Share

RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM
Author: Adellin Nazura

Rintihan Daniella

Author: Adellin Nazura
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

"Aaa!!!! Sakit! Papa! Sakittt!" rintihku tanpa henti sembari memegangi tubuhku.

Rasanya, seperti ada benda tajam semacam jarum jahit di sana. Dalam posisi berbaring, kakiku terus kuhentak-entakan ke ranjang. Aku sudah tak sanggup lagi, ingin lekas mengakhiri hidup daripada menahan nyeri, dan lara menyayat ini. Rasa sakit di organ itu belumlah lenyap, kini bertambah lagi sensasi panas, seakan membakar sekujur tubuhku.

Air mataku tak bisa berhenti mengalir, sementara Papa yang panik, hanya mengusap-usap lembut puncak kepalaku. Sesekali mengusap linangan air mata yang menggenangi pipinya.

Sesaat rasa nyeri mereda, beralih ke rasa gatal di seluruh wajahku yang dipenuhi banyak bisul berisi dar*h juga nan*h. Kugaruk-garuk kedua pipiku, tanpa memedulikan bagaimana sekarang rupaku di cermin. Begitu kulihat, kedua tanganku sudah dipenuhi dar*h hasil dari garukan pipi barusan.

"Papa! Rasanya lebih baik aku mati aja! Daripada kayak gini terus Papa!" keluhku terisak-isak.

Rengkuhan Papa kian erat, kedua matanya telah sembab menangisiku, rengkuhan itu terasa nyaman, dan sedikit meredakan kegelisahan ini.

"Papa! Di sana, Pa! Di tembok ada banyak kalajengking banyak, Pa! LIHAT PA!!" pekikku lagi, menahan rasa takut, dan kian merengkuh erat tubuh Papa.

Ratusan kalajengking sedang menyerbu dinding rumahku, mereka merayap turun dari dinding menuju ke lantai kamar.

"Nak! Nggak ada kalajengking, Nak! Mana?"

"Itu, Papa!" Jari telunjukku mengarah ke dinding. Saat Papa menoleh ke dinding belakang, ia kembali mengusap lembut puncak kepalaku, dan berucap, "nggak ada apa-apa, Nak! Nggak ada kalajengking di sini! Kamarmu bersih!"

"Ada apa lagi sih, Mas!?" sergah ibu tiriku yang baru datang memasukki kamar.

Seperti biasa, tampak wajah seringai nan kecut memandang penuh kebencian padaku. Kehadirannya selalu membawa hawa suwung yang membuat bulu kudukku meremang.

"Pergi kamu! Jangan mendelik terus!" seruku saat melihat nenek-nenek berwajah setengah hancur yang terus melotot ke arahku. Nenek berambut serba putih nan kusut berantakan, dengan pakaian khas gembel itu, hadir bersamaan dengan ibu tiriku.

Nenek tua yang ada di belakangnya itu terus memelototiku seolah geram, ingin mengutuk, juga menerkamku.

"Daniella! Siapa yang mendelik-mendelik ke kamu! Nggak sopan banget jadi anak!" omelnya sembari mengerucutkan bibir, dan menyilangkan tangan. Kurasa, dialah orang yang paling bahagia melihat derita bertubi yang kurasa ini.

"Bukan ... bukan Tante! Itu Tante! Di belakang Tante ada nenek-nenek lampir! Dia ngikuti Tante terus!"

"Ini anak bicaranya makin melantur, kebanyakan halusinasi. Udah, Mas. Apa Mas mau repot ngurusi dia terus. Dia udah nggak waras fisik sama jiwanya juga Mas. Bawa aja dia ke RSJ!" pekik Tante Liana.

"Eggak, Papa! Aku nggak gil*! Beneran di sana ada kalajengking banyak! Di belakang Tante juga ada Nenek Lampir!" seruku meyakinkan. Tapi tak sedikitpun mereka ada yang mau mempercayai ucapanku.

"Aaaaaa!!!!! Sakit!" Air mataku meluruh lagi di tengah perdebatan ini. Kali ini, rasa sakitnya beralih ke perutku yang seperti ditus*k-tus*k duri.

"Liana! Lebih baik kamu keluar panggil Si Mbok! Aku mau hubungi dokter. Kamu di sini dulu ya, Nak! Papa mau ambil Hape dulu." Papa mengusap lembut punggungku. Kemudian beranjak, dan menyeret Tante Liana dengan kasar keluar dari kamarku.

Tak seberapa lama, datang Si Mbok tergopoh-gopoh menghampiriku yang kesakitan, sendiri di dalam kamar.

"Mbok! Sakit, Mbok! Sakiiit!" aduku tak tahan lagi menahan ini. Tangisku kian pecah, sedu-sedan di hadapan wanita baya yang telah merawatku sejak aku ditinggal oleh ibuku kembali pada Ilahi.

"Non! Yang sabar ya, Non!"

"Mbok, itu ada kalajengking di bawah kaki Mbok!" Spontan aku berdiri di atas ranjang ini.

"Mana Non? Ndak ada kalajengking. Itu perasaan Non aja. Non lagi sakit. Kalau misalnya Bapak sama Ibuk Liana ndak sanggup lagi merawat Non, dan Non mau ditaruh RSJ. Lebih baik, Non ikut Mbok aja ya Non. Mbok siap, ngerawat Non. Selama ini, Non sudah Mbok anggap seperti anak Mbok sendiri."

"Nggak, Mbok! Nggak mungkin! Papa nggak mungkin setega itu bawa aku tinggal di rumah sakit jiwa! Aku nggak gil*, Mbok!"

"Non!" kata Si Mbok lirih, kemudian dia tak lagi berucap. Hanya air mata tanpa tepi, yang sanggup mewakili apa isi hatinya.

"Gatal!!! Gatal! Panas!!!!!" Wajahku kembali memanas, dan rasa gatal itu seolah menggerogoti.

Wajahku mungkin kini sudah seperti monster zombie setelah penyakit aneh ini menjangkit tubuhku. Bahkan dokter pun tak bisa mendiagnosis apa penyakitku sebenarnya.

Beragam alat canggih mendeteksi tubuhku. Namun, tak ditemukan ada gangguan medis berarti di fisik nan muda ini.

Berbagai macam pengobatan, mulai dari medis, pengobatan penyakit fisik hingga jiwa, ditempuh demi kesembuhanku. Aku didagnosa Skizofrenia, karena waham dan delusi. Padahal kurasa tidak. Aku masih waras, dan pikiranku masih jernih.

Saat aku menjerit merasakan sakit, beberapa kali melihat binatang melata di kamarku. Itulah mengapa, mereka menyebutku dengan gangguan halusinasi.

Sungguh, orang tua manapun tak pernah menginginkan anaknya menderita seperti ini.

Obat dari dokter spesialis kulit, cukup berimbas pada kulitku. Namun, setelah obatnya meredam, dan rasa sakit di wajah, dan kulit tubuhku kambuh. Aku seperti kehilangan kendali, terus menggaruk wajah itu tanpa ampun. Ditambah lagi rasa sakit yang amat misterius di perut, dan organ kew*nitaanku. Dokter pun tak bisa menjelaskan dengan spesifik, apa sebenarnya penyakitku ini.

Hingga desas-desus merebak, bahwasannya aku ini adalah korban teluh alias kiriman ilmu hitam.

Sampai pengobatan alternatif pun kulakoni, hingga mendatangi tabib yang konon disebut 'Orang Pintar' pun sudah ditempuh.

Kecurigaanku tertuju pada dua orang yang sangat membenciku.

Pertama pada Bakti, lelaki yang semula sangat mencintai, dan mengagumiku. Betapa tak tahu dirinya yang 'hanya' penjual gorengan pinggir jalan itu, berani-beraninya dia mengungkapan cinta padaku, juga berniat melamarku. Dia tak sadar, siapa dia, dan siapa aku. Dia hanyalah penjual gorengan yang ngemper tempat tinggal di kota besar. Sedangkan aku, adalah Daniella Arnetta Vernandi, putri tunggal Tuan Vernandi Himawan, pemilik ratusan restoran yang tersebar di penjuru negeri.

Saat Bakti mengungkapkan cintanya padaku. Dengan lantang aku menolaknya. Hinaan, cacian, bahkan umpatan lepas begitu saja dari lisanku. Alasanku menolak, tak hanya status kami yang terlampau jauh jika disandingkan. Selain itu, aku juga menjalin kasih dengan Seorang pria bernama Azaska. Kami sederajat, dan Papa merestui. Jadi, tak ada lagi yang boleh menjadi pemisah antara kami.

Saat menolak Bakti, aku sama sekali tak menyesal, merasa bahwa dia layak dihina, dan pantas menerima penolakan dariku.

Adakah itu alasan, dia mengirim penyakit ini?

Namun, selain Bakti, dalam hidupku ada salah satu orang yang sangat menginginkan penderitaanku, dia ... tak lain adalah ibu tiriku. Tante Liana. Wanita muda yang usianya hanya selisih lima tahun denganku itu, baru dua tahun lalu menyandang gelar istri Papaku. Laki-laki yang hampir seusia dengan Bapaknya. Awal menikah dengan Papa, Tante Liana teramat manis. Tapi, semanis apapun dia bersikap, sampai kapanpun tak akan sudi aku memanggilnya Ibu. Karena, dia sudah merebut hati Papaku. Sebelum ada dia, kasih Papa hanya tercurah untukku seorang.

Setelah dia hadir. Cinta Papa jadi terbagi, dan aku benci hal itu. Aku tak pernah menganggapnya ibu, apalagi menghargai keberadaanya. Bahkan karena sikapku yang buruk padanya sampai-sampai membuat Papa pertama kali membentakku. Padahal seumur hidup, Papa tak pernah berucap dengan nada tinggi padaku. Itu semua gara-gara Tante Liana!

Karena sikapku yang buruk, manja, dan kekanakan tentunya Tante Liana sangat membenciku. Mungkin itulah alasannya dia mengirim ilmu hitam ini padaku.

***

"Nak! Maafin Papa, Sayang. Papa yakin ini jalan terbaik yang bisa Papa tempuh untuk kesembuhanmu! Papa janji, sesering mungkin Papa akan mengunjungimu, Nak!"

"Papa! Aku nggak gil*, Papa! Pikiranku masih sehat!"

"Pak, jangan bawa Non ke rumah sakit jiwa, Pak! Saya mohon, Pak. Kasihan, Non. Kalau Bapak ndak sanggup lagi merawat, biar saya saja yang bawa Non Daniella ke kampung!" Si Mbok mengiba memohon dengan setulusnya pada Papa, supaya aku tak dibawa ke Rumah Sakit Jiwa.

-----

Bersambung ...

Kaugnay na kabanata

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Aku Tidak Gila

    Bab 2 Pov Daniella Arnetta Vernandi'Sebelum kutukan ini datang. Aku seperti bidadari yang dikagumi. Namun, setelah penyakit ini menggerogoti. Mereka menyebutku Kuntilanak pohon jambu' ------------------"Sudah aku bilang, Papa! Aku nggak gil*! Aku nggak mau ke Rumah Sakit Jiwa!" Aku terus berteriak dan memberang, saat dua orang laki-laki suruhan Papaku mencoba membawaku paksa keluar dari rumah ini. Tega sekali Papa membawa anaknya ke RSJ.Kepada siapa lagi aku harus percaya. Sedang Papaku sendiri saja sudah tak mau mengerti diriku lagi, dan merasa menyerah dengan penyakitku ini. Si Mbok terus menangisiku dan mencoba mencegah kedua pria itu, yang hampir mencengkeram paksa tanganku yang terus kuguncangkan. "Pak! Saya mohon, Pak! Jangan bawa Non ke rumah sakit jiwa! Saya masih sanggup ngerawat Non Daniella! Non Daniella sudah seperti anak saya sendiri!" Si Mbok berlutut di hadapan Papa, dan kedua suruhannya menghentikan penjemputan paksa ini. Air mata tulus itu melukiskan betapa cin

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Kuntilanak Pohon Jambu

    Part 3 ----Gadis angkuh bernama Daniella, harus terisolasi dari ingar-bingar kemewahan orang tuanya, sebab penyakit misterius yang menjangkit fisik, dan mentalnya. Dia terpaksa harus tinggal di desa terpencil hingga warga menyebutnya kuntilanak. Sampai suatu ketika, pertemuannya dengan Ustaz muda bernama Ashrafil Ambiya' dapat mengubah pandangan hidupnya. -----PoV Ashrafil Ambiya----"Ati-ati ada kuntilanak, Pak Ustadz! Pak Ustadz jangan nyari pakan kambing di sana! Di pohon jambu itu ada kuntilanaknya!" Begitulah kata orang-orang yang sering memperingatkanku. Mereka melarangku untuk tidak mencari rumput di semak nan rimbun dekat pohon jambu itu. Aku orang baru di sini, bukan tak ingin mengindahkan peringatan mereka. Hanya saja, apa mungkin ada makhluk halus yang terang-terangan menganggu banyak warga seperti itu?Bukankah manusia dengan mereka beda dimensi!?Ataukah itu hanya rumor mistis saja agar warga tetap waspada, dan cara paling efektif untuk menakut-nakuti anak-anak supa

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Rumah Si Mbok

    Rumah Si Mbok PoV Daniella Arnetta Vernandi----"Tempat macam apa ini, Mbok?! Serius, kita mau tinggal di tempat seperti ini?" Aku celingak-celinguk menatap seksama baangunan rumah yang akan kutinggali ini. Mataku terus memindai, apa Papa bercanda mau menyuruhku tinggal di tempat pelosok yang amat sangat tidak nyaman ini?"Iya, Non! Ini rumah Mbok! Memang agak jauh dari pemukiman, tapi nyaman kok, Non! Bapak juga sudah nyiapin semua barang perkakas Non, biar Non nyaman di sini!" Wanita berdaster abu-abu itu, menepuk-nepuk punggungku. Meyakinkan. "Mbok, lihat datarannya! Rumah ini seperti mau roboh! Trus jarak antara rumah ini sama tetangga lain, jauh banget Mbok! Kayak terisolasi gitu! Trus, pasti di sini susah sinyal!""Non! Si Mbok sebenarnya mau jelasin sejak awal sama Non. Tapi Non udah bersedia tinggal di sini, dibanding di rumah sakit, jadi Mbok merasa, Non lebih baik di sini, Non! Mbok janji bakal bikin Non betah dan nyaman di sini!""Betah apanya, Mbok?"Si Mbok, dan oran

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Semoga Papa Baik-baik Saja

    Part 5(Semoga Papa Baik-baik Saja) Pov Daniella ----"Non, abis nangis?! Kok matanya sembab sama mulutnya mecucu gitu, Non?!" tanya Si Mbok begitu aku menjejakkan kaki menuju kamarku. Aku tak dapat lagi menyembunyikan rasa dongkol di hatiku. Setelah melihat kemesraan Azaska dengan gadis lain. Ditambah lagi, saat berjumpa laki-laki berlesung pipit tadi yang terus mengira aku kuntilanak. Rasanya aku benar-benar bukan seperti manusia. "Aku sedih, Mbok." Aku lekas merebahkan tubuhku di kasur. Si Mbok mendekat. Mengelus rambutku yang acak-acakan ini. "Non kenapa, cerita sama Mbok! Jangan pendem sendiri, Non!""Mbok! Azaska, Mbok! Azaska cepet banget move on dari aku, dan dia sekarang udah gandeng cewek lain!""Non! Laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma Den Zaska! Mbok yakin, nanti kalau Non udah sembuh seperti sedia kala, Den Zaska bangat nyesel udah ninggalin Non! Nanti juga banyak laki-laki yang ngantri buat deketin Non kayak dulu!" "Kapan aku sembuh, Mbok!? Lalu, Papa! Dua ja

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Meluruskan Prasangka

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 6Meluruskan Prasangka Pov Ashrafil Ambiya'---"Tadi ... tadi rumputnya ketinggalan, Pakde! Sama sabitnya juga! Saya mau ambil sekarang!" kataku pada Pakde. "Ndak usah, Shraf! Ini udah malam. Ndak bakal hilang itu sabit sama rumput di karung. La iya, apa tadi kamu buru-buru pulang gara-gara ketemu kuntilanak jambu? Dasar demit, sering gangguin perjaka!""Bu ... bukan Pakde! Tadi aku ketemu sama perempuan! Tapi bukan kuntilanak! Dia manusia, Pakde!""Manusia?! Wong jelas-jelas suara tangisannya itu bukan kayak orang kok, Shraf! Kalau ada dia, pasti baunya busuk. Bikin merinding! Makanya ndak ada orang berani lewat sana! Sejak lama, tanah kosong itu udah angker, Shraf! Kamu jangan ngambil rumput di sana. Cari di tempat lain!""Tapi, Pakde?!""Tapi apa, Le?!""Dia bukan kuntilanak, Pakde! Wanita itu manusia!""Wes, Shraf! Sekarang mandi sana! Siap-siap ngimami sholat maghrib!"Gegas aku pun mandi, dan bersiap ke Langgar terdekat, tempatku mengaja

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Kambuh Lagi

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 7 Kambuh Lagi Pov Daniella Arnetta Vernandi----"Mbok pagi ini aku mau nelpon Papa! Feelingku nggak enak, Mbok. Aku nggak pengen Papa kenapa-napa." Aku melangkah mendekati Mbok yang masih fokus menghadap kompor, membolak-balik roti tawar yang sudah diolesi margarin, di atas teflon.Sepertinya si Mbok hendak membuatkanku sandwich Sosis. "Pagi-pagi gini, Non?!" tanyanya keheranan. Sepasang alisnya terangkat sempurna. Kuanggukan kepala. Isyarat mengiyakan. "Nggak papa kan, Mbok?!" pintaku penuh harap. Si Mbok sebenarnya bimbang. Namun, dia tak bisa menolak keinginanku yang kukuh. "Tapi Non, Non pakai penutup kepala, sama masker ya Non. Biar orang-orang ndak neriaki Non kayak kemarin-kemarin.""Pakai topi, Mbok? Aku nggak bawa topi dari sana!""Ndak, Non! Bukan topi, tapi jilbab atau selendang biar Non ndak kelihatan welo-welo! Pakai masker juga Non. Biar wajah Non ndak kelihatan.""Ya udah deh, Mbok!"Seusai menyantap hidangan sarapan lezat

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Mimpi Buruk Setiap Malam

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 8 Mimpi Buruk Setiap Malam Pov Ashrafil Ambiya'---"Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!" Di tengah obrolan antara aku, dan Si Mbok. Tiba-tiba Daniella berteriak histeris. Kuteguk ludah, tak tahu harus berbuat apa. Apa mungkin gadis ini sedang mengalami nyeri datang bulan? Aku sungguh tak paham. Apa yang harus kulakukan. "Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!" "Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!""Aaaaa!!! Sakit Mbok!" Dia masih terus berteriak tanpa henti, mengaduh dan memohon-mohon. Sepertinya dia menahan nyeri teramat sangat. Si Mbok berusaha memapahnya menuju kamar. Namun, dia menggeleng, isyarat sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah. Dia berbaring di sofa dengan posisi lutut sedikit tertekuk karena panjang sofa lebih pendek dari tubuhnya. "Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Dia menghentak-hentakkan kakinya di sofa. Si Mbok memb

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Hati yang Tersayat

    Pov Ashrafil Ambiya'---"Tiap hari aku mimpi buruk, Pak Ustadz! Kadang itu jelas nyata. Ada bayangan hitam, tiap jelang malam mau nyekik leherku. Kadang rasanya seperti ada hewan melata, merayap di tubuhku, Pak Ustadz!" seru Daniella lantang, diikuti suara tangis dan isakan.Ya Allah, aku tak tega melihatnya seperti ini. Dia pasti merasakan sakit yang teramat sangat. Aku tak ingin Su'udzon dulu atas penyebab sakit yang diderita Daniella. Di sini, aku ingin sekali membantunya lepas dari rasa sakit itu. Nurani kemanusiaanku benar-benar tergerak melihat ini. "Pak Ustadz, saya ke dapur dulu, mau nyari obat penurun panas buat Non, sama kompresan!""Iya, Buk. Silakan." Si Mbok gegas ke dapur. Kini, di kamar indah ini hanya ada kami berdua. Ada aku yang cemas akan keadaan Daniella, dan dia yang kini terbaring lemah di kamarnya dengan tatap mata yang kosong. "Daniella, aku mungkin belum bisa mendapatkan solusi secepatnya atas penyakitmu. Hmm ... mohon maaf sebelumnya, kalau memang peny

Pinakabagong kabanata

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Datang Terlambat

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya' Datang Terlambat ---"Aku mau ke ... hmm ... mau ada acara, Pakde!" "Owalah, jadi kamu udah dikabari kalo sekarang lagi ada acara kenduren di rumahnya Pak Lurah, peringatan seribu harinya Mbahnya Yunda." "Kenduren?! Enggak, aku nggak dikabari apa-apa, Pakde! Padahal tadi pagi aku ke sana. Tapi aku belum nerima undangan!""Wong undangannya baru dikasih tadi pas Pakde pulang dari tegalan kok, Shraf. Kamu ya, yang datang! Sekalian nanti kamu kan diminta buat mimpin doa!""Kok aku, Pakde?! Pakde aja yang datang! Aku nggak bisa Pakde! Aku lagi ada janji! Lagi ada acara penting!""Acara penting apa toh, Shraf?! Wong ini loh, hari jum'at. Ngajinya kan libur! Lagi pula, sekalian biar kamu makin akrab sama orang-orang di sini! Masak Pakde terus yang ikut kenduren! Yowes ... mumpung kamu udah siap! Ganti sarung! Berangkat!" Bagaimana ini, kalau aku menolak ... Aku merasa tak enak karena aku yang diminta memimpin do'a? Tapi, bagaimana de

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Rencana yang Tertunda

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku khawatir jika kuterima langsung, ini akan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, dan nepotisme Pemimpin. Sementara di sisi lain, aku juga sedang membutuhkan pekerjaan yang layak, untuk bekalku melamar Daniella. Ya Allah, bagaimana ini?!"Kenapa tiba-tiba sekali, Pak? Jujur, saya benar-benar kaget dan tidak menyangka, Pak. Karena selama ini, saya juga tidak pernah menunjukkan kemampuan saya dalam ranah tersebut, Pak." "Segala sesuatunya bukan terjadi tiba-tiba, Nak Ashraf. Saya sudah banyak mendengar cerita dari Yunda, tentang kemampuan Nak Ashraf. Jadi sayang sekali, kalau ada SDM yang maju, terus dibiarkan. Sedangkan yang ada di lapangan justru tidak terlalu kompeten. Ini jaman serba canggih, Nak. Mau tidak mau, siap tidak siap, semua bidang akan mengalami pembaruan, termasuk Mbaurekso desa. Bukan hanya diisi para pemangku kepentingan, tapi orang yang benar-benar paham di bidangnya. Permohonan dari saya ini, tolong

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Tawaran Perangkat Desa

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Ashrafil Ambiya'Tawaran Perangkat Desa ----"Aku di sini cuma sementara, Pak Ustadz! Aku di sini nggak akan lama, seperti apa yang Papa bilang sejak awal. Kalau aku sudah baikan, aku bakal balik. Aku udah kangeeen banget sama rumahku di sana. Aku juga udah berbulan-bulan nggak ketemu sama Papa! Pas awal aku di sini, beraat banget rasanya, dan cepet-cepet pengen pergi! Tapi, setelah ketemu Pak Ustadz, kenapa rasanya lebih berat ... buat ninggalin tempat ini." Aku begitu terngiang, tertegun hingga malam tenangku terganggu oleh kalimat yang diucapkan Daniella tempo hari. Benar, keadaannya lambat laun kian membaik, dan itu adalah kabar membahagiakan. Tentu saja, Papanya nan jauh di sana pasti merindukan putrinya. Jarak dan waktu telah memisahkan mereka, meski aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya rindu serupa Daniella. Namun, melihat wajah cerahnya setelah bercerita hal itu, aku pun ikut merasakan binar harapannya. Hatiku dilema, aku belum pe

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Restu Papa yang Terpenting

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 19Pov Daniella Arnetta Vernandi----Restu Papa Terpenting ----Papa menyatakan dengan tegas ketidaksukaannya terhadap Ustadz Ashraf. Bahkan Papa memberiku pilihan yang amat sangat sulit. Aku tetap tinggal di sini, selamanya tanpa fasilitas apapun. Atau aku kembali secepatnya. Kondisiku memang berangsur membaik, dan menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Sesuai dengan apa yang dicanang sejak awal, bahwa aku memang tinggal sementara di sini. Kini, kondisiku telah stabil. Saatnya aku kembali. Bukankah dulu aku begitu tak suka tempat ini dan ingin segera kembali. Kenapa sekarang, justru begitu berat meninggalkan tempat ini? Semua karenamu, Ustadz Ashraf! ******"Non, kenapa Non beberapa hari ini ndak doyan makan, makanannya cuma diaduk-aduk tok, nanti Non sakit! Kalau Non sakit, bukan cuma Mbok yang sedih, tapi Ustadz Ashraf juga!" kata si Mbok saat melihatku murung di meja makan. Sejak Papa meminta aku segera kembali ke Jakarta, dilema

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Keputusan Papa

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---[Papa, kok Papa ngomong kayak gitu sama Pak Ustadz. Pak Ustadz baik, Papa. Aku sayang sama Pak Ustadz. Papa setuju kan, kalau aku nikah sama dia?] tanyaku ke Papa di panggilan WA. [Papa akan siapin akomodasi buat kamu sama Si Mbok, supaya kalian lekas balik ke Jakarta.][Papa kok bilang kayak gitu sih? Apa Papa nggak suka sama Pak Ustadz? Kenapa Papa? Apa cuma gara-gara dia buruh tani, nggak cocok buat anak Papa?][Tentu aja kalian berdua nggak cocok, Daniella! Papa lebih kenal kamu dibanding siapapun. Kalau kamu tetap tinggal di sana. Apa kamu sanggup, hidup jadi istri buruh tani? Apa dia sanggup biayain kamu, bahagiain kamu yang selama ini apa-apa semua fasilitas dari Papa! Apa dia sanggup memberikan kebahagiaan sama kamu selayaknya perlakuan Papa ke kamu, Nak?][Papa, memang selama ini, semuanya dari Papa, aku nggak bisa lepas dari semua fasilitas Papa. Bahkan di kampung si Mbok pun Papa masih sediain segala yang

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Aku Hanya Buruh Tani

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku Hanya Buruh Tani ----Sejak perjumpaan itu, kian hari membuat hubungan kami kian dekat. Kini, seperti tak ada lagi sekat diantara kami. Daniella lebih sering tersenyum dibanding memanyunkan bibir, dia pun tak segan, mengabariku jika dia berada di dekat pohon jambu. Sebelum aku berangkat ke ladang, dia sering memintaku mampir ke rumahnya untuk membawakanku bekal.Rasanya seperti ini bahagianya ... diperhatikan seorang wanita yang disuka. Dan, andai Papamu dekat, aku pasti langsung mendatanginya ... memohon ijin untuk menghalalkanmu. Ketika sepulang dari surau mengajar pun, kami setiap hari berjumpa. Daniella lebih lepas, dan banyak bercerita ini itu tentang kehidupannya. Begitupun aku, yang ingin berbagi hal menyenangkan dengannya. Aku membelikan salep, seperti yang dia inginkan. Semoga perantara salep itu, dan ikhtiar giatnya selama ini, Allah memberikan kesembuhan padanya. ******* Sepertinya Daniella lebih dulu sa

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Mulai Betah Di Kampung dan Tak Ingin Beranjak

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---Diperhatikan, dikasihi oleh seorang pria dalam keadaan seperti ini membuatku merasa teristimewa. Di kampung halaman si Mbok yang pelosok ini, tak ada siapapun yang mengenalku. Tak ada yang tahu, bahwa aku anak tunggal dari pengusaha ternama seperti Papa. Di sini, bahkan orang-orang mengenalku sebagai gadis tak waras, juga makhluk halus yang kerap menangis di atas batang pohon jambu. Jauh dari Papa, jauh dari rengkuhan kasihnya, juga jauh dari segenap pujian yang dulu kudapat. Rasanya kini aku haus untuk dikasihi, dan Ustadz Ashraf datang membawakan apa yang kurasa kosong dalam hati. Dia, laki-laki yang tulus, tanpa memandang jij*k sedikitpun terhadapku. Ingin sekali aku ceritakan ini pada Papa. Bahwa putri kecilnya telah jatuh hati, dan menemukan pelabuhan yang tepat. Pasti Papaku akan menyetujuinya. Papa pasti bahagia melihatku bahagia dan tersenyum lagi. Aku pun ingin memperkenalkan Ustadz Ashraf padanya. Semoga

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Dia Akhirnya Berkata Jujur

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi----Sore ini, waktu menunjukkan pukul tiga, aku ingin sekali mengabarkan pada Papa tentang perubahanku yang positif ini. Meski tak mudah dan tak sepenuhnya maksimal, pasti Papa akan tetap bahagia melihatku begini. Di sini pun, sekaligus aku ingin memesan salep itu lagi pada Ustadz Ashraf, karena salep yang menyiksa itu cukup manjur juga bila diaplikasikan dengan benar. Harus kutanggalkan rasa engganku menghubunginya demi obat itu, karena aku membutuhkannya. Kini, aku berjalan sedikit percaya diri, tanpa mengenakan pasmina terlilit ataupun kacamata hitam. Aku hanya mengenakan dress longgar seperti biasanya, namun kupakai jaket hitam dengan hoodie. Karena cuaca memang cukup dingin akhir-akhir ini. [Hallo, Papa! How are you?] Kulambaikan tangan saat melihat Papa berada di taman rumahku yang luas itu. Tampak, ada secangkir kopi, dan aneka kudapan, di meja kecil depan Papa. [Papa baik-baik aja, Sayang! Kamu gimana, Nak?!

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita

    PoV Daniella Arnetta Vernandi ----Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita ----Dia membuatku terluka, dan cemburu manakala dia tersenyum memandang gadis lain yang jauh lebih cantik. Dengan posisiku sekarang, aku mungkin akan sulit merebut hatinya sepenuhnya. Bagaimana mungkin, dia terpikat pada gadis Buruk Rupa. Aku pun paham, aku tak berhak melarang, dan mengendalikan perasaannya. Aku ingin menjadi Daniella seutuhnya, Daniella yang bisa membius para pria agar terpaku memandangku tanpa berkedip. Hanya dia yang kuinginkan saat ini. Bukan yang lain. Daniella ingin dipandang sebagai wanita seutuhnya yang layak dikasihi dan dicintai oleh Ashraf. Bukan seorang gadis malang penghuni Pohon Jambu yang layak dikasihasi, dan disantuni oleh seorang Ustadz sepertinya. Kumohon, lihat aku sebagai seorang wanita, Pak Ustadz! Jangan membuatku tampak begitu kasihan seperti ini! *******Meskipun aku marah padanya dan belum ingin memaafkan, bukan berarti aku tak mau mencoba menggunakan s

DMCA.com Protection Status