Sementara di ruang kesehatan asrama putri, Saimah dan seorang ustazah sedang menanti kedatangan dokter. Kedua wanita sedang duduk di depan ruang perawatan. Namun, mereka jadi terkejut melihat kedatangan Dokter Anita dari arah halaman parkir."Bukannya kata Mbak Saimah, Dokter Anita gak bisa datang?" tanya ustazah."Ya, Ustazah. Beliau sedang perawatan," balas Saimah dengan mata menatap tajam ke arah Dokter Anita. Ia mengamati dokter yang sedang berjalan tinggal beberapa meter lagi ke arah mereka. Pandangan awas Saimah tak bisa dibohongi. Akhirnya, dirinya bisa tersenyum lebar."Wah, Mbak Saimah pasti tahu sesuatu ini,"ucap Ustazah sambil ikut mengamati wanita berjas putih yang sedang berjalan ke arah mereka."Nanti kita buktikan, Ustazah. Asli atau palsu?"Wanita pengelola asrama putri tersebut tersenyum mendengar ucapan Saimah. Dokter Anita telah sampai di depan mereka."Siapa yang sakit, Mbak?" tanya Dokter Anita sambil melempar senyum ke arah Ustazah. Dari interaksi barusan, Saima
"Astagfirullahaladzim!" seru ketiga pria yang telah sampai di dekat aula.Dua ustaz dengan cekatan meringkus petugas keamanan. Kiai yang tak ingin memandang tubuh setengah terbuka si wanita segera mengulurkan sorban yang dipakainya."Tolong pake ini!" pinta Kiai Ahmad dengan pandangan mata ke arah lain. Pria sepuh ini mengenali suara si wanita tanpa harus melihat wajah. Otaknya segera berpikir keras tentang keanehan yang terjadi. Sekarang ini, Kiai bisa memastikan bahwa yang sedang bersama mereka bukan Dokter Anita."Tolong, tangani petugas keamanan. Saya mau temani Mbak Saimah untuk mengantar Dokter Anita," ucap Kiai Ahmad kepada Ustaz Hamid."Silakan, Kiai," balas Ustaz.Mereka pun berpisah jalan. Dokter Anita tampak tersenyum menatap pria sepuh dengan pandangan genit. Baik Kiai maupun Saimah sudah tahu gelagat aneh tersebut adalah perilaku tak lazim bagi seorang dokter langganan ponpes tersebut. Mereka tahu betul bahwa dokter yang telah lama ditugaskan di ponpes tak pernah berlaku
"Cepetan dimasukkan kamar ujung!" perintah Ustazah Nariyah ke dua anak asuhnya.Kedua wanita muda tersebut segera melakukan permintaan ustazah. Saimah tampak terengah-engah menyusul langkah setengah berlari ketiga wanita. Kamar yang dituju berjarak enam meter dari ruang kesehatan.Saimah hanya mampu memandang keheranan pada saat tubuh di kursi roda dipindahkan ke ranjang. Tampak dari leher dan telapak tangan muncul beberapa batang paku.Benda berujung runcing tersebut keluar bersama darah dan nanah berbau tak sedap. Sehingga keempat wanita langsung menutup hidung."Kita keluar dulu. Dia sudah aman terikat,"ajak Ustazah Nariyah.Ustazah Nariyah bersama kedua santriwati berjaga di luar kamar. Saimah berpamitan akan melihat keadaan Kesi. Wanita berparas ayu khas Jawa ini memasuki kamar dengan perasaan penuh was-was.Selama di sini ada saja gangguan dari Kemukus. Padahal tempat orang-orang alim. Tempat ibadah dan mengaji. Kenapa masih bisa dimasuki setan? Saimah sibuk dengan pikirannya s
"Udah kelihatan banget. Itu pasukan Gunung Kemukus. Mana ada kalangan pondok gak pake ucap salam saat mengetuk pintu?""Oh, ya. Benar sekali kamu, Im."Saimah seketika tersenyum lebar ke arah Kesi. Mereka memutuskan untuk menunggu sampai keadaan benar-benar aman. Sementara si pengetuk pintu masih memanggil-manggil nama Saimah. Pada akhirnya, suara ketukan dan panggilan tak terdengar lagi. Saimah seketika tertawa lirih sambil menunjuk ke arah pintu.Wanita berparas ayu khas Jawa ini mengambil piring berisi bubur. Kemudian, ia sodorkan piring tersebut ke Kesi."Buruan makan! Biar ada isi dalam perut. Kita tunggu dokter pengganti yang sedang dalam perjalanan kemari.""Kamu tahu dari mana, Im?""Tadi Ustazah Nariyah sempat ditelepon pihak rumah sakit. Memberitahu soal itu. Sebenarnya, kami sudah tahu saat dokter abal-abal memeriksa tanpa bantuan perawat. Kami berpura-pura saja agar bisa menjebak dia. Maka dari itu, ada santriwati yang ditugaskan dalam kamar. Aku dan Ustazah Nariyah menung
"Assalammu'alaikum!""Wa'alaikumussalam!" jawab kedua wanita dengan suara kencang.Saimah yang mendengarkan suara familer tersebut bergegas bangkit lalu berjalan ke arah pintu. Ia segera membuka gerendel pintu. Begitu terbuka, Parman tersenyum ke arah istrinya.Saimah buru-buru bertanya, "Gimana, berhasil?""Alhamdulillah. Berhasil bawa pergi Dokter Anita dan ponakan Mbak Kesi," balas Parman sambil mengulurkan sebuah botol kecil berisi cairan hitam ke Saimah."Dapat dari mana, Mas?"tanya Saimah dengan ekspresi terkejut. Ia segera menyimpan botol dalam saku."Dapat dari santri depan aula. Katanya dari Kiai buat penjagaan diri," balas Parman dengan wajah datar."Cuma Mas yang dikasi, kan?""Enggak. Mas Badrun juga dapat. Bilangnya, diusapkan ubun-ubun dan telapak kaki."Saimah segera menoleh ke arah Kesi lalu berucap,"Kesi, kamu sendirian, gak apa?""Mau ke mana, Im?""Mas Parman dan suamimu dapat cairan setan lagi. Aku mau lapor ke Kiai.""Tolong, buruan kasih tahu Mas Badrun, Im!"Sai
"Maaf, Kiai dan Ustaz. Kami barusan melihat ...."Akhirnya meluncur cerita Parman tentang aktivitas Aldi dan Lisa dalam ruang persemayaman jenazah."Astaghfirullahaladzim!" seru kedua pria bersamaan."Bagaimana mungkin mereka bisa di sana?" tanya Kiai Ahmad sambil memilin biji-biji tasbih."Saya pikir Lisa terkena hipnotis, Kiai. Jika dalam keadaan sadar, tak mungkin dia mau melakukan hal tersebut. Apalagi Aldi adalah pelaku ritual pesugihan. Ini salah satu ritual penutup baginya. Kenapa Lisa yang jadi target? Kasian dia," urai Saimah dengan ekspresi yang tampak kesal. Dia harus segera kasih tahu hal ini kepada Kesi."Maaf, saya harus ke Kesi dulu. Assalammu'alaikum," ucap Saimah yang segera berlalu tanpa mendengarkan jawab salam ketiga pria.Saimah berlari sekencang mungkin. Insiden yang terjadi terhadap Lisa adalah benar-benar darurat. Pada saat wanita berparas ayu khas Jawa ini sampai, terlihat Kesi sedang bersiap akan keluar ruangan. "Kebetulan kamu datang, Im. Ayo, ikut aku!"aja
"Ya, Allah! Saya kenapa di sini?"tanya Badrun dengan ekspresi bingung."Assalammu'alaikum," ucap salam oleh santri yang langsung dibalas Badrun dengan buliran bening menyembul dari dua sudut mata."Alhamdulillah! Sampeyan masih dilindungi oleh Allah, Mas," ucap santri sambil tersenyum.Parman langsung memeluk tubuh Badrun yang berguncang hebat karena terharu sekaligus rasa syukur. Ketiga pria berjalan menuju masjid. Santri tersebut membantu membersihkan tubuh Badrun dari gangguan setan dengan rukiah.Sementara itu tubuh pasangan mesum yang berada di atas brankar segera dibawa ke tempat tertutup di belakang aula. Para santri dengan dipimpin oleh Ustaz Hamid membacakan doa untuk memulihkan keadaan pasangan tersebut. Di saat yang sama, Kiai Ahmad mengikat tubuh Kuncen dengan doa khusus lalu membawanya ke arah asrama putra."Aku senang Mas Badrun cepat tertolong. Kita ini adalah target dari Ratu,"ucap Kesi sambil fokus memandang satu arah.Ia melihat beberapa para santri yang berjalan dar
"Ke mana Lisa? Baru saja aku suruh duduk situ. Bantu aku mencarinya, Im. Kasian dia!"Saimah yang mendengar ucapan Kesi, tak bisa menahan rasa haru. Ia memeluk erat tubuh Kesi. "Kamu yang tabah! Ada aku, Mas Parman, suamimu dan para penghuni pondok yang sayang kamu.""Aneh, kamu, Im! Yang perlu disemangati itu Lisa. Bukan aku. Tolong, bantu cari Lisa!" pinta Kesi dengan nada jengkel.Tampak Badrun berlari menghampiri kedua wanita. Pria tersebut segera memeluk tubuh Kesi erat lalu mengecup kening istrinya."Dek, ayo buruan ke pemulasaran jenazah. Ditunggu ustazah dan santriwati," ucap Badrun.Kesi yang tak mengerti masalahnya, semakin bingung dengan perilaku suaminya. Ia memandang wajah Badrun dan ada raut kesedihan di kedua mata."Tadi Saimah. Sekarang Mas. Pada kenapa kalian? Ada kejadian apa?" tanya Kesi sambil memandang kedua orang bergantian."Mas, temani Kesi ke sana. Aku mau bersiap dengan yang lain," ucap Saimah seraya menepuk bahu Kesi pelan."Ya, Mbak. Kami segera menyusul," b