Share

Pertemuan

Minggu berikutnya, Viya merasa semakin nyaman dengan kehadiran Saka dalam hidupnya. Mereka semakin sering bertemu, dan setiap pertemuan membawa kebahagiaan baru bagi Gio. Namun, di balik senyuman dan tawa, Viya masih menyimpan rahasia besar—hubungan masa lalunya dengan Aleandro.

Pagi itu, Viya memutuskan untuk membawa Gio ke taman lagi. Setelah sarapan, mereka bersiap-siap dan berangkat. Gio, yang terlihat sangat bersemangat, terus berbicara tentang semua hal yang ingin dilakukannya di taman.

“Ma, kita harus naik ayunan lagi! Dan kemudian, aku ingin mencoba seluncuran yang besar!” seru Gio dengan penuh semangat.

“Baiklah, sayang. Kita akan melakukannya semua,” jawab Viya, sambil tersenyum melihat keceriaan anaknya.

Sesampainya di taman, mereka segera menemukan Saka yang sudah menunggu. “Hai, kalian sudah datang! Siap untuk bersenang-senang hari ini?” tanya Saka sambil melambai.

“Siap sekali!” jawab Gio, melompat-lompat penuh semangat.

Mereka menghabiskan waktu bermain, dan Viya merasa senang melihat Gio begitu bahagia. Namun, di tengah kesenangan itu, Viya tidak bisa menghindari pikiran tentang Aleandro. Dia tahu bahwa suatu saat, rahasia tentang masa lalunya akan terungkap, dan dia takut akan reaksi Saka jika dia mengetahuinya.

Setelah beberapa jam bermain, mereka duduk di bangku taman untuk beristirahat. Saka melihat Viya dengan serius. “Viya, aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Apa yang membuatmu kembali ke kota ini setelah sekian lama?”

Viya terdiam sejenak, berpikir bagaimana menjelaskan situasinya tanpa mengungkapkan semuanya. “Aku… aku kembali karena beberapa alasan pribadi. Aku ingin memberi Gio kehidupan yang lebih baik dan stabil,” jawabnya dengan hati-hati.

Saka mengangguk, seolah memahami. “Itu keputusan yang baik. Keluarga itu penting, dan aku yakin kamu sudah berjuang keras untuknya.”

Viya merasakan ketulusan dalam kata-kata Saka, tetapi dia tetap khawatir tentang bagaimana jika Saka mengetahui tentang Aleandro. Dia ingin melindungi Gio dan dirinya sendiri dari potensi kesedihan yang mungkin datang.

Mereka melanjutkan bermain hingga matahari mulai terbenam. Gio berlari ke arah ayunan, dan Viya dan Saka duduk di bangku sambil mengawasi anak itu. Dalam suasana tenang itu, Saka berbicara lagi. “Aku merasa kita sudah cukup dekat, Viya. Aku ingin mengajakmu ke acara keluarga di rumahku akhir pekan ini.”

Viya terkejut. “Acara keluarga? Seperti apa?”

“Cuma kumpul-kumpul biasa. Orangtuaku ingin mengenalmu lebih dekat,” jelas Saka.

“Eh, tapi aku… Gio juga…” Viya meragu. Dia khawatir jika membawa Gio ke acara keluarga bisa menimbulkan pertanyaan yang sulit dijawab.

“Tenang saja, Viya. Ini bukan acara formal. Kami hanya ingin berbincang dan bersenang-senang,” kata Saka, meyakinkannya.

Setelah berpikir sejenak, Viya akhirnya setuju. “Baiklah, aku dan Gio akan datang.”

Ketika mereka pulang, Gio tidak sabar menceritakan tentang hari yang menyenangkan. “Ma, Tuan Saka baik sekali! Aku ingin bermain dengannya setiap hari!”

“Ya, Saka memang teman yang baik,” jawab Viya sambil tersenyum, tetapi dalam hatinya, dia merasa gelisah tentang pertemuan mendatang.

Hari itu cerah ketika Viya dan Gio bersiap untuk menghadiri acara keluarga di rumah Saka. Meskipun Viya merasa sedikit cemas, Gio tampak sangat antusias. “Ma, aku sudah siap! Kita akan bersenang-senang lagi!” serunya, sambil melompat-lompat.

Viya tersenyum, berusaha menutupi kegugupannya. “Iya, sayang. Kita akan bersenang-senang. Tapi ingat, kita juga harus sopan kepada tamu-tamu,” nasihatnya.

Sesampainya di rumah Saka, Viya merasa lebih tenang. Nyonya Lisa dan Tuan Leon sudah menunggu di pintu. Mereka menyambut Viya dan Gio dengan hangat. “Selamat datang, Viya! Gio! Senang sekali kalian bisa datang lagi,” ucap Nyonya Lisa, senyumnya tulus.

“Terima kasih, Bu. Kami senang bisa datang,” balas Viya, merasa lega melihat sambutan hangat itu.

Saka muncul dari dalam rumah, menyapa mereka dengan ceria. “Aku sudah menyiapkan permainan untuk Gio! Dia pasti akan menyukainya.”

“Mari kita mulai!” Gio berteriak kegirangan, berlari menuju taman belakang di mana permainan telah disiapkan.

Saat acara berlangsung, Viya mencoba menenangkan diri. Nyonya Lisa berusaha untuk mengobrol dengannya, menanyakan tentang kehidupan Viya setelah kembali ke kota. “Jadi, bagaimana kamu menemukan kembali hidup di sini, Viya? Apa yang paling kamu nikmati?”

Viya menjawab dengan santai. “Saya menikmati bisa menghabiskan waktu bersama Gio. Dia adalah segalanya bagi saya.”

Nyonya Lisa mengangguk, menunjukkan pengertian. “Anak adalah kebahagiaan yang luar biasa. Kami juga sangat menyayangi anak-anak kami.”

Sementara mereka berbincang, Gio tampak asyik bermain dengan anak-anak lain. Viya merasa nyaman dalam suasana hangat itu, tetapi semua rasa tenang itu tiba-tiba sirna saat dia melihat sosok yang tidak asing.

Aleandro, dengan penampilannya yang karismatik, memasuki halaman. Sekali lagi, jantung Viya berdebar kencang. Dia tidak siap untuk bertemu Aleandro di acara ini. Dia terlihat lebih matang, dan aura percaya diri mengelilinginya.

Nyonya Lisa tersenyum saat melihat Aleandro. “Aleandro, kamu datang! Kenalkan, ini Viya dan anaknya, Gio,” ujarnya, mencoba memperkenalkan mereka.

Viya terdiam sejenak, berusaha menahan perasaannya. “Eh, halo, Aleandro,” ucapnya, suaranya hampir bergetar.

Aleandro terkejut melihat Viya. “Viya? Kamu di sini?” tanyanya, nada suaranya begitu tegas

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status