Rafael menatap mamanya yang sedang dibawa berkeliling oleh salah satu perawat dari jauh. Mamanya sudah ada sedikit perubahan, walaupun masih tetap tidak mau bicara. Hanya mendengarkan namun tidak bereaksi saat ditanya. Apakah kematian dan pengkhianat papanya memang bisa menimbulkan efek sebesar ini? Apakah cinta memang bisa membuat orang-orang menjadi bodoh lalu berakhir gila?
Rasanya, Rafael ingin sekali memarahi mamanya dan berkata kalau wanita itu masih bisa hidup! Dia tidak akan melarang jika mamanya ingin menikah lagi, asal jangan seperti ini. Jangan membuat Rafael menjadi sakit. Membuatnya menjadi benar-benar membenci ayah berengseknya. Cinta? Dia rasa, hal konyol semacam itu hanya bisa menjadi pengganggu dan membuat mamanya menjadi gila. Semua yang tadinya terlihat seperti sebuah kebahagiaan, ternyata malah berakhir dengan kesengsaraan. Rafael sungguh jijik dengan hal itu. Dia bersumpah untuk membuang jauh-jauh perasaan menjijikKiana tidak bisa tenang berada di dalam kamarnya. Dia sangat gelisah bukan main. Syarat untuk keluar adalah memohon pada Rafael, namun dia sangat enggan. Harga dirinya terluka jika Kiana melakukan itu. Alhasil, sampai saat ini dia terus terkurung di kamarnya. Tidak bisa melakukan apa-apa. Sampai karena gelisah bukan main, Kiana perlahan mendekati pintu dan mengetuknya beberapa kali. Berharap sang pelayan masih ada di sana dan mendengarnya. "Kalau kau ada di sana, kumohon bebaskan aku atau tolong panggilkan Rafael. Aku ingin bicara dengannya." Suara Kiana terdengar cukup nyaring, namun sang pelayan yang memang ada di balik pintu sama sekali tidak bergeming. Membuat usaha Kiana sia-sia. "Hei! Kau tuli, ya? Buka pintu dan panggilkan Rafael! Aku ingin bicara sesuatu dengannya." Tetap tidak ada jawaban. Kiana yang kesal, ingin sekali membanting pintu itu. Sampai kemudian, dia ha
"Bangun! Cepat bangun!" Suara pekikan diiringi dengan tarikan selimut itu, membuat Kiana yang asyik terlelap mulai membuka matanya dalam sekejap. Dia mendapati dua orang pelayan membangunkannya sambil berkacak pinggang. Kiana hanya mengernyit heran. Sungguh, kepalanya sakit karena dibangunkan secara mendadak seperti ini. "Ada apa? Kenapa kalian berteriak-teriak?" Ada nada kesal terdengar dari suara Kiana. Pelayan kurang ajar itu mengganggu tidurnya. Padahal Kiana haru bisa tidur nyenyak setelah mengalami mimpi buruk semalam. "Siapkan sarapan untuk Tuan! Cepat!" "Kenapa harus aku? Kau saja sendiri yang buat," balas Kiana dengan kesal saat salah satu pelayan dengan seenaknya menyuruh dia menyiapkan makanan untuk Rafael. "Jangan angkuh! Kau itu pelayannya sekarang! Cepat siapkan makanan dan temui Tuan Rafael." Kali ini, kesadaran Kiana telah pulih sepenuhnya. Dia mengingat apa yang terjad
Entah kesialan macam apa yang menimpanya. Rafael sampai harus menahan marah dari semenjak pagi hingga dia pulang ke rumah sang kakek. Masalahnya dengan Mili baru saja selesai dan dia harus mengurus masalah baru lagi. Keinginan sang kakek yang tidak bisa diganggu gugat. Dari tempat duduknya, Rafael bisa merasakan tatapan penuh kemarahan di wajah pamannya, Mario. Pamannya yang serakah itu tampak sangat kesal karena keputusan ayahnya yang masih bersikukuh menjadikan Rafael sebagai orang yang diberi tanggung jawab mengurus perusahaan. Sementara Marcel hanya diberi tugas untuk menjadi pimpinan kepala cabang, bukan pimpinan utama. Meski Marcel akan menjadi tunangan Mili, namun sepupunya itu tetap tidak diberi izin untuk mendapatkan hak penuh atas perusahaan utama. Kakeknya masih ragu apakah Marcel bisa dipercaya atau tidak. Semua itu harusnya tidak ada hubungannya dengan Rafael. Akan tetapi, sialnya dia sudah berkata tidak menginginkan semua
Kiana harus menanggalkan seluruh pakaiannya dan mandi malam-malam karena insiden yang terjadi barusan. Kuah mie yang tak sengaja jatuh dan menyiramnya cukup panas sekaligus membuat pakaiannya kotor. Belum lagi kemarahan yang mungkin akan diterimanya nanti dari Rafael. Dia tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi padanya. Apakah dia akan diberi hukuman atau tidak? Cuaca yang memang sedang dingin tentu membuat air juga ikut dingin. Terasa menusuk saat menyentuh kulit. Namun itu tidak menyurutkannya untuk membersihkan diri. Sampai akhirnya dia selesai. Kiana lantas masuk kembali ke dalam kamar. Kali ini, dia mencari piyama tidur yang cukup tertutup. Menggantinya dengan cepat sebelum Rafael datang ke kamarnya. Akan tetapi, sepertinya laki-laki itu tidak akan datang. Rafael tidak kunjung menemuinya. Apakah itu artinya dia tidak akan dihukum atau dimarahi? Senyum simpul terbit di bibirnya, akhirnya Kiana bisa bernapas lega. Dia bisa tidur
Rafael berjalan pelan menuju ruangan milik ibunya, Firanda. Dia mematung di tempat saat melihat ibunya yang sedari tadi diam itu, mulai menoleh menatapnya. Jantung Rafael seperti akan berhenti berdetak. Matanya tampak bergetar sampai langkah kakinya dengan tegap berjalan mendekati sang ibu tercinta. Rasa tak percaya itu muncul saat melihat ibunya seperti menyadari kedatangannya. Membuatnya langsung bersimpuh di bawah lantai. "Ma ...." Seulas senyum kecil terlibat di bibir Firanda saat Rafael menyebut 'mama' padanya. Namun itu tidak berlangsung lama saat kemudian kata-kata yang meluncur setelahnya, membuat Rafael terhenyak. "Kamu siapa?" Bagai belati berkarat ditikam tepat di jantungnya. Hati Rafael mencelos. Dia sama sekali tidak mengharapkan pertanyaan itu akan keluar dari mulut ibunya. Tidak. Jangan bercanda. "Ini Rafael, Ma." "Rafael?" Terlihat kedua alis tuan
Setelah pulang kerja, Rafael memilih mengurung dirinya di dalam ruang kerja. Duduk di meja ditemani dengan beberapa botol whiskey. Laki-laki itu tampak murung sekaligus terpukul setelah mengetahui kondisi mamanya. Bahkan saat sedang bekerja pun, Rafael tidak bisa fokus. Hanya ada perasaan takut dalam hatinya kala mamanya tidak akan mengenalinya. Hilang ingatan? Entahlah, Rafael rasa tidak. Akan tetapi, bagaimana mungkin mamanya bisa berkata kalau dia sudah mati? Bukankah itu cukup keterlaluan? Walau bagaimanapun, Rafael sudah berharap tidak ada masalah lagi dengan mamanya. Dia akan benar-benar merasa bersalah karena hal ini. Semua ini gara-gara papanya yang berengsek! Rafael bahkan tidak akan lupa saat-saat menjijikan ketika papanya di atas ranjang bersama wanita lain. Dia tidak akan lupa dan ingat dengan jelas kalau saat itu, bukanlah mamanya. Mungkin ini terjadi sekitar sebelas tahun yang lalu. Ketik
Kiana terbangun di atas ranjang yang empuk. Dia meringis saat rasa sakit seperti menghantam kepalanya. Sialnya, dia merasakan sebuah lengan yang memeluknya begitu posesif. Lengan kekar yang melingkar di pinggangnya. Hal itu jelas membuat Kiana sangat penasaran, dia ingin tahu siapa pemiliknya. Kiana tidak berharap kalau dia melakukan kesalahan. Namun alangkah kagetnya dia ketika menoleh, matanya mendapati orang yang memeluknya ternyata adalah Rafael. Laki-laki itu dengan wajah damainya memeluk tubuh Kiana dari belakang. Posisi mereka begitu intim, sampai Kiana sendiri kaget melihatnya. Apalagi ternyata, Rafael sama sekali tidak memakai bajunya. Bertelanjang dada dan membuat Naya bisa merasakan punggungnya bersentuhan dengan kulit Rafael. Hembusan napas laki-laki itu juga terasa menggelitik lehernya. Menimbulkan rona kemerahan di wajahnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Rafael bisa ada di sini? Dan di mana sebenarnya dia berada? In
Kiana menjelajahi seisi rumah. Dia telah kembali ke aktifitas biasa. Menyiapkan makan, membereskan dan membantu pekerjaan pelayan lain. Sekarang, Alisha yang baru saja selesai mengerjakan tugasnya, berjalan-jalan untuk mencari cara untuknya kabur. Tentu saja, setelah kejadian mengerikan itu, Kiana tidak bisa tinggal diam. Dia juga lelah jika harus menunggu Andrew. Sungguh, saat ini dia tidak bisa berharap pada laki-laki itu. Kiana rasa, sudah cukup untuknya menjadi seorang yang penurut. Mengelabui Rafael dan para pelayannya. Walau sebenarnya, ada pelayan yang sangat Kiana waspadai. Mara. Wanita itu selalu mengawasi gerak-geriknya. Kiana menyadarinya setelah apa yang terjadi kemarin. Kini, dia pun harus melihat kanan dan kiri saat berjalan menuju pintu belakang. Kebetulan, pintu belakang selalu terbuka di siang hari dan saat ini semua pelayan sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Entah apa yang mereka lakukan. Kiana tida