Pembalasan Dendam Arjuna!
Aroma tanah basah membuat Safa terbangun dari mimpi buruknya. Sekujur tubuhnya kuyup akibat hujan yang turun semalaman. Safa dapat merasakan hawa dingin menyelimuti dirinya. Tubuh Safa masih sangat lemas, ia berusaha menyadarkan diri dari apa yang sedang terjadi padanya. Yang pertama kali ia lihat ketika membuka kedua matanya adalah langit yang masih hitam. Mungkin hari sudah hampir pagi saat ini, sama sekali tak terlihat bintang di langit yang berkabut itu hanya ada bulan yang bersembunyi di balik kabut putih. Perlahan ingatan kejadian beberapa jam yang lalu bermunculan. Safa ingat, orang terakhir yang ia temui Arjuna. Itu bukan mimpi, melainkan kenyataan dan Safa masih dalam pengawasannya sampai detik ini.
Safa tidak bisa bergerak karena kedua tangannya diikat ke belakang. Bawahannya memakai rok span selutut yang lumayan ketat sehingga menambah kesulitan untuk bergerak.
"Tolong!" Teriaknya sekuat tenaga, namun suara itu hanya terdengar jeritan yang tidak jelas artikulasinya karena mulut yang disumbat dengan kain berwarna hitam.
Arjuna telah membekap dan mengikatnya di tengah jalan yang kecil sepi.
Safa menjerit sekencang-kencangnya berharap seseorang mendengar suaranya paraunya namun siapa yang peduli teriakan di jam-jam tidur seperti ini?
Suaranya telah habis, menangis pun rasanya sudah lelah sekali. Safa kembali memejamkan matanya, berharap mukjizat tuhan untuk membukakan pintu hati Arjuna agar mau melepaskannya. Perlakuan Arjuna sudah kelewat batas, ini sudah mengancam keselamatan Safa. Padahal ia tak pernah tahu apa kesalahan yang pernah diperbuat. Setidaknya bisa bicarakan baik-baik, atau jika masa lalunya sudah tak bisa dimaafkan lebih baik kirim ia ke kantor polisi. Safa ikhlas daripada harus mendapatkan perlakuan seperti ini.
Tapi seingatnya, Safa tak pernah berurusan dengan Arjuna. Satu-satunya yang menghubungkan pelik permasalahan mereka, hanya hubungan dengan Zhafran yang terlibat cekcok perselingkuhan bulan lalu. Dan itu sama sekali bukan salahnya, Zhafran yang selingkuh dan meminta putus bukan Safa.
Kembali Safa membuka matanya saat suara berisik motor trail memekik telinga. Mungkin inilah bala bantuan datang yang akan menolongnya. Sinar lampu motor menyoroti wajah Safa membuatnya memalingkan muka karena silau. Motor itu semakin mendekat, kemudian berputar mengelilingi Safa. Detik itu juga Safa mengerti bahwa itu bukan pertolongan melainkan bagian dari rencana Arjuna untuk menyakiti dirinya.
Motor yang melaju dengan kecepatan tinggi itu tempat mengarah ke depannya.
Kedua bola Safa melebar Tenggorokannnya sudah tak mampu bersuara, hanya dalam hatinya meronta meminta pertolongan dan menangis sejadi-jadinya.
Safa berusaha untuk bergerak, menggusrak kakinya ke aspal hingga lecet dan berdarah. Tampilan roknya sudah semakin koyak.
Detik... demi detik... Motor trail yang ditunggangi Arjuna akan menghantam tubuh mungilnya. Mungkin jiwanya tak akan selamat, jika selamat pun Safa akan mengalami kelumpuhan.
Safa memejamkan matanya rapat-rapat, tubuhnya bergetar hebat, merasakan gelap semakin mencengkam menghadapi eksekusi yang menantinya.
"Apakah besok aku bisa melihat matahari bersinar lagi?"
"Mimpiku... haruskah semuanya aku ikhlaskan berakhir?" Rintihnya dalam hati, meneteskan buliran bening yang terus menggeliat di kelopak matanya.
GREPP
Tubuh lemah itu tampak dengan mudah dibawa pergi oleh seseorang tanpa perlawanan. Dalam waktu yang singkat dan Safa bahkan tidak menyadari jika seseorang telah memasukannya ke dalam mobil.
Tubuh Safa menggeliat di kursi samping kemudi. Kelopak matanya terlalu berat untuk terbuka karena lelehan air mata yang membeku.
Desahan napas memburu dari lubang hidung mungil itu, secara singkat seseorang yang tadi membawanya masuk dalam mobil melepaskan kain yang membekap mulutnya. Membuat napas terhembus dari hidung dan mulut keluar secara memburu untuk menghentikan sesak di rongga dadanya karena sesak dan kedinginan.
"Tolong, aku mau pulang!" Paraunya dengan suara serak bahkan sudah tak terdengar jelas lagi. Akhirnya mulutnya bisa bebas mengeluarkan suara meski tenggorokannya sangat sakit dan tercekat.
"Pak Juna!" Lirihnya sambil tersenyum ketika kedua netranya menangkap wajah seseorang yang telah menyelamatkannya. Safa bersyukur karena bukan Arjuna yang mengendarai motor trail itu.
Arjuna tak seburuk itu untuk dikatakan seorang pembunuh, buktinya kini orang berhati dingin itu menyelamatkannya dari dekapan maut. Artinya Arjuna masih punya hati nurani.
"Aku kira cara tadi kurang tepat untuk membalasmu," Jemari Arjuna menyentuh pipi kemudian turun ke leher membuat Safa merinding ketakutan. Baru Safa sadari, jika bau alkohol masih melekat pada tubuhnya yang dingin itu. Arjuna tak berubah, tetap menjadi sosok yang menyeramkan setiap kali Safa temui. Iblis yang menyamar dalam wujud manusia kharismatik yang dicintai banyak orang dan bagi Safa Arjuna adalah pria menakutkan. Keterbalikan dari kakaknya yang sangat lembut dan berhati malaikat.
"Pak lepaskan saya pak! Saya ingin pulang!" Kedua tangan yang masih rekat terikat itu nekat terjulur memukul dashboard yang ada di sampingngnya Arjuna acuh, malah mengendalikan mobilnya pergi entah akan membawanya ke mana.
"Pak saya mau dibawa ke mana? Tolong lepaskan saya jika tidak saya akan lapor polisi!" Ancamnya setengah lantang meski suaranya sudah habis-habisan.
Arjuna berdecih,"Kamu ancam saya? Kamu pikir mempan?" Arjuna tersenyum sinis, mengacuhkan ucapan Safa yang ingin melaporkannya ke polisi.
"Laporkan saja! Lalu akan kugulingkan mobil ini bersamamu!" Arjuna tertawa, ini pertama kalinya Safa benar-benar melihat dan mendengar langsung suara iblis tertawa. Pria kejam itu menghentikan mobilnya di sebuah gudang yang jauh dari tempat tinggal penduduk.
Safa kembali berteriak, sekelilingnya amat menyeramkan dan gelap. Sepi, hanya ada suara jangkrik yang terdengar nyaring. Bahkan hawanya sudah kurang enak saat pertama kali kakinya menginjakkan diri di sana.
"Teriaklah, sampai pita suaramu putus aku akan mendengarkanmu." Arjuna tertawa riang, teriakan Safa seperti nyanyian indah yang menghiburnya malam ini sehingga Arjuna sengaja melepas kain penutup yang membungkam bibirnya tadi.
"Dasar iblis! Tidak bermoral! Kau sama sekali tidak pantas disanjung! Dasar lelaki jahat!" Umpatan terdengar lemah dari bibir pucat itu. "Semoga tuhan menghukummu!" Arjuna yang sudah dirasuki mendorong tubuh Safa ke tembok, menyentuh ranum bibir Safa dengan bibir tipisnya. Safa merasakan bibirnya sedang bersentuhan dengan es yang sangat dingin, juga bau alkohol yang semakin tak terkendali menguar di hidungnya.
Arjuna sama sekali tak terusik, pada pukulan-pukulan lemah dari tangan mungil yang memukul dadanya. Ia sangat paham jika perempuan yang sedang ia cumbu sudah kehabisan napas. Justru Arjuna semakin tertarik untuk menghabiskan malam yang indah dengan gadis yang pernah menjadi milik kakak tercintanya itu.
Arjuna menyentuh kancing atas kemeja yang Safa gunakan. "Mau apa lagi?" Arjuna tersenyum miring, kemudian melanjutkan kegiatannya melucuti pakaian yang Safa kenakan. "Aku kedinginan, berikan tubuhmu!" Bisiknya di telinga Safa, kemudian ciumannya melesat ke area leher menyesap aorma dingin dari kulit yang terlalu lama berada di area lembab ini. Tubuhnya dan tak henti-hentinya bergetar sembari memberikan penolakan, kepalanya sudah tak bisa diajak berdiskusi sehingga tak tahu caranya untuk melepaskan diri dari cengkraman iblis yang menjeratnya. Sampai suatu ketika ia kepikiran untuk menendang selangkangan Arjuna dan berhasil mendarat di pahanya.
"Akh sialan!" Erang Arjuna yang menjauh merasakan ngilu di bagian tulang pahanya yang terkena tendangan.
Tak cukup kuat untuk berlari karena getaran hebat yang menjalar di tubuhnya Safa hanya mematung karena efek syok yang ditimbulkan, sampai akhirnya Arjuna punya kesempatan untuk kembali menyerangnya dengan brutal.
Arjuna berhasil membanting tubuh kecil Safa di lantai kemudian menindihnya. Menjamah setiap titik sensitif yang merangsangnya untuk mengeluarkan suara aneh yang menyeramkan sekaligus menjijikan.
Malam tak berbintang itu, juga lantai yang dingin menjadi saksi bisu detik-detik kehancurannya. Safa rasakan sakit di seluruh tubuhnya apalagi perasaannya.
Tubuh Safa mati rasa setelah Arjuna berkali-kali menembus pertahanannya secara paksa tanpa punya perasaan. Safa luluh lantah, berusaha menyandarkan tubuhnya pada dinding. "Tanpa kamu sadari, mungkin ini balasan atas apa yang pernah kau lakukan karena telah berani mencintai kakakku." Tatapan tajam perempuan itu menyiratkan kebencian, wajah pria itu akan teramat membekas dalam ingatannya. Safa menghentikan suara-suara kepiluannya yang mungkin dapat membuat Arjuna merasa menang atas dirinya.
"Kau pantas mendapat mendapatkannya Safa!" Hardik Juna sembari memakai kembali kemejanya. Sorot mata tajam perempuan tadi terlihat lemah dan sayu, bulir-bulir air matanya lembut mengalir di pipi tanpa disuruh. Ia memunguti pakaian dalamnnya yang tercecer, karena saat itu yang tersisa di tubuhnya hanya kemeja putih yang beberapa kancingnya terlepas dan rok yang jahitannya robek.
Arjuna membalikkan badan dengan senyum kemenangannya, balas dendamnya sudah puas kepada perempuan yang telah menyebabkan kakaknya meninggal itu. Bibir yang bergetar itu mencoba untuk berkata membuat Arjun menghentikan langkahnya.
"Kenapa tak sekalian kau membunuhku dengan caramu yang tadi? Menabrakku hanya akan membuat tubuhku hancur, bukan harga diriku. Dengan begitu aku juga bisa bertemu dengan kakakmu itu. Daripada kau hancurkan aku dengan caramu yang menjijikan ini." Racaunya. Mendengar itu Arjuna mengepalkan tangannya, kedua rahangnya terlihat semakin menegas.
"Bahkan aku tidak tahu jika mas Zhafran tiada. Kau tidak tahu betapa terpukulnya aku mengetahui berita itu darimu." Dada Safa semakin terasa sesak, mengingat bagaimana cara Zhafran memperlakukannya dengan lembut dan tak pernah macam-macam dengannya.
"Aku sudah hancur karena mas Zhafran meninggalkanku dan kini kau tambah lagi dengan perbuatan kotor mu ini!" Ucapnya bergetar, berusaha menutup bagian tubuhnya menggunakan kemeja dan dengan bantuan tangan.
"Zhafran yang memintaku putus tanpa alasan yang jelas, bahkan dia ketahuan selingkuh tapi aku memaafkannya dan berusaha memperbaiki hubungan kita." Safa tertawa memalingkan wajahnya.
"Percuma! Sepanjang apapun aku bercerita kau tidak akan percaya. Aku sudah rusak sekarang dan tidak akan pernah kembali semula, seperti sebelum aku bertemu denganmu." Tukasnya membuat dada Arjuna sesak, ia mengakui bahwa ada sedikit penyesalan di sana.
Tubuh Safa tergolek lemas di atas lantai yang kotor dan lembab. Ia baru bergerak setelah pingsan selama beberapa jam, lalu mendapati tubuhnya penuh luka lebam. Semuanya masih sama, bukan sebuah mimpi ia menemukan dirinya dalam keadaan hancur dan rusak.Di tubuhnya melekat sesuatu yang terlihat asing, semalam jas hitam itu belum ada untuk menutupi tubuhnya. Safa mengenalinya, itu adalah jas kerja milik Arjuna yang ia pakai semalam ketika ia melakukan perbuatan keji itu. Mungkin sengaja ia berikan pada Safa untuk menutupi pakaiannya yang rusak.Saat itu, Safa berpikir seribu kali untuk bangun. Akan lebih baik jika ia bertahan di sana menunggu ular memangsa atau sesuatu berbahaya lain, agar ajal datang menjemputnya lebih cepat. Namun Safa teringat kedua orang tuanya, bagaimana mungkin Safa pergi tanpa mengucapkan permintaan maaf karena telah mengecewakan hati mereka.Safa meringis karena terkepung oleh rasa perih dan ngilu di sekujur tubuh. Saat dulu jatuh dari sep
Sebuah mobil CRV hitam terhenti pada kafe di pinggiran jalan kota yang terletak di tengah-tengah plaza dan pusat perbelanjaan. Bayang-bayang Safa yang telah ia lecehkan secara fisik maupun seksual terus menghantui pikirannya.Arjuna ingat, malam itu ia hanya meninggalkan jas untuk menutupi tubuhnya karena pakaian Safa rusak oleh ulahnya. Sempat merasakan kepuasan, namun batinnya mendadak tak tenang. Ada saja waktu yang mengantarkannya untuk mengingat Safa.Bahkan Arjuna juga sedikit merasa menyesal telah membuat Safa kehilangan kesuciannya, seharusnya sejak awal Arjuna membunuhnya saja jika memang sudah terlanjur kesal.Mungkin karena Arjuna takut jika Safa akan menjebloskannya ke penjara? Oh, tapi sejak awal Arjuna sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Bukankah Arjuna punya banyak lawyer yang bisa membelanya. Bermodalkan uang yang banyak, Arjuna bisa menyewa pengacara-pengacara hebat untuk membebaskannya dari tuntutan.Ia memu
Kesalahan fatal telah Rima lakukan karena meninggalkan Safa sendirian di kontrakan. Baru saja Rima datang dengan wajah dipenuhi peluh setelah mengikuti kegiatan kampus ia melihat Safa sudah bersiap menyayat pergelangan tangannya sendiri dengan pisau cutter. "Astaghfirullah mbak!" Rima segera merebut pisau itu dari arah belakang, namun Safa terus mempertahankan pisau yang sudah menyentuh kulit nadinya. Rima berusaha menarik benda itu sebelum melukai tangannya."Istighfar mbak, kenapa harus seperti ini ya Allah!" SREETT Darah segar mengalir dari pergelangan tangan Safa dengan begitu derasnya. Pisaunya berhasil Rima ambil namun sayangnya pisau itu sudah lebih dulu melukai tangan Safa. Rima panik melihat darah yang tercecer di lantai, wajah Safa yang kian pucat dan akhirnya tidak sadarkan diri. "Kita ke rumah sakit sekarang mbak!" Di dunia ini hal yang paling membosan
Tanpa membalas pertanyaan Renita, Arjuna tetap melajukan mobilnya ke arah rumah sakit. Sesampainya di sana ia meninggalkan Mamanya dan meminta supir untuk mengantarkannya pulang sebelum ia mendatangi tempat tadi.Sesuatu telah menarik Arjuna untuk datang kembali menemui Safa yang sudah dalam puncak kehancurannya.Layaknya tertusuk belati, dadanya terasa sesak, seiring langkah tangguhnya mendekati Safa yang masih menutup mata. Aura sedingin es memenuhi ruangan ketika Arjuna mendekat dan bersuara."Safa kenapa?"Rima seketika menegang ketika mendengar suara berat yang masih tersimpan di memori otaknya dengan kejadian waktu itu. Pria menyebalkan itu rupanya masih tak kapok sudah dihadiahi semprotan tajam darinya meski baru pertama kali bertemu."Kamu?!" Padahal baru saja melihat wajah tampan Arjuna, Rima langsung memasang tampang judesnya. Entah kenapa insting Rima mengatakan jika Arjuna bukanlah pria baik-baik meskipun memiliki wajah rupawan.
"Aku harus cepat." Safa menyetop ojek pinggir jalan, ia tak mau kehilangan banyak waktu di perjalanan. Tadi ia bangun sedikit terlambat sehingga ia harus bergegas. Safa gadis berumur 22 tahun lulusan manajemen informasi untuk pertama kalinya mencari pekerjaan setelah lulus kuliah. Selain ingin membantu ekonomi kedua orang tuanya, Safa juga ingin menghabiskan banyak waktu dengan bekerja, supaya ia bisa melupakan mantan kekasihnya yang secara sepihak memutuskan hubungan mereka berdua. Setelah sampai di gedung bertingkat berlantai dua puluh, Safa memberikan uang ongkos kepada ojek tersebut sembari memasang wajah cerianya. "Doakan saya mang, ini pertama kalinya saya ngelamar pekerjaan." Pria berumur itu tersenyum, "Iya, semangat neng. Jangan pantang menyerah!" Balasnya membuat semangat Safa semakin berkobar. Ditatapnya gedung besar bertuliskan PHIONEXT magazine itu dengan pen
: KekecewaanSepanjang perjalanan menuju kontrakan, Safa hanya bisa menangis. Bukan hanya telah mendapatkan perlakuan kasar dari pimpinan barunya, tapi juga karena mengetahui mantan kekasih yang masih dicintainya telah meninggal.Safa tergugu, menahan deras air mata yang tumpah ruah ketika telah sampai di kamar berukuran kecil yang berada di kontrakan. Rima masih berada di kampus, alasan itu dimanfaatkan untuk mengeluarkan semua isi hatinya untuk Zhafran."Mas, kenapa pergi secepat ini? Aku bahkan belum sempat mendengarkan permintaan maaf darimu." Napas Safa semakin berat, ketika melihat foto-foto kenangannya bersama Zhafran. Dulu hubungan mereka sangat indah bahkan sudah serius. Zhafran berjanji akan melamarnya setelah lulus kuliah. Zhafran adalah sosok dewasa, ia bahkan sudah mempunyai rencana akan tetap mendukung impian Safa meski mereka telah menikah. Zhafran bukan tipe pengekang, apalagi tempramen seperti adiknya, Arjuna. Dia adalah penyaya
: Rencana Keji "Kamu bilang tadi butuh pekerjaan? Bagaimana jika kamu bekerja di sini saja itupun kalau mau?" Dimas menaikkan ujung alisnya menunggu jawaban dari Safa. Mendengar cerita Safa bahwa ia baru saja mengundurkan diri dari perusahaan besar membuat Dimas iba dan akhirnya secara mendadak membukakan lowongan pekerjaan untuknya meskipun tak diperlukan."Tentu aku mau. Kapan aku bisa bekerja?" Safa bertanya dengan sangat antusias. Meskipun pekerjaan ini tidak ia harpkan dan memang tak sesuai dengan passionnya namun Safa masih butuh uang untuk menyambung hidupnya."Kapanpun kamu mau." Ucap Dimas."Kalau begitu besok pagi aku ke sini." Safa mulai bangkit pertanda akan pulang."Kalau begitu aku pamit. Terima kasih makan siangnya." Safa menunduk sebagai tanda terima kasih.Keluar dari pintu kaca tembus pandang itu perut Safa sudah terisi dan satu pekerjaan telah ia dapatkan sekali
Tanpa membalas pertanyaan Renita, Arjuna tetap melajukan mobilnya ke arah rumah sakit. Sesampainya di sana ia meninggalkan Mamanya dan meminta supir untuk mengantarkannya pulang sebelum ia mendatangi tempat tadi.Sesuatu telah menarik Arjuna untuk datang kembali menemui Safa yang sudah dalam puncak kehancurannya.Layaknya tertusuk belati, dadanya terasa sesak, seiring langkah tangguhnya mendekati Safa yang masih menutup mata. Aura sedingin es memenuhi ruangan ketika Arjuna mendekat dan bersuara."Safa kenapa?"Rima seketika menegang ketika mendengar suara berat yang masih tersimpan di memori otaknya dengan kejadian waktu itu. Pria menyebalkan itu rupanya masih tak kapok sudah dihadiahi semprotan tajam darinya meski baru pertama kali bertemu."Kamu?!" Padahal baru saja melihat wajah tampan Arjuna, Rima langsung memasang tampang judesnya. Entah kenapa insting Rima mengatakan jika Arjuna bukanlah pria baik-baik meskipun memiliki wajah rupawan.
Kesalahan fatal telah Rima lakukan karena meninggalkan Safa sendirian di kontrakan. Baru saja Rima datang dengan wajah dipenuhi peluh setelah mengikuti kegiatan kampus ia melihat Safa sudah bersiap menyayat pergelangan tangannya sendiri dengan pisau cutter. "Astaghfirullah mbak!" Rima segera merebut pisau itu dari arah belakang, namun Safa terus mempertahankan pisau yang sudah menyentuh kulit nadinya. Rima berusaha menarik benda itu sebelum melukai tangannya."Istighfar mbak, kenapa harus seperti ini ya Allah!" SREETT Darah segar mengalir dari pergelangan tangan Safa dengan begitu derasnya. Pisaunya berhasil Rima ambil namun sayangnya pisau itu sudah lebih dulu melukai tangan Safa. Rima panik melihat darah yang tercecer di lantai, wajah Safa yang kian pucat dan akhirnya tidak sadarkan diri. "Kita ke rumah sakit sekarang mbak!" Di dunia ini hal yang paling membosan
Sebuah mobil CRV hitam terhenti pada kafe di pinggiran jalan kota yang terletak di tengah-tengah plaza dan pusat perbelanjaan. Bayang-bayang Safa yang telah ia lecehkan secara fisik maupun seksual terus menghantui pikirannya.Arjuna ingat, malam itu ia hanya meninggalkan jas untuk menutupi tubuhnya karena pakaian Safa rusak oleh ulahnya. Sempat merasakan kepuasan, namun batinnya mendadak tak tenang. Ada saja waktu yang mengantarkannya untuk mengingat Safa.Bahkan Arjuna juga sedikit merasa menyesal telah membuat Safa kehilangan kesuciannya, seharusnya sejak awal Arjuna membunuhnya saja jika memang sudah terlanjur kesal.Mungkin karena Arjuna takut jika Safa akan menjebloskannya ke penjara? Oh, tapi sejak awal Arjuna sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Bukankah Arjuna punya banyak lawyer yang bisa membelanya. Bermodalkan uang yang banyak, Arjuna bisa menyewa pengacara-pengacara hebat untuk membebaskannya dari tuntutan.Ia memu
Tubuh Safa tergolek lemas di atas lantai yang kotor dan lembab. Ia baru bergerak setelah pingsan selama beberapa jam, lalu mendapati tubuhnya penuh luka lebam. Semuanya masih sama, bukan sebuah mimpi ia menemukan dirinya dalam keadaan hancur dan rusak.Di tubuhnya melekat sesuatu yang terlihat asing, semalam jas hitam itu belum ada untuk menutupi tubuhnya. Safa mengenalinya, itu adalah jas kerja milik Arjuna yang ia pakai semalam ketika ia melakukan perbuatan keji itu. Mungkin sengaja ia berikan pada Safa untuk menutupi pakaiannya yang rusak.Saat itu, Safa berpikir seribu kali untuk bangun. Akan lebih baik jika ia bertahan di sana menunggu ular memangsa atau sesuatu berbahaya lain, agar ajal datang menjemputnya lebih cepat. Namun Safa teringat kedua orang tuanya, bagaimana mungkin Safa pergi tanpa mengucapkan permintaan maaf karena telah mengecewakan hati mereka.Safa meringis karena terkepung oleh rasa perih dan ngilu di sekujur tubuh. Saat dulu jatuh dari sep
Pembalasan Dendam Arjuna! Aroma tanah basah membuat Safa terbangun dari mimpi buruknya. Sekujur tubuhnya kuyup akibat hujan yang turun semalaman. Safa dapat merasakan hawa dingin menyelimuti dirinya. Tubuh Safa masih sangat lemas, ia berusaha menyadarkan diri dari apa yang sedang terjadi padanya. Yang pertama kali ia lihat ketika membuka kedua matanya adalah langit yang masih hitam. Mungkin hari sudah hampir pagi saat ini, sama sekali tak terlihat bintang di langit yang berkabut itu hanya ada bulan yang bersembunyi di balik kabut putih. Perlahan ingatan kejadian beberapa jam yang lalu bermunculan. Safa ingat, orang terakhir yang ia temui Arjuna. Itu bukan mimpi, melainkan kenyataan dan Safa masih dalam pengawasannya sampai detik ini.Safa tidak bisa bergerak karena kedua tangannya diikat ke belakang. Bawahannya memakai rok span selutut yang lumayan ketat sehingga menambah kesulitan untuk bergerak."Tolong!
: Rencana Keji "Kamu bilang tadi butuh pekerjaan? Bagaimana jika kamu bekerja di sini saja itupun kalau mau?" Dimas menaikkan ujung alisnya menunggu jawaban dari Safa. Mendengar cerita Safa bahwa ia baru saja mengundurkan diri dari perusahaan besar membuat Dimas iba dan akhirnya secara mendadak membukakan lowongan pekerjaan untuknya meskipun tak diperlukan."Tentu aku mau. Kapan aku bisa bekerja?" Safa bertanya dengan sangat antusias. Meskipun pekerjaan ini tidak ia harpkan dan memang tak sesuai dengan passionnya namun Safa masih butuh uang untuk menyambung hidupnya."Kapanpun kamu mau." Ucap Dimas."Kalau begitu besok pagi aku ke sini." Safa mulai bangkit pertanda akan pulang."Kalau begitu aku pamit. Terima kasih makan siangnya." Safa menunduk sebagai tanda terima kasih.Keluar dari pintu kaca tembus pandang itu perut Safa sudah terisi dan satu pekerjaan telah ia dapatkan sekali
: KekecewaanSepanjang perjalanan menuju kontrakan, Safa hanya bisa menangis. Bukan hanya telah mendapatkan perlakuan kasar dari pimpinan barunya, tapi juga karena mengetahui mantan kekasih yang masih dicintainya telah meninggal.Safa tergugu, menahan deras air mata yang tumpah ruah ketika telah sampai di kamar berukuran kecil yang berada di kontrakan. Rima masih berada di kampus, alasan itu dimanfaatkan untuk mengeluarkan semua isi hatinya untuk Zhafran."Mas, kenapa pergi secepat ini? Aku bahkan belum sempat mendengarkan permintaan maaf darimu." Napas Safa semakin berat, ketika melihat foto-foto kenangannya bersama Zhafran. Dulu hubungan mereka sangat indah bahkan sudah serius. Zhafran berjanji akan melamarnya setelah lulus kuliah. Zhafran adalah sosok dewasa, ia bahkan sudah mempunyai rencana akan tetap mendukung impian Safa meski mereka telah menikah. Zhafran bukan tipe pengekang, apalagi tempramen seperti adiknya, Arjuna. Dia adalah penyaya
"Aku harus cepat." Safa menyetop ojek pinggir jalan, ia tak mau kehilangan banyak waktu di perjalanan. Tadi ia bangun sedikit terlambat sehingga ia harus bergegas. Safa gadis berumur 22 tahun lulusan manajemen informasi untuk pertama kalinya mencari pekerjaan setelah lulus kuliah. Selain ingin membantu ekonomi kedua orang tuanya, Safa juga ingin menghabiskan banyak waktu dengan bekerja, supaya ia bisa melupakan mantan kekasihnya yang secara sepihak memutuskan hubungan mereka berdua. Setelah sampai di gedung bertingkat berlantai dua puluh, Safa memberikan uang ongkos kepada ojek tersebut sembari memasang wajah cerianya. "Doakan saya mang, ini pertama kalinya saya ngelamar pekerjaan." Pria berumur itu tersenyum, "Iya, semangat neng. Jangan pantang menyerah!" Balasnya membuat semangat Safa semakin berkobar. Ditatapnya gedung besar bertuliskan PHIONEXT magazine itu dengan pen