"Ada yang sedang bermain-main dengan kita, Dokter," ucap Kiai dengan jemari memilin biji tasbih."Saya pun merasakan hal tersebut, Kiai," sahut Ustaz Hamid seketika."Teman saya dengan seorang perawat memberitahukan bahwa pasien atas nama Bu Saimah keadaannya telah stabil. Bisa dipindah ke ruang perawatan biasa," urai Lisa dengan hati berdebar-debar.Ia tak ingin peristiwa ini bisa menyeretnya ke kasus yang pelik. Ia tak ingin kena pemutusan hubungan kerja apalagi dilaporkan ke polisi. Kenapa Aldi akhir-akhir ini berbuat aneh? Perawat tadi siapa? Aku tak mengenalnya, batin Lisa dengan kedua tangan gemetar.Sementara di tempat lain, dua orang sedang sibuk mengikat tangan dan kaki seorang wanita dalam sebuah kamar mayat. Mereka adalah Aldi dan pasangan ritualnya serta Saimah yang tak berdaya."Tolong nyalakan lilin. Setelah itu berjaga depan ruangan," ujar Aldi setelah tubuh Saimah terikat sempurna.Pria muda ini memandang tubuh yang terlentang dengan penuh gejolak dalam dada. Wanita t
"Kau adalah milikku! Tubuh ini hanya sebuah perantara penyatuan tubuh kita. Setelah besok, kita tak akan terpisah. Kau akan abadi bersamaku, Sayang," bisik lembut Saimah di telinga Aldi. Pria muda ini semakin tertantang. Ia merebahkan tubuh polos Saimah. Dirinya telah terbuai di atas awang-awang tanpa sadar dengan perubahan yang terjadi dengan tubuh wanita yang sedang dicumbunya.'Braaak!' Sebuah tendangan merobohkan daun pintu."Kita pergi sekarang."Sebuah suara berbisik ke telinga Aldi dan seketika tubuh pria muda tersebut seketika lenyap. Sementara tubuh Saimah terbujur lemas di atas ranjang."Kurang ajar! Ke mana dia?" teriak marah Parman setelah di dalam ruangan.Pria berbadan tegap tersebut segera membetulkan letak pakaian si istri. Tubuh lemas Saimah langsung dibopong keluar."Aneh! Ke mana larinya?" tanya Ustaz Hamid sambil memidai seluruh ruangan.Kamar mayat hanya berisi empat ranjang kosong dan sebuah rak besar tempat perkakas. Pria berbaju koko dengan seorang santri itu
"Jangan sampe ketahuan istri kamu, Mas.""Enggak mungkin dia tahu. Lain tempat kerja. Justru kamu yang harus berhati-hati, suami kamu hari ini satu sif, kan?" Parman memandangi mereka dengan hati penuh tanda tanya. Orang-orang ini pada edan apa. Ngelakuin di tempat umum. Ini kan tampak jelas dari kaca.Berkata dalam hati seperti itu, Parman merasakan ada bagian tubuhnya yang ikut tegang. Dua adegan yang dilihatnya telah membangkitkan gairah yang selama beberapa hari tak terpenuhi. Ia dan Saimah telah disibukkan oleh kasus yang tak ada selesainya. Kini, gelinjang dalam darah sedang bergejolak dan pria berbadan kekar ini kelimpungan.Aku harus tahan. Bisa jadi ini godaan para penunggu Gunung Kemukus yang sedang berkeliaran di sini, ucap Parman dalam hati. Tiba-tiba di depan pria kekar ini ada seorang wanita cantik yang sedang berjalan ke arahnya. Senyumnya manis menghias di kedua pipi putih mulus. Bibirnya merah merona alami. Ia tampak tak memakai make up, akan tetapi kecantikan alami
"Mas, dari mana?" Parman segera menoleh ke arah sumber suara yang familier di telinga. Ia melihat Saimah sedang menghampirinya. Parman tersenyum karena melihat istrinya telah sehat kembali. Rasa bahagia yang ia rasakan tertutup oleh perasaan bersalah saat mengingat kejadian dengan wanita cantik."Mas Parman tadi terjatuh di jalan depan," ucap Ustaz Hamid membantu menjawab."Bukannya tadi diminta Kiai. Diajak diskusi di ruangan dokter, ya," ucap Saimah dengan nada heran. "Iya, tadi sebelum ke sana maunya ke toilet dulu. Gak taunya kesasar,"jawab Parman dengan ekspresi sedikit malu. Baru sekarang ia menyadari tingkah konyolnya barusan. Pria berbadan kekar ini langsung memegang tangan Saimah lalu mencium punggungnya dengan rasa mendalam. Ada perasaan bersalah karena niat akan berkhianat."Mas, bisa luka-luka begini. Kenapa?" tanya Saimah sambil membantu memegangi celana.Perawat menggunting bagian celana yang robek untuk memudahkan pengobatan luka. Beberapa saat luka terbuka tersebut
Kami gak mau ada pasien yang terancam nyawa. Padahal segala tindakan medis yang terbaik telah dilakukan. Namun, gak bisa membuat pasien membaik.""Oh, pantas saja. Saya merasa janggal dengan perawat tadi," sahut Parman. "Mas Parman tahu sesuatu?" tanya Dokter Anita."Ya, Dokter. Saya sempat ketemu perawat tadi, sebelum kejadian," jawab Parman dengan menutupi sebagian cerita yang sesungguhnya.Dokter Anita yang paham dengan perilaku wanita yang sedang dibicarakan memberikan respons sebuah senyuman. Hal itu mampu dimengerti oleh Parman."Maka dari itu, kalian akan menjalani obat jalan di lingkungan pondok," jelas Dokter Anita tanpa mengungkap fakta sesungguhnya. Wanita ini menjaga perasaan Saimah yang baru belum stabil kondisi psikisnya."Emang apa yang dia perbuat, Mas?" tanya Saimah. Pertanyaan wanita berkulit bersih ini tentu saja mengagetkan kedua orang yang lain.Parman langsung menoleh dengan ekspresi bingung. Pria ini harus bicara yang tak menyakiti hati istrinya, tetapi tanpa b
"Sayang, kamu pasti suka ini," ucap Dokter Anita sembari mendekat lalu membuka pengait dalaman.Kedua mata Parman semakin terbelalak. Tubuhnya mendadak kaku tak bisa digerakkan. Pria ini telah terhipnotis oleh pemandangan di depannya."Kamu suka, kan, Sayang?" Dokter Anita yang telah bertelanjang dada mendekatkan bagian sensitifnya ke Parman.Pria ini terdiam dan berusaha menelan air ludah. Namun, tenggorokan berasa kering. Dokter Anita jongkok di depan Parman lalu dengan gunting yang diambil di meja mulai mengunting celana Parman yang telah tak utuh saat tindakan pengobatan tadi."Pelan-pelan,"ucap Parman lirih. Pria ini semakin masuk dalam permainan si gaib.Bahkan kedua tangan Parman mulai refleks memegang kedua bagian dada yang membusung tanpa penutup. Pria telah mendapat permainan baru. Ia asik bereksperimen dengan permainan barunya. Sementara Dokter Anita menggunting semua pinggiran celana Parman. Tak butuh waktu lama, kini bagian bawah Parman hanya tinggal celana dalam saja."A
"Bagaimana?" tanya Dokter Anita yang dirasuki ruh Penguasa Gunung Kemukus."Kita lakukan sekarang saja. Biar nanti malam kami jalani ritual terakhir dengan tenang," balas Aldi yang tampak bersemangat sambil mengerling nakal ke arah wanita di dalam mobil."Terus aku?" tanya Rini yang tak terima begitu tahu akan ditinggal oleh Aldi."Tenang, Sayang. Ada Mas akan menemanimu," jawab pria yang ternyata Sarto dalam wujud orang lain."Gak usah macam-macam kamu!" ancam Dokter Anita dengan mata melotot ke arah Sarto.Seketika pria yang duduk di balik kemudi tersebut terdiam. Rini yang melihat adegan barusan pun ikut keki. Ia tak berani protes lagi karena paham dengan risiko yang akan terjadi padanya."Rini, sana masuk mobil!" suruh Dokter Anita dengan kedua mata memerah. Raut wajah wanita berhoodie tersebut tampak marah.Rini segera turun dari boncengan motor lalu beranjak menuju mobil. Dokter Anita membuka pintu lalu keluar untuk memberi akses masuk untuk Rini. Beberapa saat Dokter Anita meng
"Kunci saya tertinggal di tempat kerja. Sedang buru-buru mau masuk kamar. Boleh pinjam kunci kamar sebentar?"Aldi hanya terpaku mendengar percakapan kedua wanita. Ia menunggu saja yang akan terjadi dengan mereka. Ia tahu pasti, segala urusan telah ditangani oleh Ratu."Mohon tunggu sebentar," balas resepsionis tersebut.Wanita berseragam batik tersebut tampak menelepon seseorang. Beberapa saat kemudian, ekspresi wajahnya berubah kaget lalu memandang sekilas ke arah pasangan yang ada di depan. Terdengar wanita tersebut berucap,"Astaghfirullahaladzim! Baik."Kemudian ia berhenti berkomunikasi dengan lawan bicara lalu menghadap depan sambil berkata,"Maaf, Bu Kesi."."Ya, ada masalah dengan kunci?" tanya Kesi berjiwa Ratu segera."Ada yang ingin berbicara dengan Anda. Silakan," balas resepsionis sembari mengulurkan ganggang telepon ke arah Kesi.Namun, uluran tangan resepsionis diabaikan dan kedua tamu tiba-tiba menghilang dari tempatnya.Sementara di tempat lain, tepatnya dalam aula po