"Maafkan aku paman, ini semua murni kesalahan Fatih. aku sudah mendapatkan semua bukti yang mengarah ke Fatih. bahkan orang -orang yang ikut terlibat, mereka semua sudah mengatakan yang sebenarnya," ucap Nazar. Lukman diam, nyeri ulu hatinya, seorang anak yang dibangga-banggakan ternyata sekarang berada di balik jeruji besi. "Maafkan Fatih, saya sebagai kepala keluarga memang gagal mendidik Fatih," Lukman masih menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Nazar. walaupun terbaring sakit, Nazar memang masih tegas dan keras dalam berbicara. "biarlah Fatih menjalani hukuman paman, bukannya saya tidak sayang sama dia. tapi Fatih memang harus dibeli pelajaran. kekalahan dia begitu fatal sama saya. Paman bisa merasakan sendiri, seandainya orang tua Paman ada yang membunuh bagaimana? padahal yang dibunuh itu banyak menolong dirinya, bagaimana paman?" tanya nazar dengan suara tertahan. Lukman terdiam, memang benar apa yang dikatakan Nazar. seandainya hal itu terjadi dengan dirinya,
"Kamu Jangan membohongi aku sayang, katakan terus terang ada apa sebenarnya?" tanya Nazar sambil menatap intens. "Tidak apa-apa Mas," cara menatap suaminya. "jangan bohong," dari sorot mata Zahra, terlihat Zahra sedang berbohong. genangan air mata terlihat di pelupuk matanya. "Aku tidak bohong," Zahra masih berkelit. "Apakah sebagai seorang suami, tidak boleh mengetahui masalah yang sedang dihadapi istri?" tanya Nazar. Zahra menundukkan kepalanya sejenak. kemudian Zahra mengangkat kepala, buliran bening mengalir di pipi Zahra. "pengawal!" teriak Nazar. terlihat seorang pengawal datang tergesa-gesa, lalu membungkuk hormat ke arah Nazar. "cek semua CCTV!" perintah Nazar dengan tegas. pengawal kembali mengganggu hormat, bergegas keluar untuk mengecek cctv.tidak lama kemudian, pengawal datang sambil memberikan bukti. Zahra masih terisak dalam pelukan Nazar, hatinya perih mendengar kata-kata dari Mirna."cepat panggil tante Mirna!" teriak Nazar emosi, saat melihat video dari
Ahmad menatap nyalang ke arah anaknya yang baru datang. Zia terlihat santai dengan wajah polosnya, tanpa terlihat berdosa sama sekali."akhhhhh, rasanya lega sekali habis healing bersama teman-teman," ucap Zia sambil merentangkan tangannya. teriakan Ahmad tidak dihiraukan sama sekali sama Zia, yang terlihat malah duduk santai. "Zia, kamu dengar tidak ayah!," sentak Hanum yang ikut jengkel melihat tingkah laku anaknya. "apaan sih Bu, aku kan cuma ingin bersantai-santai sama teman," ucap Zia kesal."kamu yang mengambil uang ayah kan?" tanya Hanum.Zia tidak terkejut sedikitpun, malah dia tersenyum. " alah cuma uang segitu saja, uang ayah kan banyak. wajar dong uang itu diambil sama anaknya,"jawab Zia seenaknya. "Zia! kamu keterlaluan sekali! kamu itu sudah dewasa bukan anak kecil lagi! kamu sudah mencuri uang kami!" bentak Ahmad emosi. Zia langsung terlonjak saking kagetnya. " mencuri! apa maksud ayah! aku tidak mencuri uang Ayah sama sekali! sudah sudah Zia bilang dari tadi, uang
Mirna kebetulan hari ini mampir dulu ke restoran, setelah mengunjungi Fatih di kantor polisi. dengan wajah emosi, Mirna berjalan cepat ke arah dua orang yang sedang duduk berhadapan. Mirna lalu bertepuk tangan, sambil tersenyum sinis, Mirna kemudian berdiri di hadapan mereka berdua. "bagus, ternyata aku bisa memergoki kalian sedang berbuat mesum," ucap Mirna sinis. Humaira dan Lukman Langsung melempar pandangan, mereka berdua tidak merasa berbuat mesum. saat ini sedang berbicara di sebuah restoran dengan tempat terbuka untuk umum. "Mbak, saya dan mas Lukman sedang berbicara di tempat umum, kami berdua sedang makan mbak, Mbak jangan bicara seenaknya," ucap Humaira dengan tenang. "iya, jangan menuduh yang tidak-tidak Mirna. saya dan Humaira tidak punya hubungan apa-apa, kami cuma sebatas ngobrol di restoran ini," imbuh Lukman.emosi Mirna langsung naik, matanya menatapnya Lang ke arah Humaira.telunjuk Mirna langsung mengarah ke wajah Humaira. "dasar wanita tidak tahu diri! di man
"kenapa Pak Dilan? kaget ya? setelah tahu siapa pemilik perusahaan ini?" tanya pimpinan Dilan sambil terkekeh. wajah Dilan langsung pucat pasi, karena tidak menyangka perusahaan tempatnya bekerja milik kakak ipar istrinya. "tuan Nazar orangnya memang tidak pernah muncul di hadapan kita. dan kami kami adalah orang kepercayaan dari Tuan Nazar. bila memang Pak Dilan berkehendak ingin menjenguk Tuan Nazar, ayo kita pergi bersama-sama ke rumah sakit."Dilan masih bengong, rupanya pimpinan perusahaan mengajak Dilan untuk menjenguk pimpinan tertinggi perusahaan Al Ghazali. "kami juga akan mengajak istri kami melihat tuan Nazar," lanjut pimpinan perusahaan. "baiklah Pak, mau ikut menjenguk Tuan Nazar," akhirnya Dilan mau menjenguk. "Aku benar-benar tidak tahu kalau suaminya Kak Zahra pimpinan perusahaan. ah berarti......" pikiran Dilan langsung merencanakan sesuatu. kalau perusahaan ini milik Nazar, kemungkinan besar Dilan bisa diangkat menjadi pimpinan perusahaan. Dilan langsung terl
Zia sedikit heran, melihat rumah sakit yang semewah ini, Zia hatinya terus bertanya-tanya, apalagi saat tadi naik ke lantai 3 memakai lift secara khusus."Masa sih Mas Nazar seorang pemulung, dirawat di rumah sakit yang mewah ini?" tanya Zia dalam hati.tadi juga sewaktu tiba di rumah sakit, Zia sedikit heran saat melihat seseorang diantara pimpinan perusahaan itu. orang pria yang pernah bertemu dengan Zia sewaktu di restoran. Zia juga sempat herankeluar dari lift, mendapatkan pengawalan yang cukup ketat.makanya sewaktu masuk ke dalam ruang perawatan Nazar, Zia langsung terkejut.Melihat Nazar sedang berbaring di atas tempat, sedang disuapi Zahra.ada rasa iri dalam hati Zia melihat kemesraan antara Zahra dan Nazar. mata Zia terus saja memperhatikan mereka berdua.Zahra langsung menoleh, wajah Zahra langsung berbinar saat melihat adiknya."Zia!" pekik Zahra.para pimpinan perusahaan langsung bengong, ternyata istri bos mereka mengenali Zia, yang tak lain dari istrinya Dilan. Zia se
"kenapa sayang?" tanya Nazar saat melihat wajah Zahra meringis kesakitan, sambil memegang perutnya. "perut aku sakit Mas," jawab Zahra. "cepat panggil dokter!" perintah Nazar sama salah seorang pengawal, yang kebetulan masuk ke dalam ruangan.Tak lama kemudian, dokter bersama seorang suster datang. "cepat periksa istri saya dokter!" perintah Nazar dengan wajah cemas. dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan istrinya. Zahra langsung duduk di atas kursi roda, karena melihat wajahnya yang pucat. "permisi tuan saya mau memeriksa istri anda dulu," ucap dokter itu dengan sangat hormat. Zahra langsung diperiksa di ruang pemeriksaan. dengan teliti dokter memeriksa bagian perut Zahra. "Apakah Anda sudah sarapan pagi nyonya?" Tanya dokter. Zahra menggelengkan kepalanya, memang tadi rencananya setelah menyuapi Nazar. Zahra akan sarapan pagi. "hati-hati nyonya, jaga kondisi kesehatan nyonya. apalagi akhir-akhir ini cuaca sedang ekstrem, minumlah obat dulu sebelum anda sarapan," dokter la
"maksud kamu ada apa?" potong temannya cepat. "Ya biasalah zaman sekarang, kamu juga nanti sendiri akan mengerti," jawab temannya. terlihat tiga orang office boy sedang membereskan ruangan buat Sinta dan Nita. tidak lupa juga dua buah meja sudah dipasang di ruangan itu. semua barang-barang Nita dan Sinta dipindahkan. Sinta dan Nita mendapatkan tatapan sinis dari beberapa orang karyawan, tetapi tidak digubris sedikitpun sama mereka. "Sinta, coba kamu ceritakan, kenapa kita sampai pindah ruangan?" tanya Nita setelah dirasa cukup santai. "kita berdua harus menghandle pekerjaan Zahra, saat ini suami Zahra berada di rumah sakit. dia sudah minta izin keluar, mungkin bos memberinya cuti beberapa bulan. agar Zahra bisa mengurus suaminya," jawab Sinta. "oh rupanya begitu ya, berarti kita tidak selamanya di sini kan? seandainya Zahra sudah masuk, kita kembali ke posisi semula," ucap Nita. "entahlah aku tidak tahu, kita ikuti saja dan turuti apa kemauan buat kita, sudah aku bila