RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM
Part 8Mimpi Buruk Setiap MalamPov Ashrafil Ambiya'---"Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!"Di tengah obrolan antara aku, dan Si Mbok. Tiba-tiba Daniella berteriak histeris.Kuteguk ludah, tak tahu harus berbuat apa. Apa mungkin gadis ini sedang mengalami nyeri datang bulan? Aku sungguh tak paham. Apa yang harus kulakukan."Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!""Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!""Aaaaa!!! Sakit Mbok!" Dia masih terus berteriak tanpa henti, mengaduh dan memohon-mohon. Sepertinya dia menahan nyeri teramat sangat.Si Mbok berusaha memapahnya menuju kamar. Namun, dia menggeleng, isyarat sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah.Dia berbaring di sofa dengan posisi lutut sedikit tertekuk karena panjang sofa lebih pendek dari tubuhnya."Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Dia menghentak-hentakkan kakinya di sofa.Si Mbok membawakan botol putih berisi kapsul, serta wadah tube berisi salep. Salep berwarna putih susu itu, dioleskan rata ke wajah, tangan, juga kaki Daniella yang hampir sekujurnya terdapat luka seperti gatal-gatal alergi parah."Aku nggak mau minum obat Skizo, Mbok! Aku nggak gil*! Aku nggak mau kecanduan!""Non! Ini bisa meredam kecemasan Non, biar Non bisa istirahat lelap. Minum ya, Non!"Daniella seperti terpaksa meminum beberapa butir kapsul dan tablet ukuran besar itu."Buk! Dia kenapa sebenarnya Buk! Apa yang bisa saya bantu buat dia!?" tanyaku yang kian panik."Pak Ustadz, tenang dulu Pak Ustadz! Bentar lagi, Non Daniella bakal tidur lelap. Nanti saya ceritakan ke Pak Ustadz."***Menit hingga jam berlalu. Aku tak tega melihat teriakannya, sementara aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku pun tak diperbolehkan menyentuhnya. Jadi aku seperti orang bodoh tak berdaya melihat wanita kesakitan sejadi-jadinya. Ingin sekali meninggalkan tempat ini agar tak melihat deritanya. Namun, niat itu kuurungkan. Hatiku ingin sekali membantunya untuk sembuh dari luka itu.Mungkin obat itu telah bereaksi. Kini, Daniella sudah terlelap dan tak terdengar lagi pekikan menyedihkan itu.Ya Allah, sebenarnya sakit apa dia? Hingga sampai seperti itu?"Buk, dia sudah tidur."Si Mbok hanya menganggukkan kepala."Pak Ustadz, boleh saya minta tolong. Angkatin Non Daniella masuk ke kamarnya. Kasihan tidur di sini, Pak Ustadz. Kakinya nekuk."Apa?Membopong wanita yang bukan mahramku. Astaghfirullah. Bagaimana ini? Haruskah aku menolak? Ini darurat. Kasihan dia, sungguh."Ba ... baik, Buk."Terpaksa aku mengiyakan ucapan si Mbok. Ini darurat, aku melakukannya bukan karena hal lain, melainkan alasan kemanusiaan.Kubopong tubuh Daniella, dari sofa menuju kamarnya.Mataku membelalak sempurna begitu memasukki ruang kamar gadis ini. Kamarnya benar-benar lain, dengan ruangan lainnya. Tampak bagai bumi dengan langit perbandingannya.Ruangan mewah bagai kamar hotel berada di dalam rumah sederhana ini. Ditambah lagi, ada laptop bergambar simbol apel tergigit seperti ponselnya.Perabotannya pun, mulai dari cermin rias, lemari, hingga meja set kerja. Tampak mewah dan elegan.Interiornya sungguh memukau. Di atas dinding belakang ranjang. Terpampang foto Seorang pria gagah dirangkul gadis jelita, secantik bidadari. Setelah membaringkan Daniella. Mataku masih terpaku melihat kecantikan gadis di foto itu.Siapakah dia? Mengapa Daniella memajang foto gadis itu di kamarnya? Apakah itu foto salah satu idol korea favoritnya?"Non Daniella kambuh lagi, Pak Ustadz. Kasihan. Si Mbok sebenarnya ndak tega lihat dia kayak gini." Si Mbok mengalirkan linangan air mata tak tertahan, lalu diusapnya pipi yang basah itu dengan kedua tangan."Memangnya Daniella sakit apa, Buk? Sampai seperti ini?""Kita ngobrol di luar, Pak Ustadz. Biar Non Daniella istirahat.""Baik, Buk!"Aku mengiyai. Kami pun keluar kamar, Si Mbok lantas menutup pintu kamar Daniella."Buk, sebenarnya apa yang terjadi sama Daniella?""Non Daniella sakitnya kambuh lagi, Pak Ustadz. Sudah berbulan-bulan Non menderita kayak gini. Kasihan Pak Ustadz. Dulu, Non Daniella ndak seperti ini!" ucapnya diikuti derai tangis terisak-isak yang seolah tak bisa mereda."Daniella sakit apa, Buk?!""Non Daniella itu, penyakitnya ndak jelas, Pak Ustadz. Sakitnya campur-campur. Di kulit badan, di wajah, di perut, di kepala. Kadang Non juga sering halusinasi, Pak Ustadz! Sampai Papahnya mau bawa Non ke rumah sakit jiwa. Tapi saya ndak tega. Akhirnya saya bawa Non ke sini.""Ibuk tarik napas dulu ya, Buk. Rileks. Nanti ceritakan pelan-pelan, biar saya paham. Kalau cerita sambil nangis, saya jadi bingung dan kurang paham nangkap maksudnya."Akhirnya, si Mbok mengikuti instruksiku. Dia mencoba rileks sejenak, kemudian meneguk teh yang dibuatnya tadi beberapa tegukan."Pak Ustadz lihat, foto yang ada di kamar Non?"Kuanggukan kepala, "oh ... foto artis cantik itu ya, Buk?""Itu bukan foto artis, Pak Ustadz! Itu foto Non Daniella dulu, sama Papanya.""Ha? Yang bener, Buk?!" sepasang mataku membulat sempurna tak percaya mendengar penuturan Si Mbok barusan.Si Mbok mengangguk."Non Daniella itu, dulunya cantik, dan sempurna, Pak Ustadz. Tapi setelah kena penyakit itu. Non Daniella jadi kayak gini. Hidupnya tersiksa. Sepanjang hari teriak-teriak ndak jelas. Papahnya sudah berusaha berobat ke mana-mana. Ikhtiar ndak karu-karuan untuk kesembuhan Non! Setiap berobat ke dokter, penyakit Non ndak didiagnosa dengan jelas Pak Ustadz! Non kena ilmu hitam!""Astaghfirullah! Benarkah, Buk? Apa ada alasan yang melatarbelakangi, sampai Ibuk menduga seperti itu?""Non Daniella itu dulunya angkuh, Pak Ustadz. Non Daniella sering ngomong sembarangan sama orang. Padahal sebenarnya dia hatinya baik.""Hmmm ... iya sih, Buk. Aku tahu dari gaya bicaranya tiap ngomong juga agak sedikit angkuh.""Itu juga dugaan dari orang pintar, pas Non dibawa berobat Pak Ustadz.""Orang pintar maksudnya, dukun?""Iya, Pak Ustadz. Non pernah dibawa ke tempat semacam itu. Tapi akhirnya Non marah-marah ndak mau. Malah si Dukunnya mau dicekik lehernya!""Tapi, obat dari dokter, cukup berimbas bagi kesehatannya kan, Buk?""Iya, alhamdulillah Pak Ustadz. Itu, kalau Non lagi teriak-teriak. Saya minumkan obat penenang, ada efek obat tidurnya juga. Biar Non lelep tidurnya. Trus ada salep dari dokter spesialis kulit, lumayan mengurangi rasa sakit Non yang biasa menggaruk-garuk kulitnya sekujur tubuh.""Apa Daniella pernah diruqyah sebelumnya, Buk?!""Belum, Pak Ustadz. Sehabis Non baru pulang dari dukun itu. Non berontak tiap mau dibawa berobat ke pengobatan alternatif. Non teriak-teriak ndak karuan.""Daniella harus diruqyah, Buk. Itu adalah ikhtiar setelah berobat medis. Semoga Allah memberi kesembuhan pada Daniella perantara pengobatan yang diridhai Allah, Buk!""Amin, Pak Ustadz. Ngomong-ngomong, apa Pak Ustadz kenal orang yang bisa meruqyah?""Nanti akan saya kenalkan para kawan saya di pesantren, Buk.""Pak Ustadz, semoga pak Ustadz ini bisa menolong Non Daniella. Semoga perantara Pak Ustadz, dan kawan Pak Ustadz. Gusti Allah memberi kesembuhan buat Non. Mbok ndak tega terus-terusan lihat anak asuh Mbok sakit terus, kasihan, Pak Ustadz! Non Daniella itu udah Mbok rawat sejak masih bayi.""Jadi, Daniella beneran bukan anak Ibuk?!"Si Mbok menggeleng. "Bukan, Pak Ustadz. Non Daniella anak majikan Mbok dari kota. Dia udah kehilangan ibunya sejak dia masih bayi. Papahnya Non Daniella itu orang sibuk. Dia Sayang banget sama Non! Tapi, lama-lama, papahnya juga pusing lihat kondisi Non yang makin hari makin parah, sampai Non mau ditinggal di RSJ, Pak Ustadz!""Ya Allah!" Aku ikut menitikkan air mata terhanyut dalam kepedihan yang diceritakan si Mbok tentang Daniella.Ternyata dia sudah sangat menderita selama ini, pantaslah dia sudah bersikap bodo amat dengan pandangan orang tentang dirinya. Sedangkan ayahnya saja sudah menyerah dengan penyakitnya.Ya Allah, angkatlah segala penyakit yang menimpa gadis itu. Apapun penyebabnya, semoga Engkau membersihkan dia dari segala sakit yang menggerogoti tubuhnya."PERGI KAMU! Pergi dari sini! Jangan ganggu aku! Kumohon!" Terdengar pekikan lantang dari kamar Daniella.Si Mbok lekas bangkit dan berlari menuju kamarnya. Begitu pun aku yang turut masuk kamar memastikan apa yang terjadi.Ternyata Daniella tengah mengigau. Dia bermimpi buruk dalam tidurnya.Dahinya kini sudah dipenuhi keringat dingin. Sementara matanya masih belum terbuka."Non! Bangun, Non! Non mimpi buruk!" si Mbok menepuk-nepuk pipi gadis itu. Namun dia masih belum membuka mata. Napasnya masih terengah-engah."Non!" si Mbok mengguncangkan bahu gadis itu hingga akhirnya dia terbangun."Non! Badan Non kenapa panas banget, Non!"Setelah beberapa kali si mbok mencoba mengguncangkan bahunya. Akhirnya Daniella membuka mata."Mbok! Tadi Mbok. Ada orang pake jubah serba hitam. Wajahnya nggak jelas ta ... tapi badannya keker, gede! Dia ngejar-ngejar aku sambil bawa kapak, Mbok!" ucap Daniella sambil terengah-engah seperti habis lari jauh."Kamu sering mimpi buruk, Daniella?" tanyaku.Gadis itu hanya mengangguk."Apa setiap hari?""Hampir setiap hari, Pak Ustadz.""Sebelum tidur, apa kamu pernah berdoa?"Dia menggeleng. "Nggak pernah.""Kamu perlu diruqyah, Daniella!""Nggak! Aku nggak mau dibawa ke Paranormal apalagi pengobatan alternatif! Mereka semua cab*l! Enggak!"Bersambung ...Pov Ashrafil Ambiya'---"Tiap hari aku mimpi buruk, Pak Ustadz! Kadang itu jelas nyata. Ada bayangan hitam, tiap jelang malam mau nyekik leherku. Kadang rasanya seperti ada hewan melata, merayap di tubuhku, Pak Ustadz!" seru Daniella lantang, diikuti suara tangis dan isakan.Ya Allah, aku tak tega melihatnya seperti ini. Dia pasti merasakan sakit yang teramat sangat. Aku tak ingin Su'udzon dulu atas penyebab sakit yang diderita Daniella. Di sini, aku ingin sekali membantunya lepas dari rasa sakit itu. Nurani kemanusiaanku benar-benar tergerak melihat ini. "Pak Ustadz, saya ke dapur dulu, mau nyari obat penurun panas buat Non, sama kompresan!""Iya, Buk. Silakan." Si Mbok gegas ke dapur. Kini, di kamar indah ini hanya ada kami berdua. Ada aku yang cemas akan keadaan Daniella, dan dia yang kini terbaring lemah di kamarnya dengan tatap mata yang kosong. "Daniella, aku mungkin belum bisa mendapatkan solusi secepatnya atas penyakitmu. Hmm ... mohon maaf sebelumnya, kalau memang peny
"Pak Ustadz ...di sini aja, ya. Si Mbok masakin buat Pak Ustadz. Mbok minta tolong, pak Ustadz ngaji sebentar di sini, biar Non tenang." Wanita berumur lebih dari setengah abad itu menatapku penuh harap. Di matanya yang berkantung itu ada asa yang teramat dalam. Hanya ketulusan yang kujumpai di sana. Dia sangat berharap gadis yang diasuhnya itu baik-baik saja.Aku menganggukan kepalaku. Si Mbok pun lantas keluar kamar beberapa saat dia kembali, mengambilkan Kitab Suci Al-qur'an padaku. Lalu, dia kembali keluar dari kamar ini. Melangkah menuju dapur.Aku yang tadinya di ambang pintu, kembali melangkahkan kaki mendekat ke ranjang gadis angkuh itu. Kuletakkan perlahan kitab suci dari Si Mbok di dekat cawan berbahan logam stainless ini."Kenapa Pak Ustadz masih di sini? Apa Pak Ustadz benar-benar peduli sama gadis buruk rupa yang nggak jelas kayak aku ini?!" ucapnya, mungkin terdengar angkuh.Namun menyiratkan makna yang cukup dalam, dan memelas. Ingin dikasihi, namun tak sampai hati dia
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Daniella Arnetta Vernandi-------Laki-laki yang terhitung baru beberapa hari kukenal itu, kini melantunkan ayat-ayat Tuhan di sebelah ranjangku. Suaranya begitu merdu, tak pernah aku senyaman, dan semerinding ini mendengar orang mengaji. Dalam setiap ayatnya, seperti ada getaran dahsyat, yang menyentuh relung batinku. Di matanya tak tampak apapun selain ketulusan, dan kejujuran. Mengapa orang ini begitu peduli padaku, si gadis buruk rupa yang telah tak dianggap lagi sebagai manusia?Selama ini aku selalu skeptis memandang terhadap orang lain yang mendekatiku. Namun, kali ini tidak. Terus kupadangi wajahnya dengan seksama. Pemuda dengan kulit coklat nan eksotis, berkumis tipis, kutebak sekira usia kurang dari tiga puluh tahunan, yang berlesung pipit. Matanya coklat lebar, dan kontur wajah yang sedikit bulat. Hidungnya cukup mancung, meski tak setinggi hidungku. Saat dia memandang ke arahku, aku geragapan, dan berpura-pura menatap sekeliling, ber
Ustadz Ashraf yang Unik Pov Daniella Arnetta Vernandi ----Pertemuan dengan Ustadz Ashraf cukup berkesan. Bukan tanpa alasan. Dia pria yang tulus, bersedia menolong sekalipun belum terlalu kenal. Dia pria yang tidak berprasangka buruk kepada gadis yang identitasnya tidak jelas seperti diriku. Aku mengira di dunia ini seluruh dunia menolak keberadaanku, dan hanya si Mboklah yang menerima. Ternyata tidak. Ustadz muda itu benar-benar membuatku ingin berjumpa lagi dengannya esok hari. "Mbok, badanku udah enakan, abis minum obat tadi. Aku boleh nggak, nyari sinyal ke pohon sana!" ijinku pada Si Mbok yang masih asyik melipati pakaian. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku sudah cukup lelah berbaring terus seharian. "Non mau apa? Besok-besok kan bisa, Non?!" "Hmm ... ada keperluan urgent banget mbok! Aku udah nyiapin list hal yang aku butuhin ke Papa!""Tapi Non masih sakit!""Enggak, Mbok! Aku nggak sakit! Kemarin aku minum obat, hari juga udah!" Sejujurnya, aku ingin ke sana
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMMakanan dari Dedemit Pov Ashrafil Ambiya'----Bisakah ini kusebut pertama kali? Gadis itu, adalah yang pertama, meski banyak keraguan menggelayuti. Gadis yang belum kukenal identitasnya secara gamblang itu, adalah gadis yang pertama kali membuatku bersentuhan dengannya secara langsung, tanpa aling-aling. Bahkan aku membopong, dan membawanya masuk ke kamar. Gadis itu, gadis yang menjamuku makan di rumahnya, ditemani dengan senyum ramah si Mbok. Gadis itu yang pertama membuatku tak bisa tidur sepanjang malam hanya karena memikirkannya mengapa dia bisa menjadi sampai seperti itu. Perasaan macam apa ini? Bagaimana mungkin? Aku jatuh hati pada gadis jelita, yang wajahnya hanya ada di gambar yang terpampang. Namun, kenyataan ada di hadapanku adalah gadis yang ... kebalikan dari itu. Normalkah perasaanku ini?! Kurasa manusiawi jika hati merasa berdenyar waktu jumpa pertama karena terpesona oleh keindahan paras. Sedangkan yang kutemui justru sebaliknya
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'Senyuman Daniella ----"Owalah, ya sudah kalau gitu. Pakde panasin dulu ini sup dagingnya! Eman-eman. Ini hidangan mewah, Shraf!"Setelah memanaskan kuah sup, pakde kembali ke meja makan, dan kami pun melahap hidangan ini dengan penuh semangat. "Pakde! Gadis yang biasa main di pohon jambu itu, bukan demit! Tapi dia anak asuhnya Mbok Trami, yang dari Jakarta, Pakde!" kataku memulai kembali obrolan di tengah suapan yang telah terlahap. "Yang benar Shraf?!""Iya, Pakde!""Apa dia kena gangguan jiwa, Shraf?!""Bukan, Pakde! Dia sakit, tapi bukan gangguan jiwa!" "Yoweslah kalau gitu, yang penting dia ndak ngganggu! Kamu juga jangan dekat-dekat sama dia! Nanti menimbulkan prasangka orang-orang!" Bagaimana mungkin aku menuruti ucapan Pakde untuk menjauhinya, sedangkan setiap hari saja, aku ingin berjumpa, dan mengunjunginya! Ingin tahu bagaimana kabarnya, apakah dia baik-baik saja. Ataukah tidak. Daniella, semoga esok hari kita bisa
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM Selalu Ingin Ke Pohon Jambu Pov Daniella Arnetta Vernandi----Sebelum Ustadz Ashraf mendekat dan mengajakku ngobrol, sengaja tadi kucuri fotonya. Kujepret asal tanpa sepengetahuannya sebagai kenang-kenanganku nanti, bilamana kelak aku meninggalkan kampung halaman si Mbok ini. Ustadz Ashraf menawariku sebuah salep pengobat gatal yang didapatnya dari sang guru. Baiklah. Akan kuterima esok. Semoga ini adalah jalan usaha yang bisa kutempuh supaya lekas terbebas dari penyakit ini. Perlahan-lahan. "Daniella, mohon maaf aku nanya kayak gini. Apa Daniella bisa mengaji, dan membaca al-qur'an?" tanyanya ragu, dengan penuh kehati-hatian. Sepertinya Pak Ustadz Ashraf ini tipikal orang tidak enakan alias people pleased, yang kerapkali minta maaf, meski dia tak bersalah. "Nggak perlu minta maaf, Pak Ustadz! Pak Ustadz nggak salah apa-apa, kok. Aku bisa ngaji, Pak Ustadz! Aku pernah ikut mengaji di masjid dekat rumah, sampai tuntas iqro' 6, si Mbok yang ngante
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta VernandiApa Aku Masih Berhak Bahagia? ***"Nggak papa deh, yang penting kamu bahagia! Ngomong-ngomong, apa besok siang aku boleh main ke rumah si Mbok?""Boleh dong! Boleh banget Pak Ustadz! Tapi, bukannya Pak Ustadz sibuk di ladang?""Aku dari pagi sampai siang, biasa ke tambak kadang ke sawah. Adzan dhuhur, aku pulang. Nah, kalau dhuhur sampai ashar, aku istirahat. Sehabis ashar aku ngajar ngaji. Setelah ngajar ngaji, aku nyari pakan kambing, trus ketemu kamu di sini!""Sibuk banget ya, Pak Ustadz! Masih muda, pekerja keras, lagi! Jarang ada anak muda yang mau kerja kayak Pak Ustadz! Apalagi sekarang jamannya serba canggih, anak muda lebih suka santuy-santuy, nongki di kafe wifi!" "Ya kayak gini, kerjaan aku, Dan. Aku udah yatim piatu sejak kecil, dirawat sama Pakde. Kalau Dan sendiri, sebelum tinggal di sini, Dan kerja apa?""Aku ... aku masih berstatus mahasiswi yang belum kerja, Pak Ustadz! Aku apa-apa masih bergantung sama
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya' Datang Terlambat ---"Aku mau ke ... hmm ... mau ada acara, Pakde!" "Owalah, jadi kamu udah dikabari kalo sekarang lagi ada acara kenduren di rumahnya Pak Lurah, peringatan seribu harinya Mbahnya Yunda." "Kenduren?! Enggak, aku nggak dikabari apa-apa, Pakde! Padahal tadi pagi aku ke sana. Tapi aku belum nerima undangan!""Wong undangannya baru dikasih tadi pas Pakde pulang dari tegalan kok, Shraf. Kamu ya, yang datang! Sekalian nanti kamu kan diminta buat mimpin doa!""Kok aku, Pakde?! Pakde aja yang datang! Aku nggak bisa Pakde! Aku lagi ada janji! Lagi ada acara penting!""Acara penting apa toh, Shraf?! Wong ini loh, hari jum'at. Ngajinya kan libur! Lagi pula, sekalian biar kamu makin akrab sama orang-orang di sini! Masak Pakde terus yang ikut kenduren! Yowes ... mumpung kamu udah siap! Ganti sarung! Berangkat!" Bagaimana ini, kalau aku menolak ... Aku merasa tak enak karena aku yang diminta memimpin do'a? Tapi, bagaimana de
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku khawatir jika kuterima langsung, ini akan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, dan nepotisme Pemimpin. Sementara di sisi lain, aku juga sedang membutuhkan pekerjaan yang layak, untuk bekalku melamar Daniella. Ya Allah, bagaimana ini?!"Kenapa tiba-tiba sekali, Pak? Jujur, saya benar-benar kaget dan tidak menyangka, Pak. Karena selama ini, saya juga tidak pernah menunjukkan kemampuan saya dalam ranah tersebut, Pak." "Segala sesuatunya bukan terjadi tiba-tiba, Nak Ashraf. Saya sudah banyak mendengar cerita dari Yunda, tentang kemampuan Nak Ashraf. Jadi sayang sekali, kalau ada SDM yang maju, terus dibiarkan. Sedangkan yang ada di lapangan justru tidak terlalu kompeten. Ini jaman serba canggih, Nak. Mau tidak mau, siap tidak siap, semua bidang akan mengalami pembaruan, termasuk Mbaurekso desa. Bukan hanya diisi para pemangku kepentingan, tapi orang yang benar-benar paham di bidangnya. Permohonan dari saya ini, tolong
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Ashrafil Ambiya'Tawaran Perangkat Desa ----"Aku di sini cuma sementara, Pak Ustadz! Aku di sini nggak akan lama, seperti apa yang Papa bilang sejak awal. Kalau aku sudah baikan, aku bakal balik. Aku udah kangeeen banget sama rumahku di sana. Aku juga udah berbulan-bulan nggak ketemu sama Papa! Pas awal aku di sini, beraat banget rasanya, dan cepet-cepet pengen pergi! Tapi, setelah ketemu Pak Ustadz, kenapa rasanya lebih berat ... buat ninggalin tempat ini." Aku begitu terngiang, tertegun hingga malam tenangku terganggu oleh kalimat yang diucapkan Daniella tempo hari. Benar, keadaannya lambat laun kian membaik, dan itu adalah kabar membahagiakan. Tentu saja, Papanya nan jauh di sana pasti merindukan putrinya. Jarak dan waktu telah memisahkan mereka, meski aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya rindu serupa Daniella. Namun, melihat wajah cerahnya setelah bercerita hal itu, aku pun ikut merasakan binar harapannya. Hatiku dilema, aku belum pe
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 19Pov Daniella Arnetta Vernandi----Restu Papa Terpenting ----Papa menyatakan dengan tegas ketidaksukaannya terhadap Ustadz Ashraf. Bahkan Papa memberiku pilihan yang amat sangat sulit. Aku tetap tinggal di sini, selamanya tanpa fasilitas apapun. Atau aku kembali secepatnya. Kondisiku memang berangsur membaik, dan menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Sesuai dengan apa yang dicanang sejak awal, bahwa aku memang tinggal sementara di sini. Kini, kondisiku telah stabil. Saatnya aku kembali. Bukankah dulu aku begitu tak suka tempat ini dan ingin segera kembali. Kenapa sekarang, justru begitu berat meninggalkan tempat ini? Semua karenamu, Ustadz Ashraf! ******"Non, kenapa Non beberapa hari ini ndak doyan makan, makanannya cuma diaduk-aduk tok, nanti Non sakit! Kalau Non sakit, bukan cuma Mbok yang sedih, tapi Ustadz Ashraf juga!" kata si Mbok saat melihatku murung di meja makan. Sejak Papa meminta aku segera kembali ke Jakarta, dilema
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---[Papa, kok Papa ngomong kayak gitu sama Pak Ustadz. Pak Ustadz baik, Papa. Aku sayang sama Pak Ustadz. Papa setuju kan, kalau aku nikah sama dia?] tanyaku ke Papa di panggilan WA. [Papa akan siapin akomodasi buat kamu sama Si Mbok, supaya kalian lekas balik ke Jakarta.][Papa kok bilang kayak gitu sih? Apa Papa nggak suka sama Pak Ustadz? Kenapa Papa? Apa cuma gara-gara dia buruh tani, nggak cocok buat anak Papa?][Tentu aja kalian berdua nggak cocok, Daniella! Papa lebih kenal kamu dibanding siapapun. Kalau kamu tetap tinggal di sana. Apa kamu sanggup, hidup jadi istri buruh tani? Apa dia sanggup biayain kamu, bahagiain kamu yang selama ini apa-apa semua fasilitas dari Papa! Apa dia sanggup memberikan kebahagiaan sama kamu selayaknya perlakuan Papa ke kamu, Nak?][Papa, memang selama ini, semuanya dari Papa, aku nggak bisa lepas dari semua fasilitas Papa. Bahkan di kampung si Mbok pun Papa masih sediain segala yang
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku Hanya Buruh Tani ----Sejak perjumpaan itu, kian hari membuat hubungan kami kian dekat. Kini, seperti tak ada lagi sekat diantara kami. Daniella lebih sering tersenyum dibanding memanyunkan bibir, dia pun tak segan, mengabariku jika dia berada di dekat pohon jambu. Sebelum aku berangkat ke ladang, dia sering memintaku mampir ke rumahnya untuk membawakanku bekal.Rasanya seperti ini bahagianya ... diperhatikan seorang wanita yang disuka. Dan, andai Papamu dekat, aku pasti langsung mendatanginya ... memohon ijin untuk menghalalkanmu. Ketika sepulang dari surau mengajar pun, kami setiap hari berjumpa. Daniella lebih lepas, dan banyak bercerita ini itu tentang kehidupannya. Begitupun aku, yang ingin berbagi hal menyenangkan dengannya. Aku membelikan salep, seperti yang dia inginkan. Semoga perantara salep itu, dan ikhtiar giatnya selama ini, Allah memberikan kesembuhan padanya. ******* Sepertinya Daniella lebih dulu sa
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---Diperhatikan, dikasihi oleh seorang pria dalam keadaan seperti ini membuatku merasa teristimewa. Di kampung halaman si Mbok yang pelosok ini, tak ada siapapun yang mengenalku. Tak ada yang tahu, bahwa aku anak tunggal dari pengusaha ternama seperti Papa. Di sini, bahkan orang-orang mengenalku sebagai gadis tak waras, juga makhluk halus yang kerap menangis di atas batang pohon jambu. Jauh dari Papa, jauh dari rengkuhan kasihnya, juga jauh dari segenap pujian yang dulu kudapat. Rasanya kini aku haus untuk dikasihi, dan Ustadz Ashraf datang membawakan apa yang kurasa kosong dalam hati. Dia, laki-laki yang tulus, tanpa memandang jij*k sedikitpun terhadapku. Ingin sekali aku ceritakan ini pada Papa. Bahwa putri kecilnya telah jatuh hati, dan menemukan pelabuhan yang tepat. Pasti Papaku akan menyetujuinya. Papa pasti bahagia melihatku bahagia dan tersenyum lagi. Aku pun ingin memperkenalkan Ustadz Ashraf padanya. Semoga
RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi----Sore ini, waktu menunjukkan pukul tiga, aku ingin sekali mengabarkan pada Papa tentang perubahanku yang positif ini. Meski tak mudah dan tak sepenuhnya maksimal, pasti Papa akan tetap bahagia melihatku begini. Di sini pun, sekaligus aku ingin memesan salep itu lagi pada Ustadz Ashraf, karena salep yang menyiksa itu cukup manjur juga bila diaplikasikan dengan benar. Harus kutanggalkan rasa engganku menghubunginya demi obat itu, karena aku membutuhkannya. Kini, aku berjalan sedikit percaya diri, tanpa mengenakan pasmina terlilit ataupun kacamata hitam. Aku hanya mengenakan dress longgar seperti biasanya, namun kupakai jaket hitam dengan hoodie. Karena cuaca memang cukup dingin akhir-akhir ini. [Hallo, Papa! How are you?] Kulambaikan tangan saat melihat Papa berada di taman rumahku yang luas itu. Tampak, ada secangkir kopi, dan aneka kudapan, di meja kecil depan Papa. [Papa baik-baik aja, Sayang! Kamu gimana, Nak?!
PoV Daniella Arnetta Vernandi ----Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita ----Dia membuatku terluka, dan cemburu manakala dia tersenyum memandang gadis lain yang jauh lebih cantik. Dengan posisiku sekarang, aku mungkin akan sulit merebut hatinya sepenuhnya. Bagaimana mungkin, dia terpikat pada gadis Buruk Rupa. Aku pun paham, aku tak berhak melarang, dan mengendalikan perasaannya. Aku ingin menjadi Daniella seutuhnya, Daniella yang bisa membius para pria agar terpaku memandangku tanpa berkedip. Hanya dia yang kuinginkan saat ini. Bukan yang lain. Daniella ingin dipandang sebagai wanita seutuhnya yang layak dikasihi dan dicintai oleh Ashraf. Bukan seorang gadis malang penghuni Pohon Jambu yang layak dikasihasi, dan disantuni oleh seorang Ustadz sepertinya. Kumohon, lihat aku sebagai seorang wanita, Pak Ustadz! Jangan membuatku tampak begitu kasihan seperti ini! *******Meskipun aku marah padanya dan belum ingin memaafkan, bukan berarti aku tak mau mencoba menggunakan s