"Viya, aku tak akan biarkan kamu bersama Aleandro!"
Gadis bernama Kia Sekar Abraham itu adalah seorang model, dia tampak cantik dan elegan. Sejak kecil dia bermain bersama dengan Aleandro Faraday maka dari itu dia begitu menyukai Ale. Namun, Aleandro sudah menjalani hubungan sejak SMA bersama dengan Viya. Meski Viya gadis sederhana bekerja di tokoh minuman teh dan terlihat biasa, namun Ale tidak memperdulikan hal itu. Aleandro dari Keluarga yang cukup terkenal. Keluarga Faraday pemilik perusahaan terbesar di kota. "Ale, setelah ini kamu akan melanjutkan sekolah di luar negeri, ya?" Viya tampak tersenyum kecut. "Aku tidak ingin, namun keluarga ku begitu memaksa." Aleandro memeluk Viya hangat, dia berjanji setelah menyelesaikan sekolah nya dia akan kembali dan akan menikahi Viya. Sekar yang melihat itu mengepal kan tangan nya kuat, kenapa kenapa harus Viya? Sejak kecil dia menyukai Ale hingga timbul rasa obsesi pada dirinya. Menurut nya Aleandro hanya pantas untuk nya. Keluarga Abraham adalah teman bisnis keluarga Faraday. Menurut Sekar, hanya dia yang pantas untuk Ale. Gadis itu kembali ke rumah dengan emosi yang memuncak. Sang ibu yang melihat Itu langsung memeluk putri nya erat. "Sayang, kamu kenapa?" nyonya Indira memeluk putri nya, merasakan ada yang aneh. "Sekar, kenapa kamu menangis?" tanya sang ayah, Elgaf. Dia tampak tegas membuat Sekar selalu takut. "P-pah! Aku ingin bersama Ale." "Tidak masalah, kita akan berbicara pada keluarga Faraday." sahut Elgaf tenang. "Tetapi, Ale sudah memiliki kekasih. Apa dia akan menerima perjodohan ini?" Elgaf hanya mendengus, lalu dia pergi meninggal kan istri dan anak nya. Dia tau Sekar adalah gadis dengan sikap memaksa. Jika dia menginginkan Itu maka harus itu, sedang kan Aleandro dia begitu tegas dan dingin. Dia tentu tetap di pendirian nya, tidak akan menerima perjodohan ini. Tidak mau hubungan nya hancur dengan keluarga Faraday, Elgaf tak mau mengurusi masalah anak nya. Lagian mereka baru saja lulus kuliah. "Ma, pasti papah tidak berpihak pada kita. Apa yang harus kita lakukan?" Sekar tampak sedih membuat Indira tak tega. Dia mulai merencanakan sesuatu. "Ajak lah, Ale untuk pergi berdua ke tempat ini. Lalu campur kan bubuk ini pada minuman nya." Sekar tampak kaget, itu artinya dia harus mengorbankan dirinya untuk memiliki Aleandro seutuh nya? Baiklah dia tidak masalah kan hal itu. Setelah menyusun rencana, Sekar langsung meminta Aleandro untuk datang. Sedangkan di sisi lain, Viya yang baru saja pulang dari kerja dia melihat gelagap aneh dari Sekar. Belakangan ini dia tau gadis itu selalu merencanakan hal buruk untuk mendapat kan Ale. Viya hanya menghela nafas gusar. "Nanti, setelah kami tertidur bersama. Kalian harus membawa warga sekitar untuk memergoki kami. Kalau kerja kalian bagus aku akan menambahkan bayaran nya." "Apa lagi yang dia rencana kan." batin Viya. Malam ini Sekar mengundang Aleandro untuk pergi bersamanya ke sebuah kafe terpencil. Viya, yang merasa ada sesuatu yang tidak beres, memutuskan untuk mengikuti mereka dari kejauhan. Sepanjang waktu, rasa khawatir membayangi pikirannya. Sekar memang tampak semakin gencar mendekati Aleandro belakangan ini. Sesampainya di kafe, Sekar dan Ale duduk di meja yang dikelilingi pepohonan besar. Sekar dengan senyum lebar mengeluarkan dua gelas minuman dan dengan licik mencampurkan bubuk yang diberikan oleh ibunya ke dalam minuman Ale. "Ale, minum ini. Kamu pasti suka," ucap Sekar, suaranya lembut tapi matanya penuh perhitungan. Ale, yang tak menaruh curiga, mengambil gelas itu dan mulai menyeruput minumannya. Viya, yang melihat dari kejauhan, tiba-tiba merasa ada yang tidak beres. Nalurinya menyuruhnya untuk bergerak cepat. Ia berlari ke arah mereka, tapi terlambat. Aleandro mulai merasa pusing dan pandangannya kabur. Sekar segera memapahnya, membawanya ke kamar yang sudah ia sewa di lantai atas. Viya, yang menyadari rencana licik Sekar, mencoba masuk ke kamar itu untuk menghentikan apa pun yang direncanakan Sekar. “Apa yang kamu lakukan?!” seru Viya dengan wajah bingung. Sekar hanya tersenyum penuh kemenangan. "Sayangnya, kamu yang akan menggantikan peranku malam ini." Viya tau, Sekar memberikan obat perangsang pada Ale. Samgat cepat Viya mendorong Sekar keluar dan mengunci pintu. Sekar meninggalkan Viya di kamar bersama Aleandro yang tak sadarkan diri. "Sial, bagaimana ini. Aku aku harus menghubungi mereka." dengan cepat Sekar menghubungi suruhan nya agar membatal kan rencana. Sedangkan Viya berusaha membangunkan Ale, namun kondisi pria itu terlalu lemah untuk merespon. Viya tampak kecewa, Ale merenggut kesucian nya malam Ini. Namun, Viya merelakan itu karna sebenarnya Sekar lah yang ingin di posisi saat ini. "V-viya, panas sekali. Aku menginginkan nya." Keesokan harinya, Viya yang sudah sangat terpukul kembali ke rumah dengan hati remuk. Tak disangka, ia bertemu Andrew, seorang teman lamanya. Andrew yang melihat wajah Viya yang penuh kesedihan, tanpa berpikir panjang langsung memeluknya untuk menenangkan. "Viya, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" Andrew bertanya, melihat betapa hancurnya Viya. Saat itu, tanpa Viya sadari, Sekar mengambil foto dari kejauhan. Dia memotret momen saat Andrew memeluk Viya, lalu dengan cepat mengirimkannya kepada Aleandro. Aleandro, yang sudah bingung dengan apa yang terjadi semalam, menerima foto itu dengan perasaan marah. Dia salah paham, mengira Viya telah mengkhianatinya. Tanpa memberi kesempatan Viya menjelaskan, Aleandro meneleponnya dengan nada tajam. "Viya, apa ini?! Aku tak percaya kamu melakukannya!" teriak Ale di telepon, suaranya dipenuhi kemarahan. "Ale, bukan seperti itu! Aku bisa menjelaskannya!" Viya mencoba merespon, tapi Aleandro sudah terlanjur tak mau mendengar penjelasan apapun. "Sudah cukup. Aku tak mau lagi melihatmu. Kita selesai." Gadis itu tampak kecewa, dia tau Ale. Jika pria itu membuat keputusan maka itu adalah kenyataan nya. Viya memutuskan untuk pergi dari kota itu tanpa melihat ke belakang. Dia tak punya pilihan lain selain meninggalkan semuanya, termasuk cintanya pada Aleandro. Sebulan setelah kepergiannya, Viya mulai merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Mual, lelah, dan siklus bulanannya tak kunjung datang. Dengan hati yang berdebar, dia memutuskan untuk memeriksakan diri. Hasilnya membuat dunianya kembali berguncang, Viya hamil. Dia memandang hasil pemeriksaan itu dengan campuran perasaan bingung, takut, dan bahagia. Bayi ini adalah bukti cinta antara dia dan Aleandro. Tapi, sekarang, dia harus menghadapinya sendirian. Viya memutuskan untuk menyembunyikan kehamilannya dan membesarkan anaknya sendiri tanpa menghubungi Aleandro. Dia tahu, perasaan sakit hati dan kekecewaan di antara mereka tak mungkin diperbaiki sekarang.Wanita itu berdiri di depan gerbang kota kecil yang pernah ia tinggalkan enam tahun lalu. Angin sepoi-sepoi membawa aroma familiar, mengingatkannya pada kenangan yang pahit dan manis. Dia menarik napas dalam-dalam, bertekad untuk menghadapi masa lalu yang masih menghantuinya. Setiap sudut jalan, setiap bangunan, seolah-olah berbisik kepadanya, mengingatkan pada masa-masa yang telah berlalu. Dengan langkah pasti, dia melangkah masuk ke dalam kehidupan yang dulu sempat ditinggalkannya."Ternyata aku sudah berjalan sejauh ini." batin Viya.Satu per satu, gambaran tentang masa lalu mulai bermunculan. Senyuman, tawa, dan air mata. Di sinilah semuanya dimulai—di kota kecil ini, di mana cinta dan pengkhianatan menyatu dalam takdirnya. Viya tidak bisa mengabaikan betapa beratnya perasaannya ketika ia teringat pada Aleandro Faraday, pria yang pernah mengisi hidupnya dengan harapan dan impian.Dia berjalan menyusuri jalan utama yang dipenuhi kenangan. Di kafe kecil yang dahulu menjadi tempat f
Pagi menjelang, dan sinar matahari menembus tirai jendela kamar hotel Viya. Suasana di luar terasa cerah, memberi semangat baru bagi Viya. Setelah menyiapkan sarapan untuk Gio, dia memutuskan untuk menjelajahi kota sekali lagi. Kenangan yang menyakitkan perlahan mulai pudar, dan harapan baru mulai tumbuh di hatinya.Setelah menikmati sarapan, mereka bersiap untuk pergi. Viya berencana mengajak Gio ke taman bermain yang pernah menjadi tempat mereka berdua bermain saat kecil. Gio, dengan semangatnya yang ceria, tampak sangat antusias.“Ma, kita akan bermain ayunan, kan?” tanya Gio sambil melompat-lompat kecil.“Tentu saja, nak! Kita akan bermain sepuasnya!” jawab Viya dengan senyum lebar.Setelah beberapa waktu di taman, mereka memutuskan untuk mampir ke kafe kecil yang terkenal dengan kue-kue lezatnya. Saat mereka menikmati kue, tiba-tiba ponsel Viya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenalnya."Hai, Viya. Ini Saka. Aku ingin mengundangmu dan Gio untuk makan malam ber
"Kenapa rasanya sakit sekali." Setelah Gio terlelap, Viya duduk sendirian di balkon hotel. Suara riuh dari jalanan yang sibuk menjadi latar belakang untuk pikirannya yang melayang kembali ke masa lalu. Kenangan-kenangan itu datang kembali, tak terhindarkan, seperti arus yang mengalir deras.Viya teringat saat pertama kali bertemu Aleandro. Waktu itu, dia masih seorang siswi baru yang penuh semangat. Suatu sore di kafe depan sekolah, dia melihat seorang pemuda tampan duduk sendirian, tenggelam dalam buku tebal.“Buku apa yang kamu baca?” tanya Viya, mendekat dengan rasa penasaran.Aleandro mengangkat kepalanya dan tersenyum. “Ini tentang manajemen perusahaan. Aku ingin belajar lebih banyak tentang dunia bisnis.”Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Viya merasa terhubung dengan Aleandro dalam cara yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Hari-hari berlalu, dan ikatan di antara mereka semakin kuat.“Kalau begitu, bagaimana kalau kita belajar bareng?” Viya mengusulkan, merasa bersem
Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk ke dalam kamar hotel, membangunkan Viya dari tidurnya. Setelah beberapa tahun hidup jauh dari rumah, kembali ke kota asal membawa perasaan campur aduk. Dia mengingat kembali kenangan indah dan pahit yang mengikutinya. Dengan perasaan sedikit cemas, Viya memutuskan untuk memulai hari dengan positif. Setelah menyiapkan sarapan sederhana untuk Gio, Viya melihat anaknya berlari ke arah meja. “Ma, aku lapar!” serunya dengan suara ceria. “Sabarlah, sayang. Sarapan hampir siap!” Viya menjawab sambil tersenyum. Melihat senyuman Gio membuat hatinya terasa hangat. Gio adalah segalanya baginya, satu-satunya alasan untuk terus maju meskipun masa lalu menghantui. Setelah sarapan, Viya memandikan Gio dan mereka bersiap-siap untuk menjelajahi kota. Dalam perjalanan ke taman, Gio bertanya dengan antusias, “Ma, apa kita akan melihat tempat-tempat yang kamu suka waktu kecil?” “Ya, kita akan melihat beberapa tempat. Kalian akan suka!” Viya menjawab, beru
Minggu berikutnya, Viya merasa semakin nyaman dengan kehadiran Saka dalam hidupnya. Mereka semakin sering bertemu, dan setiap pertemuan membawa kebahagiaan baru bagi Gio. Namun, di balik senyuman dan tawa, Viya masih menyimpan rahasia besar—hubungan masa lalunya dengan Aleandro.Pagi itu, Viya memutuskan untuk membawa Gio ke taman lagi. Setelah sarapan, mereka bersiap-siap dan berangkat. Gio, yang terlihat sangat bersemangat, terus berbicara tentang semua hal yang ingin dilakukannya di taman.“Ma, kita harus naik ayunan lagi! Dan kemudian, aku ingin mencoba seluncuran yang besar!” seru Gio dengan penuh semangat.“Baiklah, sayang. Kita akan melakukannya semua,” jawab Viya, sambil tersenyum melihat keceriaan anaknya.Sesampainya di taman, mereka segera menemukan Saka yang sudah menunggu. “Hai, kalian sudah datang! Siap untuk bersenang-senang hari ini?” tanya Saka sambil melambai.“Siap sekali!” jawab Gio, melompat-lompat penuh semangat.Mereka menghabiskan waktu bermain, dan Viya merasa