Beranda / Romansa / RUSAK / PERTEMUAN

Share

RUSAK
RUSAK
Penulis: Runika Nabastala

PERTEMUAN

last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-22 13:15:52

     "Aku harus cepat." Safa menyetop ojek pinggir jalan, ia tak mau kehilangan banyak waktu di perjalanan. Tadi ia bangun sedikit terlambat sehingga ia harus bergegas.

     Safa gadis berumur 22 tahun lulusan manajemen informasi untuk pertama kalinya mencari pekerjaan setelah lulus kuliah. Selain ingin membantu ekonomi kedua orang tuanya, Safa juga ingin menghabiskan banyak waktu dengan bekerja, supaya ia bisa melupakan mantan kekasihnya yang secara sepihak memutuskan hubungan mereka berdua.

     Setelah sampai di gedung bertingkat berlantai dua puluh, Safa memberikan uang ongkos kepada ojek tersebut sembari memasang wajah cerianya. "Doakan saya mang, ini pertama kalinya saya ngelamar pekerjaan." Pria berumur itu tersenyum, "Iya, semangat neng. Jangan pantang menyerah!" Balasnya membuat semangat Safa semakin berkobar.

    Ditatapnya gedung besar bertuliskan PHIONEXT magazine itu dengan penuh kekaguman, selangkah lagi impiannya untuk bekerja di sana akan tercapai. Jiwa optimisnya semakin gencar bersemayam dalam dada setelah melihat para karyawan dengan gagah dan menawannya dengan setelan kerja mereka.

     PHIONEXT Magazine, salah satu kantor majalah populer terbesar di Indonesia yang didirikan oleh perusahaan industri media PT. Next Motivation Media tbk. Milik Subagio Bagaskara. Majalah ini sering mengulas sisi lain dari perempuan-perempuan hebat dan berprestasi yang berjasa dalam dunia pendidikan di Indonesia di zaman milenial ini. Itulah salah satu alasan yang membuat Safa ingin bekerja di sana. Karena baginya, perempuan juga memiliki hak kesetaraan yang sama dengan laki-laki dalam mencapai sebuah kesuksesan.

     Ia segera masuk ke dalam gedung ketika melihat waktu di jam tangannya semakin menipis. Jantungnya berdegup semakin kencang saja ketika sampai di lantai dua tepatnya di depan pintu ruangan HRD. Beberapa orang laki-laki dan perempuan juga ada di sana sedang duduk menunggu giliran untuk dipanggil. Safa tersenyum meringis melihat antusiasnya mereka semua dalam menjalani sesi penting ini. Berbagai ritual mereka lakukan sebagai bahan persiapan wawancara. Seperti merapihka make-up, kemeja atau membetulkan dasi.

Safa berdehem untuk melegakkan tenggorokannya, "Permisi." Safa memberikan simpulan yang merekah kepada para pesaingnya itu.

     Mengusap keringat di dahi, beberapa kali ia menghembuskan napas kasar untuk menenangkan pikirannya. Rasa percaya dirinya semakin turun setelah satu perempuan keluar sambil menangis karena telah ditolak.

     Sungguh tragis, kantor ini bahkan tidak tahu seberapa keinginannya mereka untuk bekerja di sini. Tapi dengan begitu peluang Safa untuk bekerja di sini tentu akan lebih besar lagi.

Seorang sekertaris keluar, memanggil namanya, "Safa Rizka Amalia!" Safa langsung bangkit ketika namanya di sebut. Sebelum masuk ia sedikit merapihkan anak rambutnya yang keluar dari ikatan rambut, juga rok hitam selututnya.

     Lima belas menit berlalu, Safa keluar tanpa ekspresi. Pelamar yang didominasi kaum hawa hanya menatapnya datar, penuh tanya meski bibir mereka terlalu gengsi untuk menanyakan nasib perempuan yang baru saja keluar dari ruangan itu.

"Diterima!"

     Papan nama bertuliskan Arjuna Arditama bertengger di meja berukutan satu meter itu. Dan kini pemiliknya sedang sibuk menandatangani berkas yang menggunung dengan malas. Tidak sepatutnya Arjuna berada di sini. Kakaknya mungkin akan lebih pantas mendapatkan posisi itu. Tapi ini sudah kuasa tuhan, Zhafran telah meninggal sebelum ia mengambil posisinya. Atas desakan Mamanya akhirnya Arjuna menuruti keinginan Mamanya itu.

     Ah, memikirkan itu membuat Arjuna semakin rindu dengan kakak laki-laki sekaligus Ayah dalam hidupnya.

"Permisi," Suara ketukan terdengar sehingga Arjuna menoleh kemudian mempersilahkan masuk. "Iya!"

Sekertaris muda yang tadi ikut dalam wawancara memberikan beberapa lembar CV kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti.

"Berapa orang yang diterima?"

"Lima orang pak."

"Semuanya sesuai dengan keinginan perusahaan?" Pemuda itu sedikit menaikkan alisnya. Permintaan karyawan baru tentu saja harus sesuai dengan perusahaan meskipun ia sama sekali tak menyukainya.

"Tentu."

Sekertaris itu memberikan selembar kertas pada Arjuna, "Ini yang paling muda namanya Safa, dia fresh graduate tapi memiliki semangat yang sangat tinggi. Saya yakin dia cocok dengan kriteria perusahaan, apalagi dia perempuan." Ucapnya dengan sopan.

Arjuna mengaitkan kedua alisnya hingga bertemu. Membaca setiap rinci dan foto riwayat hidup dari selembar kertas yang ia pegang.

Suasana berubah seketika, saat Arjuna terfokus pada gambar dan nama yang tertera pada dokumen. Wajahnya kian memerah, napasnya jadi tak beraturan.

BRAK

Arjuna hilang kesabaran.

Secara tiba-tiba Arjuna langsung menggebrak meja ketika melihat wajah yang terpampang pada dokumen itu membuat sekertarisnya bergidik ngeri.

Arjuna memberikan tatapan menohoknya kepada sang sekertaris, wajahnya memerah dan telapak tangannya terkepal, "Panggil perempuan ini sekarang!" Teriaknya.

"T-tapi, orangnya sudah pergi pak." Pelannya dengan gemetar takut setelah ini Arjuna akan lebih marah lagi.

"Besok pagi segera panggil dia ke ruangan saya!"

"S-siap pak." Tangan sekertaris itu sedikit gemetar, baru kali ini ia melihat pimpinannya marah dan ternyata mengerikan juga.

"Kamu boleh pergi sekarang!"

"B-baik pak. Saya permisi." Sekertaris itu buru-buru keluar meninggalkan Arjuna yang masih tenggelam dalam emosi. Diremuknya kertas itu dalam genggamannya itu. Matanya membara seakan perempuan itu berada di hadapannya dan ingin segera ia lenyapkan."Pembunuh, tunggu pembalasanku!"

Safa pulang ke kontrakan dengan wajah berseri-seri. Kontrakam sederhana yang dihuni temannya lebih tepatnya adik kelas yang mengenyam pendidikan kuliah semester dua.

"Kayaknya lagi bahagia banget."

"Banget... Banget... Aku keterima kerja di kantor impianku Rim." Katanya kemudian disambut pelukkan erat dari teman satu kontrakannya itu. "Selamat mbak!"

"Rima ikut senang. Semoga betah ya, gaji pertama harus kasih jatah pokoknya!" Keduanya tertawa, menguraikan pelukkan masing-masing.

"Sudah hubungi orang tua belum? Pasti mereka senang."

"Oh, iya saking senangnya sampai lupa." Safa segera mengambil ponsel dari tas mungilnya untuk menghubungi bapak dan ibunya yang berada di Bogor.

      Paginya, Safa sudah bersiap berangkat ke kantor dengan setelan kemeja putih, rok dan sepatu pentopel hitamnya. Ini baru masa training jadi mungkin sebulan ini ia akan terus memakai baju setelan seperti ini. Kemudian, ia padukan dengan blezer hitam membuatnya terlihat elegan. Apalagi tubuh tinggi semampai menunjangnya untuk terlihat semakin cantik dan menawan. Khas dari pegawai PHIONEXT Magazine yang terlihat berkelas.

     Untuk yang kedua kalinya Safa menginjakkan kaki di tempat megah itu. Namun kali ini statusnya telah menjadi pegawai training.

Safa melihat sekelilingnya yang nampak asing, mungkin karena waktu itu saking tegangnya ia tak memperhatikan ruangan sekitar. Namun entah mengapa ia merasakan ada yang aneh terjadi pada dirinya, para pegawai yang lain melihatnya dengan tatapan yang sulit ia mengerti, tak ada balasan senyum atau apapun dari sapaannya. Mungkin karena ia pegawai baru jadi sedang mengetes mentalnya?

Safa dihinggapi perasaan bingung, tak ada yang memberikannya instruksi harus memulai kerja yang bagaimana, jadi ia memutuskan untuk bertanya. Baru saja ia melangkah untuk mencari informasi, seseorang dengan lantang memanggilnya.

"Safa Rizka Amalia?" Safa menoleh dengan sedikit keterkejutannya.

"Iya, saya pak." Jawabnya sedikit tergugup.

"Kamu dipanggil pimpinan sekarang."

DEGG

Jantungnya seolah terhenti. Masalah apa yang ia perbuat sehingga dipanggil pimpinan di hari pertamanya bekerja.

"Tolong agak cepat ya!" Katanya lagi membuat Safa semakin gusar. Namun ia berusaha untuk berpikir positif, barangkali sesuatu yang baik sedang menantinya?

"Ruangannya di mana ya pak?" Tanyanya ramah meski jantungnya terasa mau copot.

"Ada di lantai tiga, kamu naik lift. Di sana ada tanda panah, kamu ikuti saja tanda panah itu sampai bertemu pintu utama ruangan pimpinan." Katanya terdengar dingin di telinga Safa

"Baik pak, terima kasih." Safa sedikit menundukkan kepala sebagai tanda hormat.

Safa menghembuskan napas kasar, mengikuti arahan yang tadi diberikan, mulutnya sambil melapalkan apa yang ia dengar agar selalu ingat.

Setelah ke lantai tiga dan mengikuti papan tanda panah. Akhirnya sampai pada sebuah pintu besar berwarna hitam, sebelum itu ia menekan bel yang ada di sana. "Permisi."

"Masuk!" Mendengar suara itu Safa langsung masuk ke dalam. Suasana damai ditambah aroma terapi menenangkan, namun sedikit sunyi dan menyeramkan.

Safa menelan ludah dengan kasar, ketika tatapan tak bersahabat ia dapatkan dari seorang pimpinan muda redaksi."Bapak manggil saya?"

Safa memelintir ujung-ujung blezernya ketika pria itu bangkit kemudian berjalan ke arahnya dengan tatapan menyeramkan. Tak sedikitpun ada keramahan yang Safa terima di kantor ini, termasuk dari pimpinan kantor ini.

Tentu saja Safa heran, apa yang membuatnya terasa seperti dimusuhi seperti ini.

Pria itu berjalan semakin mendekat, membuat Safa refleks mundur beberapa langkah ke belakang sampai punggungnya menyentuh dinding.

Perlahan Arjuna menyentuh kancing kerah kemeja Safa membuatnya merinding, entah apa yang akan dilakukan atasannya saat itu yang jelas Safa sudah tak bisa lagi berpikir jernih.

"Sehebat apa sampai kau berani bekerja di sini untuk ukuran perempuan murahan seperti dirimu?" Bisiknya di telinga Safa tersinggung dan refkles langsung menampar pipi Arjuna dengan keras.

Sontak Arjuna yang terhuyung memegang wajahnya, mengelap sudut bibirnya yang berdarah kemudian menatap tajam Safa yang masih syok dengan perbuatannya sendiri. "M-maafkan saya." Safa menutup mulutnya, matanya mulai berkaca-kaca.

"Selain murahan ternyata tidak tahu diri rupanya." Arjuna membenahi kemejanya yang kusut kemudian mulai mencengkram bahu yang terasa kecil di telapak tangannya dengan kencang. Ia rasakan tubuh Safa bergetar. Entah apa kesalahannya, Safa juga tidak tahu, yang jelas pria di hadapannya itu terlihat seperti ingin membunuhnya.

"Apa kesalahan saya pak?" Tanyanya dengan bibir bergetar sambil menatap mata memerah pria itu yang menyiratkan kebenciannya pada Safa. Tak terasa air matanya mengalir, meminta dikasihani agar dilepaskan. Kini Safa tidak menginginkan pekerjaan ini lagi, yang ia inginkan hanyalah agar ia bisa lolos dari kebuasan Arjuna.

"Setelah kau membuat Kak Zhafran mati masih tanya salahnya di mana?!" Arjuna dengan keras mendorong tubuh mungil Safa hingga ambruk ke lantai. Ia rasakan ngilu di tubuhnya setelah membentur bagian paling dingin itu.

Ia tak salah dengarkan?

Zhafran, mantan kekasihnya meninggal?

Dan orang yang saat ini di hadapannya adalah adiknya?

      Hatinya semakin hancur saat itu juga, pria yang nasih dicintainya ternyata telah tiada. Entah sejak kapan? Kenapa ia baru diberi tahu sekarang?

Ingin rasanya Safa menanyakan hal itu, namun ini bukan saatnya untuk mendramatisir dengan pertanyaan-pertanyaan sembrono seperti itu, yang harus ia lakukan sekarang adalah kabur dari tempat dingin itu detik itu juga, karena bisa saja Arjuna benar-benar membunuhnya. Safa segera mengambil tasnya, berjalan ke arah pintu keluar yang tertutup untungnya Arjuna lupa menguncinya sehingga Safa bisa lolos dengan mudah.

Gadis jenjang itu berlari sekuat tenaga sembari mengusap air matanya hingga orang-orang yang kebetulan lewat menatapnya dengan heran.

Sementara Arjuna masih memaki Safa yang lolos dari jangkauannya."Awas kau!" Deru napasnya kian beradu dengan dinginnya ruangan di lantai tiga itu.

"Ku biarkan lolos kali ini, setelah ini jangan harap kau bisa hidup tenang."

Bab terkait

  • RUSAK   KEKECEWAAN

    : KekecewaanSepanjang perjalanan menuju kontrakan, Safa hanya bisa menangis. Bukan hanya telah mendapatkan perlakuan kasar dari pimpinan barunya, tapi juga karena mengetahui mantan kekasih yang masih dicintainya telah meninggal.Safa tergugu, menahan deras air mata yang tumpah ruah ketika telah sampai di kamar berukuran kecil yang berada di kontrakan. Rima masih berada di kampus, alasan itu dimanfaatkan untuk mengeluarkan semua isi hatinya untuk Zhafran."Mas, kenapa pergi secepat ini? Aku bahkan belum sempat mendengarkan permintaan maaf darimu." Napas Safa semakin berat, ketika melihat foto-foto kenangannya bersama Zhafran. Dulu hubungan mereka sangat indah bahkan sudah serius. Zhafran berjanji akan melamarnya setelah lulus kuliah. Zhafran adalah sosok dewasa, ia bahkan sudah mempunyai rencana akan tetap mendukung impian Safa meski mereka telah menikah. Zhafran bukan tipe pengekang, apalagi tempramen seperti adiknya, Arjuna. Dia adalah penyaya

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • RUSAK   RENCANA KEJI

    : Rencana Keji "Kamu bilang tadi butuh pekerjaan? Bagaimana jika kamu bekerja di sini saja itupun kalau mau?" Dimas menaikkan ujung alisnya menunggu jawaban dari Safa. Mendengar cerita Safa bahwa ia baru saja mengundurkan diri dari perusahaan besar membuat Dimas iba dan akhirnya secara mendadak membukakan lowongan pekerjaan untuknya meskipun tak diperlukan."Tentu aku mau. Kapan aku bisa bekerja?" Safa bertanya dengan sangat antusias. Meskipun pekerjaan ini tidak ia harpkan dan memang tak sesuai dengan passionnya namun Safa masih butuh uang untuk menyambung hidupnya."Kapanpun kamu mau." Ucap Dimas."Kalau begitu besok pagi aku ke sini." Safa mulai bangkit pertanda akan pulang."Kalau begitu aku pamit. Terima kasih makan siangnya." Safa menunduk sebagai tanda terima kasih.Keluar dari pintu kaca tembus pandang itu perut Safa sudah terisi dan satu pekerjaan telah ia dapatkan sekali

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • RUSAK   PEMBALASAN DENDAM ARJUNA

    Pembalasan Dendam Arjuna! Aroma tanah basah membuat Safa terbangun dari mimpi buruknya. Sekujur tubuhnya kuyup akibat hujan yang turun semalaman. Safa dapat merasakan hawa dingin menyelimuti dirinya. Tubuh Safa masih sangat lemas, ia berusaha menyadarkan diri dari apa yang sedang terjadi padanya. Yang pertama kali ia lihat ketika membuka kedua matanya adalah langit yang masih hitam. Mungkin hari sudah hampir pagi saat ini, sama sekali tak terlihat bintang di langit yang berkabut itu hanya ada bulan yang bersembunyi di balik kabut putih. Perlahan ingatan kejadian beberapa jam yang lalu bermunculan. Safa ingat, orang terakhir yang ia temui Arjuna. Itu bukan mimpi, melainkan kenyataan dan Safa masih dalam pengawasannya sampai detik ini.Safa tidak bisa bergerak karena kedua tangannya diikat ke belakang. Bawahannya memakai rok span selutut yang lumayan ketat sehingga menambah kesulitan untuk bergerak."Tolong!

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • RUSAK   BROKEN APART

    Tubuh Safa tergolek lemas di atas lantai yang kotor dan lembab. Ia baru bergerak setelah pingsan selama beberapa jam, lalu mendapati tubuhnya penuh luka lebam. Semuanya masih sama, bukan sebuah mimpi ia menemukan dirinya dalam keadaan hancur dan rusak.Di tubuhnya melekat sesuatu yang terlihat asing, semalam jas hitam itu belum ada untuk menutupi tubuhnya. Safa mengenalinya, itu adalah jas kerja milik Arjuna yang ia pakai semalam ketika ia melakukan perbuatan keji itu. Mungkin sengaja ia berikan pada Safa untuk menutupi pakaiannya yang rusak.Saat itu, Safa berpikir seribu kali untuk bangun. Akan lebih baik jika ia bertahan di sana menunggu ular memangsa atau sesuatu berbahaya lain, agar ajal datang menjemputnya lebih cepat. Namun Safa teringat kedua orang tuanya, bagaimana mungkin Safa pergi tanpa mengucapkan permintaan maaf karena telah mengecewakan hati mereka.Safa meringis karena terkepung oleh rasa perih dan ngilu di sekujur tubuh. Saat dulu jatuh dari sep

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • RUSAK   PENYESALAN ARJUNA?

    Sebuah mobil CRV hitam terhenti pada kafe di pinggiran jalan kota yang terletak di tengah-tengah plaza dan pusat perbelanjaan. Bayang-bayang Safa yang telah ia lecehkan secara fisik maupun seksual terus menghantui pikirannya.Arjuna ingat, malam itu ia hanya meninggalkan jas untuk menutupi tubuhnya karena pakaian Safa rusak oleh ulahnya. Sempat merasakan kepuasan, namun batinnya mendadak tak tenang. Ada saja waktu yang mengantarkannya untuk mengingat Safa.Bahkan Arjuna juga sedikit merasa menyesal telah membuat Safa kehilangan kesuciannya, seharusnya sejak awal Arjuna membunuhnya saja jika memang sudah terlanjur kesal.Mungkin karena Arjuna takut jika Safa akan menjebloskannya ke penjara? Oh, tapi sejak awal Arjuna sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Bukankah Arjuna punya banyak lawyer yang bisa membelanya. Bermodalkan uang yang banyak, Arjuna bisa menyewa pengacara-pengacara hebat untuk membebaskannya dari tuntutan.Ia memu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-29
  • RUSAK   MENCOBA MENGAKHIRI HIDUP

    Kesalahan fatal telah Rima lakukan karena meninggalkan Safa sendirian di kontrakan. Baru saja Rima datang dengan wajah dipenuhi peluh setelah mengikuti kegiatan kampus ia melihat Safa sudah bersiap menyayat pergelangan tangannya sendiri dengan pisau cutter. "Astaghfirullah mbak!" Rima segera merebut pisau itu dari arah belakang, namun Safa terus mempertahankan pisau yang sudah menyentuh kulit nadinya. Rima berusaha menarik benda itu sebelum melukai tangannya."Istighfar mbak, kenapa harus seperti ini ya Allah!" SREETT Darah segar mengalir dari pergelangan tangan Safa dengan begitu derasnya. Pisaunya berhasil Rima ambil namun sayangnya pisau itu sudah lebih dulu melukai tangan Safa. Rima panik melihat darah yang tercecer di lantai, wajah Safa yang kian pucat dan akhirnya tidak sadarkan diri. "Kita ke rumah sakit sekarang mbak!" Di dunia ini hal yang paling membosan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-24
  • RUSAK   LIKE a DEVIL

    Tanpa membalas pertanyaan Renita, Arjuna tetap melajukan mobilnya ke arah rumah sakit. Sesampainya di sana ia meninggalkan Mamanya dan meminta supir untuk mengantarkannya pulang sebelum ia mendatangi tempat tadi.Sesuatu telah menarik Arjuna untuk datang kembali menemui Safa yang sudah dalam puncak kehancurannya.Layaknya tertusuk belati, dadanya terasa sesak, seiring langkah tangguhnya mendekati Safa yang masih menutup mata. Aura sedingin es memenuhi ruangan ketika Arjuna mendekat dan bersuara."Safa kenapa?"Rima seketika menegang ketika mendengar suara berat yang masih tersimpan di memori otaknya dengan kejadian waktu itu. Pria menyebalkan itu rupanya masih tak kapok sudah dihadiahi semprotan tajam darinya meski baru pertama kali bertemu."Kamu?!" Padahal baru saja melihat wajah tampan Arjuna, Rima langsung memasang tampang judesnya. Entah kenapa insting Rima mengatakan jika Arjuna bukanlah pria baik-baik meskipun memiliki wajah rupawan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31

Bab terbaru

  • RUSAK   LIKE a DEVIL

    Tanpa membalas pertanyaan Renita, Arjuna tetap melajukan mobilnya ke arah rumah sakit. Sesampainya di sana ia meninggalkan Mamanya dan meminta supir untuk mengantarkannya pulang sebelum ia mendatangi tempat tadi.Sesuatu telah menarik Arjuna untuk datang kembali menemui Safa yang sudah dalam puncak kehancurannya.Layaknya tertusuk belati, dadanya terasa sesak, seiring langkah tangguhnya mendekati Safa yang masih menutup mata. Aura sedingin es memenuhi ruangan ketika Arjuna mendekat dan bersuara."Safa kenapa?"Rima seketika menegang ketika mendengar suara berat yang masih tersimpan di memori otaknya dengan kejadian waktu itu. Pria menyebalkan itu rupanya masih tak kapok sudah dihadiahi semprotan tajam darinya meski baru pertama kali bertemu."Kamu?!" Padahal baru saja melihat wajah tampan Arjuna, Rima langsung memasang tampang judesnya. Entah kenapa insting Rima mengatakan jika Arjuna bukanlah pria baik-baik meskipun memiliki wajah rupawan.

  • RUSAK   MENCOBA MENGAKHIRI HIDUP

    Kesalahan fatal telah Rima lakukan karena meninggalkan Safa sendirian di kontrakan. Baru saja Rima datang dengan wajah dipenuhi peluh setelah mengikuti kegiatan kampus ia melihat Safa sudah bersiap menyayat pergelangan tangannya sendiri dengan pisau cutter. "Astaghfirullah mbak!" Rima segera merebut pisau itu dari arah belakang, namun Safa terus mempertahankan pisau yang sudah menyentuh kulit nadinya. Rima berusaha menarik benda itu sebelum melukai tangannya."Istighfar mbak, kenapa harus seperti ini ya Allah!" SREETT Darah segar mengalir dari pergelangan tangan Safa dengan begitu derasnya. Pisaunya berhasil Rima ambil namun sayangnya pisau itu sudah lebih dulu melukai tangan Safa. Rima panik melihat darah yang tercecer di lantai, wajah Safa yang kian pucat dan akhirnya tidak sadarkan diri. "Kita ke rumah sakit sekarang mbak!" Di dunia ini hal yang paling membosan

  • RUSAK   PENYESALAN ARJUNA?

    Sebuah mobil CRV hitam terhenti pada kafe di pinggiran jalan kota yang terletak di tengah-tengah plaza dan pusat perbelanjaan. Bayang-bayang Safa yang telah ia lecehkan secara fisik maupun seksual terus menghantui pikirannya.Arjuna ingat, malam itu ia hanya meninggalkan jas untuk menutupi tubuhnya karena pakaian Safa rusak oleh ulahnya. Sempat merasakan kepuasan, namun batinnya mendadak tak tenang. Ada saja waktu yang mengantarkannya untuk mengingat Safa.Bahkan Arjuna juga sedikit merasa menyesal telah membuat Safa kehilangan kesuciannya, seharusnya sejak awal Arjuna membunuhnya saja jika memang sudah terlanjur kesal.Mungkin karena Arjuna takut jika Safa akan menjebloskannya ke penjara? Oh, tapi sejak awal Arjuna sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Bukankah Arjuna punya banyak lawyer yang bisa membelanya. Bermodalkan uang yang banyak, Arjuna bisa menyewa pengacara-pengacara hebat untuk membebaskannya dari tuntutan.Ia memu

  • RUSAK   BROKEN APART

    Tubuh Safa tergolek lemas di atas lantai yang kotor dan lembab. Ia baru bergerak setelah pingsan selama beberapa jam, lalu mendapati tubuhnya penuh luka lebam. Semuanya masih sama, bukan sebuah mimpi ia menemukan dirinya dalam keadaan hancur dan rusak.Di tubuhnya melekat sesuatu yang terlihat asing, semalam jas hitam itu belum ada untuk menutupi tubuhnya. Safa mengenalinya, itu adalah jas kerja milik Arjuna yang ia pakai semalam ketika ia melakukan perbuatan keji itu. Mungkin sengaja ia berikan pada Safa untuk menutupi pakaiannya yang rusak.Saat itu, Safa berpikir seribu kali untuk bangun. Akan lebih baik jika ia bertahan di sana menunggu ular memangsa atau sesuatu berbahaya lain, agar ajal datang menjemputnya lebih cepat. Namun Safa teringat kedua orang tuanya, bagaimana mungkin Safa pergi tanpa mengucapkan permintaan maaf karena telah mengecewakan hati mereka.Safa meringis karena terkepung oleh rasa perih dan ngilu di sekujur tubuh. Saat dulu jatuh dari sep

  • RUSAK   PEMBALASAN DENDAM ARJUNA

    Pembalasan Dendam Arjuna! Aroma tanah basah membuat Safa terbangun dari mimpi buruknya. Sekujur tubuhnya kuyup akibat hujan yang turun semalaman. Safa dapat merasakan hawa dingin menyelimuti dirinya. Tubuh Safa masih sangat lemas, ia berusaha menyadarkan diri dari apa yang sedang terjadi padanya. Yang pertama kali ia lihat ketika membuka kedua matanya adalah langit yang masih hitam. Mungkin hari sudah hampir pagi saat ini, sama sekali tak terlihat bintang di langit yang berkabut itu hanya ada bulan yang bersembunyi di balik kabut putih. Perlahan ingatan kejadian beberapa jam yang lalu bermunculan. Safa ingat, orang terakhir yang ia temui Arjuna. Itu bukan mimpi, melainkan kenyataan dan Safa masih dalam pengawasannya sampai detik ini.Safa tidak bisa bergerak karena kedua tangannya diikat ke belakang. Bawahannya memakai rok span selutut yang lumayan ketat sehingga menambah kesulitan untuk bergerak."Tolong!

  • RUSAK   RENCANA KEJI

    : Rencana Keji "Kamu bilang tadi butuh pekerjaan? Bagaimana jika kamu bekerja di sini saja itupun kalau mau?" Dimas menaikkan ujung alisnya menunggu jawaban dari Safa. Mendengar cerita Safa bahwa ia baru saja mengundurkan diri dari perusahaan besar membuat Dimas iba dan akhirnya secara mendadak membukakan lowongan pekerjaan untuknya meskipun tak diperlukan."Tentu aku mau. Kapan aku bisa bekerja?" Safa bertanya dengan sangat antusias. Meskipun pekerjaan ini tidak ia harpkan dan memang tak sesuai dengan passionnya namun Safa masih butuh uang untuk menyambung hidupnya."Kapanpun kamu mau." Ucap Dimas."Kalau begitu besok pagi aku ke sini." Safa mulai bangkit pertanda akan pulang."Kalau begitu aku pamit. Terima kasih makan siangnya." Safa menunduk sebagai tanda terima kasih.Keluar dari pintu kaca tembus pandang itu perut Safa sudah terisi dan satu pekerjaan telah ia dapatkan sekali

  • RUSAK   KEKECEWAAN

    : KekecewaanSepanjang perjalanan menuju kontrakan, Safa hanya bisa menangis. Bukan hanya telah mendapatkan perlakuan kasar dari pimpinan barunya, tapi juga karena mengetahui mantan kekasih yang masih dicintainya telah meninggal.Safa tergugu, menahan deras air mata yang tumpah ruah ketika telah sampai di kamar berukuran kecil yang berada di kontrakan. Rima masih berada di kampus, alasan itu dimanfaatkan untuk mengeluarkan semua isi hatinya untuk Zhafran."Mas, kenapa pergi secepat ini? Aku bahkan belum sempat mendengarkan permintaan maaf darimu." Napas Safa semakin berat, ketika melihat foto-foto kenangannya bersama Zhafran. Dulu hubungan mereka sangat indah bahkan sudah serius. Zhafran berjanji akan melamarnya setelah lulus kuliah. Zhafran adalah sosok dewasa, ia bahkan sudah mempunyai rencana akan tetap mendukung impian Safa meski mereka telah menikah. Zhafran bukan tipe pengekang, apalagi tempramen seperti adiknya, Arjuna. Dia adalah penyaya

  • RUSAK   PERTEMUAN

    "Aku harus cepat." Safa menyetop ojek pinggir jalan, ia tak mau kehilangan banyak waktu di perjalanan. Tadi ia bangun sedikit terlambat sehingga ia harus bergegas. Safa gadis berumur 22 tahun lulusan manajemen informasi untuk pertama kalinya mencari pekerjaan setelah lulus kuliah. Selain ingin membantu ekonomi kedua orang tuanya, Safa juga ingin menghabiskan banyak waktu dengan bekerja, supaya ia bisa melupakan mantan kekasihnya yang secara sepihak memutuskan hubungan mereka berdua. Setelah sampai di gedung bertingkat berlantai dua puluh, Safa memberikan uang ongkos kepada ojek tersebut sembari memasang wajah cerianya. "Doakan saya mang, ini pertama kalinya saya ngelamar pekerjaan." Pria berumur itu tersenyum, "Iya, semangat neng. Jangan pantang menyerah!" Balasnya membuat semangat Safa semakin berkobar. Ditatapnya gedung besar bertuliskan PHIONEXT magazine itu dengan pen

DMCA.com Protection Status