Mereka berjalan seperti di sebuah lorong. Hanya ada satu cahaya menuju sebuah lubang di ujung lorong. Seketika Parman menghentikan langkah. Ia tahu betul bahwa ini adalah sebuah jebakan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Parman memutar langkah dan langsung berlari. Dari mulutnya terucap bacaan Ta'awudz."A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim!"[“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk”.]Pria ini semakin mempercepat larinya. Tiba-tiba Parman merasakan lorong tempatnya berlari ambrol. Kepala Parman tertimpa sesuatu dan berakhir gelap. Ia pun jatuh tersungkur." .... bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim." Terdengar lantunan Ayat Kursi bergema memasuki gendang telinga Parman. Kedua mata pria ini masih terasa berat. Ada sesuatu yang melekat di bagian atas kepala sebelah kanan. Parman mencoba menggerakkan jari jemari dan ternyata bisa."Alhamdulillah! Akhirnya siuman," ucap Kiai sembari menatap Parman yang m
"Saya tinggal dulu ke sebelah. Kata dokter, setelah minum obat, insyaallah sakit kepala Mas Parman bisa berkurang," jelas Kiai seraya menatap terenyuh ke arah pria lugu yang kena imbas pesugihan tersebut."Baik, Kiai," balas Parman sambil membuka bungkus roti. Kiai meninggalkan ruangan. Tak lama kemudian masuk seorang ustaz yang juga menjadi pengurus asrama putra di pondok. Setelah meminum obat kepala Parnan berasa berat dan kedua mata mulai ingin terkatup. Ia berpamitan untuk tidur. Kedua ustaz menunggu di dalam sesuai permintaan Kiai.Tiba-tiba seorang santri datang mencari Kiai dan oleh salah satu ustaz diantar menuju kamar sebelah. Namun, mereka tak menjumpai Kiai di ruangan tersebut. Hanya ada Kesi dan Badrun yang masih tidur pulas karena efek obat yang sedang dijaga oleh santri juga.Ustaz mencoba menelepon ke ponsel Kiai dan pria sepuh tersebut mengaku sedang berada di ruangan dokter. Ustaz yang merasa ada sesuatu tak wajar, akhirnya menyusul ke ruangan yang dimaksud. Lagi-lag
"Ada yang sedang bermain-main dengan kita, Dokter," ucap Kiai dengan jemari memilin biji tasbih."Saya pun merasakan hal tersebut, Kiai," sahut Ustaz Hamid seketika."Teman saya dengan seorang perawat memberitahukan bahwa pasien atas nama Bu Saimah keadaannya telah stabil. Bisa dipindah ke ruang perawatan biasa," urai Lisa dengan hati berdebar-debar.Ia tak ingin peristiwa ini bisa menyeretnya ke kasus yang pelik. Ia tak ingin kena pemutusan hubungan kerja apalagi dilaporkan ke polisi. Kenapa Aldi akhir-akhir ini berbuat aneh? Perawat tadi siapa? Aku tak mengenalnya, batin Lisa dengan kedua tangan gemetar.Sementara di tempat lain, dua orang sedang sibuk mengikat tangan dan kaki seorang wanita dalam sebuah kamar mayat. Mereka adalah Aldi dan pasangan ritualnya serta Saimah yang tak berdaya."Tolong nyalakan lilin. Setelah itu berjaga depan ruangan," ujar Aldi setelah tubuh Saimah terikat sempurna.Pria muda ini memandang tubuh yang terlentang dengan penuh gejolak dalam dada. Wanita t
"Kau adalah milikku! Tubuh ini hanya sebuah perantara penyatuan tubuh kita. Setelah besok, kita tak akan terpisah. Kau akan abadi bersamaku, Sayang," bisik lembut Saimah di telinga Aldi. Pria muda ini semakin tertantang. Ia merebahkan tubuh polos Saimah. Dirinya telah terbuai di atas awang-awang tanpa sadar dengan perubahan yang terjadi dengan tubuh wanita yang sedang dicumbunya.'Braaak!' Sebuah tendangan merobohkan daun pintu."Kita pergi sekarang."Sebuah suara berbisik ke telinga Aldi dan seketika tubuh pria muda tersebut seketika lenyap. Sementara tubuh Saimah terbujur lemas di atas ranjang."Kurang ajar! Ke mana dia?" teriak marah Parman setelah di dalam ruangan.Pria berbadan tegap tersebut segera membetulkan letak pakaian si istri. Tubuh lemas Saimah langsung dibopong keluar."Aneh! Ke mana larinya?" tanya Ustaz Hamid sambil memidai seluruh ruangan.Kamar mayat hanya berisi empat ranjang kosong dan sebuah rak besar tempat perkakas. Pria berbaju koko dengan seorang santri itu
"Jangan sampe ketahuan istri kamu, Mas.""Enggak mungkin dia tahu. Lain tempat kerja. Justru kamu yang harus berhati-hati, suami kamu hari ini satu sif, kan?" Parman memandangi mereka dengan hati penuh tanda tanya. Orang-orang ini pada edan apa. Ngelakuin di tempat umum. Ini kan tampak jelas dari kaca.Berkata dalam hati seperti itu, Parman merasakan ada bagian tubuhnya yang ikut tegang. Dua adegan yang dilihatnya telah membangkitkan gairah yang selama beberapa hari tak terpenuhi. Ia dan Saimah telah disibukkan oleh kasus yang tak ada selesainya. Kini, gelinjang dalam darah sedang bergejolak dan pria berbadan kekar ini kelimpungan.Aku harus tahan. Bisa jadi ini godaan para penunggu Gunung Kemukus yang sedang berkeliaran di sini, ucap Parman dalam hati. Tiba-tiba di depan pria kekar ini ada seorang wanita cantik yang sedang berjalan ke arahnya. Senyumnya manis menghias di kedua pipi putih mulus. Bibirnya merah merona alami. Ia tampak tak memakai make up, akan tetapi kecantikan alami
"Mas, dari mana?" Parman segera menoleh ke arah sumber suara yang familier di telinga. Ia melihat Saimah sedang menghampirinya. Parman tersenyum karena melihat istrinya telah sehat kembali. Rasa bahagia yang ia rasakan tertutup oleh perasaan bersalah saat mengingat kejadian dengan wanita cantik."Mas Parman tadi terjatuh di jalan depan," ucap Ustaz Hamid membantu menjawab."Bukannya tadi diminta Kiai. Diajak diskusi di ruangan dokter, ya," ucap Saimah dengan nada heran. "Iya, tadi sebelum ke sana maunya ke toilet dulu. Gak taunya kesasar,"jawab Parman dengan ekspresi sedikit malu. Baru sekarang ia menyadari tingkah konyolnya barusan. Pria berbadan kekar ini langsung memegang tangan Saimah lalu mencium punggungnya dengan rasa mendalam. Ada perasaan bersalah karena niat akan berkhianat."Mas, bisa luka-luka begini. Kenapa?" tanya Saimah sambil membantu memegangi celana.Perawat menggunting bagian celana yang robek untuk memudahkan pengobatan luka. Beberapa saat luka terbuka tersebut
Kami gak mau ada pasien yang terancam nyawa. Padahal segala tindakan medis yang terbaik telah dilakukan. Namun, gak bisa membuat pasien membaik.""Oh, pantas saja. Saya merasa janggal dengan perawat tadi," sahut Parman. "Mas Parman tahu sesuatu?" tanya Dokter Anita."Ya, Dokter. Saya sempat ketemu perawat tadi, sebelum kejadian," jawab Parman dengan menutupi sebagian cerita yang sesungguhnya.Dokter Anita yang paham dengan perilaku wanita yang sedang dibicarakan memberikan respons sebuah senyuman. Hal itu mampu dimengerti oleh Parman."Maka dari itu, kalian akan menjalani obat jalan di lingkungan pondok," jelas Dokter Anita tanpa mengungkap fakta sesungguhnya. Wanita ini menjaga perasaan Saimah yang baru belum stabil kondisi psikisnya."Emang apa yang dia perbuat, Mas?" tanya Saimah. Pertanyaan wanita berkulit bersih ini tentu saja mengagetkan kedua orang yang lain.Parman langsung menoleh dengan ekspresi bingung. Pria ini harus bicara yang tak menyakiti hati istrinya, tetapi tanpa b
"Sayang, kamu pasti suka ini," ucap Dokter Anita sembari mendekat lalu membuka pengait dalaman.Kedua mata Parman semakin terbelalak. Tubuhnya mendadak kaku tak bisa digerakkan. Pria ini telah terhipnotis oleh pemandangan di depannya."Kamu suka, kan, Sayang?" Dokter Anita yang telah bertelanjang dada mendekatkan bagian sensitifnya ke Parman.Pria ini terdiam dan berusaha menelan air ludah. Namun, tenggorokan berasa kering. Dokter Anita jongkok di depan Parman lalu dengan gunting yang diambil di meja mulai mengunting celana Parman yang telah tak utuh saat tindakan pengobatan tadi."Pelan-pelan,"ucap Parman lirih. Pria ini semakin masuk dalam permainan si gaib.Bahkan kedua tangan Parman mulai refleks memegang kedua bagian dada yang membusung tanpa penutup. Pria telah mendapat permainan baru. Ia asik bereksperimen dengan permainan barunya. Sementara Dokter Anita menggunting semua pinggiran celana Parman. Tak butuh waktu lama, kini bagian bawah Parman hanya tinggal celana dalam saja."A