"Sepertinya doa Mas Parman terkabul.""Maksud Kiai, mereka yang ditemukan di hutan?""Insyaallah, Mas. Semoga sesuai harapan kita. Biar nanti beberapa penghuni pondok kemari untuk beristighosah di masjid. Kebetulan kami sudah beberapa kali melakukannya," kata Kiai dengan jemari sibuk memilin biji-biji tasbih. Dari bibir pria sepuh tersebut terdengar doa-doa wirid. Parman ikut berdoa dalam hati. Pria ini sangat berharap ucapan Kiai benar-benar terwujud agar bisa segera menata rencana masa depan kembali."Mau saya temani ke depan, Kiai?" tanya Parman sambil memandangi orang-orang yang berlarian menuju arah luar lobby."Mas Parman di sini saja. Jagain Mbak Saimah. Ingat, yang baru saja terjadi," tegur Kiai yang langsung membuat Parman menundukkan kepala."Baik, Kiai."Pria sepuh tersebut mengucapkan salam lalu dibalas oleh Parman. Tak lama setelah kepergian Kiai, datang rombongan wartawan menuju arah ruang ICU. Namun, satpam segera menghalangi mereka. Bahkan seorang di antaranya memangg
Mereka berjalan seperti di sebuah lorong. Hanya ada satu cahaya menuju sebuah lubang di ujung lorong. Seketika Parman menghentikan langkah. Ia tahu betul bahwa ini adalah sebuah jebakan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Parman memutar langkah dan langsung berlari. Dari mulutnya terucap bacaan Ta'awudz."A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim!"[“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk”.]Pria ini semakin mempercepat larinya. Tiba-tiba Parman merasakan lorong tempatnya berlari ambrol. Kepala Parman tertimpa sesuatu dan berakhir gelap. Ia pun jatuh tersungkur." .... bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim." Terdengar lantunan Ayat Kursi bergema memasuki gendang telinga Parman. Kedua mata pria ini masih terasa berat. Ada sesuatu yang melekat di bagian atas kepala sebelah kanan. Parman mencoba menggerakkan jari jemari dan ternyata bisa."Alhamdulillah! Akhirnya siuman," ucap Kiai sembari menatap Parman yang m
"Saya tinggal dulu ke sebelah. Kata dokter, setelah minum obat, insyaallah sakit kepala Mas Parman bisa berkurang," jelas Kiai seraya menatap terenyuh ke arah pria lugu yang kena imbas pesugihan tersebut."Baik, Kiai," balas Parman sambil membuka bungkus roti. Kiai meninggalkan ruangan. Tak lama kemudian masuk seorang ustaz yang juga menjadi pengurus asrama putra di pondok. Setelah meminum obat kepala Parnan berasa berat dan kedua mata mulai ingin terkatup. Ia berpamitan untuk tidur. Kedua ustaz menunggu di dalam sesuai permintaan Kiai.Tiba-tiba seorang santri datang mencari Kiai dan oleh salah satu ustaz diantar menuju kamar sebelah. Namun, mereka tak menjumpai Kiai di ruangan tersebut. Hanya ada Kesi dan Badrun yang masih tidur pulas karena efek obat yang sedang dijaga oleh santri juga.Ustaz mencoba menelepon ke ponsel Kiai dan pria sepuh tersebut mengaku sedang berada di ruangan dokter. Ustaz yang merasa ada sesuatu tak wajar, akhirnya menyusul ke ruangan yang dimaksud. Lagi-lag
"Ada yang sedang bermain-main dengan kita, Dokter," ucap Kiai dengan jemari memilin biji tasbih."Saya pun merasakan hal tersebut, Kiai," sahut Ustaz Hamid seketika."Teman saya dengan seorang perawat memberitahukan bahwa pasien atas nama Bu Saimah keadaannya telah stabil. Bisa dipindah ke ruang perawatan biasa," urai Lisa dengan hati berdebar-debar.Ia tak ingin peristiwa ini bisa menyeretnya ke kasus yang pelik. Ia tak ingin kena pemutusan hubungan kerja apalagi dilaporkan ke polisi. Kenapa Aldi akhir-akhir ini berbuat aneh? Perawat tadi siapa? Aku tak mengenalnya, batin Lisa dengan kedua tangan gemetar.Sementara di tempat lain, dua orang sedang sibuk mengikat tangan dan kaki seorang wanita dalam sebuah kamar mayat. Mereka adalah Aldi dan pasangan ritualnya serta Saimah yang tak berdaya."Tolong nyalakan lilin. Setelah itu berjaga depan ruangan," ujar Aldi setelah tubuh Saimah terikat sempurna.Pria muda ini memandang tubuh yang terlentang dengan penuh gejolak dalam dada. Wanita t
"Kau adalah milikku! Tubuh ini hanya sebuah perantara penyatuan tubuh kita. Setelah besok, kita tak akan terpisah. Kau akan abadi bersamaku, Sayang," bisik lembut Saimah di telinga Aldi. Pria muda ini semakin tertantang. Ia merebahkan tubuh polos Saimah. Dirinya telah terbuai di atas awang-awang tanpa sadar dengan perubahan yang terjadi dengan tubuh wanita yang sedang dicumbunya.'Braaak!' Sebuah tendangan merobohkan daun pintu."Kita pergi sekarang."Sebuah suara berbisik ke telinga Aldi dan seketika tubuh pria muda tersebut seketika lenyap. Sementara tubuh Saimah terbujur lemas di atas ranjang."Kurang ajar! Ke mana dia?" teriak marah Parman setelah di dalam ruangan.Pria berbadan tegap tersebut segera membetulkan letak pakaian si istri. Tubuh lemas Saimah langsung dibopong keluar."Aneh! Ke mana larinya?" tanya Ustaz Hamid sambil memidai seluruh ruangan.Kamar mayat hanya berisi empat ranjang kosong dan sebuah rak besar tempat perkakas. Pria berbaju koko dengan seorang santri itu
"Jangan sampe ketahuan istri kamu, Mas.""Enggak mungkin dia tahu. Lain tempat kerja. Justru kamu yang harus berhati-hati, suami kamu hari ini satu sif, kan?" Parman memandangi mereka dengan hati penuh tanda tanya. Orang-orang ini pada edan apa. Ngelakuin di tempat umum. Ini kan tampak jelas dari kaca.Berkata dalam hati seperti itu, Parman merasakan ada bagian tubuhnya yang ikut tegang. Dua adegan yang dilihatnya telah membangkitkan gairah yang selama beberapa hari tak terpenuhi. Ia dan Saimah telah disibukkan oleh kasus yang tak ada selesainya. Kini, gelinjang dalam darah sedang bergejolak dan pria berbadan kekar ini kelimpungan.Aku harus tahan. Bisa jadi ini godaan para penunggu Gunung Kemukus yang sedang berkeliaran di sini, ucap Parman dalam hati. Tiba-tiba di depan pria kekar ini ada seorang wanita cantik yang sedang berjalan ke arahnya. Senyumnya manis menghias di kedua pipi putih mulus. Bibirnya merah merona alami. Ia tampak tak memakai make up, akan tetapi kecantikan alami
"Mas, dari mana?" Parman segera menoleh ke arah sumber suara yang familier di telinga. Ia melihat Saimah sedang menghampirinya. Parman tersenyum karena melihat istrinya telah sehat kembali. Rasa bahagia yang ia rasakan tertutup oleh perasaan bersalah saat mengingat kejadian dengan wanita cantik."Mas Parman tadi terjatuh di jalan depan," ucap Ustaz Hamid membantu menjawab."Bukannya tadi diminta Kiai. Diajak diskusi di ruangan dokter, ya," ucap Saimah dengan nada heran. "Iya, tadi sebelum ke sana maunya ke toilet dulu. Gak taunya kesasar,"jawab Parman dengan ekspresi sedikit malu. Baru sekarang ia menyadari tingkah konyolnya barusan. Pria berbadan kekar ini langsung memegang tangan Saimah lalu mencium punggungnya dengan rasa mendalam. Ada perasaan bersalah karena niat akan berkhianat."Mas, bisa luka-luka begini. Kenapa?" tanya Saimah sambil membantu memegangi celana.Perawat menggunting bagian celana yang robek untuk memudahkan pengobatan luka. Beberapa saat luka terbuka tersebut
Kami gak mau ada pasien yang terancam nyawa. Padahal segala tindakan medis yang terbaik telah dilakukan. Namun, gak bisa membuat pasien membaik.""Oh, pantas saja. Saya merasa janggal dengan perawat tadi," sahut Parman. "Mas Parman tahu sesuatu?" tanya Dokter Anita."Ya, Dokter. Saya sempat ketemu perawat tadi, sebelum kejadian," jawab Parman dengan menutupi sebagian cerita yang sesungguhnya.Dokter Anita yang paham dengan perilaku wanita yang sedang dibicarakan memberikan respons sebuah senyuman. Hal itu mampu dimengerti oleh Parman."Maka dari itu, kalian akan menjalani obat jalan di lingkungan pondok," jelas Dokter Anita tanpa mengungkap fakta sesungguhnya. Wanita ini menjaga perasaan Saimah yang baru belum stabil kondisi psikisnya."Emang apa yang dia perbuat, Mas?" tanya Saimah. Pertanyaan wanita berkulit bersih ini tentu saja mengagetkan kedua orang yang lain.Parman langsung menoleh dengan ekspresi bingung. Pria ini harus bicara yang tak menyakiti hati istrinya, tetapi tanpa b
"Dapat foto dari mana?"tanya Kesi yang mengambil alih ponsel. Kini kedua matanya menatap foto dalam ponsel lalu mengangguk-anggukkan kepala. Ia yakin akan yang dipikirkannya."Mas Parman dapat cincin dari mayat di belakang toko Pak Trenggono.""Serius, Im?"tanya Kesi dengan mata membulat."Serius. Aku dan Mas Parman sempat liat Pak Trenggono datang bareng Kuncen,"ungkap Saimah yang semakin membuat kedua mata Kesi semakin terbelalak."Pak Trenggono pelaku ritual juga?"tanya Kesi dengan bola mata menatap lekat foto cincin di ponsel yang dipegangnya.Wanita berkulit hitam manis ini tampak mengerutkan dahi. Beberapa saat kemudian, Kesi meneteskan air mata. Ia ingat sesuatu. Saimah yang melihat hal tersebut langsung bertanya,"Punya siapa?"Kesi mendongak lalu mengusap buliran bening dengan ujung jari. Wanita hitam manis ini menarik napas panjang lalu mengembuskan pelan-pelan. Tampak sekali, ada beban berat yang sedang ingin ia lepaskan. Kesi menatap Saimah dengan kedua bola mata masih berk
"Bisa terbuka, Dek!"seru Parman dengan raut wajah lega."Syukurlah, Mas. Kita bisa keluar lagi," balas Saimah dengan kedua mata berbinar-binar.Parman kembali mundur lalu memukul permukaan pohon dengan keras. Seketika terdengar.'Braaakk!'Pasangan suami istri tersebut saling berpandangan dengan raut wajah senang. Keduanya segera balik badan lalu beranjak semakin masuk. Mereka berada dalam sebuah lorong panjang dengan cahaya terang di ujung. Mereka melangkah hati-hati sembari mata awas mengamati sekeliling. Mereka khawatir bahwa lorong yang dilewati terpasang jebakan.Setelah mereka melewati lorong sepanjang dua puluh meter, akhirnya sampai di ujung lorong. Saat pasangan suami istri ini menginjakkan kaki di tanah selepas lorong, betapa terkejut keduanya. Ternyata, mereka berada di area halaman belakang toko Pak Trenggono. Dari kejauhan mereka bisa melihat gundukan tanah yang diduga sebagai kuburan.Ujung bawah gamis Saimah tersangkut sesuatu. Wanita ini langsung menghentikan langkah l
"Mobilnya ada di mana?"tanya polisi lagi."Sudah pergi, Pak," ucap Kesi.Badrun yang tahu kondisi labil yang sedang dialami oleh Kesi dengan segera memeluk istrinya. Dengan nada lirih, pria tersebut mengungkap,"Maaf, Pak. Istri saya melihat penampakan seperti bayangan.""Begitu rupanya,"balas polisi yang lalu menutup wadah berisi kedua benda. "Sebaiknya Bapak dan Ibu membuat laporan ke kantor polisi. Ini bisa sebagai barang bukti.""Baik, Pak," ucap Kesi yang langsung direspons anggukan kepala oleh Badrun.Tak berapa lama empat orang polisi datang dari arah tempat pemulasaran jenazah dengan membawa kontainer box berisi barang-barang bukti. Akhirnya para polisi tersebut berpamitan kepada Kiai Ahmad untuk kembali ke kantor. Saimah dan Kesi bersama pasangan mereka ikut serta berpamitan. Keempatnya akan membuat laporan ke polisi.Empat orang tersebut menumpangi taksi menuju ke kantor polisi. Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba Saimah meminta berhenti. Ia dan Parman ada suatu keperluan. A
"Lisa, kamu harus bisa bertahan. Bulek akan mengeluarkan kamu!" teriak Kesi histeris.Teriakan wanita berkulit hitam manis tersebut tak urung menarik perhatian semua orang yang ada di dalam toko. Badrun yang pertama kali menghampiri Kesi lalu memeluknya."Dek, sabar. Pak Trenggono sedang menelepon karyawannya," ucap Badrun yang berusaha menenangkan istrinya.Sesaat kemudian, Saimah dan Parman menyusul keluar. Kedua orang tersebut mendekat dengan ekspresi heran. Pak Trenggono pun ikut keluar masih dengan keadaan menelepon. Pria pemilik toko seketika kaget melihat perilaku Kesi yang sedang mengintip dalam mobil. Ia segera mengakhiri hubungan telepon lalu mendekat ke arah mobil."Ada apa ini?"tanya Pak Trenggono sambil memandang ke arah Kesi dengan tatapan tak wajar."Maaf, Pak. Barusan istri saya liat keponakannya ada dalam mobil," jawab Badrun sambil merangkul Kesi untuk menjauh dari kaca."Keponakan? Siapa?"tanya Pak Trenggono sambil mengusap sisi kaca yang barusan diintip oleh Kesi.
"Kes, ada apa?"tanya Saimah saat sudah berdiri dekat Kesi."Aku lihat bayangan Lisa menghilang di sini, Im. Kamu dengar, dia berteriak kesakitan. Di bawah sini," jawab Kesi sambil menepuk-nepuk gundukan tanah tersebut.Saimah ikut berjongkok lalu mengamati tanah basah yang dipenuhi taburan berbagai macam bunga yang telah layu. Wanita ini tak mendengar suara apa pun. Namun, dirinya tak menyangkal bahwa bagi mereka yang terbiasa berhubungan dengan hal-hal gaib akan bisa merasakan sebuah kejanggalan dengan kasus ini.Ia yakin Lisa telah meninggal dunia dan jasadnya masih tersembunyi. Saimah menoleh ke arah Kesi lalu bertanya,"Kes, kamu dengar apa?""Lisa kesakitan, Im. Dia ada di sini," jawab Kesi sambil menepuk-nepuk tanah di depannya. Ia menangis terisak-isak lalu mengais tanah tersebut.Saimah yang melihat hal tersebut segera memegang kedua tangan Kesi. "Kes, ini tanah orang. Kita harus minta izin ke pemiliknya dulu," ucap Saimah sambil membersihkan kedua tangan Kesi yang belepotan d
"Ke mana Lisa? Baru saja aku suruh duduk situ. Bantu aku mencarinya, Im. Kasian dia!"Saimah yang mendengar ucapan Kesi, tak bisa menahan rasa haru. Ia memeluk erat tubuh Kesi. "Kamu yang tabah! Ada aku, Mas Parman, suamimu dan para penghuni pondok yang sayang kamu.""Aneh, kamu, Im! Yang perlu disemangati itu Lisa. Bukan aku. Tolong, bantu cari Lisa!" pinta Kesi dengan nada jengkel.Tampak Badrun berlari menghampiri kedua wanita. Pria tersebut segera memeluk tubuh Kesi erat lalu mengecup kening istrinya."Dek, ayo buruan ke pemulasaran jenazah. Ditunggu ustazah dan santriwati," ucap Badrun.Kesi yang tak mengerti masalahnya, semakin bingung dengan perilaku suaminya. Ia memandang wajah Badrun dan ada raut kesedihan di kedua mata."Tadi Saimah. Sekarang Mas. Pada kenapa kalian? Ada kejadian apa?" tanya Kesi sambil memandang kedua orang bergantian."Mas, temani Kesi ke sana. Aku mau bersiap dengan yang lain," ucap Saimah seraya menepuk bahu Kesi pelan."Ya, Mbak. Kami segera menyusul," b
"Ya, Allah! Saya kenapa di sini?"tanya Badrun dengan ekspresi bingung."Assalammu'alaikum," ucap salam oleh santri yang langsung dibalas Badrun dengan buliran bening menyembul dari dua sudut mata."Alhamdulillah! Sampeyan masih dilindungi oleh Allah, Mas," ucap santri sambil tersenyum.Parman langsung memeluk tubuh Badrun yang berguncang hebat karena terharu sekaligus rasa syukur. Ketiga pria berjalan menuju masjid. Santri tersebut membantu membersihkan tubuh Badrun dari gangguan setan dengan rukiah.Sementara itu tubuh pasangan mesum yang berada di atas brankar segera dibawa ke tempat tertutup di belakang aula. Para santri dengan dipimpin oleh Ustaz Hamid membacakan doa untuk memulihkan keadaan pasangan tersebut. Di saat yang sama, Kiai Ahmad mengikat tubuh Kuncen dengan doa khusus lalu membawanya ke arah asrama putra."Aku senang Mas Badrun cepat tertolong. Kita ini adalah target dari Ratu,"ucap Kesi sambil fokus memandang satu arah.Ia melihat beberapa para santri yang berjalan dar
"Maaf, Kiai dan Ustaz. Kami barusan melihat ...."Akhirnya meluncur cerita Parman tentang aktivitas Aldi dan Lisa dalam ruang persemayaman jenazah."Astaghfirullahaladzim!" seru kedua pria bersamaan."Bagaimana mungkin mereka bisa di sana?" tanya Kiai Ahmad sambil memilin biji-biji tasbih."Saya pikir Lisa terkena hipnotis, Kiai. Jika dalam keadaan sadar, tak mungkin dia mau melakukan hal tersebut. Apalagi Aldi adalah pelaku ritual pesugihan. Ini salah satu ritual penutup baginya. Kenapa Lisa yang jadi target? Kasian dia," urai Saimah dengan ekspresi yang tampak kesal. Dia harus segera kasih tahu hal ini kepada Kesi."Maaf, saya harus ke Kesi dulu. Assalammu'alaikum," ucap Saimah yang segera berlalu tanpa mendengarkan jawab salam ketiga pria.Saimah berlari sekencang mungkin. Insiden yang terjadi terhadap Lisa adalah benar-benar darurat. Pada saat wanita berparas ayu khas Jawa ini sampai, terlihat Kesi sedang bersiap akan keluar ruangan. "Kebetulan kamu datang, Im. Ayo, ikut aku!"aja
"Assalammu'alaikum!""Wa'alaikumussalam!" jawab kedua wanita dengan suara kencang.Saimah yang mendengarkan suara familer tersebut bergegas bangkit lalu berjalan ke arah pintu. Ia segera membuka gerendel pintu. Begitu terbuka, Parman tersenyum ke arah istrinya.Saimah buru-buru bertanya, "Gimana, berhasil?""Alhamdulillah. Berhasil bawa pergi Dokter Anita dan ponakan Mbak Kesi," balas Parman sambil mengulurkan sebuah botol kecil berisi cairan hitam ke Saimah."Dapat dari mana, Mas?"tanya Saimah dengan ekspresi terkejut. Ia segera menyimpan botol dalam saku."Dapat dari santri depan aula. Katanya dari Kiai buat penjagaan diri," balas Parman dengan wajah datar."Cuma Mas yang dikasi, kan?""Enggak. Mas Badrun juga dapat. Bilangnya, diusapkan ubun-ubun dan telapak kaki."Saimah segera menoleh ke arah Kesi lalu berucap,"Kesi, kamu sendirian, gak apa?""Mau ke mana, Im?""Mas Parman dan suamimu dapat cairan setan lagi. Aku mau lapor ke Kiai.""Tolong, buruan kasih tahu Mas Badrun, Im!"Sai