Share

Rumah Si Mbok

last update Last Updated: 2023-01-20 15:06:59

Rumah Si Mbok

PoV Daniella Arnetta Vernandi

----

"Tempat macam apa ini, Mbok?! Serius, kita mau tinggal di tempat seperti ini?"

Aku celingak-celinguk menatap seksama baangunan rumah yang akan kutinggali ini. Mataku terus memindai, apa Papa bercanda mau menyuruhku tinggal di tempat pelosok yang amat sangat tidak nyaman ini?

"Iya, Non! Ini rumah Mbok! Memang agak jauh dari pemukiman, tapi nyaman kok, Non! Bapak juga sudah nyiapin semua barang perkakas Non, biar Non nyaman di sini!" Wanita berdaster abu-abu itu, menepuk-nepuk punggungku. Meyakinkan.

"Mbok, lihat datarannya! Rumah ini seperti mau roboh! Trus jarak antara rumah ini sama tetangga lain, jauh banget Mbok! Kayak terisolasi gitu! Trus, pasti di sini susah sinyal!"

"Non! Si Mbok sebenarnya mau  jelasin sejak awal sama Non. Tapi Non udah bersedia tinggal di sini, dibanding di rumah sakit, jadi Mbok merasa, Non lebih baik di sini, Non! Mbok janji bakal bikin Non betah dan nyaman di sini!"

"Betah apanya, Mbok?"

Si Mbok, dan orang suruhan Papa mengajakku melangkah masuk ke gubuk tua ini, gubuk dengan bahan kayu jati kuno. Lantainya pun tak dikeramik apalagi granit, melainkan hanya plesteran semen yang tidak rata. Letaknya seperti terisolasi, jauh dari tetangga. Ada akses jalan setapak ke mari, dan membuat mobil yang kami tumpangi harus diparkir cukup jauh.

"Mbok! Ada AC-nya gak?"

"Ya ndak ada toh, Non! Daerah sini hawane sejuk, Non! Kipas angin, apalagi AC ndak laku di sini!"

Benar juga ya, apa kata si Mbok. Daerah ini cukup sejuk didominasi dataran perbukitan, jadi kontur tanahnya seperti pereng atau lereng. Rumah si Mbok saja, bentuknya seperti meliuk, tidak datar.

Satu-persatu, barang bawaanku diturunkan.

Si Mbok sibuk mengebasi, dan mengelap-elap debu yang menempel di kursi, dan beberapa furniture lain.

Aku minta dibawakan kasur busa nan empuk dari sana. Aku juga meminta ayah membawakan piranti laptop, serta meja portable untuk kumainkan di sini.

Selain mobil yang kami tumpangi, Papa membawakan satu truk box berisi segala fasilitasku dari kota. Aku meminta pada Papa supaya membuat tempatku ini, senyaman kamarku di Jakarta.

Tiga orang pekerja, dibawa langsung dari sana, di bawah arahan Papa.

"Mbok, yang mana kamar aku?" tanyaku.

"Di sebelah sana, Non!" Si Mbok menunjuk kamar kosong, yang pintunya agak susah dibuka.

"Kalau tahu tempatnya kayak gini, aku sekalian kemarin minta ke Papa, buat bawain stiker lantai sekalian, Mbok! Kenapa Mbok nggak bilang kondisinya begini?"

"Maaf, Non! Nanti Non bisa hubungi Bapak lagi, kalau misal ada yang ndak cocok."

Lekas, kucoba menelpon Papa ingin request stiker lantai supaya mirip dengan keramik. Namun tak ada sinyal menyaut sedikitpun. Bagaimana ini? Rasanya tidak nyaman sekali pijakan kaki di plesteran semen seperti ini.

"Non, bapak sudah bawain karpet besar buat di kamar Non! Karpetnya motif alam, warna hijau sama coklat seperti kesukaan Non! Jadi, ndak papa kan dipasang?"

"Ya udah deh, Mbok!"

Para pekerja yang ditugaskan Papa, mulai mendesain dan merenovasi kamar kuno itu menjadi kamar yang nyaman buat kutinggali. Sementara si mbok mengajakku ke dapur, dan kamar mandi untuk menengok isi rumah.

"Untunglah! Kamar mandinya udah layak, Mbok! Aku kira kamar mandinya masih versi kuno, jamban!" kataku begitu melihat kamar mandi yang ... ya lumayanlah.

"Ndak, Non! Udah lama kamar mandinya Mbok renovasi. Dulu, pas dapat kiriman dari Bapak, Mbok minta ke anak Mbok, buat ngerombak kamar mandi, Non!"

"Hmm ... sekarang. Anak Mbok di mana?"

"Merantau Non! Keluar jawa. Biasanya pulang empat tahun sekali. Wong dia sudah punya keluarga orang sana kok!"

"Oh, jadi selama Mbok tinggal sama aku, rumah ini kosong nggak ada penghuninya, Mbok?"

"Iya, Non!"

"Oh, pantesan."

"Tapi, Non! Non jangan khawatir, Mbok berusaha bikin Non nyaman tinggal di sini."

"Ngomong-ngomong, itu kompornya pake kayu, Mbok?!"

Si Mbok mengangguk.

"Iya, Non! Tapi di mobil box barang bawaan dari Bapak. Bapak bawain kompor lengkap sama tabung gasnya, Non! Non ndak usah kuatir."

"Owh ..." Aku mengangguk berulangkali.

"Bapak bawain semua barang yang Non, dan Mbok butuhin di sini, Non! Udah kayak orang pindahan aja, saking banyaknya!"

"Bagus deh! Papa bilang, nggak mau nyusahin Mbok!"

"Mbok! Aku maunya rumah ini dibikin senyaman mungkin seperti rumahku di Jakarta! Tata letaknya, nggak boleh ada yang terlewat sedikitpun!"

"Iya, Non! Mbok akan berusaha sekuat kemampuan Mbok biar bikin Non nyaman seperti di rumah Non di kota!"

***

Beberapa jam setelah para Pak Tukang yang ditugaskan Papa menyulap kamar kuno itu. Ruangan yang mulanya bulukan, kini berubah menjadi kamar dengan desain mewah yang begitu nyaman untuk kutinggali. Ranjang elegan bentuk minimalis berwarna putih susu, sebagai penopang kasur busa nan empuk. Di sudut sana, ada lemari putih bersusun dan ada cermin di salah satu pintunya. Di dekat ranjang ada satu nakas, untuk meletakkan lampu tidur berbentuk rembulan sabit.

Meja riasnya pun dibeli yang mirip seperti yang kupunya di Jakarta. Satu lagi sebagai pelengkap, ada set meja portable, untuk menaruh laptop berikut sound setnya yang berbentuk buah apel. Kamar ini, didominasi warna hijau muda, dan putih susu. Dinding yang semula kayu, kini dilapis dengan GRC Board, dan ditempeli Wallpapper hijau bermotif garis hijau putih vertikal.

Sempurna. Lantainya pun, bukan lagi plesteran. Melainkan sudah ditempel perlak mirip keramik motifnya, dan dilapisi karpet berwarna hijau bercorak polkadot coklat. Indah sekali.

"Gimana, Non! Non suka?"

"Lumayan Mbok!"

"Nggak ada kipas angin, atau AC, Mbok?"

"Ndak ada Non! Hawa dingin ndak butuh Kipas. Di sini airnya dingin kayak es, Non!"

Kuedarkan pandangan ke sekeliling. Kupikir, ini bukan hal buruk. Tempat ini, tak jauh berbeda dari rumahku. Semua tertata, akan komplit ditambah dengan kuota internet, dan sinyal yang full.

"Ya udah, Non! Silakan non istirahat. Mbok mau beres-beres lagi di dapur sama bersihin halaman belakang."

"Oke, Mbok! Silakan. O iya, Papa bawa bahan makanan buat aku juga kan, Mbok?"

"Bawa, Non! Bawa! Jangan kuatir! Bahkan Bapak beliin kulkas juga buat Mbok naruh makanan kesukaan Non!"

"Baguslah! Kalau gitu!"

Aku mulai merebahkan bobot tubuhku di ranjang baruku ini. Meskipun Papa kini jauh, namun Papa masih ingin membahagiakan aku dengan semua ini. Papa masih perhatian padaku, ternyata.

Badanku terasa gatal sekali, namun tidak separah biasanya. Dan hari ini, entah kenapa, rasa sakit yang sebelumnya selalu timbul itu tak kurasakan hari ini?

Apakah ini pertanda aku perlahan mulai sembuh? Semoga saja. Sejak sampai di sini, belum ada tanda-tanda kambuh lagi. Semoga selamanya penyakit itu hengkang dari tubuh ini.

Kumainkan ponsel, hendak mencari hiburan yang bisa mengusir rasa suntukku sejenak. Saat kugeser layar dan mulai membuka aplikasi. Ternyata, tak satupun ada sinyal menyaut. Parah sekali! Dua sim, tak satupun ada sinyal? Sebetulnya, daerah macam apa yang kutinggali sekarang?

"Apa-apaan ini? Kuota full tapi nggak ada sinyal?! Apa gunanya! Ini di hutan apa di tempat manusia?!" rutukku emosi.

Lekas aku keluar kamar, mencari Mbok di dapur.

"Mbok! Aku mau keluar rumah! Di sini nyebelin! Nggak ada sinyal! Nyusahin aja!"

"Iya, Non! Emang di sini ndak ada sinyal! Kalau mau sinyal, Non nyari daerah sana! Dulu anak Mbok kalau mau nelpon keluarganya, kudu turun ke sana dulu Non!"

"Turun ke mana, Mbok!"

"Agak jauh, Non! Dekat kebun, di sana kan ada tower!"

"Ya udah, aku mau ke sana!"

"Jangan Non!"

"Jangan kenapa, Mbok!?"

"Nanti kalau Non keluar rumah dilihat warga dengan keadaan dan pakaian kayak gini, nanti Non dikira Wong edan!"

"Apa Mbok bilang?"

"Iya, Non! Sini, Non! Mbok sisiri rambut Non dulu!"

Astagah! Bahkan saking tak peduli lagi aku dengan penampilan, sampai kini keadaanku benar-benar memperhatikan. Rambutku yang sudah disisir, tampak selalu acak-acakan. Bahkan setelah dikuncir pun tetap kugaruk lagi.

"Nggak usah, Mbok! Aku bisa sisiran sendiri!"

"Non! Jangan keluar rumah, Non! Kalau Non mau keluar nanti Mbok anterin, kalau Mbok udah selesai beres-beresnya!"

"Nggak usah, Mbok! Mbok lanjutin aja kerjanya! Aku cuma nyari sinyal bentar doang kok. Aku mau hubungi Papa!"

**************************

Si Mbok benar, dia selalu mewanti-wanti aku agar aku jangan keluar rumah saat pagi, atau siang. Karena saat itu, ramai orang lalu lalang. Si Mbok khawatir, orang-orang yang sama sekali tak mengenalku itu menyangka aku gadis tidak waras yang berkeliaran.

Terang saja, aku pernah keluar rumah saat siang, lalu berjalan-jalan mencari angin segar, kebetulan ada anak-anak tengah berkumpul bermain bersama. Mereka melihatku di jalanan, yang kala itu memang aku sedang mengaruk pipi, tangan, serta rambutku. Mereka meneriaki aku "Orang gil*".

Lalu melempariku batu.

Sudah seminggu lebih aku tinggal di sini, warga di sini memang tak ada yang berani keluar jika sore telah menjelang. Itu waktu yang tepat untukku mencari sinyal. Di tempat yang direkomendasikan Si Mbok dekat Tower sana, memang sinyalnya cukup cepat.

Ada pohon jambu yang tak terlalu tinggi, kupanjat saja, di atas sana juga banyak buah jambu merah yang teramat manis. Duduk di atas batang pohon jambu lebih nyaman daripada di bawah semak, yang banyak ulatnya. Kakiku menjuntai ke bawah, sedangkan pant*tku menduduki ranting kokoh melengkung yang tak terlalu tinggi dan bisa dijangkau untuk kupanjat.

Seperti nasihat si Mbok sebelumnya, aku harus pulang sebelum adzan maghrib berkumandang.

Beberapa kali, ada orang tak sengaja melihatku, tanpa mau melihat lebih detail. Mereka langsung menyebutku "Kuntilanak Pohon Jambu"

Terserah saja mereka mau menyebutku apa. Aku tak peduli. Yang penting aku nyaman di sini. Bisa internetan sepuasnya, dan bisa tahu, kabar dari Papa.

Ada hal yang membuatku hatiku tersayat, hingga aku menangis terisak tanpa henti. Di atas pohon jambu yang amat nyaman sebagai tempat berteduh.

Petang ini, ketika tengah membuka akun media sosialku yang kubuat dengan akun fake. Kulihat di time line.

Laki-laki yang semula kucinta itu ... tengah menggandeng gadis lain, dan mereka teramat mesra. Saling menatap penuh cinta berpose di kafe dekat pantai.

Gadis itu, tentu saja tak ada apa-apanya denganku jika dilihat dari segi fisik.

Tangis, dan amarahku tak dapat lagi kubendung.

Di tengah derai tangisku yang kian menganak sungai dan suara isakan tak tertahan. Ada suara seorang pria tengah menyebut.

"Audzublllahi minasyaitonirrojim. Bismillahirrohmanirrohim!"

Lekas, aku menengok ke bawah memastikan apa yang terjadi, buah jambu manis yang tadi kumakan kulempar begitu saja ke bawah.

"Astaghfirullahaladzim!" ucapnya lagi.

Dari tadi nyebut mulu ni orang. Cukup berani juga dia sampai ke sini. Pasti dia ustadz.

"Siapa itu?! Ngapain ke sini?" pekikku lantang.

Bersambung ...

Related chapters

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Semoga Papa Baik-baik Saja

    Part 5(Semoga Papa Baik-baik Saja) Pov Daniella ----"Non, abis nangis?! Kok matanya sembab sama mulutnya mecucu gitu, Non?!" tanya Si Mbok begitu aku menjejakkan kaki menuju kamarku. Aku tak dapat lagi menyembunyikan rasa dongkol di hatiku. Setelah melihat kemesraan Azaska dengan gadis lain. Ditambah lagi, saat berjumpa laki-laki berlesung pipit tadi yang terus mengira aku kuntilanak. Rasanya aku benar-benar bukan seperti manusia. "Aku sedih, Mbok." Aku lekas merebahkan tubuhku di kasur. Si Mbok mendekat. Mengelus rambutku yang acak-acakan ini. "Non kenapa, cerita sama Mbok! Jangan pendem sendiri, Non!""Mbok! Azaska, Mbok! Azaska cepet banget move on dari aku, dan dia sekarang udah gandeng cewek lain!""Non! Laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma Den Zaska! Mbok yakin, nanti kalau Non udah sembuh seperti sedia kala, Den Zaska bangat nyesel udah ninggalin Non! Nanti juga banyak laki-laki yang ngantri buat deketin Non kayak dulu!" "Kapan aku sembuh, Mbok!? Lalu, Papa! Dua ja

    Last Updated : 2023-01-20
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Meluruskan Prasangka

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 6Meluruskan Prasangka Pov Ashrafil Ambiya'---"Tadi ... tadi rumputnya ketinggalan, Pakde! Sama sabitnya juga! Saya mau ambil sekarang!" kataku pada Pakde. "Ndak usah, Shraf! Ini udah malam. Ndak bakal hilang itu sabit sama rumput di karung. La iya, apa tadi kamu buru-buru pulang gara-gara ketemu kuntilanak jambu? Dasar demit, sering gangguin perjaka!""Bu ... bukan Pakde! Tadi aku ketemu sama perempuan! Tapi bukan kuntilanak! Dia manusia, Pakde!""Manusia?! Wong jelas-jelas suara tangisannya itu bukan kayak orang kok, Shraf! Kalau ada dia, pasti baunya busuk. Bikin merinding! Makanya ndak ada orang berani lewat sana! Sejak lama, tanah kosong itu udah angker, Shraf! Kamu jangan ngambil rumput di sana. Cari di tempat lain!""Tapi, Pakde?!""Tapi apa, Le?!""Dia bukan kuntilanak, Pakde! Wanita itu manusia!""Wes, Shraf! Sekarang mandi sana! Siap-siap ngimami sholat maghrib!"Gegas aku pun mandi, dan bersiap ke Langgar terdekat, tempatku mengaja

    Last Updated : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Kambuh Lagi

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 7 Kambuh Lagi Pov Daniella Arnetta Vernandi----"Mbok pagi ini aku mau nelpon Papa! Feelingku nggak enak, Mbok. Aku nggak pengen Papa kenapa-napa." Aku melangkah mendekati Mbok yang masih fokus menghadap kompor, membolak-balik roti tawar yang sudah diolesi margarin, di atas teflon.Sepertinya si Mbok hendak membuatkanku sandwich Sosis. "Pagi-pagi gini, Non?!" tanyanya keheranan. Sepasang alisnya terangkat sempurna. Kuanggukan kepala. Isyarat mengiyakan. "Nggak papa kan, Mbok?!" pintaku penuh harap. Si Mbok sebenarnya bimbang. Namun, dia tak bisa menolak keinginanku yang kukuh. "Tapi Non, Non pakai penutup kepala, sama masker ya Non. Biar orang-orang ndak neriaki Non kayak kemarin-kemarin.""Pakai topi, Mbok? Aku nggak bawa topi dari sana!""Ndak, Non! Bukan topi, tapi jilbab atau selendang biar Non ndak kelihatan welo-welo! Pakai masker juga Non. Biar wajah Non ndak kelihatan.""Ya udah deh, Mbok!"Seusai menyantap hidangan sarapan lezat

    Last Updated : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Mimpi Buruk Setiap Malam

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 8 Mimpi Buruk Setiap Malam Pov Ashrafil Ambiya'---"Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!" Di tengah obrolan antara aku, dan Si Mbok. Tiba-tiba Daniella berteriak histeris. Kuteguk ludah, tak tahu harus berbuat apa. Apa mungkin gadis ini sedang mengalami nyeri datang bulan? Aku sungguh tak paham. Apa yang harus kulakukan. "Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!" "Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!""Aaaaa!!! Sakit Mbok!" Dia masih terus berteriak tanpa henti, mengaduh dan memohon-mohon. Sepertinya dia menahan nyeri teramat sangat. Si Mbok berusaha memapahnya menuju kamar. Namun, dia menggeleng, isyarat sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah. Dia berbaring di sofa dengan posisi lutut sedikit tertekuk karena panjang sofa lebih pendek dari tubuhnya. "Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Dia menghentak-hentakkan kakinya di sofa. Si Mbok memb

    Last Updated : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Hati yang Tersayat

    Pov Ashrafil Ambiya'---"Tiap hari aku mimpi buruk, Pak Ustadz! Kadang itu jelas nyata. Ada bayangan hitam, tiap jelang malam mau nyekik leherku. Kadang rasanya seperti ada hewan melata, merayap di tubuhku, Pak Ustadz!" seru Daniella lantang, diikuti suara tangis dan isakan.Ya Allah, aku tak tega melihatnya seperti ini. Dia pasti merasakan sakit yang teramat sangat. Aku tak ingin Su'udzon dulu atas penyebab sakit yang diderita Daniella. Di sini, aku ingin sekali membantunya lepas dari rasa sakit itu. Nurani kemanusiaanku benar-benar tergerak melihat ini. "Pak Ustadz, saya ke dapur dulu, mau nyari obat penurun panas buat Non, sama kompresan!""Iya, Buk. Silakan." Si Mbok gegas ke dapur. Kini, di kamar indah ini hanya ada kami berdua. Ada aku yang cemas akan keadaan Daniella, dan dia yang kini terbaring lemah di kamarnya dengan tatap mata yang kosong. "Daniella, aku mungkin belum bisa mendapatkan solusi secepatnya atas penyakitmu. Hmm ... mohon maaf sebelumnya, kalau memang peny

    Last Updated : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Tak Tega

    "Pak Ustadz ...di sini aja, ya. Si Mbok masakin buat Pak Ustadz. Mbok minta tolong, pak Ustadz ngaji sebentar di sini, biar Non tenang." Wanita berumur lebih dari setengah abad itu menatapku penuh harap. Di matanya yang berkantung itu ada asa yang teramat dalam. Hanya ketulusan yang kujumpai di sana. Dia sangat berharap gadis yang diasuhnya itu baik-baik saja.Aku menganggukan kepalaku. Si Mbok pun lantas keluar kamar beberapa saat dia kembali, mengambilkan Kitab Suci Al-qur'an padaku. Lalu, dia kembali keluar dari kamar ini. Melangkah menuju dapur.Aku yang tadinya di ambang pintu, kembali melangkahkan kaki mendekat ke ranjang gadis angkuh itu. Kuletakkan perlahan kitab suci dari Si Mbok di dekat cawan berbahan logam stainless ini."Kenapa Pak Ustadz masih di sini? Apa Pak Ustadz benar-benar peduli sama gadis buruk rupa yang nggak jelas kayak aku ini?!" ucapnya, mungkin terdengar angkuh.Namun menyiratkan makna yang cukup dalam, dan memelas. Ingin dikasihi, namun tak sampai hati dia

    Last Updated : 2023-02-10
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Lelaki yang Peduli Padaku

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Daniella Arnetta Vernandi-------Laki-laki yang terhitung baru beberapa hari kukenal itu, kini melantunkan ayat-ayat Tuhan di sebelah ranjangku. Suaranya begitu merdu, tak pernah aku senyaman, dan semerinding ini mendengar orang mengaji. Dalam setiap ayatnya, seperti ada getaran dahsyat, yang menyentuh relung batinku. Di matanya tak tampak apapun selain ketulusan, dan kejujuran. Mengapa orang ini begitu peduli padaku, si gadis buruk rupa yang telah tak dianggap lagi sebagai manusia?Selama ini aku selalu skeptis memandang terhadap orang lain yang mendekatiku. Namun, kali ini tidak. Terus kupadangi wajahnya dengan seksama. Pemuda dengan kulit coklat nan eksotis, berkumis tipis, kutebak sekira usia kurang dari tiga puluh tahunan, yang berlesung pipit. Matanya coklat lebar, dan kontur wajah yang sedikit bulat. Hidungnya cukup mancung, meski tak setinggi hidungku. Saat dia memandang ke arahku, aku geragapan, dan berpura-pura menatap sekeliling, ber

    Last Updated : 2023-02-13
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Ustaz Ashraf yang Unik

    Ustadz Ashraf yang Unik Pov Daniella Arnetta Vernandi ----Pertemuan dengan Ustadz Ashraf cukup berkesan. Bukan tanpa alasan. Dia pria yang tulus, bersedia menolong sekalipun belum terlalu kenal. Dia pria yang tidak berprasangka buruk kepada gadis yang identitasnya tidak jelas seperti diriku. Aku mengira di dunia ini seluruh dunia menolak keberadaanku, dan hanya si Mboklah yang menerima. Ternyata tidak. Ustadz muda itu benar-benar membuatku ingin berjumpa lagi dengannya esok hari. "Mbok, badanku udah enakan, abis minum obat tadi. Aku boleh nggak, nyari sinyal ke pohon sana!" ijinku pada Si Mbok yang masih asyik melipati pakaian. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku sudah cukup lelah berbaring terus seharian. "Non mau apa? Besok-besok kan bisa, Non?!" "Hmm ... ada keperluan urgent banget mbok! Aku udah nyiapin list hal yang aku butuhin ke Papa!""Tapi Non masih sakit!""Enggak, Mbok! Aku nggak sakit! Kemarin aku minum obat, hari juga udah!" Sejujurnya, aku ingin ke sana

    Last Updated : 2023-02-13

Latest chapter

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Datang Terlambat

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya' Datang Terlambat ---"Aku mau ke ... hmm ... mau ada acara, Pakde!" "Owalah, jadi kamu udah dikabari kalo sekarang lagi ada acara kenduren di rumahnya Pak Lurah, peringatan seribu harinya Mbahnya Yunda." "Kenduren?! Enggak, aku nggak dikabari apa-apa, Pakde! Padahal tadi pagi aku ke sana. Tapi aku belum nerima undangan!""Wong undangannya baru dikasih tadi pas Pakde pulang dari tegalan kok, Shraf. Kamu ya, yang datang! Sekalian nanti kamu kan diminta buat mimpin doa!""Kok aku, Pakde?! Pakde aja yang datang! Aku nggak bisa Pakde! Aku lagi ada janji! Lagi ada acara penting!""Acara penting apa toh, Shraf?! Wong ini loh, hari jum'at. Ngajinya kan libur! Lagi pula, sekalian biar kamu makin akrab sama orang-orang di sini! Masak Pakde terus yang ikut kenduren! Yowes ... mumpung kamu udah siap! Ganti sarung! Berangkat!" Bagaimana ini, kalau aku menolak ... Aku merasa tak enak karena aku yang diminta memimpin do'a? Tapi, bagaimana de

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Rencana yang Tertunda

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku khawatir jika kuterima langsung, ini akan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, dan nepotisme Pemimpin. Sementara di sisi lain, aku juga sedang membutuhkan pekerjaan yang layak, untuk bekalku melamar Daniella. Ya Allah, bagaimana ini?!"Kenapa tiba-tiba sekali, Pak? Jujur, saya benar-benar kaget dan tidak menyangka, Pak. Karena selama ini, saya juga tidak pernah menunjukkan kemampuan saya dalam ranah tersebut, Pak." "Segala sesuatunya bukan terjadi tiba-tiba, Nak Ashraf. Saya sudah banyak mendengar cerita dari Yunda, tentang kemampuan Nak Ashraf. Jadi sayang sekali, kalau ada SDM yang maju, terus dibiarkan. Sedangkan yang ada di lapangan justru tidak terlalu kompeten. Ini jaman serba canggih, Nak. Mau tidak mau, siap tidak siap, semua bidang akan mengalami pembaruan, termasuk Mbaurekso desa. Bukan hanya diisi para pemangku kepentingan, tapi orang yang benar-benar paham di bidangnya. Permohonan dari saya ini, tolong

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Tawaran Perangkat Desa

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Ashrafil Ambiya'Tawaran Perangkat Desa ----"Aku di sini cuma sementara, Pak Ustadz! Aku di sini nggak akan lama, seperti apa yang Papa bilang sejak awal. Kalau aku sudah baikan, aku bakal balik. Aku udah kangeeen banget sama rumahku di sana. Aku juga udah berbulan-bulan nggak ketemu sama Papa! Pas awal aku di sini, beraat banget rasanya, dan cepet-cepet pengen pergi! Tapi, setelah ketemu Pak Ustadz, kenapa rasanya lebih berat ... buat ninggalin tempat ini." Aku begitu terngiang, tertegun hingga malam tenangku terganggu oleh kalimat yang diucapkan Daniella tempo hari. Benar, keadaannya lambat laun kian membaik, dan itu adalah kabar membahagiakan. Tentu saja, Papanya nan jauh di sana pasti merindukan putrinya. Jarak dan waktu telah memisahkan mereka, meski aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya rindu serupa Daniella. Namun, melihat wajah cerahnya setelah bercerita hal itu, aku pun ikut merasakan binar harapannya. Hatiku dilema, aku belum pe

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Restu Papa yang Terpenting

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 19Pov Daniella Arnetta Vernandi----Restu Papa Terpenting ----Papa menyatakan dengan tegas ketidaksukaannya terhadap Ustadz Ashraf. Bahkan Papa memberiku pilihan yang amat sangat sulit. Aku tetap tinggal di sini, selamanya tanpa fasilitas apapun. Atau aku kembali secepatnya. Kondisiku memang berangsur membaik, dan menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Sesuai dengan apa yang dicanang sejak awal, bahwa aku memang tinggal sementara di sini. Kini, kondisiku telah stabil. Saatnya aku kembali. Bukankah dulu aku begitu tak suka tempat ini dan ingin segera kembali. Kenapa sekarang, justru begitu berat meninggalkan tempat ini? Semua karenamu, Ustadz Ashraf! ******"Non, kenapa Non beberapa hari ini ndak doyan makan, makanannya cuma diaduk-aduk tok, nanti Non sakit! Kalau Non sakit, bukan cuma Mbok yang sedih, tapi Ustadz Ashraf juga!" kata si Mbok saat melihatku murung di meja makan. Sejak Papa meminta aku segera kembali ke Jakarta, dilema

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Keputusan Papa

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---[Papa, kok Papa ngomong kayak gitu sama Pak Ustadz. Pak Ustadz baik, Papa. Aku sayang sama Pak Ustadz. Papa setuju kan, kalau aku nikah sama dia?] tanyaku ke Papa di panggilan WA. [Papa akan siapin akomodasi buat kamu sama Si Mbok, supaya kalian lekas balik ke Jakarta.][Papa kok bilang kayak gitu sih? Apa Papa nggak suka sama Pak Ustadz? Kenapa Papa? Apa cuma gara-gara dia buruh tani, nggak cocok buat anak Papa?][Tentu aja kalian berdua nggak cocok, Daniella! Papa lebih kenal kamu dibanding siapapun. Kalau kamu tetap tinggal di sana. Apa kamu sanggup, hidup jadi istri buruh tani? Apa dia sanggup biayain kamu, bahagiain kamu yang selama ini apa-apa semua fasilitas dari Papa! Apa dia sanggup memberikan kebahagiaan sama kamu selayaknya perlakuan Papa ke kamu, Nak?][Papa, memang selama ini, semuanya dari Papa, aku nggak bisa lepas dari semua fasilitas Papa. Bahkan di kampung si Mbok pun Papa masih sediain segala yang

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Aku Hanya Buruh Tani

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku Hanya Buruh Tani ----Sejak perjumpaan itu, kian hari membuat hubungan kami kian dekat. Kini, seperti tak ada lagi sekat diantara kami. Daniella lebih sering tersenyum dibanding memanyunkan bibir, dia pun tak segan, mengabariku jika dia berada di dekat pohon jambu. Sebelum aku berangkat ke ladang, dia sering memintaku mampir ke rumahnya untuk membawakanku bekal.Rasanya seperti ini bahagianya ... diperhatikan seorang wanita yang disuka. Dan, andai Papamu dekat, aku pasti langsung mendatanginya ... memohon ijin untuk menghalalkanmu. Ketika sepulang dari surau mengajar pun, kami setiap hari berjumpa. Daniella lebih lepas, dan banyak bercerita ini itu tentang kehidupannya. Begitupun aku, yang ingin berbagi hal menyenangkan dengannya. Aku membelikan salep, seperti yang dia inginkan. Semoga perantara salep itu, dan ikhtiar giatnya selama ini, Allah memberikan kesembuhan padanya. ******* Sepertinya Daniella lebih dulu sa

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Mulai Betah Di Kampung dan Tak Ingin Beranjak

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---Diperhatikan, dikasihi oleh seorang pria dalam keadaan seperti ini membuatku merasa teristimewa. Di kampung halaman si Mbok yang pelosok ini, tak ada siapapun yang mengenalku. Tak ada yang tahu, bahwa aku anak tunggal dari pengusaha ternama seperti Papa. Di sini, bahkan orang-orang mengenalku sebagai gadis tak waras, juga makhluk halus yang kerap menangis di atas batang pohon jambu. Jauh dari Papa, jauh dari rengkuhan kasihnya, juga jauh dari segenap pujian yang dulu kudapat. Rasanya kini aku haus untuk dikasihi, dan Ustadz Ashraf datang membawakan apa yang kurasa kosong dalam hati. Dia, laki-laki yang tulus, tanpa memandang jij*k sedikitpun terhadapku. Ingin sekali aku ceritakan ini pada Papa. Bahwa putri kecilnya telah jatuh hati, dan menemukan pelabuhan yang tepat. Pasti Papaku akan menyetujuinya. Papa pasti bahagia melihatku bahagia dan tersenyum lagi. Aku pun ingin memperkenalkan Ustadz Ashraf padanya. Semoga

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Dia Akhirnya Berkata Jujur

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi----Sore ini, waktu menunjukkan pukul tiga, aku ingin sekali mengabarkan pada Papa tentang perubahanku yang positif ini. Meski tak mudah dan tak sepenuhnya maksimal, pasti Papa akan tetap bahagia melihatku begini. Di sini pun, sekaligus aku ingin memesan salep itu lagi pada Ustadz Ashraf, karena salep yang menyiksa itu cukup manjur juga bila diaplikasikan dengan benar. Harus kutanggalkan rasa engganku menghubunginya demi obat itu, karena aku membutuhkannya. Kini, aku berjalan sedikit percaya diri, tanpa mengenakan pasmina terlilit ataupun kacamata hitam. Aku hanya mengenakan dress longgar seperti biasanya, namun kupakai jaket hitam dengan hoodie. Karena cuaca memang cukup dingin akhir-akhir ini. [Hallo, Papa! How are you?] Kulambaikan tangan saat melihat Papa berada di taman rumahku yang luas itu. Tampak, ada secangkir kopi, dan aneka kudapan, di meja kecil depan Papa. [Papa baik-baik aja, Sayang! Kamu gimana, Nak?!

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita

    PoV Daniella Arnetta Vernandi ----Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita ----Dia membuatku terluka, dan cemburu manakala dia tersenyum memandang gadis lain yang jauh lebih cantik. Dengan posisiku sekarang, aku mungkin akan sulit merebut hatinya sepenuhnya. Bagaimana mungkin, dia terpikat pada gadis Buruk Rupa. Aku pun paham, aku tak berhak melarang, dan mengendalikan perasaannya. Aku ingin menjadi Daniella seutuhnya, Daniella yang bisa membius para pria agar terpaku memandangku tanpa berkedip. Hanya dia yang kuinginkan saat ini. Bukan yang lain. Daniella ingin dipandang sebagai wanita seutuhnya yang layak dikasihi dan dicintai oleh Ashraf. Bukan seorang gadis malang penghuni Pohon Jambu yang layak dikasihasi, dan disantuni oleh seorang Ustadz sepertinya. Kumohon, lihat aku sebagai seorang wanita, Pak Ustadz! Jangan membuatku tampak begitu kasihan seperti ini! *******Meskipun aku marah padanya dan belum ingin memaafkan, bukan berarti aku tak mau mencoba menggunakan s

DMCA.com Protection Status