Anya tersenyum saat bangun tidur tadi, matanya langsung terbuka lebar mengingat kejadian tadi malam. Dia membuka selimutnya dan berlalu mandi.
Kolam renang yang dihiasi lampu warna-warni sebagai maskotnya itu tampak hangat. Terlebih lagi di dalamnya ada dua insan yang tidak tahu waktu.
Tepat pukul sebelas malam, Anya dan Harshad berencana masuk ke kolam renang untuk bermain air. Jika saja Bryan melihat ulah mereka, bisa dipastikan kalau Bryan akan menyebut dua orang itu sebagai musuhnya.
Bagaimana tidak. Sudah lama Harshad menghindari kolam renang karena setiap berada di kolam renang dia selalu dihantui rasa bersalah pada ayahnya. Tapi sekarang, mereka bermain air seperti tidak ada waktu lain saja.
“Sini!” ujar Harshad menarik Anya agar mendekat ke arahnya. Lampu pinggir kolam sudah dimatikan oleh anak buah Harshad yang bertugas jaga, itu memang instruksi dari sang tuan muda.
“Bukankah kau sudah lama tak menyentuh kolam renang?&rd
Bryan keluar dari kamar Harshad dengan pandangan kosong, Danu segera bertanya."Apa semua baik-baik saja, Tuan?" tanya Danu. Bryan hanya mengubah pandangan matanya yang kosong."Kenapa kamu nggak bilang kalau ada Anya di dalam?" jawaban Bryan membuat Danu yakin kalau sekretaris Bryan baru saja melihat adegan baru."Maaf, Tuan. Saya kira tidak akan terjadi masalah meskipun Nona Anya ada di kamarTuan Muda.""Ah sudahlah. Lagipula memang Harshad belum pernah seperti itu, ayo turun!"Selama perjalanan turun dari lantai atas Bryan terus berpikir kalau Harshad sudah benar-benar bisa melupakan semua yang pernah terjadi di masa lalu. Kalau memang iya seperti itu berarti bagus, mengingat Harshad yang sangat sulit untuk diajak bertemu dokter berkonsultasi tentang traumanya.Harshad juga tidak pernah menceritakan traumanya kepada ibunya dan siapapun kecuali orang-orang yang ada di New York menemaninya. Bryan tahu semuanya tentang Ha
Setelah menyelesaikan sarapannya, Harshad langsung keluar dari ruang makan untuk mencari Bryan. Melihat ruang kerjanya yang kosong, dia berpikir Danu sudah berangkat ke kantor. Di depan pintu utama Harshad berdiri sembari membenarkan kancing kemejanya, beberapa penjaga sudah berdiri di tempat mereka seperti biasa, hanya saja ada satu kejanggalan yang mengganggu mata Harshad sampai bibirnya tertarik ke atas sedikit.Bryan mengelap kaca spion mobilnya sambil bernyanyi kecil, bukannya menyuruh orang lain malah Bryan sendiri yang melakukan. Kalau saja Doni ada di sini pasti Doni adalah orang yang pertama kali tidak setuju melihat Bryan melakukan itu."Loh, masih belum berangkat?" tanya Anya melihat bayangan Harshad dari kaca batas ruang tamu dan ruang tengah."Bentar lagi, nunggu Bryan selesaiin kerjaannya," balas Harshad sambil sedikit memelankan suaranya."Owhh, aku pengen keluar, Shad."Harshad menoleh ikut duduk di samping Anya, "Aku nggak ngelaran
Pagi hari di Indonesia, sudah dua tahun ini Doni tidak pulang ke Indonesia. Ada yang harus dia selesaikan di New York bersama dengan sekretaris Bryan dan kepala keamanan. Dua tahun ini merupakan tahun yang berat bagi tuan muda mereka, banyak yang harus mereka urus untuk menjaga keamanan dan kenyamanan Harshad.Sebenarnya dia tahu maksud tuan muda meminta dia yang lebih dulu pergi ke Indonesia. Di Tanah Air masih ada ibunya yang harus dia jaga, dan juga Harshad sudah menganggap ibu Doni sebagai keluarga barunya.“Selamat pagi, Tuan Doni,” sapa Helen yang baru keluar dari kamarnya.“Pagi, Nyonya.” Doni tersenyum, dia mengambil alih kopi di tangan Helen.“Saya dengar putri saya sedang bersama Tuan Muda Akandra, Tuan. Apa benar?” tanya Helen.“Benar, Nyonya. Apa anda sudah mengetahui siapa itu Tuan Muda Akandra?” tanya Doni. Helen menggeleng pelan. Dia memang pernah mendengar tentang Akandra Grup. Tapi ju
Pukul 22.20 Harshad dan Bryan baru sampai di penthouse nya. Bryan langsung masuk ruang kerja karena ada beberapa hal yang perlu dia bereskan. Sedangkan Harshad langsung naik ke kamarnya untuk mandi dan meluruskan otot-otot tubuhnya yang menegang akibat seharian duduk.Lampu rumah itu tidak pernah padam, meskipun malam telah larut, rumah itu tetap terang benderang seperti ada pesta. Danu belum bisa istirahat, dia yang bertugas memastikan rencana Bryan berjalan dengan lancar. Dia sedang berada di markas tersembunyi intel Akandra grup.Harshad melepaskan jas yang menempel di badannya, dia ingin segera mengguyur tubuhnya dengan air hangat dan membilasnya dengan sabun kesukaannya. Setelah masuk kamarnya, matanya menyipit. Sejak kapan lampu di kamarnya tidak berfungsi? Kenapa bisa mati?Laki-laki itu menyampirkan jasnya di lengan kirinya. “Kok bisa mati, sih?” ucap Harshad sambil bertepuk tangan dua kali. Dan lampu menyala otomatis.Harshad langsung
Keberangkatan dan kepulangan Harshad memang sudah ditunggu oleh para musuhnya. Bahkan tidak hanya sekali mata Harshad bertemu dengan pandangan orang yang mengintainya.Namun dengan tenang Harshad berjalan seperti tidak terjadi apa-apa. Karena memang sudah dia duga sebelumnya. Dan jika dilihat lagi dengan teliti, mana mungkin petugas bandara menggunakan jasa yang berlambang pedang dan trisula. Bukankah seharusnya gambar pesawat, ya?“Take off 15 menit lagi, Shad.” Bryan memberi tahu. Harshad mendongak dan mengangguk.“Danu ada di sini, gue tinggal dulu,” tambah Bryan.“Iya, be careful.”“Trust me.” Selanjutnya Bryan mengganti pakaian resminya dengan kaos hitam dan manset berwarna navy. Tak lupa dengan topi dan masker hitam untuk menutupi dirinya. Dan benar saja, dia bisa menghindari awasan para anak buah Gala.Bryan kembali ke penthouse, sedangkan Harshad, dia baru saja mengirim pesan pada Anya
Anya menenteng tasnya dengan bahagia, di belakangnya ada Bryan yang senantiasa waspada dengan keadaan sekitar dan dalam kondisi apapun. Dulu dia sangat ingin menegur Bryan yang terlalu waspada pada pada apapun, tapi ternyata sekarang dia juga menjadi hal yang benar-benar dijaga oleh Bryan. “Gue titip Anya, Bro,” ucap Harshad sembari menepuk bahu Bryan. “Lu jaga dia baik-baik kayak lu jaga gue, understand?”“Iye, Shad. Bisa ngelindungin Anya sampe Indonesia adalah sebuah hal baru untuk gue, mana ada selama ini gue jagain cewek orang, iya, kan?” jawab Bryan serius tapi melucu di akhirnya. “Bego, lagian kapan elu punya cewek?”“Sebenernya gue mampu cari cewek, secara gue itu tampan, kaya, mapan, kan idaman banget gue, ye kan?”“Iye, songong terus sono!”“Ya lagian elu, gue itu udah nutup telinga lama-lama gara-gara gue mesti dibilang pacar elu. Cuman buat ngelindungin elu dan buat elu sembuh dari trauma elu. Semua ini buat elu, Boys,” cecar Bryan mengang
Perjalanan Gala ke penthouse Harshad dilingkupi harapan yang besar, dia enggan diperalat lagi oleh Jane. Semua yang ada di hidupnya sekarang adalah pemberian Jane, tapi jika dia bisa memilih, ia akan lebih bahagia dengan apa yang bisa dia dapatkan sendiri, bukan dengan mengabdi pada orang lain. Danu menunggu kedatangan seseorang di dalam penthouse tersebut, kakinya menyilang dan dia mengetuk-ngetuk pelan jarinya di lutut. Sudah tiga kali dia melirik jam tangannya, tebakan Bryan tidak mungkin meleset. “Mereka sudah datang, Tuan.” Seorang penjaga menghampiri Danu dan melaporkan. “Kalian bersiap, jangan lakukan apapun pada mereka. Ingat pesan Tuan Muda!” pinta Danu. “Baik, Tuan.”“Saya awasi dari atas.”“Baik, Tuan.” Danu mengantar kepergian penjaga tersebut sampai hilang dari pandangannya. Lalu dia naik ke lantai dua, berdiri sambil menjejalkan tangannya ke saku celana. Dua orang bertubuh kekar turun dari mobil Alphard hitam, mereka mendekati pi
Bryan membawa Anya ke mansion Harshad. Rumah yang pernah dia dan Harshad tinggali sementara karena kejaran pembunuh bayaran yang disuruh oleh orang misterius. Rumah itu selalu menyediakan kenyamanan yang tidak bertanding, seorang Bryan yang tidak bisa jauh dari pusat kota. Jika sudah berada di sana malah lebih baik dia mengurung diri di dalam rumah. Pintu gerbang besar berwarna hitam menyambut mereka, Bryan tersenyum menoleh pada Anya. “Selamat datang di Mansion rahasia Tuan Muda, Nona Anya,” ucap Bryan melebarkan tangan layaknya sedang mempersilahkan seseorang. “Mansion rahasia?” “Yap, ini Mansion hanya aku dan Harshad yang tahu, Tuan Besar menghadiahkan dan mewariskan rumah ini pada Tuan Muda tanpa sepengetahuan siapapun,” jawab Bryan sambil merebut tas yang ada di tangan Anya, dia menjelaskan sambil berjalan masuk. “Jadi aku adalah orang ketiga yang tahu tempat ini?” “Mmm, bukan, sih. Lebih tepatnya, orang asing yang pertama kali datang dan tahu tempat