. Aku belum bisa."

Ada keegoisan dalam diri Galang yang tidak bisa melepaskan Mayang untuk bersama dengan pria lain. Dia bahkan tidak bisa membayangkan jika hari itu akhirnya akan tiba nanti.

Baru satu Elang yang mencoba mendekati Mayang saja sudah membuat hati dan pikiran Galang kacau. Tidak terbayangkan nantinya jika Mayang benar-benar meninggalkannya untuk bersama pria lain.

Sementara itu di rumah.

Mayang sedang berkonsentrasi menghias kue di dapur ditemani Anu. Mereka senang mengeksekusi berbagai resep masakan bersama. Meskipun, Anu yang berperan lebih banyak dalam keberhasilan masakan mereka. Termasuk kue muffin yang saat ini hampir selesai di hias.

Perbedaan topping muffin buatan Mayang dan Anu terlalu mencolok. Tangan kecil Anu mampu membuat tampilan kue sangat cantik layaknya chef. Sementara Mayang ala kadarnya. Mayang sengaja melakukan itu untuk membuat Anu semakin bersemangat menghias kue.

"Anak mamah terlalu istimewa. Sudah ganteng, pintar, bisa masak. Ah ... kuenya terlalu cantik. Mamah gak tega makannya nanti." Mayang memandangi hasil karya anaknya kagum. Anak ini menyukai keteraturan dan kerapian. Tidak ada sedikitpun glaze yang berantakan.

"Betul juga. Saat papah pulang kita akan beri dia kejutan."

Anu menghentikan gerakan tangan dan memandang wajah ceria ibunya. "Berikan pada siapapun asal jangan orang tua itu!"

Mayang sadar membuat kesalahan dan mengetuk kepalanya sendiri. Mulutnya selalu saja lebih cepat dari otaknya. Dalam sekejap dia merusak suasana hanya karena menyebut tentang ayah Anu.

"Mah ... Anu tidak masalah Mamah berikan kue itu padanya. Anu hanya gak mau reaksi orang itu yang hanya akan menyakiti Mamah. Bukannya berterima kasih, orang itu mungkin akan mengucapkan sesuatu yang buruk."

Mayang memeluk anaknya erat. Bocah ini terlalu dewasa sebelum waktunya dan membuat Mayang merasa bersalah.

"Anu ... Papah gak begitu, kok. Papah itu tsundere, kelihatannya aja galak dan jahat tapi aslinya baik. Dia menutupi kebaikannya dengan kata-kata yang menusuk. Suatu hari Anu pasti mengerti dan paham sikap Papah."

Anu tidak membalas ucapan sang ibu. Apapun yang dilakukan ayahnya, ibunya akan selalu berkata yang baik tentang pria itu. Sedikitpun Anu tidak ingin membantahnya karena takut akan membuat ibunya sedih.

Di luar pintu dapur, Ibu dan Gendis terdiam mendengarkan percakapan mereka. Awalnya mereka tertarik datang ke dapur karena mencium aroma manis dan lezat dari kue yang Mayang buat. Namun mereka berhenti di depan pintu dapur saat mendengar obrolan Mayang dan Anu.

Gendis mengangguk pada sang ibu sebagai isyarat untuk pergi. Mereka mengurungkan niat pergi ke dapur untuk mencicipi kue yang tercium sangat harum demi menjaga perasaan Mayang dan Anu.

Malam hari di rumah Galang.

Malam ini terasa sepi dan dingin di ruang keluarga. Dengan wajah merah dan mata berkaca-kaca ibu Galang menggenggam tangan putranya, Galang.

"Sebelumnya Ibu melakukan kesalahan karena menghalangi pernikahanmu dengan gadis yang kamu sukai. Ibu salah, ibu minta maaf, Nak. Tapi ibu mohon jangan melampiaskan kemarahanmu pada orang yang tidak bersalah. Awalnya Ibu berpikir Mayang bisa mengobati sakit hatimu, ternyata itu hanya angan-angan kosong Ibu. Nak, kali ini tolong akhiri hubungan kalian yang tidak sehat agar tidak ada lagi yang tersakiti. Pernikahan kalian hanya memberikan rasa sakit padamu dan Mayang."

Galang hanya diam tanpa menjawab kata-kata ibunya. Ini adalah pertama kalinya ibunya meminta dia berpisah dari Mayang. Ibunya sangat menyayangi Mayang meskipun dia dari keluarga sederhana yang telah kehilangan orang tuanya.

Perasaan kacau tadi siang karena Elang yang ingin mendekati Mayang masih sangat terasa. Lalu sekarang malah ibunya meminta untuk berpisah dengan Mayang. Sepertinya semesta sedang bekerja menginginkan perpisahannya dengan Mayang.

"Galang ... Mayang berhak bahagia."

Sampai di sini air mata ibu Galang tak mampu lagi dibendung. Mayang terlalu penurut, gadis itu terlalu naif menjalani hidup. Dia akan menerima semua perlakuan Galang tanpa keberatan. Baginya Galang adalah pahlawan yang sudah mengangkatnya dari lembah kesengsaraan.

Sungguh, wanita tua itu menyesal karena sudah membuat masa depan Mayang suram. Jika bukan karena permintaannya pada Galang untuk menikah dengan Mayang, tentu Mayang akan menemukan cinta sejatinya. Bukannya terjebak dengan anaknya yang lumpuh dan dingin pada Mayang.

Galang paham perasaan ibunya. Dia juga tidak ingin menyakiti Mayang, tapi tidak jika harus berpisah dengan Mayang.

"Aku akan menceraikan Mayang hanya kalau dia yang memintanya," ucap Galang.

Hal yang jelas tidak mungkin dan dia tahu itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status