"Bocah teriak bocah." Suara dingin Galang membuat Gendis terkejut.Gendis memutar tubuhnya yang kaku dan berkeringat dingin mendapati Galang di kursi rodanya berada tepat di pintu dapur. Wardoyo tersenyum kecut melihat Gendis yang menatapnya seolah menyalahkan dia yang tidak memberi kode kedatangan Galang.Galang menatap Gendis menunggu jawabannya. Mayang hanya bisa membatin, "semoga tidak ada perang dingin." Mayang tidak berani bersuara, dia takut akan menambah keruh suasana. Sementara Gendis juga diam terpaku. Meskipun di belakang Gendis mengkritik kakaknya dengan sadis tapi saat berhadapan langsung dengan Galang dia tidak berani bersuara. Hanya tatapan dari Galang saja sudah cukup membuat Gendis merasa tertindas. Sungguh, wajah dingin sang kakak membuat nyali Gendis menciut.Setelah beberapa saat hening tanpa ada yang bicara, Galang akhirnya membuka suara "Mayang, malam ini ada undangan pesta makan malam, mereka ingin aku membawamu.”
Orang itu mendekati Mayang yang saat ini berjongkok menutupi wajahnya."Mayang ...."Mayang seketika terdiam dari tangisnya, dengan wajah berantakan dia melihat orang di depannya. Dia diam mencoba mengingat wajah orang yang melihatnya penuh rasa iba. Dengan punggung tangan dia menyeka sisa-sisa air mata supaya bisa lebih jelas melihat lelaki yang kini ada di hadapannya. Sebuah tanda tanya besar imajiner muncul di atas kepalanya."Ingatanmu buruk sekali. Seperti wajahmu saat ini."Mayang ingin menyangkal tuduhannya tapi tenggorokannya sakit. Hanya tatapan tajam tanda tak suka karena dia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun."Sungguh kau tidak mengingatku? Ternyata ada orang yang lebih bodoh dari Elang," ujar Leo memberi clue supaya Mayang mengingatnya.Benar saja, mata Mayang membelalak mendengar ucapannya. Dia segera ingat lelaki aneh yang mengaku sebagai om Elang. "Kamu ...." ucap Mayang ragu-ragu.Leo de
Sikap usil Mayang keluar saat dia melihat Leo yang berdiri diam dengan mata yang terfokus padanya."Terpesona, ya? Hehehehe aku juga tidak menyangka bisa secantik ini,” ucap Mayang sengaja ingin membuat Leo salah tingkah."Siapa bilang? Rambutmu terlalu jelek jadi tidak sesuai untuk acara pesta. Siapa hair stylist-nya? Masuk lagi dan cepat ubah!""No no no. Tidak perlu, aku suka yang ini. Cukup simple dan tidak terlalu rumit. Lagipula aku tidak punya banyak waktu. Dari pada masuk ke dalam dan mengubah gaya rambut, lebih baik aku pulang! Ayo kita pergi sekarang!""Kau menyuruhku?" "Hmm ... tidak, aku ... minta tolong." Mayang memberikan senyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi.Leo salah fokus fokus melihat senyum Mayang. Terlalu mempesona untuk ukuran seorang wanita seperti Mayang. Leo hanya bisa membatin dan menyayangkan karena Mayang sudah menjadi istri orang. Leo memijat keningnya yang tidak
Mayang merasa nyaman saat berada dalam pelukan sang suami. Dia tidak rela jika hal ini cepat berakhir. Meskipun tatapan dan kata-kata Galang dingin tapi pelukannya sangat hangat."Mau sampai kapan kamu memelukku? Cepat turun, kita sudah sampai!" tegur Galang pada Mayang yang terlelap dalam pelukannya."Ah? Sudah sampai? Cepat sekali, perasaan baru naik belum lima menit sudah sampai saja," ucap Mayang seraya mengelap sudut mulut yang terasa basah. Tidur dalam pelukan orang kesayangan ternyata menyenangkan. Bisa menghirup aroma dan mendengar detak jantungnya. Bahkan Mayang bisa merasakan ketegangan Galang, detak jantung lelaki itu terdengar begitu cepat. Menyenangkan sekali, sepertinya Mayang harus merubah taktik menjerat lebih erat lelaki tsundere sedingin es nan kaku di hadapannya ini.Ini adalah kali pertama Galang mau menghadiri acara resmi di luar pekerjaannya setelah kecelakaan. Pasca kehilangan kemampuan untuk berjalan tidak ada satupun undangan makan
Semakin bertambah umur, Mayang bukanya terlihat tua malah semakin terlihat lebih muda dan cantik. Jika dulu dia burik maka sekarang dia semakin menarik.Memasuki usia ke delapan pernikahannya dengan Galang, Mayang jadi semakin dewasa dalam menyikapi rumah tangganya. Gayanya lebih elegan tanpa ada lagi tantrum saat menghadapi perilaku sang suami spek kulkas dua pintu.Suami yang selalu menatapnya dingin dari kursi rodanya. Suami yang sedikit bicara namun selalu menusuk jantung dan merobek ususnya setiap kali mengeluarkan kata-kata."Mas Galang sudah bangun, mau berangkat sekarang, Mas?" sapa Mayang saat melihat sang suami keluar dari kamar menggunakan kursi rodanya yang dibantu oleh Wardoyo, asistennya.Tidak ada suara yang keluar dari mulut Galang untuk menjawab pertanyaan Mayang. Lelaki itu hanya sedikit berkedip sebagai ganti ucapan.Bahkan dari lirikan matanya yang sinis, Mayang bisa menerjemahkan kedipan mata Galang menjadi sebuah kalimat yang panjang.'Ya, seperti yang kamu lihat
"Ke mana mas Galang, jam segini masih belum kelihatan batang hidungnya," gumam Mayang.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam tapi suami Mayang masih belum pulang. Bukan hal baru suaminya bekerja lembur tapi biasanya tidak sampai selarut ini. Mayang memandangi wajah polos anaknya yang terlelap, Kenzo Anugrah Perdana.Tiap kali memandang anak ini, hatinya berdenyut sakit. Anak sekecil ini sudah dicoba dengan banyak ujian.Galang sangat dingin pada Anu. Dia tidak pernah membiarkan Anu mendekatinya. Beruntung Anu memiliki IQ di atas rata-rata. Meski masih kecil dia sangat sadar dengan penolakan dari laki-laki yang seharusnya menjadi orang paling dekat dengannya. Mayang kembali melihat jam dinding yang hampir mendekati pukul dua belas malam. Keresahannya hilang saat ia mendengar suara mobil di depan rumah."Mas baru pulang? Kenapa malam sekali?" bergegas Mayang mengambil alih kursi roda yang didorong asisten pribadi Galang."Yo, kamu bantu saya bersih-bersih baru kamu istirahat," ucap
Anu bingung apakah harus salim atau pura-pura tidak melihat sang nenek. Dia sadar neneknya tidak suka padanya dan biasanya menolak bila dia ingin salim.Benar saja, neneknya melengos pergi saat Anu mengulurkan tangan untuk salim. Mayang yang melihat kejadian itu kembali harus merasakan nyeri di ulu hatinya. "Anak mama sudah pulang, sini sayang dulu," ucap Mayang. Dia mengambil tangan Anu yang masih terulur. Mayang memeluk dan mencium anak kesayangannya itu meski sambil menahan air mata agar tidak terjatuh."Mah..." Anu memanggil lirih ibunya."Mamah nangis, ya?""Hah siapa yang nangis? Mamah?"Anu menatap wajah ibu tersayangnya. Anu yakin ibunya tidak akan mengakui kesedihannya. Akan ada ribuan alasan yang diucapkan ibunya. Anu tidak peduli jika ayahnya tidak menerimanya. Anu tidak masalah jika neneknya mengabaikannya. Selama ada sang ibu yang selalu ada disisinya itu sudah cukup."Pak tua itu bikin Mamah sedih?""Nu...berapa kali mamah bilang jangan panggil papah pak tua. Dia papah
Taman Pakis ResidencesElang menguap dan merebahkan dirinya di sofa ruang tamu. Dengan malas dia menumpuk kedua kakinya di atas meja. Jari tangannya sibuk mengelus layar gawai."Om Leo, aku galau berat. Pak Galang sepertinya tidak menyukaiku. Kalau begini terus, sepertinya perjuanganku mendapatkan Gendis akan berat." Elang menghela nafas.Leo yang mendengar ucapan Elang hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Keponakanya yang dulu masih kecil sudah tumbuh menjadi pemuda yang tampan. Meski begitu Leo masih menganggapnya anak kecil."Hei bocah, pipis saja belum lurus sudah ngomongin cinta-cintaan.""Om selalu ngeremehin aku. Sebentar lagi Papa akan menjadikan aku manager di perusahaan pusat. Aku pasti akan bisa membuat Gendis jadi wanita paling bahagia di dunia. Oh, ya Tuhan ... Om setiap kali mengingat senyumnya rasanya dada ini akan meledak.""Meledak? Apa senyum Gendis mengandung bom?""Ah elah, Om. Meledak-ledak gitu, Om. Kayak ada ribuan kembang api yang bikin jantungku rasanya p