"Mas, dari mana?" Parman segera menoleh ke arah sumber suara yang familier di telinga. Ia melihat Saimah sedang menghampirinya. Parman tersenyum karena melihat istrinya telah sehat kembali. Rasa bahagia yang ia rasakan tertutup oleh perasaan bersalah saat mengingat kejadian dengan wanita cantik."Mas Parman tadi terjatuh di jalan depan," ucap Ustaz Hamid membantu menjawab."Bukannya tadi diminta Kiai. Diajak diskusi di ruangan dokter, ya," ucap Saimah dengan nada heran. "Iya, tadi sebelum ke sana maunya ke toilet dulu. Gak taunya kesasar,"jawab Parman dengan ekspresi sedikit malu. Baru sekarang ia menyadari tingkah konyolnya barusan. Pria berbadan kekar ini langsung memegang tangan Saimah lalu mencium punggungnya dengan rasa mendalam. Ada perasaan bersalah karena niat akan berkhianat."Mas, bisa luka-luka begini. Kenapa?" tanya Saimah sambil membantu memegangi celana.Perawat menggunting bagian celana yang robek untuk memudahkan pengobatan luka. Beberapa saat luka terbuka tersebut
Kami gak mau ada pasien yang terancam nyawa. Padahal segala tindakan medis yang terbaik telah dilakukan. Namun, gak bisa membuat pasien membaik.""Oh, pantas saja. Saya merasa janggal dengan perawat tadi," sahut Parman. "Mas Parman tahu sesuatu?" tanya Dokter Anita."Ya, Dokter. Saya sempat ketemu perawat tadi, sebelum kejadian," jawab Parman dengan menutupi sebagian cerita yang sesungguhnya.Dokter Anita yang paham dengan perilaku wanita yang sedang dibicarakan memberikan respons sebuah senyuman. Hal itu mampu dimengerti oleh Parman."Maka dari itu, kalian akan menjalani obat jalan di lingkungan pondok," jelas Dokter Anita tanpa mengungkap fakta sesungguhnya. Wanita ini menjaga perasaan Saimah yang baru belum stabil kondisi psikisnya."Emang apa yang dia perbuat, Mas?" tanya Saimah. Pertanyaan wanita berkulit bersih ini tentu saja mengagetkan kedua orang yang lain.Parman langsung menoleh dengan ekspresi bingung. Pria ini harus bicara yang tak menyakiti hati istrinya, tetapi tanpa b
"Sayang, kamu pasti suka ini," ucap Dokter Anita sembari mendekat lalu membuka pengait dalaman.Kedua mata Parman semakin terbelalak. Tubuhnya mendadak kaku tak bisa digerakkan. Pria ini telah terhipnotis oleh pemandangan di depannya."Kamu suka, kan, Sayang?" Dokter Anita yang telah bertelanjang dada mendekatkan bagian sensitifnya ke Parman.Pria ini terdiam dan berusaha menelan air ludah. Namun, tenggorokan berasa kering. Dokter Anita jongkok di depan Parman lalu dengan gunting yang diambil di meja mulai mengunting celana Parman yang telah tak utuh saat tindakan pengobatan tadi."Pelan-pelan,"ucap Parman lirih. Pria ini semakin masuk dalam permainan si gaib.Bahkan kedua tangan Parman mulai refleks memegang kedua bagian dada yang membusung tanpa penutup. Pria telah mendapat permainan baru. Ia asik bereksperimen dengan permainan barunya. Sementara Dokter Anita menggunting semua pinggiran celana Parman. Tak butuh waktu lama, kini bagian bawah Parman hanya tinggal celana dalam saja."A
"Bagaimana?" tanya Dokter Anita yang dirasuki ruh Penguasa Gunung Kemukus."Kita lakukan sekarang saja. Biar nanti malam kami jalani ritual terakhir dengan tenang," balas Aldi yang tampak bersemangat sambil mengerling nakal ke arah wanita di dalam mobil."Terus aku?" tanya Rini yang tak terima begitu tahu akan ditinggal oleh Aldi."Tenang, Sayang. Ada Mas akan menemanimu," jawab pria yang ternyata Sarto dalam wujud orang lain."Gak usah macam-macam kamu!" ancam Dokter Anita dengan mata melotot ke arah Sarto.Seketika pria yang duduk di balik kemudi tersebut terdiam. Rini yang melihat adegan barusan pun ikut keki. Ia tak berani protes lagi karena paham dengan risiko yang akan terjadi padanya."Rini, sana masuk mobil!" suruh Dokter Anita dengan kedua mata memerah. Raut wajah wanita berhoodie tersebut tampak marah.Rini segera turun dari boncengan motor lalu beranjak menuju mobil. Dokter Anita membuka pintu lalu keluar untuk memberi akses masuk untuk Rini. Beberapa saat Dokter Anita meng
"Kunci saya tertinggal di tempat kerja. Sedang buru-buru mau masuk kamar. Boleh pinjam kunci kamar sebentar?"Aldi hanya terpaku mendengar percakapan kedua wanita. Ia menunggu saja yang akan terjadi dengan mereka. Ia tahu pasti, segala urusan telah ditangani oleh Ratu."Mohon tunggu sebentar," balas resepsionis tersebut.Wanita berseragam batik tersebut tampak menelepon seseorang. Beberapa saat kemudian, ekspresi wajahnya berubah kaget lalu memandang sekilas ke arah pasangan yang ada di depan. Terdengar wanita tersebut berucap,"Astaghfirullahaladzim! Baik."Kemudian ia berhenti berkomunikasi dengan lawan bicara lalu menghadap depan sambil berkata,"Maaf, Bu Kesi."."Ya, ada masalah dengan kunci?" tanya Kesi berjiwa Ratu segera."Ada yang ingin berbicara dengan Anda. Silakan," balas resepsionis sembari mengulurkan ganggang telepon ke arah Kesi.Namun, uluran tangan resepsionis diabaikan dan kedua tamu tiba-tiba menghilang dari tempatnya.Sementara di tempat lain, tepatnya dalam aula po
"Lebih baik, Mas Parman ikut Ustaz Hamid," kata Kiai memberi saran seraya berzikir dengan jemari tangan memilin butiran biji tasbih.Akhirnya, Parman dan Ustaz Hamid beranjak pergi menuju toilet untuk mengintai Aldi. Badrun pun berpamitan kepada Kiai. Cuma bedanya, Badrun langsung menuju ke belakang aula. Di tempat tersebut terdapat halaman luas dengan beberapa pohon mangga dan kelapa. Beberapa santri telah menyiapkan lubang besar dengan bara api yang berasal dari sampah pepohonan.Dari arah gerbang pondok pesantren muncul mobil yang dikendarai oleh Dokter Anita. Wanita cantik dengan berpakaian kebaya tersebut setelah memarkir mobil lalu datang menghampiri Kiai. Penampilan dokter seusia Saimah yang lain dari biasanya membuat manglingi. Kiai saja hampir tak mengenali wanita tersebut."Assalammu'alaikum, Kiai," ucap Dokter Anita saat telah di hadapan pria sepuh tersebut.Kiai tersenyum setelah mengenali suara wanita yang telah menjadi dokter langganan pesantren tersebut. Ia segera menja
Tanpa diduga, permintaan sopir tersebut diikuti oleh Dokter Anita. Wanita ini mulai membuka kancing satu per satu. Kini tampak bagian dadanya yang membusung indah hanya berlapis dalaman warna putih berenda. Sopir menelan saliva beberapa begitu melihat pemandangan tersebut.Sepertinya aku gak apa sekadar icip sedikit. Tak akan mengganggu ritual juga, batin pria yang semakin tak berkedip menatap tubuh wanita sebelahnya."Lebih bagus lagi, kalo kain panjangnya dilepas juga. Biar badan lebih segar," ucap pria tersebut yang semakin mendalam memandangi sekujur tubuh Dokter Anita."Sebentar," balas wanita cantik tersebut tetap dengan pandangan tanpa ekspresi.Ambulans berjalan lambat macam mobil ikut pawai. Hal tersebut menjadi pusat perhatian bagi pengguna jalan lain. Tentu saja sesuatu yang aneh karena biasanya kendaraan khusus keadaan darurat tersebut selalu dalam kecepatan tinggi. Salah satu pengguna jalan yang melihat keanehan tersebut adalah Lisa. Wanita muda ini sedang perjalanan menu
"Kamu sudah tahu apa tebusan dari perbuatan ini. Segera lakukan!" Suara sosok Kesi berpakaian khas putri keraton bergema seisi ruangan."Bukankan saya sudah membawa perawan suci?" Suara pengemudi terdengar terbata-bata masih dengan posisi bersujud."Dia murni milik Aldi dari semula. Cari lain!" teriak sosok Kesi yang kini mengeluarkan cahaya kehijauan dari sekujur tubuh.Pria yang semula sujud di depan kaki Kesi palsu lalu mendongak dengan bibir bergetar. Ia menatap ketakutan ke arah si junjungan yang sedang menyeringai. Kedua tangan sosok menyerupai Kesi mencengkeram kuat bahu pria di depannya lalu mengangkat tubuh tersebut. Pria yang merupakan sosok perwujudan dari Sarto tersebut semakin ketakutan."Ampun, Ratu. Saya tak akan mengulangi lagi!" teriak Sarto memohon.Wanita berwujud Kesi tersebut tak menghiraukan teriakan Sarto. Ia bahkan tertawa terbahak-bahak. Saat tubuh Sarto sudah sejajar dengan dirinya, Kesi palsu ini menatap dengan dua mata melotot hampir keluar."Kamu tak tahu