Home / CEO / Rahasia Di Balik Cinta Sang CEO / Kenangan tak terlupakan

Share

Kenangan tak terlupakan

"Kenapa rasanya sakit sekali."

Setelah Gio terlelap, Viya duduk sendirian di balkon hotel. Suara riuh dari jalanan yang sibuk menjadi latar belakang untuk pikirannya yang melayang kembali ke masa lalu. Kenangan-kenangan itu datang kembali, tak terhindarkan, seperti arus yang mengalir deras.

Viya teringat saat pertama kali bertemu Aleandro. Waktu itu, dia masih seorang siswi baru yang penuh semangat. Suatu sore di kafe depan sekolah, dia melihat seorang pemuda tampan duduk sendirian, tenggelam dalam buku tebal.

“Buku apa yang kamu baca?” tanya Viya, mendekat dengan rasa penasaran.

Aleandro mengangkat kepalanya dan tersenyum. “Ini tentang manajemen perusahaan. Aku ingin belajar lebih banyak tentang dunia bisnis.”

Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Viya merasa terhubung dengan Aleandro dalam cara yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Hari-hari berlalu, dan ikatan di antara mereka semakin kuat.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita belajar bareng?” Viya mengusulkan, merasa bersemangat.

“Setuju! Aku butuh teman belajar yang asyik,” jawab Aleandro dengan tawa.

Saat mereka sering menghabiskan waktu bersama, Viya mulai merasakan ketertarikan yang mendalam. Suatu malam, di restoran kecil yang mereka sebut

"tempat rahasia," Aleandro menggenggam tangannya.

“Aku ingin membangun sesuatu yang besar, dan aku ingin kamu ada di dalamnya,” katanya, tatapan matanya serius.

Viya tersenyum, “Aku percaya kamu bisa, Ale. Kita bisa melakukannya bersama.”

Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Rencana Kia Sekar Abraham mulai beraksi. Wanita kaya dan model terkenal itu tidak pernah mengizinkan siapapun untuk mendekati Aleandro. Ketika Aleandro tergoda oleh pesona Kia, Viya merasa dikhianati.

“Mengapa dia selalu ada di sekitarmu?” tanya Viya, menahan rasa cemburu yang menggelora.

“Aku tidak bisa menghindarinya. Dia sahabat keluargaku,” jawab Aleandro dengan nada menyesal.

Viya merasa patah hati, dan malam itu menjadi titik balik dalam hidup mereka. Saat Aleandro, dalam keadaan mabuk dan bingung, merenggut kesucian Viya, semuanya berubah. Viya mengingatnya dengan jelas, rasa sakit itu mengoyak hatinya.

Setelah kejadian itu, Viya tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Ketika dia tahu bahwa dia hamil, harapan dan impian yang mereka bangun seolah runtuh dalam sekejap.

“Aku tidak bisa membiarkan dia tahu,” bisiknya pada diri sendiri, merasa tertekan.

Dengan berat hati, dia meninggalkan kota dan semua kenangan indah bersamanya. Dia bertekad untuk tidak kembali ke hidup yang menyakitkan.

Sekarang, saat dia memikirkan kembali masa-masa indah itu, Viya merasa campur aduk. Ada saat-saat bahagia, tetapi juga rasa sakit yang mendalam. Dia tidak tahu apakah dia bisa menghadapi Aleandro lagi setelah semua yang terjadi. Meskipun jarak dan waktu telah berlalu, bayang-bayang masa lalu tetap membayangi pikirannya.

Di tengah lamunannya, ponselnya bergetar. Viya melihat pesan dari Saka yang baru saja dia terima.

"Halo Viya, aku sangat menikmati malam itu. Aku berharap bisa mengenalmu lebih baik. Bagaimana kalau kita bertemu lagi?"

Viya memandang pesan itu, merasa sedikit bingung. Dia tahu bahwa Saka tulus, tetapi bayangan Aleandro masih menghantui pikirannya.

“Haruskah aku menjawabnya?” Viya bertanya pada dirinya sendiri.

Setelah merenung sejenak, dia mulai mengetik balasan.

"Tentu, Saka. Saya juga ingin mengenalmu lebih baik."

Setelah mengirim pesan, Viya kembali ke balkon, menatap langit malam. Bintang-bintang bersinar, seolah memberi harapan baru. Dia tahu perjalanan hidupnya belum selesai. Di dalam hatinya, dia berjanji untuk melindungi Gio dan menemukan kebahagiaan yang telah lama hilang.

Ketika pagi tiba, Viya menyiapkan sarapan untuk Gio, melihat wajah kecilnya yang ceria. “Gio, sarapan siap! Kita harus kuat hari ini,” ujarnya dengan senyum.

“Ma, kita bisa pergi ke taman setelah ini?” tanya Gio dengan mata berbinar.

“Ya, kita bisa. Itu ide yang bagus!” Viya menjawab, merasa senang melihat semangat anaknya.

Setelah bersiap-siap, mereka berjalan-jalan di taman kota. Di sana, mereka menemukan tempat bermain yang penuh dengan anak-anak lain. Gio berlari ke arah ayunan, dan Viya duduk di bangku, mengawasi putranya bermain.

Melihat Gio berinteraksi dengan anak-anak lain membuat hatinya hangat. “Dia tampak bahagia,” pikirnya, sambil tersenyum.

Saat Viya melihat ke sekeliling, kenangan bersama Aleandro kembali muncul. “Ingat saat kita bermain di taman ini?” gumamnya, mengingat tawa mereka yang ceria.

Ketika hari beranjak sore, Viya dan Gio pulang ke hotel. Di dalam mobil, Saka mengirim pesan lagi.

"Apa kamu sudah makan? Aku ingin mengajakmu makan malam nanti."

Viya membaca pesan itu, merasa bingung. “Apa aku harus menerima tawarannya?” pikirnya, merasa cemas.

“Ma, siapa yang mengirimi pesan?” tanya Gio, memperhatikan ibunya yang terdiam.

“Paman Saka, nak. Kita akan bertemu dia nanti,” jawab Viya, berusaha menjaga wajahnya tetap tenang.

Malam itu, saat mereka duduk di restoran, Viya merasakan ketegangan di udara. Saka menatapnya dengan antusias. “Aku senang bisa mengenalmu lebih baik, Viya. Ceritakan sedikit tentang dirimu.”

Viya menghela napas, berusaha membuka diri. “Aku baru kembali ke kota ini setelah enam tahun. Hidupku sangat berbeda sekarang,” ungkapnya.

“Mengapa kamu pergi?” Saka bertanya dengan rasa ingin tahu.

“Banyak alasan. Aku butuh waktu untuk diri sendiri,” jawab Viya, mencoba menghindari topik yang terlalu mendalam.

“Saya mengerti. Semua orang memiliki cerita,” Saka berkata dengan empati.

Saat percakapan berlangsung, Viya merasakan ketertarikan baru tumbuh dalam dirinya. Namun, bayangan Aleandro terus membayangi.

“Apakah aku sudah siap untuk membuka hati lagi?” tanyanya dalam hati.

Di akhir malam, saat Saka mengantar Viya pulang, dia merasa sedikit ragu. “Terima kasih atas malam yang menyenangkan. Aku berharap kita bisa bertemu lagi,” kata Saka, tersenyum lebar.

“Ya, aku juga berharap begitu,” Viya menjawab, mencoba menahan keraguan di dalam hatinya.

Ketika dia masuk ke hotel, Viya menghela napas panjang. Dia tahu bahwa menghindari masa lalu tidak mungkin. Hari-hari ke depan akan menjadi tantangan, tetapi dia bertekad untuk menghadapi semuanya.

Dalam kesunyian malam, Viya berjanji pada dirinya sendiri untuk membuka lembaran baru. Meskipun rasa sakit masa lalu masih membayangi, dia siap untuk menemukan kebahagiaan yang telah lama hilang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status