"Mohon maaf sebelumnya, bolehkah saya tahu apa maksud perkataan Anda?" tanyaku dengan sopan."Kau punya anak kan? Ketika kau menikah dengan Rudi anak itu juga akan menjadi anak Rudi dan tanggungannya.""Saya tidak pernah meminta beliau untuk menanggungnya, insya Allah saya bisa mengatasi kebutuhan anak saya sendiri. Tapi meski demikian jika Mas Rudi menanggung kami itu mungkin sudah bentuk dari kesadarannya sebagai imam dan suami.""Hahaha, aku terkesan dengan gaya bicara dan keberanianmu," jawab pria itu sambil menatapku dengan tajam."Daripada membicarakan itu sebaiknya kita mulai makan,"ucap Mas Rudi sambil mencoba mengalihkan perhatian dan percakapan kami yang kaku dan canggung.Calon Suamiku itu mengarahkan aku dan kedua orang tuanya untuk segera ke meja makan. Dan meski Ayah Mas Rudi terlihat tidak senang dia tetap menuruti kata-kata anaknya dengan menghela napas lalu beranjak menuju meja makan."Kira-kira apakah kau sudah siap masuk ke dalam keluarga kami?" Tanya ayahnya lagi s
"Tapi, kan tetap aja bekas istri orang....""Apa bedanya dengan Mbak Santi yang juga bekas istri orang? Kenapa Fendi mau menikahi Mbak?""Ya, mungkin karena aku sangat cantik," ucapnya sambil melirik sang Tante dan Omnya."Eh, kok, percakapan jadi canggung gini sih?" tanya Ibunya Mas Rudi yang kuketahui adalah seorang guru."Iya betul, ayo duduk, gabung ke meja makan, kita makan malam bersama," ujar beliau sambil mempersilakan kami duduk lagi. Sebenarnya aku sudah tak nyaman, acara makan malam ini sudah terganggu dan aku kehilangan selera dengan datangnya yulisa dengan Mas Fendi. Seakan ini sudah diatur, mengapa juga harus ada pasangan itu di momen aku berkenalan dengan calon mertuaku. Ah, sungguh situasi yang memaksaku untuk bersikap sabar, dewasa dan menahan diri. Di sisi lain Mas Fendi juga merasa terlihat tak nyaman, dia terus memegangi tengkuk. Dia memandangku dengan tatapan penuh permintaan maaf sementara aku sudah tidak sanggup berbicara apa-apa lagi."Duduklah, Fatimah, kema
Kurebahkan diri di peraduan dengan perasaan yang tidak menentu, lepas makan malam tadi aku jadi berpikir banyak hal tentang hubunganku dengan mas Rudi, ingin kutinjau kembali kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa yang akan datang jika kami tetap memaksakan bersama. Kini, aku terdiam sambil berusaha menghitung detak jantung dan aliran napasku, kupandangi gamis yang baru saja kukenakan tadi saat ke rumah Mas Rudi, dia masih bergelayut cantik di gantungan dekat kaca rias. "Aku sengaja menampilkan kepribadian dan dandanan yang paling bagus, tapi respon mereka tidak bagus, jadi, aku harus bagaimana?" Aku menggumam sambil menghela napas. "Mungkinkah, Mas Rudi hanya sosok yang dihadirkan Tuhan sesaat agar aku diingatkan bahwa di dunia ini masih ada cinta? Tapi untuk apa jika cinta itu tak bisa kumiliki." Sekali lagi aku menghela napas sambil menahan sedih."Kalau akhirnya harus sendiri lagi, sebaiknya, aku menutup diri," gumamku sambil mematikan lampu tidur. Mencoba memejamkan ma
Seminggu berlalu setelah pertemuan dengan calon keluarga mertua, pertemuan yang alot dengan kehadiran yulisa yang memperkeruh suasana. Aku tidak mengerti kenapa takdir Tuhan begini caranya, mempertemukan aku dengan Mas Rudi lalu menjadikan Yulisa sebagai sepupunya.Kenapa begitu rumit hubungan yang berlanjut di seputar kami, seakan akan hidup ini sudah disetting untuk selalu berada dalam lingkunga dan circle keluarga Mas Fendi. Bisakah sekali saja, aku lepas dari mereka dan menjauh. Tapi, kalau menjauh sekarang, itu pun terlambat, Mas Rudi terlanjur mencintaiku, dan aku pun menyukainya.Tok tok....Saat sedang duduk memikirkan tentang semua itu, pintu rumah mungilku di ketuk oleh seseorang dari luar. Malam baru saja selesai hujan, gerimis tipis masih turun membasahi desa, suaranya terdengar semarak melengkapi cakrawala malam yang kelabu.Saat daun pintu bergerak, siluet orang yang selalu ingin kuhindari sudah muncul di hadapanku. Aku lesu bertemu dengannya, karena setiap kali bertem
"Benarkah?""Hu-uhm, dia terus memperhatikan kamu," jawab Mbak Rimbi."Aku jadi risih," keluhku."Gak perlu risih, orang dia pernah ada di hidup kamu," jawab Mbak Rimbi."Tapi, tetap saja, dia suami orang sekarang ini.""Cintanya masih untukmu," ujar Mbak Rimbi tergelak, aku hanya mengangkat bahu dan pura pura gak mengerti padahal aku tahu persis perasaan Mas Fendi padaku.Kulanjutkan tugasku, berdagang dan melayani pembeli dengan baik, kutimbang gula dan minyak lalu merapikan lapak.Pukul tiga sore kututup kiosku, bersiap pulang sambil mengenakan jaketku, musim hujan masih berlanjut, di luar sana rinai gerimis terdengar bernyanyi menciptakan suasana tertentu di hatiku."Bang, motor saya tolong keluarkan," pintaku pada Abang parkir."Iya, Mbak Fat." Petugas parkir yang sudah sepuluh tahun menjaga pasar ini sigap mengeluarkan motorku dari barisan padat kendaraan yang berjejer."Terima kasih Bang.""Sama sama.""Ini uangnya.""Gak usah lah, Mbak Fat sudah sering ngasih saya uang.""Ga
Saat aku hendak pergi pria itu mendekat dan menarik tanganku, menahan langkahku dengan mengetatkan genggaman tangannya. Aku yang merasa makin tidak habis pikir dan heran sekali segera membalikan badan dengan tatapan penuh kekesalan padanya. "Apa yang kau inginkan?""Aku hanya ingin memandangmu sedikit lebih lama.""Jangan konyol lepaskan aku orang-orang bisa melihat kita. Bukannya aku akan menyukaimu, kau malah membuatku makin tak nyaman."Bukannya melepaskan, semakin menahan pergelangan tanganku. Bisa ku katakan kalau dia sedang tidak waras saat ini."Aku tidak ingin menimbulkan fitnah, jadi tolong lepaskan aku. Aku juga mau pulang karena ini sudah sore dan hujan.""Akan kutanyakan kepada anak-anak, apakah aku masih boleh kembali padamu atau tidak! Alih-alih menikahi dokter itu kau sebaiknya kembali padaku karena kita memiliki buah hati yang akan bahagia kalau kita bisa bersama lagi.""Kau belum sadar juga setelah kupukuli?" ucapku heran."Tidak, aku malah makin mencintaimu.""Ya
Karena Pak RT sudah mendesak Yulisa untuk memanggil Mas Fendi maka 10 menit kemudian Mas Fendi kemudian datang untuk menemui kami semua. Kebetulan karena keadaan riuh sekali dan tetangga sudah terlanjur mendengar pertengkaran kami maka terjadilah kerumunan warga dan tetangga kanan kiri, juga depan belakang yang penasaran dengan apa saja yang terjadi.Mereka seakan teralihkan dan percaya dengan kalimat yang diucapkan yulisa lalu memandang sinis padaku, ada beberapa yang tidak percaya namun tetap seperti menyalahkanku.Tidak lama kemudian motor Mas Fendi tiba dan diparkirkan di depan teras ku dia yang seperti biasa selalu mengenakan jaket dan peci di malam hari nampak terlihat segar dan wangi habis mandi."Ada apa ini pak RT Kenapa memanggil saya?""Sudah terjadi keributan antara istrimu dan Mbak Fatimah, masalahnya di tengah raya lantaran sebuah foto di mana Mas Fedi dan Mbak Fatimah terlihat berpegangan tangan, Apakah Mas Pendi mau mengakui bahwa Mas Pendi masih punya hubungan dengan
"Ti-tidak, aku hanya....""Saya tahu suamimu yang suka berlindung di bawah pengaruh dan harta bendamu itu, masih tergila gila pada Fatimah. Saya tahu kabar dari beberapa orang yang sering melihat dia memperhatikan Fatimah." Mas Rudi menatap yulisa dengan serius."Juga kau .... Orang-orang yang meminta saya berhati-hati atas pengaruh yang sedang kau lancarkan kepada mantan istrimu, Fendi, kau sadar kan kalau Fatimah adalah calon istri saya?" ujar Mas Rudi."Hmm." Mas Fendi hanya berdecut tak senang."Akui saja, kau masih tergila gila.""Hei maaf ya...""Aku tahu diam-diam kau sering mengunjungi Fatimah, seseorang yang kuminta untuk memastikan dia baik baik saja, melihatmu kerap datang berkunjung dan mengajaknya bicara di teras. Apa itu semua diketahui istrimu?"Yulisa ternganga mendengar ucapan Mas Rudi pada Mas Fendi, wanita itu langsung mendelik pada suaminya dengan penuh kemarahan."Benar itu Mas?""Aku datang padanya untuk memastikan keadaan anak anak," jawab Mas Fendi membela dir
"Jadi kalau sudah begitu mau bagaimana lagi," ujarku pada Mas Fendi."Jangan terlalu dipikirkan, dia sudah punya banyak keluarga, luka hatinya akan membaik seiring berjalannya waktu, jangan khawatir, Fat.""Kok bisa segitunya ya, Mas?""Ya, mungkin karena dia sudah terlalu sayang dan cinta.""Kalau terlalu sayang jangan terlalu mengekang, kalau memang dia percaya padaku, mengapa dia sampai terus menyakiti orang lain dan mencurigainya, aku tak nyaman.""Tidak ingatkah kamu bahwa kamu juga berpartisipasi untuk menyakiti hatiku saat itu.""Konteks perbuatan yang kulakukan hanya karena cemburu dengan dokter Rudi, bukan karena aku ingin mencelakakanmu. Jadi tolong pahamilah keadaan itu dan maafkan aku.""Ya tentu saja aku memaafkan maksudnya kalau aku tidak memaafkanmu maka kita tidak akan bersama sampai sekarang." Aku tersenyum tipis dan mengajaknya masuk untuk ganti baju dan membongkar perhiasan yang menutupi kepala dan badan.Ada kejadian lucu ketika aku baru saja keluar dari kamar man
Perlahan langkah kakiku beranjak menyusuri jalan setapak ditaburi bunga menuju pelaminan, dengan diapit kedua iparku yang ada di kanan dan kiri aku melangkah anggun menebar senyum dan pandanganku ke tamu undangan. Mereka terlihat berdecak kagum dan tatapan mata mereka lekat padaku, ada ibuku, adikkuu dan Mba arimbi yang tak kuasa menahan air mata menyaksikan pada akhirnya aku jadi pengantin dan diperlakukan dengan layak.Ijab kabul sudah usai diikrarkan, kini aku dan suami duduk berdampingan di pelaminan diapit oleh anak dan orang tua kami. Ada senyum bahagia dan raut kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan oleh Mas Fendi dari hadapanku dan tamu kepada tamu undangan yang memberi selamat."Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Mas Pendi sambil menggenggam tanganku yang sudah dihias dengan Inai Henna berwarna putih. Pada akhirnya ada cincin emas yang melingkar di jari manisku, cincin yang mengikat hubungan dengan sah, aku bahagia menatapnya sambil terus menyentuhnya."Alhamdulillah,
Mendengar kalimat yang sudah terlontar dari mulut semua orang, Yulisa tentu saja merasa sangat kecewa. Dengan kekesalan dan wajah penuh emosi wanita itu segera beranjak mengajak keluarganya untuk pulang. Jenis-jenis suasana di rumahku kembali seperti semula anak-anak sibuk bercanda dengan nenek dan bibinya sementara aku dan Mas Fendi pergi ke belakang untuk menyiapkan makan malam.Hari ini keluarga mas Fendi membawa banyak makanan yang rencananya akan kami nikmati bersama jadi aku bertugas untuk menyiapkannya di meja makan. Sambil menuangkan makanan ke dalam mangkuk, menghampiri dan menyonggengkan senyum kepadaku senyum godaan sekaligus ekspresi wajah penuh arti bahagia bahwa pada akhirnya aku mau kembali padanya."Terima kasih ya atas keputusan bijakmu karena pada akhirnya semua harapanku terkabul juga. Akhirnya kita bisa bersama lagi."Aku lakukan demi kebahagiaan anak-anak dan ibu mertua," jawabku lirih."Dan kebahagiaanmu sendiri bagaimana?""Iya ... Aku bahagia," jawabku pe
"Ya tentu saja boleh, kalau memang Bunda setuju dan ayah juga bersedia untuk kembali kepada kami ... asal beliau tetap setia dan bersikap baik, why not, kenapa tidak?" Jawab Yudi."Kalau begitu mari persiapkan acara lamaran, dan kita nikahkan orang tuamu dengan layak, nenek akan adakan hajatan untuk menyambut menantu baru karena dulu nenek tidak melakukan kenduri dengan layak untuk ibumu.""Ah, tidak usah begitu, Bu. Malu saya sudah tua...." Aku yang merasa tidak enak langsung saja menatap kedua anakku dan iparku."Jangan sungkan, kami akan lakukan yang terbaik untuk membahagiakanmu dan mulai sekarang Aku ingin melakukan segala sesuatu dengan layak untukmu," jawab Ibu mertua.Senyum di bibir ibu mertua dan kedua iparku juga anakku terkembang bahagia mereka saling merangkul dan bersorak gembira bahwa aku dan ayah mereka akan kembali bersama lagi. Tak lama dari situ motor Mas fendi da tiba di depan rumah. Tentu saja dia kagetan merasa heran karena tiba-tiba rumah kami ramai dengan ora
Mendengar jawaban anak-anak yang tegas, kedua bibinya saling memandang dengan tatapan yang mungkin pusing dan putus asa."Gimana Tante Apakah nenek akan mau datang ke sini?""Kami tidak tahu ya tapi kami akan mencoba bicara dengannya.""Saya pun juga berharap nenek bisa datang.""Nak, kita mengalah aja," bisikku, "kita kan yang muda ya.""Tidak Bu, Jika nenek punya niat baik, biarkan beliau menunjukkannya.""Tapi itu akan memberatkan untuk beliau.""Tidak akan berat jika nenek punya niat baik jika beliau sudah mengirimkan kedua tante untuk datang ke sini itu artinya beliau sudah setuju atas segala kemungkinan.""Baiklah," jawabku lirih.Usai berbincang panjang lebar akhirnya Dewi dan Yanti memutuskan untuk pamit pulang karena hari sudah menjelang petang. Cepat ku tawarkan agar mereka makan malam bersama kami tapi kedua wanita yang statusnya belum menikah itu menolaknya dengan halus."Justru kami berharap Mbak Fatimah dan anak-anak yang bisa datang ke rumah besok malam untuk menikmati
Selama seminggu tinggal di sukamaju anak anak sangat menikmati waktu dan kegiatan mereka, pun Mas Fendi yang kini bekerja sebagai supir pengantar barang di sebuah perusahaan distibusi makanan ringan dan sembako sering mampir untuk sekedar membawakan anaknya makanan. Belakangan kami sering makan malam bersama, bertukar pikiran dan cerita keseharian, sering bercanda dan tertawa, seakan lepassejenak dari semua beban pikiran yang menghimpit. Bila tiba pukul sembilan malam Mas Fendi akan izin pulang dan kami pun melanjutkan istirahat.*Suatu sore, saat aku sedang menyaou halaman datanglah kedua adik Mas Fendi, Yanti dan dewi, mereka menyapa dari balik pagar besi lalu aku bergegas membuka pintu kemudian mempersilakan mereka masuk.“Mbak kami ke sini cuma mau tanya, apakah belakangan ini Mas Fendi merasa nyaman datang ke sini?”“Kalau masalah merasa nyaman aku gak tahu ya … tapi dia nampak sekalli merindukan anaknya dan mencari momen yang tepat untuk bersama mereka. Aku sih, tidak berhak me
Sungguh sedih dan teriris hati ini mendengar percakapan antara ayah dan anaknya. Mendengar bagaimana anak memprotes dengan cara menyentil perasaan ayahnya dan membuat Mas Fendi terpaksa menyadari segala sesuatu yang selama ini sudah keliru ia lakukan.Kalau memang dia tahu betapa berat hari-hari yang kujalani tanpa kehadirannya bagaimana aku membesarkan anak-anak tanpa bantuannya sepeserpun, harusnya dia merasa malu dan berusaha untuk mengganti semua itu. Bukan tentang uang yang aku inginkan tapi bagaimana yang mencuci semua itu dengan pertobatan dan sikap baik. Jujur saja aku belum terbuka untuk rujuk dengannya tapi aku bisa mempertimbangkan itu ke depannya jika anggota keluarganya menyetujui hubungan kami serta Mas Pendi mulai merubah perilaku dan arah hidupnya.Aku ingin dia kembali ke berjuang membangun harga dirinya dengan bekerja secara mandiri. Tidak ikut lagi bertanggung jawab atas kebun sang istri, atau bergantung hidup pada orang lain. Aku ingin dia benar-benar menata keman
Seusai makan kubiarkan anak-anak dan ayahnya duduk di ruang tv sambil menikmati tayangan. Aku sendiri duduk ke teras sambil menikmati udara malam karena selepas makan dan cuci piring tadi aku merasa sedikit berkeringat dan gerah.Sebenarnya tadi tetanggaku melihat kehadiran Mas Fendi dan mereka tahu betul bahwa mantan suamiku masih ada dalam rumah karena suara gelak tawa dan candaannya bersama anak-anak juga terdengar sampai keluar. Tapi entah kenapa keadaan terasa begitu adem dan tenang, seolah tidak ada mata yang melihat dengan sinis atau seseorang yang akan melaporkan kejadian itu pada RT dan menimbulkan kekacauan."Ah lagi pula Mas Fendi hanya datang mengunjungi anak-anak, kami tidak melakukan dosa atau berzina, jadi apa salahnya?"ku tetap teh hangat yang kubawa dari dapur sambil menghela nafas dan menatap langit.Di langit malam yang tertutupi awan kelabu cahaya bulan terlihat malu-malu, sinarnya yang lembut seolah memberi suasana tersendiri yang membawa pada kenangan dan hal
Dengan cara apa aku harus melawan reaksi masyarakat akan tudingan mereka tentang diriku yang katanya mempermainkan rumah tangga Mas Fendi dan Yulisa. Dengan cara apa aku menjelaskan kalau aku tidak terlibat, tidak sama sekali terlibat hubungan dengan suami orang. Sebagian yang tahu keseharianku memaklumi dan membelaku, tapi bagaimana yang tidak. Terlebih jika mereka mendengar agitasi yang diembuskan keluarga Yulisa, orang orang bisa dengan cepat membenciku hanya dari kabar yang mereka dengar saja. Mereka akan memusuhi hanya karena tuduhan yang tidak terbukti, begitulah pola fitnah merusak penilaian seseorang terhadap orang lain.*Sabtu sore, kedua putraku pulang dari kota, alangkah senang hati ini ketika pulang dari pasar dan melihat mereka sudah duduk di teras dan langsung menghambur menyambut kedatanganku. Kupeluk kedua anakku aroma tubuh mereka yang baru usai mandi seketika melenyapkan semua rasa lelah dan penat selama di pasar tadi. Maklumlah selama berjualan di pasar para penj