RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM
Part 7Kambuh LagiPov Daniella Arnetta Vernandi----"Mbok pagi ini aku mau nelpon Papa! Feelingku nggak enak, Mbok. Aku nggak pengen Papa kenapa-napa." Aku melangkah mendekati Mbok yang masih fokus menghadap kompor, membolak-balik roti tawar yang sudah diolesi margarin, di atas teflon.Sepertinya si Mbok hendak membuatkanku sandwich Sosis."Pagi-pagi gini, Non?!" tanyanya keheranan. Sepasang alisnya terangkat sempurna.Kuanggukan kepala. Isyarat mengiyakan."Nggak papa kan, Mbok?!" pintaku penuh harap.Si Mbok sebenarnya bimbang. Namun, dia tak bisa menolak keinginanku yang kukuh."Tapi Non, Non pakai penutup kepala, sama masker ya Non. Biar orang-orang ndak neriaki Non kayak kemarin-kemarin.""Pakai topi, Mbok? Aku nggak bawa topi dari sana!""Ndak, Non! Bukan topi, tapi jilbab atau selendang biar Non ndak kelihatan welo-welo! Pakai masker juga Non. Biar wajah Non ndak kelihatan.""Ya udah deh, Mbok!"Seusai menyantap hidangan sarapan lezat yang disajikan si Mbok, aku pun berpamit hendak ke pohon jambu mencari sinyal, dan menelpon Papa.[Papa! Papa sehat kan? Apa Papa baik-baik aja! Aku kangennn banget sama Papa!][Iya, Sayang! Papa juga sama, Papa kangen banget sama kamu.][Papa cuma bilang kangen doang, tapi nggak pernah ngunjungin aku di sini! Sama aja bohong, Pa!][Sayang, Papa bilang, Papa akan sering berkunjung itu. Saat kamu mau Ke RSJ, Nak! Tapi sekarang. Jaraknya cukup jauh, tentu aja Papa nggak bisa ke sana, tanpa atur jadwal, Sayang!][Trus, Papa kapan ke sini?] tanyaku sembari memanyunkan bibir.[Nanti Papa akan atur Schedule nya ya, Sayang! Sekarang Papa masih di Bali. Kamu mau Papa bawain apa? Nanti Papa akan kirimkan oleh-oleh dari sini. ][Aku nggak mau apa-apa, aku cuma mau Papa sehat selalu. Cuma mau pastiin Papa baik-baik aja! Udah itu cukup, Pa!][Makasih, Sayang! Kamu yang berada di sana, tapi masih khawatirin Papa terus.][Papa, apa Papa ke Bali lagi liburan sama Tante Liana? Papa Honey moon, karena nggak ada aku 'kan?][Enggak Sayang! Bukan! Papa bukan lagi honey moon! Papa lagi ada urusan bisnis, Papa ke sini tanpa Mama Liana!][Owh ... gitu! Bagus deh kalau gitu, Pa.][Kalau kamu butuh apa-apa, bilang aja sama Papa. Nanti kebutuhan kamu bakal Papa penuhi. Di sana, jaga sikap ya, Sayang! Jangan nyusahin si Mbok.][Iya, Pa!][Apa masih sering kambuh, Nak, rasa sakitnya?][Beberapa hari ini udah jarang, Pa! Tapi kalau wajah, dan gatal-gatalnya, masih. Cuma agak mendingan aja abis dioles obat.][Obatnya jangan lupa diminum Sayang. Jaga pola makan. Papa kangen kamu, Nak! Semoga cepet kembali seperti sedia kala, Sayang.] Dari layar ponsel, Papa tampak mengusap linangan air matanya.[Papa, semoga Papa sehat selalu. Aku Sayang sama Papa. Kalau Papa nggak sibuk, Papa jenguk aku di sini. Aku kangen banget sama Papa! See you Papa! Miss you so Much! Bye ...][Iya, Sayang! Papa juga selalu sayang dan rindu kamu, Nak! Jaga diri ya!]Lega sekali rasanya, setelah menelpon Papa.Rinduku terguyur sudah dengan kabar Papa barusan. Kekhawatiranku akan mimpi buruk semalam pun tak terbukti, Papaku baik-baik saja. Saatnya aku pulang, dan kembali ke rumah si Mbok, rebahan di kamar nyamanku, sembari membaca novel yang belum tersentuh sejak aku ke mari."Assalamu'alaikum, Mbak." Terdengar suara salam dari bawah. Sepertinya suara laki-laki Pak Ustadz tadi sore.Dasar orang kepo. Tak cukup puas tadi sore banyak nanya, sekarang masih saja mencariku.***Aneh sekali Ustadz muda bernama Ashraf ini, baru saja kenal, sudah sok akrab mengajakku bercanda. Dia tak sedikitpun takut, curiga, atau berpikiran negatif tentangku. Sedari tadi, tampaknya dia kepo, dan keheranan melihatku dengan dandanan nyentrik pagi ini.Kurasa dia bukan orang jahat yang berbahaya. Dia pun berkata, ingin meluruskan anggapan masyarakat bahwasannya aku ini bukanlah kuntilanak seperti kata orang-orang.Namun, kubilang padanya hal itu tidak perlu. Sebab, nantinya jika orang-orang tahu identitasku, dan keadaanku seperti ini, sewaktu-waktu aku kambuhan tak terduga. Bisa runyam urusannya. Bisa -bisa aku dianggap orang tak waras yang layak dipasung. Tidak ... tidak! Mengerikan sekali hal itu!Pak Ustadz muda yang satu ini sepertinya perlu untuk kuajak ke rumah Si Mbok. Biar si Mbok saja yang menjelaskan padanya.Lekas kuseret lengan pria kulit eksotis berlesung pipit, dan berkumis tipis itu."Kita mau ke mana?!" tanyanya keheranan. Sepasang mata coklat itu, tegas membulat menatapku. Seolah kaget tangannya kutarik tiba-tiba."Biar Pak Ustadz nggak kepo! Ayo ikut ke rumah si Mbok!""Ta ... tapi, saya mau ambil sabit, dan mau ke ladang!""Ke ladangnya kan bisa nanti! Biar Pak Ustadz nggak bisulan, kepo mulu! Dahlah! Ikut aja, daripada udah ketahuan, sekalian biar tahu dan nggak menduga yang bukan-bukan!"*"Pak Ustadz kita udah sampai, ini rumah Si Mbok!" kataku setelah kami melewati jalanan setapak nan berliku, menanjak, hingga menyurusi kebun rimbun. Hanya ada beberapa rumah yang jaraknya cukup berjauhan kami lewati.Sepasang mata coklatnya terus memindai, dan celingak-celinguk memastikan adakah yang janggal dengan tempat ini."Ini rumah manusia, Pak Ustadz! Bukan rumah setan! Ayo masuk!" kutarik lagi dengan kasar lengan Pak Ustadz bernama Ashraf ini.Dia terpaksa mangangguk.Aku masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu, si Mbok tidak menguncinya."Assalamu'alaikum," ucapnya sopan, dan ramah begitu memasuki pintu.Ustadz ini ternyata sopan sekali."Mbok! Aku pulang, Mbok!" teriakku lantang di ruang tamu. Sepertinya Mbok lagi sibuk di dapur."Pak Ustadz duduk aja dulu ya. Aku panggilin si Mbok sebentar."Ustadz Ashraf hanya mengangguk. Sesekali mengamati ruangan rumah ini."Mbok!" panggilku, ternyata si Mbok tengah sibuk mencuci piring."Mbok! Ada orang datang.""Orang siapa, Non?""Orang kepo!""Maksudnya?!""Aku pas manjat, nyari sinyal ketemu orang. Keknya sih Ustadz, tapi dia kepo.""Kepo gimana, Non?!""Udah si Mbok lihat aja dulu orangnya, barangkali kenal. O iya, Mbok. Karena aku yang ngajak, jadi dia kan tamu. Mbok suguhin minum atau apa ya, Mbok!""Baik, Non."Sementara si Mbok menemui Ustadz Ashraf, aku menuju kamar hendak menaruh jilbab pasmina ini.Setelahnya aku kembali ke ruang tamu, dan ingin mendengar si Mbok menjelaskan tantang diriku pada Ustadz muda yang ramah itu.Di meja ruang tamu, sudah tersaji dua gelas teh hangat, dan aneka kudapan untuk suguhan."Masnya ini siapa ya?" tanya Si Mbok pada Ustadz Ashraf.Ustadz Ashraf pun lekas menyalami dan mengecup punggung tangan si Mbok, "Saya Ashraf Buk. Saya ngajar ngaji di surau. Tadi sore, saya ketemu Daniella, saya denger dia nangis, dan kebetulan tadi saya lewat sana, saya juga lihat dia lagi, Buk.""Oh, nggih Pak Ustadz.""Maaf sebelumnya, Buk. Awalnya saya sempat Su'udzon, dan mengira Daniella ini seperti anggapan orang-orang. Setelah tadi kenalan, setelah tahu, ternyata semua nggak bener, Buk." Dia berucap ragu bercampur malu, sembari menundukkan kepala.Rupanya benar, dia memang laki-laki baik.Aku turut asyik menyimak obrolan sembari meneguk teh dan menikmati stick kentang buatan Si Mbok.Namun ...Kepalaku tiba-tiba berat sekali, dan serasa berputar-putar. Kenapa ini?Rasa sakit di kepala beralih ke perutku. Seperti ada jarum yang menusuk-nusuk di dalamnya. Sontak aku meringis dan terus memegangi perutku. Sakit ini kembali muncul dan membuatku seketika lunglai tanpa daya."Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!""Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!" pekik Ustadz Ashraf, panik."Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!""Aaaaa!!! Sakit Mbok!" kali ini aku tak sanggup lagi menahan, hingga air mataku terus mengalir. Ustadz Ashraf pun kebingungan melihatku begini.Si Mbok berusaha memapahku menuju kamar. Namun, aku sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah. Kugelengkan kepala sebagai isyarat tak sanggup lagi.Terpaksa, si Mbok membaringkanku di sofa. Dia mengambilkanku obat, lalu meminumkan obat berdosis tinggi itu untukku."Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Kuhentak-hentakkan kakiku ke sofa panjang ini.Bersambung ...RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 8 Mimpi Buruk Setiap Malam Pov Ashrafil Ambiya'---"Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!" Di tengah obrolan antara aku, dan Si Mbok. Tiba-tiba Daniella berteriak histeris. Kuteguk ludah, tak tahu harus berbuat apa. Apa mungkin gadis ini sedang mengalami nyeri datang bulan? Aku sungguh tak paham. Apa yang harus kulakukan. "Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!" "Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!""Aaaaa!!! Sakit Mbok!" Dia masih terus berteriak tanpa henti, mengaduh dan memohon-mohon. Sepertinya dia menahan nyeri teramat sangat. Si Mbok berusaha memapahnya menuju kamar. Namun, dia menggeleng, isyarat sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah. Dia berbaring di sofa dengan posisi lutut sedikit tertekuk karena panjang sofa lebih pendek dari tubuhnya. "Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Dia menghentak-hentakkan kakinya di sofa. Si Mbok memb
Pov Ashrafil Ambiya'---"Tiap hari aku mimpi buruk, Pak Ustadz! Kadang itu jelas nyata. Ada bayangan hitam, tiap jelang malam mau nyekik leherku. Kadang rasanya seperti ada hewan melata, merayap di tubuhku, Pak Ustadz!" seru Daniella lantang, diikuti suara tangis dan isakan.Ya Allah, aku tak tega melihatnya seperti ini. Dia pasti merasakan sakit yang teramat sangat. Aku tak ingin Su'udzon dulu atas penyebab sakit yang diderita Daniella. Di sini, aku ingin sekali membantunya lepas dari rasa sakit itu. Nurani kemanusiaanku benar-benar tergerak melihat ini. "Pak Ustadz, saya ke dapur dulu, mau nyari obat penurun panas buat Non, sama kompresan!""Iya, Buk. Silakan." Si Mbok gegas ke dapur. Kini, di kamar indah ini hanya ada kami berdua. Ada aku yang cemas akan keadaan Daniella, dan dia yang kini terbaring lemah di kamarnya dengan tatap mata yang kosong. "Daniella, aku mungkin belum bisa mendapatkan solusi secepatnya atas penyakitmu. Hmm ... mohon maaf sebelumnya, kalau memang peny
"Pak Ustadz ...di sini aja, ya. Si Mbok masakin buat Pak Ustadz. Mbok minta tolong, pak Ustadz ngaji sebentar di sini, biar Non tenang." Wanita berumur lebih dari setengah abad itu menatapku penuh harap. Di matanya yang berkantung itu ada asa yang teramat dalam. Hanya ketulusan yang kujumpai di sana. Dia sangat berharap gadis yang diasuhnya itu baik-baik saja.Aku menganggukan kepalaku. Si Mbok pun lantas keluar kamar beberapa saat dia kembali, mengambilkan Kitab Suci Al-qur'an padaku. Lalu, dia kembali keluar dari kamar ini. Melangkah menuju dapur.Aku yang tadinya di ambang pintu, kembali melangkahkan kaki mendekat ke ranjang gadis angkuh itu. Kuletakkan perlahan kitab suci dari Si Mbok di dekat cawan berbahan logam stainless ini."Kenapa Pak Ustadz masih di sini? Apa Pak Ustadz benar-benar peduli sama gadis buruk rupa yang nggak jelas kayak aku ini?!" ucapnya, mungkin terdengar angkuh.Namun menyiratkan makna yang cukup dalam, dan memelas. Ingin dikasihi, namun tak sampai hati dia
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Daniella Arnetta Vernandi-------Laki-laki yang terhitung baru beberapa hari kukenal itu, kini melantunkan ayat-ayat Tuhan di sebelah ranjangku. Suaranya begitu merdu, tak pernah aku senyaman, dan semerinding ini mendengar orang mengaji. Dalam setiap ayatnya, seperti ada getaran dahsyat, yang menyentuh relung batinku. Di matanya tak tampak apapun selain ketulusan, dan kejujuran. Mengapa orang ini begitu peduli padaku, si gadis buruk rupa yang telah tak dianggap lagi sebagai manusia?Selama ini aku selalu skeptis memandang terhadap orang lain yang mendekatiku. Namun, kali ini tidak. Terus kupadangi wajahnya dengan seksama. Pemuda dengan kulit coklat nan eksotis, berkumis tipis, kutebak sekira usia kurang dari tiga puluh tahunan, yang berlesung pipit. Matanya coklat lebar, dan kontur wajah yang sedikit bulat. Hidungnya cukup mancung, meski tak setinggi hidungku. Saat dia memandang ke arahku, aku geragapan, dan berpura-pura menatap sekeliling, ber
Ustadz Ashraf yang Unik Pov Daniella Arnetta Vernandi ----Pertemuan dengan Ustadz Ashraf cukup berkesan. Bukan tanpa alasan. Dia pria yang tulus, bersedia menolong sekalipun belum terlalu kenal. Dia pria yang tidak berprasangka buruk kepada gadis yang identitasnya tidak jelas seperti diriku. Aku mengira di dunia ini seluruh dunia menolak keberadaanku, dan hanya si Mboklah yang menerima. Ternyata tidak. Ustadz muda itu benar-benar membuatku ingin berjumpa lagi dengannya esok hari. "Mbok, badanku udah enakan, abis minum obat tadi. Aku boleh nggak, nyari sinyal ke pohon sana!" ijinku pada Si Mbok yang masih asyik melipati pakaian. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku sudah cukup lelah berbaring terus seharian. "Non mau apa? Besok-besok kan bisa, Non?!" "Hmm ... ada keperluan urgent banget mbok! Aku udah nyiapin list hal yang aku butuhin ke Papa!""Tapi Non masih sakit!""Enggak, Mbok! Aku nggak sakit! Kemarin aku minum obat, hari juga udah!" Sejujurnya, aku ingin ke sana
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMMakanan dari Dedemit Pov Ashrafil Ambiya'----Bisakah ini kusebut pertama kali? Gadis itu, adalah yang pertama, meski banyak keraguan menggelayuti. Gadis yang belum kukenal identitasnya secara gamblang itu, adalah gadis yang pertama kali membuatku bersentuhan dengannya secara langsung, tanpa aling-aling. Bahkan aku membopong, dan membawanya masuk ke kamar. Gadis itu, gadis yang menjamuku makan di rumahnya, ditemani dengan senyum ramah si Mbok. Gadis itu yang pertama membuatku tak bisa tidur sepanjang malam hanya karena memikirkannya mengapa dia bisa menjadi sampai seperti itu. Perasaan macam apa ini? Bagaimana mungkin? Aku jatuh hati pada gadis jelita, yang wajahnya hanya ada di gambar yang terpampang. Namun, kenyataan ada di hadapanku adalah gadis yang ... kebalikan dari itu. Normalkah perasaanku ini?! Kurasa manusiawi jika hati merasa berdenyar waktu jumpa pertama karena terpesona oleh keindahan paras. Sedangkan yang kutemui justru sebaliknya
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'Senyuman Daniella ----"Owalah, ya sudah kalau gitu. Pakde panasin dulu ini sup dagingnya! Eman-eman. Ini hidangan mewah, Shraf!"Setelah memanaskan kuah sup, pakde kembali ke meja makan, dan kami pun melahap hidangan ini dengan penuh semangat. "Pakde! Gadis yang biasa main di pohon jambu itu, bukan demit! Tapi dia anak asuhnya Mbok Trami, yang dari Jakarta, Pakde!" kataku memulai kembali obrolan di tengah suapan yang telah terlahap. "Yang benar Shraf?!""Iya, Pakde!""Apa dia kena gangguan jiwa, Shraf?!""Bukan, Pakde! Dia sakit, tapi bukan gangguan jiwa!" "Yoweslah kalau gitu, yang penting dia ndak ngganggu! Kamu juga jangan dekat-dekat sama dia! Nanti menimbulkan prasangka orang-orang!" Bagaimana mungkin aku menuruti ucapan Pakde untuk menjauhinya, sedangkan setiap hari saja, aku ingin berjumpa, dan mengunjunginya! Ingin tahu bagaimana kabarnya, apakah dia baik-baik saja. Ataukah tidak. Daniella, semoga esok hari kita bisa
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM Selalu Ingin Ke Pohon Jambu Pov Daniella Arnetta Vernandi----Sebelum Ustadz Ashraf mendekat dan mengajakku ngobrol, sengaja tadi kucuri fotonya. Kujepret asal tanpa sepengetahuannya sebagai kenang-kenanganku nanti, bilamana kelak aku meninggalkan kampung halaman si Mbok ini. Ustadz Ashraf menawariku sebuah salep pengobat gatal yang didapatnya dari sang guru. Baiklah. Akan kuterima esok. Semoga ini adalah jalan usaha yang bisa kutempuh supaya lekas terbebas dari penyakit ini. Perlahan-lahan. "Daniella, mohon maaf aku nanya kayak gini. Apa Daniella bisa mengaji, dan membaca al-qur'an?" tanyanya ragu, dengan penuh kehati-hatian. Sepertinya Pak Ustadz Ashraf ini tipikal orang tidak enakan alias people pleased, yang kerapkali minta maaf, meski dia tak bersalah. "Nggak perlu minta maaf, Pak Ustadz! Pak Ustadz nggak salah apa-apa, kok. Aku bisa ngaji, Pak Ustadz! Aku pernah ikut mengaji di masjid dekat rumah, sampai tuntas iqro' 6, si Mbok yang ngante
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya' Datang Terlambat ---"Aku mau ke ... hmm ... mau ada acara, Pakde!" "Owalah, jadi kamu udah dikabari kalo sekarang lagi ada acara kenduren di rumahnya Pak Lurah, peringatan seribu harinya Mbahnya Yunda." "Kenduren?! Enggak, aku nggak dikabari apa-apa, Pakde! Padahal tadi pagi aku ke sana. Tapi aku belum nerima undangan!""Wong undangannya baru dikasih tadi pas Pakde pulang dari tegalan kok, Shraf. Kamu ya, yang datang! Sekalian nanti kamu kan diminta buat mimpin doa!""Kok aku, Pakde?! Pakde aja yang datang! Aku nggak bisa Pakde! Aku lagi ada janji! Lagi ada acara penting!""Acara penting apa toh, Shraf?! Wong ini loh, hari jum'at. Ngajinya kan libur! Lagi pula, sekalian biar kamu makin akrab sama orang-orang di sini! Masak Pakde terus yang ikut kenduren! Yowes ... mumpung kamu udah siap! Ganti sarung! Berangkat!" Bagaimana ini, kalau aku menolak ... Aku merasa tak enak karena aku yang diminta memimpin do'a? Tapi, bagaimana de
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku khawatir jika kuterima langsung, ini akan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, dan nepotisme Pemimpin. Sementara di sisi lain, aku juga sedang membutuhkan pekerjaan yang layak, untuk bekalku melamar Daniella. Ya Allah, bagaimana ini?!"Kenapa tiba-tiba sekali, Pak? Jujur, saya benar-benar kaget dan tidak menyangka, Pak. Karena selama ini, saya juga tidak pernah menunjukkan kemampuan saya dalam ranah tersebut, Pak." "Segala sesuatunya bukan terjadi tiba-tiba, Nak Ashraf. Saya sudah banyak mendengar cerita dari Yunda, tentang kemampuan Nak Ashraf. Jadi sayang sekali, kalau ada SDM yang maju, terus dibiarkan. Sedangkan yang ada di lapangan justru tidak terlalu kompeten. Ini jaman serba canggih, Nak. Mau tidak mau, siap tidak siap, semua bidang akan mengalami pembaruan, termasuk Mbaurekso desa. Bukan hanya diisi para pemangku kepentingan, tapi orang yang benar-benar paham di bidangnya. Permohonan dari saya ini, tolong
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Ashrafil Ambiya'Tawaran Perangkat Desa ----"Aku di sini cuma sementara, Pak Ustadz! Aku di sini nggak akan lama, seperti apa yang Papa bilang sejak awal. Kalau aku sudah baikan, aku bakal balik. Aku udah kangeeen banget sama rumahku di sana. Aku juga udah berbulan-bulan nggak ketemu sama Papa! Pas awal aku di sini, beraat banget rasanya, dan cepet-cepet pengen pergi! Tapi, setelah ketemu Pak Ustadz, kenapa rasanya lebih berat ... buat ninggalin tempat ini." Aku begitu terngiang, tertegun hingga malam tenangku terganggu oleh kalimat yang diucapkan Daniella tempo hari. Benar, keadaannya lambat laun kian membaik, dan itu adalah kabar membahagiakan. Tentu saja, Papanya nan jauh di sana pasti merindukan putrinya. Jarak dan waktu telah memisahkan mereka, meski aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya rindu serupa Daniella. Namun, melihat wajah cerahnya setelah bercerita hal itu, aku pun ikut merasakan binar harapannya. Hatiku dilema, aku belum pe
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 19Pov Daniella Arnetta Vernandi----Restu Papa Terpenting ----Papa menyatakan dengan tegas ketidaksukaannya terhadap Ustadz Ashraf. Bahkan Papa memberiku pilihan yang amat sangat sulit. Aku tetap tinggal di sini, selamanya tanpa fasilitas apapun. Atau aku kembali secepatnya. Kondisiku memang berangsur membaik, dan menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Sesuai dengan apa yang dicanang sejak awal, bahwa aku memang tinggal sementara di sini. Kini, kondisiku telah stabil. Saatnya aku kembali. Bukankah dulu aku begitu tak suka tempat ini dan ingin segera kembali. Kenapa sekarang, justru begitu berat meninggalkan tempat ini? Semua karenamu, Ustadz Ashraf! ******"Non, kenapa Non beberapa hari ini ndak doyan makan, makanannya cuma diaduk-aduk tok, nanti Non sakit! Kalau Non sakit, bukan cuma Mbok yang sedih, tapi Ustadz Ashraf juga!" kata si Mbok saat melihatku murung di meja makan. Sejak Papa meminta aku segera kembali ke Jakarta, dilema
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---[Papa, kok Papa ngomong kayak gitu sama Pak Ustadz. Pak Ustadz baik, Papa. Aku sayang sama Pak Ustadz. Papa setuju kan, kalau aku nikah sama dia?] tanyaku ke Papa di panggilan WA. [Papa akan siapin akomodasi buat kamu sama Si Mbok, supaya kalian lekas balik ke Jakarta.][Papa kok bilang kayak gitu sih? Apa Papa nggak suka sama Pak Ustadz? Kenapa Papa? Apa cuma gara-gara dia buruh tani, nggak cocok buat anak Papa?][Tentu aja kalian berdua nggak cocok, Daniella! Papa lebih kenal kamu dibanding siapapun. Kalau kamu tetap tinggal di sana. Apa kamu sanggup, hidup jadi istri buruh tani? Apa dia sanggup biayain kamu, bahagiain kamu yang selama ini apa-apa semua fasilitas dari Papa! Apa dia sanggup memberikan kebahagiaan sama kamu selayaknya perlakuan Papa ke kamu, Nak?][Papa, memang selama ini, semuanya dari Papa, aku nggak bisa lepas dari semua fasilitas Papa. Bahkan di kampung si Mbok pun Papa masih sediain segala yang
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku Hanya Buruh Tani ----Sejak perjumpaan itu, kian hari membuat hubungan kami kian dekat. Kini, seperti tak ada lagi sekat diantara kami. Daniella lebih sering tersenyum dibanding memanyunkan bibir, dia pun tak segan, mengabariku jika dia berada di dekat pohon jambu. Sebelum aku berangkat ke ladang, dia sering memintaku mampir ke rumahnya untuk membawakanku bekal.Rasanya seperti ini bahagianya ... diperhatikan seorang wanita yang disuka. Dan, andai Papamu dekat, aku pasti langsung mendatanginya ... memohon ijin untuk menghalalkanmu. Ketika sepulang dari surau mengajar pun, kami setiap hari berjumpa. Daniella lebih lepas, dan banyak bercerita ini itu tentang kehidupannya. Begitupun aku, yang ingin berbagi hal menyenangkan dengannya. Aku membelikan salep, seperti yang dia inginkan. Semoga perantara salep itu, dan ikhtiar giatnya selama ini, Allah memberikan kesembuhan padanya. ******* Sepertinya Daniella lebih dulu sa
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---Diperhatikan, dikasihi oleh seorang pria dalam keadaan seperti ini membuatku merasa teristimewa. Di kampung halaman si Mbok yang pelosok ini, tak ada siapapun yang mengenalku. Tak ada yang tahu, bahwa aku anak tunggal dari pengusaha ternama seperti Papa. Di sini, bahkan orang-orang mengenalku sebagai gadis tak waras, juga makhluk halus yang kerap menangis di atas batang pohon jambu. Jauh dari Papa, jauh dari rengkuhan kasihnya, juga jauh dari segenap pujian yang dulu kudapat. Rasanya kini aku haus untuk dikasihi, dan Ustadz Ashraf datang membawakan apa yang kurasa kosong dalam hati. Dia, laki-laki yang tulus, tanpa memandang jij*k sedikitpun terhadapku. Ingin sekali aku ceritakan ini pada Papa. Bahwa putri kecilnya telah jatuh hati, dan menemukan pelabuhan yang tepat. Pasti Papaku akan menyetujuinya. Papa pasti bahagia melihatku bahagia dan tersenyum lagi. Aku pun ingin memperkenalkan Ustadz Ashraf padanya. Semoga
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi----Sore ini, waktu menunjukkan pukul tiga, aku ingin sekali mengabarkan pada Papa tentang perubahanku yang positif ini. Meski tak mudah dan tak sepenuhnya maksimal, pasti Papa akan tetap bahagia melihatku begini. Di sini pun, sekaligus aku ingin memesan salep itu lagi pada Ustadz Ashraf, karena salep yang menyiksa itu cukup manjur juga bila diaplikasikan dengan benar. Harus kutanggalkan rasa engganku menghubunginya demi obat itu, karena aku membutuhkannya. Kini, aku berjalan sedikit percaya diri, tanpa mengenakan pasmina terlilit ataupun kacamata hitam. Aku hanya mengenakan dress longgar seperti biasanya, namun kupakai jaket hitam dengan hoodie. Karena cuaca memang cukup dingin akhir-akhir ini. [Hallo, Papa! How are you?] Kulambaikan tangan saat melihat Papa berada di taman rumahku yang luas itu. Tampak, ada secangkir kopi, dan aneka kudapan, di meja kecil depan Papa. [Papa baik-baik aja, Sayang! Kamu gimana, Nak?!
PoV Daniella Arnetta Vernandi ----Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita ----Dia membuatku terluka, dan cemburu manakala dia tersenyum memandang gadis lain yang jauh lebih cantik. Dengan posisiku sekarang, aku mungkin akan sulit merebut hatinya sepenuhnya. Bagaimana mungkin, dia terpikat pada gadis Buruk Rupa. Aku pun paham, aku tak berhak melarang, dan mengendalikan perasaannya. Aku ingin menjadi Daniella seutuhnya, Daniella yang bisa membius para pria agar terpaku memandangku tanpa berkedip. Hanya dia yang kuinginkan saat ini. Bukan yang lain. Daniella ingin dipandang sebagai wanita seutuhnya yang layak dikasihi dan dicintai oleh Ashraf. Bukan seorang gadis malang penghuni Pohon Jambu yang layak dikasihasi, dan disantuni oleh seorang Ustadz sepertinya. Kumohon, lihat aku sebagai seorang wanita, Pak Ustadz! Jangan membuatku tampak begitu kasihan seperti ini! *******Meskipun aku marah padanya dan belum ingin memaafkan, bukan berarti aku tak mau mencoba menggunakan s