Tanpa diduga, permintaan sopir tersebut diikuti oleh Dokter Anita. Wanita ini mulai membuka kancing satu per satu. Kini tampak bagian dadanya yang membusung indah hanya berlapis dalaman warna putih berenda. Sopir menelan saliva beberapa begitu melihat pemandangan tersebut.Sepertinya aku gak apa sekadar icip sedikit. Tak akan mengganggu ritual juga, batin pria yang semakin tak berkedip menatap tubuh wanita sebelahnya."Lebih bagus lagi, kalo kain panjangnya dilepas juga. Biar badan lebih segar," ucap pria tersebut yang semakin mendalam memandangi sekujur tubuh Dokter Anita."Sebentar," balas wanita cantik tersebut tetap dengan pandangan tanpa ekspresi.Ambulans berjalan lambat macam mobil ikut pawai. Hal tersebut menjadi pusat perhatian bagi pengguna jalan lain. Tentu saja sesuatu yang aneh karena biasanya kendaraan khusus keadaan darurat tersebut selalu dalam kecepatan tinggi. Salah satu pengguna jalan yang melihat keanehan tersebut adalah Lisa. Wanita muda ini sedang perjalanan menu
"Kamu sudah tahu apa tebusan dari perbuatan ini. Segera lakukan!" Suara sosok Kesi berpakaian khas putri keraton bergema seisi ruangan."Bukankan saya sudah membawa perawan suci?" Suara pengemudi terdengar terbata-bata masih dengan posisi bersujud."Dia murni milik Aldi dari semula. Cari lain!" teriak sosok Kesi yang kini mengeluarkan cahaya kehijauan dari sekujur tubuh.Pria yang semula sujud di depan kaki Kesi palsu lalu mendongak dengan bibir bergetar. Ia menatap ketakutan ke arah si junjungan yang sedang menyeringai. Kedua tangan sosok menyerupai Kesi mencengkeram kuat bahu pria di depannya lalu mengangkat tubuh tersebut. Pria yang merupakan sosok perwujudan dari Sarto tersebut semakin ketakutan."Ampun, Ratu. Saya tak akan mengulangi lagi!" teriak Sarto memohon.Wanita berwujud Kesi tersebut tak menghiraukan teriakan Sarto. Ia bahkan tertawa terbahak-bahak. Saat tubuh Sarto sudah sejajar dengan dirinya, Kesi palsu ini menatap dengan dua mata melotot hampir keluar."Kamu tak tahu
"Nah, sekarang kita bagi tugas. Mbak berdua bagian menyiram. Kami bantu dengan membaca doa," ucap Kiai Ahmad memberi nasihat.Akhirnya, mereka bahu membahu melakukan tugas masing-masing. Beberapa menit kemudian, tubuh ganjil tersebut tampak mengeluarkan asap. Semakin lama asap tersebut bertambah tebal dan berwarna hitam pekat. Tubuh ganjil tak tampak sedikit pun. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras berasal dari balik asap."Ayo kita pergi menjauh dulu!" ajak Kiai Ahmad kepada yang lain.Mereka pun langsung beranjak meninggalkan tempat. Mereka berjalan berjarak sekitar sepuluh meter dari lubang. Tiba-tiba tanah yang dipijak oleh mereka seperti bergetar. Kesi seketika memeluk Saimah dengan tubuh gemetar."Im, aku belum mau mati. Baru juga sah jadi suami istri,"ucap Kesi dengan raut wajah cemas.Saimah yang mendengarnya ingin tertawa, tetapi ditahan demi membuat si teman karib tenang. Tangannya mengelus punggung Kesi."Beberapa saat reda sendiri. Gak perlu khawatir, gak lama," ucap
Sementara di ruang kesehatan asrama putri, Saimah dan seorang ustazah sedang menanti kedatangan dokter. Kedua wanita sedang duduk di depan ruang perawatan. Namun, mereka jadi terkejut melihat kedatangan Dokter Anita dari arah halaman parkir."Bukannya kata Mbak Saimah, Dokter Anita gak bisa datang?" tanya ustazah."Ya, Ustazah. Beliau sedang perawatan," balas Saimah dengan mata menatap tajam ke arah Dokter Anita. Ia mengamati dokter yang sedang berjalan tinggal beberapa meter lagi ke arah mereka. Pandangan awas Saimah tak bisa dibohongi. Akhirnya, dirinya bisa tersenyum lebar."Wah, Mbak Saimah pasti tahu sesuatu ini,"ucap Ustazah sambil ikut mengamati wanita berjas putih yang sedang berjalan ke arah mereka."Nanti kita buktikan, Ustazah. Asli atau palsu?"Wanita pengelola asrama putri tersebut tersenyum mendengar ucapan Saimah. Dokter Anita telah sampai di depan mereka."Siapa yang sakit, Mbak?" tanya Dokter Anita sambil melempar senyum ke arah Ustazah. Dari interaksi barusan, Saima
"Astagfirullahaladzim!" seru ketiga pria yang telah sampai di dekat aula.Dua ustaz dengan cekatan meringkus petugas keamanan. Kiai yang tak ingin memandang tubuh setengah terbuka si wanita segera mengulurkan sorban yang dipakainya."Tolong pake ini!" pinta Kiai Ahmad dengan pandangan mata ke arah lain. Pria sepuh ini mengenali suara si wanita tanpa harus melihat wajah. Otaknya segera berpikir keras tentang keanehan yang terjadi. Sekarang ini, Kiai bisa memastikan bahwa yang sedang bersama mereka bukan Dokter Anita."Tolong, tangani petugas keamanan. Saya mau temani Mbak Saimah untuk mengantar Dokter Anita," ucap Kiai Ahmad kepada Ustaz Hamid."Silakan, Kiai," balas Ustaz.Mereka pun berpisah jalan. Dokter Anita tampak tersenyum menatap pria sepuh dengan pandangan genit. Baik Kiai maupun Saimah sudah tahu gelagat aneh tersebut adalah perilaku tak lazim bagi seorang dokter langganan ponpes tersebut. Mereka tahu betul bahwa dokter yang telah lama ditugaskan di ponpes tak pernah berlaku
"Cepetan dimasukkan kamar ujung!" perintah Ustazah Nariyah ke dua anak asuhnya.Kedua wanita muda tersebut segera melakukan permintaan ustazah. Saimah tampak terengah-engah menyusul langkah setengah berlari ketiga wanita. Kamar yang dituju berjarak enam meter dari ruang kesehatan.Saimah hanya mampu memandang keheranan pada saat tubuh di kursi roda dipindahkan ke ranjang. Tampak dari leher dan telapak tangan muncul beberapa batang paku.Benda berujung runcing tersebut keluar bersama darah dan nanah berbau tak sedap. Sehingga keempat wanita langsung menutup hidung."Kita keluar dulu. Dia sudah aman terikat,"ajak Ustazah Nariyah.Ustazah Nariyah bersama kedua santriwati berjaga di luar kamar. Saimah berpamitan akan melihat keadaan Kesi. Wanita berparas ayu khas Jawa ini memasuki kamar dengan perasaan penuh was-was.Selama di sini ada saja gangguan dari Kemukus. Padahal tempat orang-orang alim. Tempat ibadah dan mengaji. Kenapa masih bisa dimasuki setan? Saimah sibuk dengan pikirannya s
"Udah kelihatan banget. Itu pasukan Gunung Kemukus. Mana ada kalangan pondok gak pake ucap salam saat mengetuk pintu?""Oh, ya. Benar sekali kamu, Im."Saimah seketika tersenyum lebar ke arah Kesi. Mereka memutuskan untuk menunggu sampai keadaan benar-benar aman. Sementara si pengetuk pintu masih memanggil-manggil nama Saimah. Pada akhirnya, suara ketukan dan panggilan tak terdengar lagi. Saimah seketika tertawa lirih sambil menunjuk ke arah pintu.Wanita berparas ayu khas Jawa ini mengambil piring berisi bubur. Kemudian, ia sodorkan piring tersebut ke Kesi."Buruan makan! Biar ada isi dalam perut. Kita tunggu dokter pengganti yang sedang dalam perjalanan kemari.""Kamu tahu dari mana, Im?""Tadi Ustazah Nariyah sempat ditelepon pihak rumah sakit. Memberitahu soal itu. Sebenarnya, kami sudah tahu saat dokter abal-abal memeriksa tanpa bantuan perawat. Kami berpura-pura saja agar bisa menjebak dia. Maka dari itu, ada santriwati yang ditugaskan dalam kamar. Aku dan Ustazah Nariyah menung
"Assalammu'alaikum!""Wa'alaikumussalam!" jawab kedua wanita dengan suara kencang.Saimah yang mendengarkan suara familer tersebut bergegas bangkit lalu berjalan ke arah pintu. Ia segera membuka gerendel pintu. Begitu terbuka, Parman tersenyum ke arah istrinya.Saimah buru-buru bertanya, "Gimana, berhasil?""Alhamdulillah. Berhasil bawa pergi Dokter Anita dan ponakan Mbak Kesi," balas Parman sambil mengulurkan sebuah botol kecil berisi cairan hitam ke Saimah."Dapat dari mana, Mas?"tanya Saimah dengan ekspresi terkejut. Ia segera menyimpan botol dalam saku."Dapat dari santri depan aula. Katanya dari Kiai buat penjagaan diri," balas Parman dengan wajah datar."Cuma Mas yang dikasi, kan?""Enggak. Mas Badrun juga dapat. Bilangnya, diusapkan ubun-ubun dan telapak kaki."Saimah segera menoleh ke arah Kesi lalu berucap,"Kesi, kamu sendirian, gak apa?""Mau ke mana, Im?""Mas Parman dan suamimu dapat cairan setan lagi. Aku mau lapor ke Kiai.""Tolong, buruan kasih tahu Mas Badrun, Im!"Sai