Beranda / Horor / RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM / Semoga Papa Baik-baik Saja

Share

Semoga Papa Baik-baik Saja

Penulis: Adellin Nazura
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-20 15:08:26

Part 5

(Semoga Papa Baik-baik Saja)

Pov Daniella

----

"Non, abis nangis?! Kok matanya sembab sama mulutnya mecucu gitu, Non?!" tanya Si Mbok begitu aku menjejakkan kaki menuju kamarku. Aku tak dapat lagi menyembunyikan rasa dongkol di hatiku. Setelah melihat kemesraan Azaska dengan gadis lain.

Ditambah lagi, saat berjumpa laki-laki berlesung pipit tadi yang terus mengira aku kuntilanak. Rasanya aku benar-benar bukan seperti manusia.

"Aku sedih, Mbok." Aku lekas merebahkan tubuhku di kasur. Si Mbok mendekat. Mengelus rambutku yang acak-acakan ini.

"Non kenapa, cerita sama Mbok! Jangan pendem sendiri, Non!"

"Mbok! Azaska, Mbok! Azaska cepet banget move on dari aku, dan dia sekarang udah gandeng cewek lain!"

"Non! Laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma Den Zaska! Mbok yakin, nanti kalau Non udah sembuh seperti sedia kala, Den Zaska bangat nyesel udah ninggalin Non! Nanti juga banyak laki-laki yang ngantri buat deketin Non kayak dulu!"

"Kapan aku sembuh, Mbok!? Lalu, Papa! Dua jam aku di sana. Papa nggak bales WA dari aku! Papa nggak jawab telponku! Apa Papa udah nggak inget lagi sama anaknya?! Papa keterlaluan! Aku di sini udah dua minggu, Mbok! Tapi Papa nggak jenguk aku sama sekali?! Ditelpon kemarin cuma janji aja! Malah pas tadi, nggak balas sama sekali!"

"Barangkali Bapak lagi sibuk, Non!"

"Dulu, sesibuk apapun Papa, Papa tetap selalu ada buat aku, Mbok. Ini semua gara-gara Tante Liana! Dia udah ngerebut Papa dari aku! Dia pasti seneng banget sekarang, bisa jadi ratu di rumah aku. Sedangkan aku tersingkir kayak gini!"

"Non! Jangan ngomong seperti itu, Non! Non tinggal di sini ndak selamanya! Cuma sementara, Non! Sekarang Non mandi, nanti minum obat sama olesin salep dari dokter. Biar Non nyaman istirahatnya. Pesan Mbok, Non jangan gampang-gampang sakit hati. Nanti pikiran Non keruh, isinya dendam, Non! Itu nambahi penyakit. Mbok paham penderitaan Non udah bertumpuk-tumpuk. Jadi, Non. Mbok bilang kayak gini karena Mbok sayang sama Non! Jangan nambahin penyakit Non dengan kebencian ya, Non!"

Gleg, kuteguk ludah spontan berulangkali. Ingin rasanya memberang, dan membantah ucapan Mbok seperti yang sudah-sudah. Namun, kali ini agaknya tidak mungkin. Kata-kata si Mbok terlampau dalam hingga merasuk relung batin. Aku sadar penyakitku sudah bertubi-tubi, kenapa aku justru menambah lagi dengan over thingking, dan kebencianku yang justru membuat hatiku gelap.

Aku harus mulai legowo, penyakitku sudah banyak, untuk apa kutambah lagi dengan penyakit hati yang semu ini. Padahal kenyataannya selama ini Papa sangat menyanyangiku tanpa tapi.

Sesuai mandi, dan mengganti pakaianku dengan pakaian keseharian yang nyaman, juga longgar seperti ibu beranak enam ini. Lekas aku kembali ke kamar. Mencoba melihat pantulan wajahku di cermin.

Benar, wajahku bukan lagi seperti bidadari, melainkan seperti zombi. Mata lebar nan coklat indah berbinar itu, kini tampak sayu, cekung dan menghitam karena terlalu sering meratap. Pipi yang semula chuby nan menggemaskan. Lembut, dan putih itu kini dipenuhi bisul yang menjij*kan! Hidung mbangir itu, kini pun tak luput dari bruntus dan bercak. Astagah!   Ditambah lagi, rambut smoothies itu kini, kenapa setiap selesai disisir harus terasa gatal dan kusut lagi?!

Brakkk!!! Kugebrak meja rias ini amat kerasnya hingga piranti make up yang tadinya mau kuaplikasikan ke wajah, roboh berserakan. Apa yang harus dihias. Wajah mengerikan ini benar-benar sudah kacau tidak tertolong lagi?!

Azaska tidak salah meninggalkanku. Mana mungkin ada yang mau dekat dengan gadis buruk rupa seperti aku!

Aku kembali mengalirkan air mata tanpa henti. Tangisku kini bersuara. Biar! Biar siapapun tahu, bahwa aku sedang menderita. Tangis adalah senjata pamungkasku untuk mendapatkan segalanya. Dulu, sewaktu aku kecil. Papa tidak pernah membiarkan air mataku jatuh. Sebelum aku menangis, pasti Papa akan lekas menuruti kemauanku. Sekarang, ketika aku dewasa, penyakit ini membuat air mataku seolah tak ada artinya.

"Non! Ayo makan, Non! Mbok udah masakin sup daging seperti yang Non mau!"

"Aku nggak mau makan, Mbok! Biarin aku mati aja!"

"Jangan bicara seperti itu, Non! Kalau Non sakit, siapa yang ngancani Mbok?! Kalau Non sakit, nanti Bapak bakal makin sedih, Non! Ayo makan, Non! Terus minum obat!"

"Tadi pas aku lagi nyari sinyal, Mbok! Aku manjat pohon. Orang-orang tega banget Mbok. Ngira aku kuntilanak! Pake dibacain doa segala lagi! Tega banget mereka Mbok! Keluargaku udah nganggap aku nggak waras. Orang-orang nganggap aku hantu! Emang aku udah nggak layak hidup Mbok! Biar aku mati aja!"

"Non! Mereka ndak kenal dan ndak tahu Non. Makanya asal nyebut Non gitu! Jangan diambil hati ya, Non! Mbok di sini, ndak pengen kehilangan Non! Ndak pengen Non sedih. Jadi Non harus ikhtiar sehat. Jangan apa-apa dibawa masalah ya, Non! Ayo makan! Buah leci kalengan kesukaan Non juga masih. Besok kalau persediaan makanan di kulkas menipis, Mbok bakal ke pasar kota, Non. Buat nyari."

"Nggak usah repot, Mbok! Ntar aku beli lewat online shop aja. Mbok ...

Di dunia ini yang sayang sama aku selain Papa cuma Mbok. Jadi aku nggak boleh keterlaluan ngerepotin Mbok! Ya udah aku makan."

Terpaksa aku mengiyai ajakan si Mbok menuju meja makan dapur, aku tak ingin membuat pengasuhku yang berhati malaikat itu bersedih. Selama ini Si Mbok selalu memaklumi sikap egois dan kekanakanku. Aku beruntung punya pengasuh sebaik dia.

Dapur si Mbok yang semula kosong hanya berisi tungku dari batu bata. Kini sedikit berubah, meski belum ada kitchen setnya. Papa membawakan set meja makan mungil untuk dapur ini, berikut lemari es dua pintu yang berisi persediaan makanan kalengan juga frozen food yang kala itu dibawakan dari sana. Papa juga membelikan kompor, dan magic com untuk mempermudah si Mbok memasak. Racikan hidangan si Mbok memang selalu akrab di lidahku. Si Mbok sangat paham apa makanan dan segala hal yang kusukai.

Di ruang tamu, Papa juga membawakan TV cukup besar, ditambah dengan perlengkapan Parabola berlangganan. Lumayan, untuk mengusir suntukku jelang malam begini. Aku biasa menonton drama populer bersama si mbok sembari menikmati anek cemilan yang dibuatkannya untukku.

"Non udah berhari-hari alhamdulillah penyakit Non ndak kambuh lagi, selama di sini," Si Mbok memulai obrolan santai, saat kami sama-sama duduk di kasur lantai depan TV.

"Iya, Mbok. Perutku agak mendingan, nggak panas kayak pas di sana. Tapi. Gatal-gatalnya yang masih kerasa banget."

"Non, Non banyak berdoa sama Allah, biar dikasih kesembuhan. Non sejak kecil, Mbok kan sudah ngajari solat. Tapi Non ndak pernah mau. Sekarang, dengan Allah memberi ujian ini, barangkali bisa jadi pengetuk hati Non biar semakin dekat sama Sang Maha Pencipta, Non! Maaf, kalau Non kurang berkenan mendengan nasehat Mbok. Tapi Mbok kayak gini, karena Mbok Sayang sama Non! Mbok tahu Non orang yang baik. Tuhan ndak akan ngasih cobaan di luar batas kemampuan hambanya," ucap Mbok dengan nada yang teramat santun.

Selama di sini, Si Mbok seringkali menasehatiku, demi kebaikanku karena sekarang di sini hanya dialah orang tuaku. Selama tinggal bersama Papa, si Mbok tak pernah menasehatiku karena dia merasa itu tanggung jawab Papa. Sedangkan Papa sendiri, yang teramat sibuk hanya mementingkan kesenanganku, dan jarang memberiku asupan keilmuan apalagi nasehat yang berkaitan dengan keagamaan.

Aku mengangguk, dan meresapi ucapan si Mbok. Memang, selama ini aku tidak pernah menjalanankan sholat, padahal sejak kecil selalu melihat Si Mbok solat dan mengaji. Sewaktu kecil, Si Mbok amat rajin mengantarku untuk mengaji Iqro' hingga tuntas jilid 6. Namun setelah beranjak remaja, aku tak tertarik lagi untuk mengaji. 

"Non! Mbok ada mukenah baru, mukenah mahal hadiah THR dari bapak. Kalau Non mau, non bisa pakai. Ndak ada kata terlambat Non! Non mohon ampun sama Yang Maha Kuasa. Non sholat ya! Hmm ... udah jam sepuluh malam, Mbok mau istirahat dulu ya, Non!" Si Mbok mengelus punggungku, kemudian beranjak menuju kamarnya mengambil tas kain bordiran berwarna putih, dan meletakkannya di kamarku.

Ya Tuhan, aku yakin tak ada kata terlambat untuk berubah. Aku mohon Tuhan. Angkat penyakit ini dari tubuhku. Aku ingin kembali seperti diriku yang dulu, dan aku ingin berubah menjadi lebih baik.

-----

Seorang pria berjubah serba hitam. Sedang duduk di belakang kuda, dan mengendalikan kereta kuda, berwarna hitam. Kusir berjubah hitam itu membawa delman yang ada Papa di kursi penumpang. Kereta itu melaju dengan sangat cepat hingga aku tak sanggup mengejarnya. Sementara Papa seolah tunduk, dan pasrah di bawa kereta itu melalui jalanan berkabut tebal. Tampak di ujung sana, aja jurang yang amat dalam. Kereta itu terus melaju, membawaku Papaku menuju bibir tebing.

"Berhenti! Jangan! Jangan bawa Papaku melompat ke jurang!!!"

"PAPA!!!!" pekikku amat lantang, hingga aku tersigap dan mengerjabkan mata. Ternyata aku hanya mimpi buruk. Kutengok jam dinding, waktu menunjukkan pukul dua dini hari.

"Ada apa, Non?!" Si Mbok tergopoh-gopoh berlari ke kamarku dengan bermukena lengkap.

"Papa, Mbok! Aku mimpi buruk tentang Papa!"

Bersambung ...

Bab terkait

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Meluruskan Prasangka

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 6Meluruskan Prasangka Pov Ashrafil Ambiya'---"Tadi ... tadi rumputnya ketinggalan, Pakde! Sama sabitnya juga! Saya mau ambil sekarang!" kataku pada Pakde. "Ndak usah, Shraf! Ini udah malam. Ndak bakal hilang itu sabit sama rumput di karung. La iya, apa tadi kamu buru-buru pulang gara-gara ketemu kuntilanak jambu? Dasar demit, sering gangguin perjaka!""Bu ... bukan Pakde! Tadi aku ketemu sama perempuan! Tapi bukan kuntilanak! Dia manusia, Pakde!""Manusia?! Wong jelas-jelas suara tangisannya itu bukan kayak orang kok, Shraf! Kalau ada dia, pasti baunya busuk. Bikin merinding! Makanya ndak ada orang berani lewat sana! Sejak lama, tanah kosong itu udah angker, Shraf! Kamu jangan ngambil rumput di sana. Cari di tempat lain!""Tapi, Pakde?!""Tapi apa, Le?!""Dia bukan kuntilanak, Pakde! Wanita itu manusia!""Wes, Shraf! Sekarang mandi sana! Siap-siap ngimami sholat maghrib!"Gegas aku pun mandi, dan bersiap ke Langgar terdekat, tempatku mengaja

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Kambuh Lagi

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 7 Kambuh Lagi Pov Daniella Arnetta Vernandi----"Mbok pagi ini aku mau nelpon Papa! Feelingku nggak enak, Mbok. Aku nggak pengen Papa kenapa-napa." Aku melangkah mendekati Mbok yang masih fokus menghadap kompor, membolak-balik roti tawar yang sudah diolesi margarin, di atas teflon.Sepertinya si Mbok hendak membuatkanku sandwich Sosis. "Pagi-pagi gini, Non?!" tanyanya keheranan. Sepasang alisnya terangkat sempurna. Kuanggukan kepala. Isyarat mengiyakan. "Nggak papa kan, Mbok?!" pintaku penuh harap. Si Mbok sebenarnya bimbang. Namun, dia tak bisa menolak keinginanku yang kukuh. "Tapi Non, Non pakai penutup kepala, sama masker ya Non. Biar orang-orang ndak neriaki Non kayak kemarin-kemarin.""Pakai topi, Mbok? Aku nggak bawa topi dari sana!""Ndak, Non! Bukan topi, tapi jilbab atau selendang biar Non ndak kelihatan welo-welo! Pakai masker juga Non. Biar wajah Non ndak kelihatan.""Ya udah deh, Mbok!"Seusai menyantap hidangan sarapan lezat

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Mimpi Buruk Setiap Malam

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 8 Mimpi Buruk Setiap Malam Pov Ashrafil Ambiya'---"Mbok! Sakit, Mbok! Sakit! Perutku sakit! Kepalaku sakit banget, Mbok!" Di tengah obrolan antara aku, dan Si Mbok. Tiba-tiba Daniella berteriak histeris. Kuteguk ludah, tak tahu harus berbuat apa. Apa mungkin gadis ini sedang mengalami nyeri datang bulan? Aku sungguh tak paham. Apa yang harus kulakukan. "Buk ... Buk, Daniella kenapa, Buk?!" "Non! Sebentar Non, Non minun obat dulu ya! Mbok ambilin. Ayo ke kamar, Non!""Aaaaa!!! Sakit Mbok!" Dia masih terus berteriak tanpa henti, mengaduh dan memohon-mohon. Sepertinya dia menahan nyeri teramat sangat. Si Mbok berusaha memapahnya menuju kamar. Namun, dia menggeleng, isyarat sudah tak sanggup lagi berdiri apalagi melangkah. Dia berbaring di sofa dengan posisi lutut sedikit tertekuk karena panjang sofa lebih pendek dari tubuhnya. "Mbok, masih sakit, Mbok! Perutku sakit! Kepalaku sakit!" Dia menghentak-hentakkan kakinya di sofa. Si Mbok memb

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Hati yang Tersayat

    Pov Ashrafil Ambiya'---"Tiap hari aku mimpi buruk, Pak Ustadz! Kadang itu jelas nyata. Ada bayangan hitam, tiap jelang malam mau nyekik leherku. Kadang rasanya seperti ada hewan melata, merayap di tubuhku, Pak Ustadz!" seru Daniella lantang, diikuti suara tangis dan isakan.Ya Allah, aku tak tega melihatnya seperti ini. Dia pasti merasakan sakit yang teramat sangat. Aku tak ingin Su'udzon dulu atas penyebab sakit yang diderita Daniella. Di sini, aku ingin sekali membantunya lepas dari rasa sakit itu. Nurani kemanusiaanku benar-benar tergerak melihat ini. "Pak Ustadz, saya ke dapur dulu, mau nyari obat penurun panas buat Non, sama kompresan!""Iya, Buk. Silakan." Si Mbok gegas ke dapur. Kini, di kamar indah ini hanya ada kami berdua. Ada aku yang cemas akan keadaan Daniella, dan dia yang kini terbaring lemah di kamarnya dengan tatap mata yang kosong. "Daniella, aku mungkin belum bisa mendapatkan solusi secepatnya atas penyakitmu. Hmm ... mohon maaf sebelumnya, kalau memang peny

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Tak Tega

    "Pak Ustadz ...di sini aja, ya. Si Mbok masakin buat Pak Ustadz. Mbok minta tolong, pak Ustadz ngaji sebentar di sini, biar Non tenang." Wanita berumur lebih dari setengah abad itu menatapku penuh harap. Di matanya yang berkantung itu ada asa yang teramat dalam. Hanya ketulusan yang kujumpai di sana. Dia sangat berharap gadis yang diasuhnya itu baik-baik saja.Aku menganggukan kepalaku. Si Mbok pun lantas keluar kamar beberapa saat dia kembali, mengambilkan Kitab Suci Al-qur'an padaku. Lalu, dia kembali keluar dari kamar ini. Melangkah menuju dapur.Aku yang tadinya di ambang pintu, kembali melangkahkan kaki mendekat ke ranjang gadis angkuh itu. Kuletakkan perlahan kitab suci dari Si Mbok di dekat cawan berbahan logam stainless ini."Kenapa Pak Ustadz masih di sini? Apa Pak Ustadz benar-benar peduli sama gadis buruk rupa yang nggak jelas kayak aku ini?!" ucapnya, mungkin terdengar angkuh.Namun menyiratkan makna yang cukup dalam, dan memelas. Ingin dikasihi, namun tak sampai hati dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-10
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Lelaki yang Peduli Padaku

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Daniella Arnetta Vernandi-------Laki-laki yang terhitung baru beberapa hari kukenal itu, kini melantunkan ayat-ayat Tuhan di sebelah ranjangku. Suaranya begitu merdu, tak pernah aku senyaman, dan semerinding ini mendengar orang mengaji. Dalam setiap ayatnya, seperti ada getaran dahsyat, yang menyentuh relung batinku. Di matanya tak tampak apapun selain ketulusan, dan kejujuran. Mengapa orang ini begitu peduli padaku, si gadis buruk rupa yang telah tak dianggap lagi sebagai manusia?Selama ini aku selalu skeptis memandang terhadap orang lain yang mendekatiku. Namun, kali ini tidak. Terus kupadangi wajahnya dengan seksama. Pemuda dengan kulit coklat nan eksotis, berkumis tipis, kutebak sekira usia kurang dari tiga puluh tahunan, yang berlesung pipit. Matanya coklat lebar, dan kontur wajah yang sedikit bulat. Hidungnya cukup mancung, meski tak setinggi hidungku. Saat dia memandang ke arahku, aku geragapan, dan berpura-pura menatap sekeliling, ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Ustaz Ashraf yang Unik

    Ustadz Ashraf yang Unik Pov Daniella Arnetta Vernandi ----Pertemuan dengan Ustadz Ashraf cukup berkesan. Bukan tanpa alasan. Dia pria yang tulus, bersedia menolong sekalipun belum terlalu kenal. Dia pria yang tidak berprasangka buruk kepada gadis yang identitasnya tidak jelas seperti diriku. Aku mengira di dunia ini seluruh dunia menolak keberadaanku, dan hanya si Mboklah yang menerima. Ternyata tidak. Ustadz muda itu benar-benar membuatku ingin berjumpa lagi dengannya esok hari. "Mbok, badanku udah enakan, abis minum obat tadi. Aku boleh nggak, nyari sinyal ke pohon sana!" ijinku pada Si Mbok yang masih asyik melipati pakaian. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku sudah cukup lelah berbaring terus seharian. "Non mau apa? Besok-besok kan bisa, Non?!" "Hmm ... ada keperluan urgent banget mbok! Aku udah nyiapin list hal yang aku butuhin ke Papa!""Tapi Non masih sakit!""Enggak, Mbok! Aku nggak sakit! Kemarin aku minum obat, hari juga udah!" Sejujurnya, aku ingin ke sana

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Makanan Dari Dedemit

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMMakanan dari Dedemit Pov Ashrafil Ambiya'----Bisakah ini kusebut pertama kali? Gadis itu, adalah yang pertama, meski banyak keraguan menggelayuti. Gadis yang belum kukenal identitasnya secara gamblang itu, adalah gadis yang pertama kali membuatku bersentuhan dengannya secara langsung, tanpa aling-aling. Bahkan aku membopong, dan membawanya masuk ke kamar. Gadis itu, gadis yang menjamuku makan di rumahnya, ditemani dengan senyum ramah si Mbok. Gadis itu yang pertama membuatku tak bisa tidur sepanjang malam hanya karena memikirkannya mengapa dia bisa menjadi sampai seperti itu. Perasaan macam apa ini? Bagaimana mungkin? Aku jatuh hati pada gadis jelita, yang wajahnya hanya ada di gambar yang terpampang. Namun, kenyataan ada di hadapanku adalah gadis yang ... kebalikan dari itu. Normalkah perasaanku ini?! Kurasa manusiawi jika hati merasa berdenyar waktu jumpa pertama karena terpesona oleh keindahan paras. Sedangkan yang kutemui justru sebaliknya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13

Bab terbaru

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Datang Terlambat

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya' Datang Terlambat ---"Aku mau ke ... hmm ... mau ada acara, Pakde!" "Owalah, jadi kamu udah dikabari kalo sekarang lagi ada acara kenduren di rumahnya Pak Lurah, peringatan seribu harinya Mbahnya Yunda." "Kenduren?! Enggak, aku nggak dikabari apa-apa, Pakde! Padahal tadi pagi aku ke sana. Tapi aku belum nerima undangan!""Wong undangannya baru dikasih tadi pas Pakde pulang dari tegalan kok, Shraf. Kamu ya, yang datang! Sekalian nanti kamu kan diminta buat mimpin doa!""Kok aku, Pakde?! Pakde aja yang datang! Aku nggak bisa Pakde! Aku lagi ada janji! Lagi ada acara penting!""Acara penting apa toh, Shraf?! Wong ini loh, hari jum'at. Ngajinya kan libur! Lagi pula, sekalian biar kamu makin akrab sama orang-orang di sini! Masak Pakde terus yang ikut kenduren! Yowes ... mumpung kamu udah siap! Ganti sarung! Berangkat!" Bagaimana ini, kalau aku menolak ... Aku merasa tak enak karena aku yang diminta memimpin do'a? Tapi, bagaimana de

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Rencana yang Tertunda

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku khawatir jika kuterima langsung, ini akan dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, dan nepotisme Pemimpin. Sementara di sisi lain, aku juga sedang membutuhkan pekerjaan yang layak, untuk bekalku melamar Daniella. Ya Allah, bagaimana ini?!"Kenapa tiba-tiba sekali, Pak? Jujur, saya benar-benar kaget dan tidak menyangka, Pak. Karena selama ini, saya juga tidak pernah menunjukkan kemampuan saya dalam ranah tersebut, Pak." "Segala sesuatunya bukan terjadi tiba-tiba, Nak Ashraf. Saya sudah banyak mendengar cerita dari Yunda, tentang kemampuan Nak Ashraf. Jadi sayang sekali, kalau ada SDM yang maju, terus dibiarkan. Sedangkan yang ada di lapangan justru tidak terlalu kompeten. Ini jaman serba canggih, Nak. Mau tidak mau, siap tidak siap, semua bidang akan mengalami pembaruan, termasuk Mbaurekso desa. Bukan hanya diisi para pemangku kepentingan, tapi orang yang benar-benar paham di bidangnya. Permohonan dari saya ini, tolong

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Tawaran Perangkat Desa

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPov Ashrafil Ambiya'Tawaran Perangkat Desa ----"Aku di sini cuma sementara, Pak Ustadz! Aku di sini nggak akan lama, seperti apa yang Papa bilang sejak awal. Kalau aku sudah baikan, aku bakal balik. Aku udah kangeeen banget sama rumahku di sana. Aku juga udah berbulan-bulan nggak ketemu sama Papa! Pas awal aku di sini, beraat banget rasanya, dan cepet-cepet pengen pergi! Tapi, setelah ketemu Pak Ustadz, kenapa rasanya lebih berat ... buat ninggalin tempat ini." Aku begitu terngiang, tertegun hingga malam tenangku terganggu oleh kalimat yang diucapkan Daniella tempo hari. Benar, keadaannya lambat laun kian membaik, dan itu adalah kabar membahagiakan. Tentu saja, Papanya nan jauh di sana pasti merindukan putrinya. Jarak dan waktu telah memisahkan mereka, meski aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya rindu serupa Daniella. Namun, melihat wajah cerahnya setelah bercerita hal itu, aku pun ikut merasakan binar harapannya. Hatiku dilema, aku belum pe

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Restu Papa yang Terpenting

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPart 19Pov Daniella Arnetta Vernandi----Restu Papa Terpenting ----Papa menyatakan dengan tegas ketidaksukaannya terhadap Ustadz Ashraf. Bahkan Papa memberiku pilihan yang amat sangat sulit. Aku tetap tinggal di sini, selamanya tanpa fasilitas apapun. Atau aku kembali secepatnya. Kondisiku memang berangsur membaik, dan menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Sesuai dengan apa yang dicanang sejak awal, bahwa aku memang tinggal sementara di sini. Kini, kondisiku telah stabil. Saatnya aku kembali. Bukankah dulu aku begitu tak suka tempat ini dan ingin segera kembali. Kenapa sekarang, justru begitu berat meninggalkan tempat ini? Semua karenamu, Ustadz Ashraf! ******"Non, kenapa Non beberapa hari ini ndak doyan makan, makanannya cuma diaduk-aduk tok, nanti Non sakit! Kalau Non sakit, bukan cuma Mbok yang sedih, tapi Ustadz Ashraf juga!" kata si Mbok saat melihatku murung di meja makan. Sejak Papa meminta aku segera kembali ke Jakarta, dilema

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Keputusan Papa

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---[Papa, kok Papa ngomong kayak gitu sama Pak Ustadz. Pak Ustadz baik, Papa. Aku sayang sama Pak Ustadz. Papa setuju kan, kalau aku nikah sama dia?] tanyaku ke Papa di panggilan WA. [Papa akan siapin akomodasi buat kamu sama Si Mbok, supaya kalian lekas balik ke Jakarta.][Papa kok bilang kayak gitu sih? Apa Papa nggak suka sama Pak Ustadz? Kenapa Papa? Apa cuma gara-gara dia buruh tani, nggak cocok buat anak Papa?][Tentu aja kalian berdua nggak cocok, Daniella! Papa lebih kenal kamu dibanding siapapun. Kalau kamu tetap tinggal di sana. Apa kamu sanggup, hidup jadi istri buruh tani? Apa dia sanggup biayain kamu, bahagiain kamu yang selama ini apa-apa semua fasilitas dari Papa! Apa dia sanggup memberikan kebahagiaan sama kamu selayaknya perlakuan Papa ke kamu, Nak?][Papa, memang selama ini, semuanya dari Papa, aku nggak bisa lepas dari semua fasilitas Papa. Bahkan di kampung si Mbok pun Papa masih sediain segala yang

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Aku Hanya Buruh Tani

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Ashrafil Ambiya'----Aku Hanya Buruh Tani ----Sejak perjumpaan itu, kian hari membuat hubungan kami kian dekat. Kini, seperti tak ada lagi sekat diantara kami. Daniella lebih sering tersenyum dibanding memanyunkan bibir, dia pun tak segan, mengabariku jika dia berada di dekat pohon jambu. Sebelum aku berangkat ke ladang, dia sering memintaku mampir ke rumahnya untuk membawakanku bekal.Rasanya seperti ini bahagianya ... diperhatikan seorang wanita yang disuka. Dan, andai Papamu dekat, aku pasti langsung mendatanginya ... memohon ijin untuk menghalalkanmu. Ketika sepulang dari surau mengajar pun, kami setiap hari berjumpa. Daniella lebih lepas, dan banyak bercerita ini itu tentang kehidupannya. Begitupun aku, yang ingin berbagi hal menyenangkan dengannya. Aku membelikan salep, seperti yang dia inginkan. Semoga perantara salep itu, dan ikhtiar giatnya selama ini, Allah memberikan kesembuhan padanya. ******* Sepertinya Daniella lebih dulu sa

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Mulai Betah Di Kampung dan Tak Ingin Beranjak

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi---Diperhatikan, dikasihi oleh seorang pria dalam keadaan seperti ini membuatku merasa teristimewa. Di kampung halaman si Mbok yang pelosok ini, tak ada siapapun yang mengenalku. Tak ada yang tahu, bahwa aku anak tunggal dari pengusaha ternama seperti Papa. Di sini, bahkan orang-orang mengenalku sebagai gadis tak waras, juga makhluk halus yang kerap menangis di atas batang pohon jambu. Jauh dari Papa, jauh dari rengkuhan kasihnya, juga jauh dari segenap pujian yang dulu kudapat. Rasanya kini aku haus untuk dikasihi, dan Ustadz Ashraf datang membawakan apa yang kurasa kosong dalam hati. Dia, laki-laki yang tulus, tanpa memandang jij*k sedikitpun terhadapku. Ingin sekali aku ceritakan ini pada Papa. Bahwa putri kecilnya telah jatuh hati, dan menemukan pelabuhan yang tepat. Pasti Papaku akan menyetujuinya. Papa pasti bahagia melihatku bahagia dan tersenyum lagi. Aku pun ingin memperkenalkan Ustadz Ashraf padanya. Semoga

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Dia Akhirnya Berkata Jujur

    RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAMPoV Daniella Arnetta Vernandi----Sore ini, waktu menunjukkan pukul tiga, aku ingin sekali mengabarkan pada Papa tentang perubahanku yang positif ini. Meski tak mudah dan tak sepenuhnya maksimal, pasti Papa akan tetap bahagia melihatku begini. Di sini pun, sekaligus aku ingin memesan salep itu lagi pada Ustadz Ashraf, karena salep yang menyiksa itu cukup manjur juga bila diaplikasikan dengan benar. Harus kutanggalkan rasa engganku menghubunginya demi obat itu, karena aku membutuhkannya. Kini, aku berjalan sedikit percaya diri, tanpa mengenakan pasmina terlilit ataupun kacamata hitam. Aku hanya mengenakan dress longgar seperti biasanya, namun kupakai jaket hitam dengan hoodie. Karena cuaca memang cukup dingin akhir-akhir ini. [Hallo, Papa! How are you?] Kulambaikan tangan saat melihat Papa berada di taman rumahku yang luas itu. Tampak, ada secangkir kopi, dan aneka kudapan, di meja kecil depan Papa. [Papa baik-baik aja, Sayang! Kamu gimana, Nak?!

  • RINTIHAN GADIS KORBAN ILMU HITAM   Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita

    PoV Daniella Arnetta Vernandi ----Aku Ingin Dia Melihatku Sebagai Seorang Wanita ----Dia membuatku terluka, dan cemburu manakala dia tersenyum memandang gadis lain yang jauh lebih cantik. Dengan posisiku sekarang, aku mungkin akan sulit merebut hatinya sepenuhnya. Bagaimana mungkin, dia terpikat pada gadis Buruk Rupa. Aku pun paham, aku tak berhak melarang, dan mengendalikan perasaannya. Aku ingin menjadi Daniella seutuhnya, Daniella yang bisa membius para pria agar terpaku memandangku tanpa berkedip. Hanya dia yang kuinginkan saat ini. Bukan yang lain. Daniella ingin dipandang sebagai wanita seutuhnya yang layak dikasihi dan dicintai oleh Ashraf. Bukan seorang gadis malang penghuni Pohon Jambu yang layak dikasihasi, dan disantuni oleh seorang Ustadz sepertinya. Kumohon, lihat aku sebagai seorang wanita, Pak Ustadz! Jangan membuatku tampak begitu kasihan seperti ini! *******Meskipun aku marah padanya dan belum ingin memaafkan, bukan berarti aku tak mau mencoba menggunakan s

DMCA.com Protection Status