Share

Kembali ke kota

Wanita itu berdiri di depan gerbang kota kecil yang pernah ia tinggalkan enam tahun lalu. Angin sepoi-sepoi membawa aroma familiar, mengingatkannya pada kenangan yang pahit dan manis. Dia menarik napas dalam-dalam, bertekad untuk menghadapi masa lalu yang masih menghantuinya.

Setiap sudut jalan, setiap bangunan, seolah-olah berbisik kepadanya, mengingatkan pada masa-masa yang telah berlalu. Dengan langkah pasti, dia melangkah masuk ke dalam kehidupan yang dulu sempat ditinggalkannya.

"Ternyata aku sudah berjalan sejauh ini." batin Viya.

Satu per satu, gambaran tentang masa lalu mulai bermunculan. Senyuman, tawa, dan air mata. Di sinilah semuanya dimulai—di kota kecil ini, di mana cinta dan pengkhianatan menyatu dalam takdirnya. Viya tidak bisa mengabaikan betapa beratnya perasaannya ketika ia teringat pada Aleandro Faraday, pria yang pernah mengisi hidupnya dengan harapan dan impian.

Dia berjalan menyusuri jalan utama yang dipenuhi kenangan. Di kafe kecil yang dahulu menjadi tempat favorit mereka, Viya teringat saat-saat bahagia saat ia dan Aleandro berbagi cerita. Mereka merencanakan masa depan, dengan impian yang tampak begitu nyata. Namun, semua itu hancur dalam sekejap, saat Kia Sekar Abraham, wanita kaya yang menyukai Aleandro sejak kecil, mengintervensi hubungan mereka.

Viya merasa jantungnya berdebar. Ia tahu bahwa kembali ke kota ini berarti menghadapi banyak hal, termasuk kemungkinan bertemu dengan Aleandro dan Saka, kakaknya. Saka adalah orang yang sangat berbeda dari Aleandro ia memiliki kepribadian yang tenang dan bisa diandalkan, tetapi tetap saja, keduanya adalah bagian dari masa lalu yang ingin Viya lupakan.

“Ma, kita mau kemana selanjutnya?” tanya Gio, dengan mata cerianya yang penuh rasa ingin tahu.

Viya tersenyum, berusaha menyembunyikan perasaannya yang campur aduk. “Kita akan berjalan-jalan sedikit lagi, lalu kita bisa pulang.”

Setelah seharian berkeliling, mereka kembali ke hotel tempat Viya menginap. Meskipun Gio terlihat senang, Viya merasakan beban di pundaknya. Malam itu, ketika dia berbaring di tempat tidur, pikiran tentang Aleandro dan Kia terus menghantui. Bagaimana jika mereka bertemu? Bagaimana jika Aleandro masih mengingatnya?

Keesokan harinya, Viya dan Gio berencana untuk mengunjungi pasar lokal. Suasana di pasar sangat meriah, dan Gio tampak sangat antusias melihat berbagai barang yang dijual. Viya berusaha untuk menikmati momen ini, tetapi hatinya masih was-was. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Saat sedang berjalan di antara kerumunan, tiba-tiba Viya bertabrakan dengan seseorang. Dia terjatuh, dan barang-barangnya berserakan.

“Oh, maafkan saya!” seru seorang pria dengan nada penuh kekhawatiran.

Viya mendongak dan melihat wajah pria itu, pria itu tampak terkejut dan merasa familiar, tetapi segera membantunya berdiri. “Apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan perhatian.

Viya merasa sedikit canggung. “Ya, saya baik-baik saja. Terima kasih.”

Saka menatapnya lebih dalam, dan Viya merasakan ketertarikan di mata pria itu. “Saya Saka, Saka Smith Faraday. Baru pertama kali melihatmu di sini,” katanya dengan senyum ramah.

“Viya Indriana,” jawabnya singkat, mencoba menahan rasa gugup.

“Senang bertemu denganmu, Viya. Kau terlihat akrab, tetapi aku tidak bisa ingat dari mana,” Saka berkata, masih tersenyum.

Viya merasa sedikit tersentuh oleh perhatian Saka, tetapi di saat yang sama, dia merasa tidak nyaman. “Mungkin saya hanya terlihat seperti seseorang yang kamu kenal,” ujarnya, berusaha mengalihkan perhatian.

“Hmm, mungkin. Tapi aku yakin ada sesuatu yang berbeda tentangmu,” Saka melanjutkan, mata mereka saling bertatapan.

Gio tiba-tiba muncul di sisi Viya, menarik perhatian Saka. “Siapa dia, Ma?” tanya Gio dengan lugu.

“Oh, ini Gio, Gio Andara putraku,” kata Viya dengan bangga.

Mendengar itu, ekspresi Saka berubah. Dia tampak kecewa, meskipun berusaha menyembunyikannya. “Ah, jadi kamu sudah punya anak. Dia terlihat ceria sekali.”

“Terima kasih,” balas Viya, merasa sedikit tidak enak. Dia bisa merasakan bahwa Saka tertarik padanya, tetapi situasi ini membuatnya sulit.

Saka tersenyum, tetapi matanya menunjukkan sedikit rasa kecewa. “Aku harap bisa mengenalmu lebih baik, Viya. Mungkin kita bisa bertemu lagi?”

Viya merasa ragu. “Saya baru kembali ke kota ini dan belum menetap. Tapi terima kasih atas tawarannya,” jawabnya sopan.

Setelah beberapa saat berbincang, Saka meminta diri. “Baiklah, mungkin lain waktu. Hati-hati di luar sana,” katanya sebelum melangkah pergi.

Viya menatap kepergian Saka dengan perasaan campur aduk. Ada rasa nyaman dalam pertemuan singkat itu, tetapi dia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa dia sudah memiliki anak. Saka tampaknya tertarik, tetapi bagaimana jika perasaan itu semakin dalam? Apakah dia siap untuk membuka hati lagi?

Saat mereka melanjutkan perjalanan di pasar, Gio tampak ceria. “Ma, dia baik sekali! Kapan kita bisa bertemu lagi?” tanyanya, penuh rasa ingin tahu.

Viya hanya tersenyum dan mengacak rambut Gio. “Kita lihat saja, nak. Yang terpenting adalah kita bisa bersama sekarang.”

Setelah menghabiskan waktu di pasar, mereka kembali ke hotel. Di dalam kamarnya, Viya merenungkan pertemuan dengan Saka. Mungkin ini adalah kesempatan untuk memulai hidup baru, tetapi bayangan masa lalu masih membayangi.

Malam itu, sebelum tidur, Viya memandangi Gio yang sudah tertidur pulas. “Apa yang harus aku lakukan, anakku?” bisiknya. Namun, tidak ada jawaban. Yang ada hanya ketenangan dalam kegelapan.

Viya menutup matanya, berharap besok akan membawa jawaban untuk semua pertanyaannya. Namun, saat rasa takut mulai merayap, ia tahu satu hal masa lalu mungkin sulit untuk dilupakan, tetapi untuk masa depan, ia harus berjuang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status