Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk ke dalam kamar hotel, membangunkan Viya dari tidurnya. Setelah beberapa tahun hidup jauh dari rumah, kembali ke kota asal membawa perasaan campur aduk. Dia mengingat kembali kenangan indah dan pahit yang mengikutinya. Dengan perasaan sedikit cemas, Viya memutuskan untuk memulai hari dengan positif.
Setelah menyiapkan sarapan sederhana untuk Gio, Viya melihat anaknya berlari ke arah meja. “Ma, aku lapar!” serunya dengan suara ceria. “Sabarlah, sayang. Sarapan hampir siap!” Viya menjawab sambil tersenyum. Melihat senyuman Gio membuat hatinya terasa hangat. Gio adalah segalanya baginya, satu-satunya alasan untuk terus maju meskipun masa lalu menghantui. Setelah sarapan, Viya memandikan Gio dan mereka bersiap-siap untuk menjelajahi kota. Dalam perjalanan ke taman, Gio bertanya dengan antusias, “Ma, apa kita akan melihat tempat-tempat yang kamu suka waktu kecil?” “Ya, kita akan melihat beberapa tempat. Kalian akan suka!” Viya menjawab, berusaha menutupi kegugupannya tentang pertemuan dengan Saka. Di taman, suasana ramai dengan anak-anak bermain dan orang dewasa berbincang. Gio berlari ke arah ayunan, dan Viya duduk di bangku, mengawasi anaknya. Dia mengeluarkan ponselnya untuk melihat pesan dari Saka yang baru saja masuk. "Selamat pagi, Viya! Apakah kamu siap untuk makan siang bersama?" Dengan sedikit keraguan, Viya membalas, "Pagi! Tentu, di mana kita bertemu?" sebenarnya Saka selalu mengajak nya bertemu, Viya gak enak jika menolak. "Bagaimana kalau di kafe dekat taman? Aku ingin mendengar lebih banyak tentangmu." Setelah memastikan Gio bermain dengan baik, Viya berjalan menuju kafe yang ditentukan. Setiap langkah membuatnya merasa semakin cemas. “Ini hanya pertemuan biasa,” pikirnya, mencoba menenangkan diri. Setibanya di kafe, dia melihat Saka sudah menunggu di meja dekat jendela. Senyumnya yang lebar dan percaya diri membuat Viya merasa sedikit lebih tenang. “Kamu datang lebih cepat dari yang aku harapkan!” seru Saka. “Tidak mau terlambat,” jawab Viya sambil tersenyum. Dia mengamati Saka, mencoba mengenali sifatnya. Setelah memesan makanan, mereka mulai berbincang. “Bagaimana perasaanmu kembali ke kota ini?” Saka bertanya dengan rasa ingin tahu. “Awalnya aku merasa cemas, tetapi sekarang aku merasa lebih baik. Ada banyak kenangan di sini, dan aku ingin membangun yang baru,” jawab Viya. Saka mengangguk, “Kenangan adalah bagian dari kita. Tetapi terkadang kita perlu melepaskannya agar bisa melangkah maju.” Viya terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Saka. “Kamu benar. Terkadang melepaskan itu sulit,” ujarnya, mengingat masa lalunya yang menyakitkan. Percakapan mereka mengalir lancar. Saka menunjukkan minat yang tulus terhadap hidup Viya, menanyakan tentang pekerjaan dan hobi. “Apa yang kamu lakukan sekarang?” tanyanya. “Aku bekerja sebagai freelancer. Menulis artikel dan konten untuk berbagai klien,” jawab Viya. “Menarik! Menulis itu salah satu cara terbaik untuk mengekspresikan diri. Apa kamu suka menulis cerita?” Saka bertanya lebih lanjut. “Ya, aku suka menulis fiksi. Itu adalah pelarian yang baik dari kenyataan,” Viya mengungkapkan. Saka tersenyum, “Mungkin kamu bisa menulis tentang pengalaman hidupmu. Itu bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.” “Terima kasih, itu ide yang bagus. Tapi mungkin aku masih perlu waktu untuk mengolah semua yang terjadi,” jawab Viya, merasa sedikit tertekan. Setelah makan siang, Saka mengajaknya berjalan-jalan di sekitar taman. “Aku ingin menunjukkan tempat favoritku di sini,” ujarnya. Viya mengikuti Saka, merasa seolah mereka sudah saling mengenal lama. Mereka sampai di sebuah taman kecil yang tenang, penuh dengan bunga-bunga indah. Saka menatap sekeliling. “Aku sering datang ke sini untuk berpikir. Rasanya damai.” “Indah sekali,” Viya mengagumi suasana di sekitar. Dia menghirup udara segar, merasa tenang meskipun banyak kenangan yang mengikutinya. “Pernahkah kamu berpikir tentang apa yang kamu inginkan dalam hidup?” Saka bertanya, matanya penuh perhatian. Viya terdiam sejenak. “Aku ingin membesarkan Gio dengan baik dan memberinya kehidupan yang lebih baik dari yang pernah aku miliki. Itu prioritas utamaku.” “Bagus sekali. Keluarga adalah segalanya. Aku percaya kamu bisa melakukannya,” Saka menjawab, tersenyum. Namun, saat Saka memandangnya dengan serius, Viya merasakan ketertarikan baru tumbuh dalam dirinya. Tapi bayangan Aleandro yang tiba-tiba muncul membuatnya ragu. “Apakah aku sudah siap untuk membuka hati lagi?” dia bertanya pada dirinya sendiri. “Gio sangat lucu. Kamu sudah membesarkannya dengan baik,” Saka menambahkan, memecahkan keheningan yang tiba-tiba. “Terima kasih. Dia adalah segalanya bagiku,” jawab Viya dengan penuh kebanggaan. Mereka terus berbincang tentang kehidupan masing-masing. Viya merasa nyaman, namun bayangan masa lalu terus menghantuinya. “Seandainya saja aku tidak meninggalkan Aleandro,” pikirnya. Ketika hari beranjak sore, Viya dan Saka kembali ke hotel. “Aku sangat menikmati waktu ini. Semoga kita bisa melakukannya lagi,” kata Saka dengan senyuman. “Ya, aku juga senang. Terima kasih telah mengajakku,” jawab Viya. Namun, ketika Saka pergi, perasaannya campur aduk. Mungkin dia perlu waktu lebih lama untuk benar-benar membuka hati. Saat dia masuk ke kamar, ponselnya bergetar lagi. "Aku ingin mengundangmu ke rumah ku besok, Apakah kamu mau?" Viya merenung sejenak. “Apakah aku siap untuk ini?” tanyanya dalam hati. Dia tahu bahwa ada banyak yang harus dipertimbangkan, terutama perasaannya terhadap Aleandro. Akhirnya, Viya membalas pesan itu. "Tentu, aku akan datang." Malam itu, saat Gio terlelap, Viya duduk di balkon hotel, mengamati bintang-bintang. “Apa yang akan terjadi jika aku berhubungan dengan Saka?” pikirnya. Dia merasa bingung, tetapi juga merasakan harapan. Dia ingin melangkah maju, tetapi bayangan masa lalu masih menghantuinya. Saat Gio terlelap, Viya berbaring di tempat tidur, memikirkan apa yang akan datang. Dalam hatinya, dia berharap bahwa apapun yang terjadi, dia dan Gio akan selalu bersama. Dia bertekad untuk menemukan cara agar bisa bahagia lagi. Keesokan harinya, Viya bangun lebih awal, merasakan semangat yang baru. Dia memutuskan untuk mempersiapkan diri dengan baik untuk makan malam dengan Saka. Dia memilih gaun sederhana tetapi elegan, memastikan penampilannya rapi. Sebelum pergi, dia menghabiskan waktu bersama Gio. “Ma, kita akan pergi ke mana malam ini?” tanya Gio, tampak penasaran. “Paman Saka yang ingin kita temui, nak. Kita akan makan malam bersama,” jawab Viya. “Oh, seru! Aku suka makan malam!” Gio menjawab dengan ceria. Setelah mengantar Gio ke tempat bermain, Viya melangkah ke restoran yang telah ditentukan. Setibanya di sana, dia melihat Saka sudah menunggu di meja. Senyumnya membuat Viya merasa nyaman. “Selamat datang! Kamu terlihat cantik,” puji Saka saat melihat Viya. “Terima kasih. Kamu juga terlihat baik,” Viya menjawab, merasa sedikit lebih percaya diri. Mereka memesan makanan dan mulai berbincang. Saka tampak penuh semangat, menanyakan berbagai hal tentang Viya dan kehidupannya. “Apa hobi terbesarmu?” tanya Saka. “Saya suka menulis. Itu cara terbaik untuk mengekspresikan diri,” jawab Viya. Saka mengangguk, “Kamu seharusnya lebih sering melakukannya. Mungkin suatu hari kamu bisa menerbitkan buku.” Viya tersenyum, merasakan dukungan yang tulus. Namun, saat mereka berbicara, bayangan Aleandro terus menghantui pikirannya. “Aku tidak tahu apakah aku bisa melupakan semuanya,” pikirnya. Setelah makan malam yang menyenangkan, Saka mengajak Viya berjalan-jalan. “Aku ingin menunjukkan tempat yang sangat spesial bagi saya,” ujarnya. Mereka berjalan menyusuri trotoar yang dipenuhi lampu-lampu indah. Suasana romantis membuat Viya merasa sedikit tegang. “Apa tempatnya?” tanyanya. “Tempat ini adalah taman yang sering aku kunjungi. Setiap kali aku merasa lelah atau bingung, aku datang ke sini. Malam semakin larut, dan suasana di taman menjad lebih tenang. Lampu-lampu kecil menghiasi pepohonan, menciptakan suasana magis. Saka berjalan di samping Viya, memperkenalkan beberapa sudut taman yang memiliki makna khusus baginya. “Kami sering datang ke sini saat kecil, terutama saat perayaan tahun baru. Ini adalah tempat di mana aku dan keluargaku menghabiskan waktu bersama,” Saka mengisahkan sambil mengamati area taman yang sepi. “Indah sekali. Aku bisa merasakan betapa berartinya tempat ini bagimu,” Viya menjawab, merasa nyaman dengan kehadiran Saka. Saat mereka berdua berhenti di dekat sebuah bangku yang menghadap kolam kecil, Saka memandang Viya dengan serius. “Kau tahu, aku merasa sangat senang bisa mengenalmu. Ada sesuatu yang istimewa tentangmu.” Viya merasakan jantungnya berdegup kencang. “Terima kasih. Aku juga senang bisa bertemu denganmu. Rasanya menyenangkan memiliki teman baru setelah sekian lama.” Saka tersenyum lebar, tetapi Viya dapat merasakan adanya ketegangan di antara mereka. Dia berusaha menyingkirkan bayangan masa lalu yang terus menghantuinya. “Aku tidak ingin terlalu terburu-buru. Ini semua masih baru,” pikirnya. Setelah beberapa saat berbincang, Saka mengambil napas dalam-dalam. “Bolehkah aku bertanya sesuatu yang lebih pribadi?” tanyanya. “Ya, tentu. Apa yang ingin kamu tanyakan?” Viya menjawab dengan hati-hati. “Aku ingin tahu tentang masa lalumu. Bagaimana hubunganmu dengan ayah Gio? Kenapa kamu kembali ke kota ini?” Saka bertanya, tatapannya serius. Viya merasakan tekanan di dadanya. “Aku… sebenarnya, ayah Gio bukanlah sosok yang baik. Kami memiliki hubungan yang rumit. Ketika aku hamil, segalanya berubah. Dia tidak bisa menerima tanggung jawabnya dan kami terpaksa berpisah,” jawabnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang. Saka mengangguk, menunjukkan pemahaman. “Kamu pasti merasa sangat berat. Tapi aku yakin, kamu bisa melewati semuanya.” “Ya, aku sudah berusaha. Ini adalah kehidupan yang harus aku jalani,” Viya menjawab, merasa lebih baik setelah berbagi. Mereka melanjutkan percakapan tentang berbagai topik, mulai dari hobi hingga impian masa depan. Suasana semakin akrab, dan Viya merasakan ketertarikan yang tumbuh terhadap Saka. Namun, saat obrolan mengalir, kenangan masa lalu terus menghantui Viya. Dia teringat akan Aleandro, saat-saat indah bersama mereka, dan saat-saat menyakitkan yang harus dia hadapi. “Apa kamu sudah pernah jatuh cinta sebelumnya?” Saka bertanya tiba-tiba. Viya terdiam sejenak, merasakan keraguan untuk menjawab. “Satu kali, tetapi itu berakhir dengan sangat buruk. Mungkin itu adalah pelajaran terberat dalam hidupku.” “Pelajaran bisa sangat menyakitkan. Tetapi terkadang, kita perlu belajar untuk melupakan dan memulai kembali,” Saka berkata dengan bijak. Viya tersenyum, merasa seolah Saka benar-benar mengerti. “Mungkin kamu benar. Aku harus belajar untuk melanjutkan.” Saat malam semakin larut, Saka mengajak Viya kembali ke mobil. Di perjalanan, suasana hening tapi nyaman. Viya merasa tidak ingin pertemuan ini berakhir. “Sepertinya kami memiliki banyak kesamaan,” pikirnya. Setelah mengantar Viya pulang, Saka menatapnya dengan tulus. “Aku sangat menikmati malam ini. Aku berharap kita bisa bertemu lagi.” “Aku juga. Terima kasih telah mengajakku. Ini adalah malam yang menyenangkan,” jawab Viya dengan senyum hangat. Sebelum berpisah, Saka berkata, “Kau bisa memberitahuku jika ingin berbagi sesuatu. Aku selalu ada untukmu.” Dengan perasaan yang campur aduk, Viya masuk ke dalam kamar. Saat Gio terbangun dan melihatnya, wajahnya berbinar. “Ma! Apa kita sudah pulang?” “Ya, sayang. Kita sudah pulang. Bagaimana dengan permainanmu di taman?” Viya bertanya, ingin mengalihkan pikirannya dari Saka. “Itu sangat seru! Aku bertemu dengan teman baru,” Gio menjawab dengan ceria. Viya merasa lega mendengar semangat anaknya. Dia merenung sejenak tentang kehidupannya yang baru, mencoba menemukan cara untuk melupakan masa lalu. Flashback Ketika malam tiba, Viya teringat pada saat-saat indah yang dia lalui bersama Aleandro. Di suatu malam yang cerah, mereka duduk di balkon rumah Aleandro. Bintang-bintang berkilau di langit, dan angin sepoi-sepoi membuat suasana menjadi romantis. “Aku tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya,” ucap Viya, menatap Aleandro dengan penuh cinta. “Begitu juga aku. Bersamamu adalah segalanya. Aku ingin kita selalu seperti ini,” jawab Aleandro, menggenggam tangan Viya erat-erat. Saat itu, Viya merasa seolah dunia hanya milik mereka. Mereka berbicara tentang impian masa depan, tentang kehidupan yang mereka inginkan bersama. “Aku ingin memiliki keluarga yang bahagia. Kamu, aku, dan anak-anak kita,” Viya berucap, membayangkan masa depan yang cerah. “Tentu. Kita akan membangun kehidupan yang indah bersama,” Aleandro menjawab dengan keyakinan. Namun, bayangan indah itu mulai memudar saat Kia muncul dalam hidup mereka. Kia, wanita yang memiliki segalanya: kecantikan, kekayaan, dan koneksi. Dia selalu berusaha menghancurkan hubungan Viya dan Aleandro dengan cara licik. Kia berulang kali mencoba mendekati Aleandro, menggoda dan menciptakan ketidaknyamanan di antara mereka. Meskipun Viya berusaha untuk tidak cemburu, ketidakpastian itu terus menghantuinya. “Dia hanya teman,” Aleandro meyakinkan Viya saat mereka berbicara. “Kamu tidak perlu khawatir.” “Tapi aku merasakannya, Ale. Dia menginginkanmu,” Viya menjawab, merasa ada yang tidak beres. “Tidak, aku mencintaimu. Hanya kamu yang ada di hatiku,” jawab Aleandro dengan serius. Tapi saat malam itu, ketika Viya datang untuk menemui Aleandro, semuanya berubah. Dia menemukan Aleandro dalam keadaan mabuk, dan Kia berada di dekatnya. Momen itu terasa seperti dunia runtuh di sekelilingnya. “Ale, apa yang terjadi?” tanya Viya, suaranya bergetar. “Aku… hanya ingin bersenang-senang,” jawab Aleandro, matanya samar. Viya merasa sakit hati melihatnya, tapi Kia dengan liciknya tersenyum. “Oh, Viya. Jangan khawatir, Ale hanya butuh sedikit hiburan.” Malam itu berakhir dengan kesedihan dan kekecewaan. Aleandro mengambil keputusan yang membuat Viya terpuruk: mereka putus. Dengan perasaan hancur, Viya pergi, dan itu adalah awal dari perjalanan sulitnya. Kembali ke Masa Kini Viya menghela napas dalam-dalam, berusaha mengusir kenangan itu dari pikirannya. Dia tahu, meskipun masa lalu menyakitkan, dia harus melanjutkan hidup untuk Gio. Tidak peduli seberapa sulit, dia harus menemukan kekuatan untuk bangkit.Minggu berikutnya, Viya merasa semakin nyaman dengan kehadiran Saka dalam hidupnya. Mereka semakin sering bertemu, dan setiap pertemuan membawa kebahagiaan baru bagi Gio. Namun, di balik senyuman dan tawa, Viya masih menyimpan rahasia besar—hubungan masa lalunya dengan Aleandro.Pagi itu, Viya memutuskan untuk membawa Gio ke taman lagi. Setelah sarapan, mereka bersiap-siap dan berangkat. Gio, yang terlihat sangat bersemangat, terus berbicara tentang semua hal yang ingin dilakukannya di taman.“Ma, kita harus naik ayunan lagi! Dan kemudian, aku ingin mencoba seluncuran yang besar!” seru Gio dengan penuh semangat.“Baiklah, sayang. Kita akan melakukannya semua,” jawab Viya, sambil tersenyum melihat keceriaan anaknya.Sesampainya di taman, mereka segera menemukan Saka yang sudah menunggu. “Hai, kalian sudah datang! Siap untuk bersenang-senang hari ini?” tanya Saka sambil melambai.“Siap sekali!” jawab Gio, melompat-lompat penuh semangat.Mereka menghabiskan waktu bermain, dan Viya merasa
"Viya, aku tak akan biarkan kamu bersama Aleandro!" Gadis bernama Kia Sekar Abraham itu adalah seorang model, dia tampak cantik dan elegan. Sejak kecil dia bermain bersama dengan Aleandro Faraday maka dari itu dia begitu menyukai Ale. Namun, Aleandro sudah menjalani hubungan sejak SMA bersama dengan Viya. Meski Viya gadis sederhana bekerja di tokoh minuman teh dan terlihat biasa, namun Ale tidak memperdulikan hal itu. Aleandro dari Keluarga yang cukup terkenal. Keluarga Faraday pemilik perusahaan terbesar di kota."Ale, setelah ini kamu akan melanjutkan sekolah di luar negeri, ya?" Viya tampak tersenyum kecut. "Aku tidak ingin, namun keluarga ku begitu memaksa." Aleandro memeluk Viya hangat, dia berjanji setelah menyelesaikan sekolah nya dia akan kembali dan akan menikahi Viya. Sekar yang melihat itu mengepal kan tangan nya kuat, kenapa kenapa harus Viya? Sejak kecil dia menyukai Ale hingga timbul rasa obsesi pada dirinya. Menurut nya Aleandro hanya pantas untuk nya. Keluarga A
Wanita itu berdiri di depan gerbang kota kecil yang pernah ia tinggalkan enam tahun lalu. Angin sepoi-sepoi membawa aroma familiar, mengingatkannya pada kenangan yang pahit dan manis. Dia menarik napas dalam-dalam, bertekad untuk menghadapi masa lalu yang masih menghantuinya. Setiap sudut jalan, setiap bangunan, seolah-olah berbisik kepadanya, mengingatkan pada masa-masa yang telah berlalu. Dengan langkah pasti, dia melangkah masuk ke dalam kehidupan yang dulu sempat ditinggalkannya."Ternyata aku sudah berjalan sejauh ini." batin Viya.Satu per satu, gambaran tentang masa lalu mulai bermunculan. Senyuman, tawa, dan air mata. Di sinilah semuanya dimulai—di kota kecil ini, di mana cinta dan pengkhianatan menyatu dalam takdirnya. Viya tidak bisa mengabaikan betapa beratnya perasaannya ketika ia teringat pada Aleandro Faraday, pria yang pernah mengisi hidupnya dengan harapan dan impian.Dia berjalan menyusuri jalan utama yang dipenuhi kenangan. Di kafe kecil yang dahulu menjadi tempat f
Pagi menjelang, dan sinar matahari menembus tirai jendela kamar hotel Viya. Suasana di luar terasa cerah, memberi semangat baru bagi Viya. Setelah menyiapkan sarapan untuk Gio, dia memutuskan untuk menjelajahi kota sekali lagi. Kenangan yang menyakitkan perlahan mulai pudar, dan harapan baru mulai tumbuh di hatinya.Setelah menikmati sarapan, mereka bersiap untuk pergi. Viya berencana mengajak Gio ke taman bermain yang pernah menjadi tempat mereka berdua bermain saat kecil. Gio, dengan semangatnya yang ceria, tampak sangat antusias.“Ma, kita akan bermain ayunan, kan?” tanya Gio sambil melompat-lompat kecil.“Tentu saja, nak! Kita akan bermain sepuasnya!” jawab Viya dengan senyum lebar.Setelah beberapa waktu di taman, mereka memutuskan untuk mampir ke kafe kecil yang terkenal dengan kue-kue lezatnya. Saat mereka menikmati kue, tiba-tiba ponsel Viya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenalnya."Hai, Viya. Ini Saka. Aku ingin mengundangmu dan Gio untuk makan malam ber
"Kenapa rasanya sakit sekali." Setelah Gio terlelap, Viya duduk sendirian di balkon hotel. Suara riuh dari jalanan yang sibuk menjadi latar belakang untuk pikirannya yang melayang kembali ke masa lalu. Kenangan-kenangan itu datang kembali, tak terhindarkan, seperti arus yang mengalir deras.Viya teringat saat pertama kali bertemu Aleandro. Waktu itu, dia masih seorang siswi baru yang penuh semangat. Suatu sore di kafe depan sekolah, dia melihat seorang pemuda tampan duduk sendirian, tenggelam dalam buku tebal.“Buku apa yang kamu baca?” tanya Viya, mendekat dengan rasa penasaran.Aleandro mengangkat kepalanya dan tersenyum. “Ini tentang manajemen perusahaan. Aku ingin belajar lebih banyak tentang dunia bisnis.”Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Viya merasa terhubung dengan Aleandro dalam cara yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Hari-hari berlalu, dan ikatan di antara mereka semakin kuat.“Kalau begitu, bagaimana kalau kita belajar bareng?” Viya mengusulkan, merasa bersem