Share

REINCARNATION
REINCARNATION
Author: Cr-Azy

Prelude

Author: Cr-Azy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pada periode yang lalu, merengkuhmu tak pernah semenakutkan ini. Awan sehitam jelaga, tak pernah menangis sesendu hari ini.

- Wajah tanpa tuan

•••

Seperti ada tangan penuh duri yang meremas jantungnya, rasa nyeri tak berwajah itu mengalir ke seluruh tubuh. Mata cokelat terang kepunyaanya ditutupi gumpalan air. Ia pantang menangis, tetapi bahkan rasa sakit itu lebih parah daripada luka bakar di telapak kakinya.

Ia, Chaiden, tak pernah mengira jika konsekuensinya akan sebesar ini. Dengan memikirkannya saja sudah semenyakitkan ini, lalu bagaimana saat hari itu datang? Saat ia melihat kekasihnya mendapat kutukan akibat dari kesalahan yang mereka lakukan. Kendati demikian, ia masih belum paham bagian mana yang salah dari mencintai? Lalu, ada satu pertanyaan yang senantiasa menjadi pikirnya. Sebetulnya, siapa yang berhak mengatur hati seseorang? Apakah para bangsawan yang memiliki banyak emas? Atau para hakim yang katanya memiliki ilmu seluas lautan? Atau tidak satu pun dari kami?

“Ini lebih dari sekadar melanggar hukum, Mr. Blackton. Kau telah melewati batas, kau melawan semesta.”

Chaiden tercenung, ditatapnya wajah Ratu Odelia. Di balik mata hazel itu, tergambar apik rasa khawatir yang Chaiden yakin ditujukan untuk putrinya, yang tak lain adalah kekasih Chaiden.

Menundukkan kepala dan sekumpulan kata pun keluar dari bibir Chaiden. “Yang Mulia, mencintai bukan sebuah kesalahan.”

“Lalu—“

Chaiden dengan sembrono memotong ucapan Ratu Odelia seraya mendongak. “Jika yang kami perbuat melawan semesta. Lantas, mengapa tidak kalian biarkan kami hidup bersama? Biarkan semesta menjalankan tugasnya. Biar semesta yang memberi kami pelajaran. Bukankah kau bilang hanya semesta yang mampu memberi pengampunan? Lantas mengapa harus kalian yang memberi kami pelajaran?”

Rahang Ratu Odelia mengeras. Ia memandang Chaiden yang terikat di atas kursi. Bara api di telapak kakinya sudah mulai padam, tetapi tidak dengan keberaniannya. Bahkan, tak sedikit pun penyesalan tercipta. Tampaknya Ratu Odelia mulai paham kenapa putrinya begitu mencintai lelaki ini.

Berbagai macam siksaan telah dia dapatkan. Namun, hanya satu yang berhasil menyentuh keberaniannya; fakta mengenai sesuatu yang akan terjadi selanjutnya. Sesuatu yang juga akan menyakiti putrinya begitu dalam. Atas segala yang telah dia lakukan, Ratu Odelia tahu bahwa lelaki ini pantas dicintai. Ratu Odelia akan memberi lelaki ini restu untuk bersama putrinya, jika saja mereka setara.

Tak peduli seberapa besar cinta mereka, mereka hanya bocah polos yang tak tahu apa-apa. Walaupun layak dicintai, Ratu Odelia lebih dari mengerti kalau sesuatu yang harus terjadi akan tetap terjadi.

“Kau lelaki pintar. Tapi tidak cukup pintar untuk menjaga putriku,” tukas Ratu Odelia setelah menghilangkan simpatinya lebih dulu. Hukum tetaplah hukum.

Sementara Chaiden hanya bisa memandang punggung Ratu Odelia yang perlahan menjauh. Berharap perannya sebagai seorang ibu lebih dominan daripada sebagai seorang ratu. Berharap ia dengan berbesar hati akan mencabut hukuman untuk putrinya. Mendengar fakta bahwa kekasihnya akan dalam bahaya, jauh lebih menyakiti Chaiden daripada pecut yang kini dilayangkan ke arahnya.

•••

Oswald Kingdom.

Tak ada yang tidak tahu di mana dan bagaimana Oswald Kingdom berdiri, sejarahnya yang melegenda tak mungkin jika tidak menjadi bahan pembicaraan dari mulut ke mulut. Raja pendirinya—Raja Oswald—yang terkenal bijaksana memang telah tiada berabad-abad lamanya. Namun, Oswald Kingdom tetap berdiri dengan angkuh. Hingga kini berada di bawah kepemimpinan Raja William, dan kemungkinan besar akan dilanjutkan oleh kepemimpinan putrinya, Caroline. Sebab, Caroline merupakan anak semata wayang Raja William.

Akan tetapi, satu-satunya penerus kerajaan justru membuat kesalahan besar. Caroline menjalin kasih dengan Chaiden, seorang Blackton; kasta rendah dalam sistem pemerintahan Oswald Kingdom.

Telah tertulis dalam peraturan mutlak kerajaan, jika seorang Halu tidak diperkenankan jatuh cinta atau menjalin kasih dengan Grissham ataupun Blackton. Seorang Halu hanya ditakdirkan bersama seseorang dari kasta Halu, jatuh cinta pada kasta di bawahnya merupakan dosa besar.

“Kau melakukan kesalahan besar, Putriku.”

Caroline menoleh ke arah datangnya Ratu Odelia. Sosok yang sangat dihormati oleh seluruh penduduk Oswald, serta sosok yang sangat ia cintai. Ibunya, wanita tangguh yang telah menempanya untuk menjadi gadis hebat, tetapi ia malah menjadi gadis tak tahu diri.

“Jatuh cinta bukan kesalahan ataupun sebuah dosa, Yang Mulia,” tukas Caroline dengan sapaan formalnya, wajahnya tanpa ekspresi. Sama seperti Chaiden, tak satu pun ketakutan berhasil menyelinap ke dalam dirinya.

“Ibu menyayangkan keyakinanmu.” Ratu Odelia berjalan mendekati Caroline. Ia berdiri di samping putrinya yang tengah memandang jauh ke luar jendela. Mungkin ke arah semak belukar yang menjulang di antara pagar-pagar, atau ke arah langit berwarna jelaga yang membentang di seluruh kerajaan, atau mungkin tidak satu pun sesuatu di depan sana.

“Cinta tak selalu membawa bahagia, Caroline.” Suara serak Ratu Odelia terdengar, mengalun menyedihkan terbawa angin malam.

Tanpa aba Ratu Odelia mengelus rambut Caroline, menyalurkan kehangatan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang ibu. Ada sesuatu yang tertahan di antara kedua bibir sang Ratu yang terbuka, lalu terkatup rapat lagi. Meskipun digumuli rasa penasaran, tetapi Caroline tetap bungkam. Membisu dan tak sedikit pun menampilkan gurat sendu, atau sedikit rasa sesal seperti yang diharapkan sang Ratu.

Caroline mudah merasakan berbagai macam emosi. Namun, tidak dengan penyesalan. Ia jarang menyesal atas apa yang ia putuskan dengan sepenuh hati. Toh, setiap keputusan memiliki risikonya sendiri.

Suara ketukan pintu menginterupsi dari balik kamar. Menyelinap di antara keterdiaman dua orang perempuan dengan ikatan darah itu. Kemudian, menyusul suara terbukanya pintu dan kalimat yang tidak perlu mendapat balas.

“Mohon maaf. Waktunya ritual, Yang Mulia.”

Setelah kepergian pelayan, Ratu Odelia menatap Caroline sendu. “Tak mau memberi Ibu satu pelukan?”

“Yang Mul—“

“Tak perlu bersikap formal saat kita hanya berdua, Carol,” potong Ratu Odelia.

“Untuk apa pelukan, Ibu? Balasan yang aku dapat bukan kematian.” Lagi-lagi Caroline berucap tanpa ekspresi. Ia berhasil tidak merasakan apa pun, atau justru sesuatu menghalanginya untuk menggunakan hatinya.

Ratu Odelia tersenyum. “Kau akan tahu, ada hal yang lebih buruk dari sekadar kematian.”

Caroline menatap sang Ratu, tepat ke arah mata berwarna hazel yang senada dengan miliknya. Detik berikutnya, ia memeluk sang ratu pelan dan begitu dalam. Pada beberapa menit yang ia lalui, ia berharap sang ratu hanyalah seorang ibu dari suami yang tak memiliki kedudukan. Ia benci menjadi bangsawan.

Ratu Odelia melepas pelukan putrinya dengan enggan, menatap mata putrinya dalam-dalam sebelum berucap, “Chaiden menunggumu.”

Mereka berjalan menyusuri koridor demi koridor bersama hening yang menemani. Embusan angin menerbangkan beberapa tirai jendela, menimbulkan bayang sporadis yang entah mengapa terlihat tragis. Tak disangka Caroline memulai pembicaraan lebih dulu. Memecah atmosfer aneh yang sempat tercipta.

“Ibu,” lirih Caroline.

“Aku sangat mencintai Aiden. Aku tau dia merasakan hal yang sama, bahkan mungkin ia memiliki cinta yang lebih besar. Kalaupun tidak sesuai dugaan, aku akan tetap mencintainya. Sebagaimana Tuhan senantiasa mengampuni hamba-hambaNya.”

Ratu Odelia mengukir senyum kecut. “Meskipun Chaiden berbohong atas segala kata cinta yang pernah ia ucap, apa kau akan tetap mencintainya?”

Caroline bergeming. Ia mempercayai Aiden, lebih dari apa pun yang pernah ia percayai sebelumnya. Bahkan jika dengan bersama mereka harus meregang nyawa, Caroline tidak pernah menyesal melakukannya.

Sementara di halaman belakang istana, tempat macam-macam ritual dilakukan kini sudah dipenuhi dengan orang-orang yang membentuk lingkaran. Mereka mengenakan jubah hitam, menutupi sebagian wajahnya dan hanya menampakkan seringai mengerikan. The Circle Of Life, nama tempat itu. Tempat yang tak pernah Caroline jamah sebelumnya, karena memang bagian dari tempat terlarang. Lantai pualamnya memiliki garis melingkar besar, ditambah berbagai macam ukiran yang tampak erotis. Namun, ukiran itu lebih mirip sihir alih-alih ukiran yang dibuat pengrajin. Beberapa di antaranya memiliki garis yang bersinar, sedangkan yang lainnya kusam dan terabaikan.

Ada tujuh macam dosa yang tergambar, tetapi hanya ukiran-ukiran manusia telanjang yang menarik atensinya. Seolah ukiran itu dibuat memang ditujukan untuknya. Sepatu kaca Caroline berhenti tepat di atas ukiran wanita tanpa busana dan pria berkalung anjing yang tengah memeluknya.

Tepat di titik itu pula Chaiden berada. Kakinya berdiri rapuh menunggu kedatangan Caroline. Wajahnya tampak menyedihkan dengan ketampanan yang tak pernah padam. Bekas luka nyaris memenuhi seluruh tubuhnya, tetapi tampaknya lelaki itu tak peduli sama sekali. Ia malah mengkhawatirkan Caroline yang jelas-jelas bersih tanpa luka.

“Kau baik-baik saja?”

“Apa tak ada pertanyaan yang lebih penting?” ketus Caroline. Dia tak habis pikir, bagaimana sebenarnya otak kekasihnya ini bekerja? Dia bahkan tidak bisa berdiri dengan benar, tetapi tetap Caroline yang ia khawatirkan.

“Dasar bodoh!” umpat Caroline pelan.

Di sana tidak hanya ada Chaiden. Namun, ada juga seorang penyihir berjubah hitam. Warna hitam nan aneh, nyaris menyerupai lubang hitam yang tak berujung. Setelah diam memperhatikan Caroline dan Chaiden, agaknya penyihir itu mulai menyiapkan sesuatu.

Penyihir itu, Dorothy namanya, ia memberikan aba kepada Caroline dan Chaiden untuk mendekat. Kendati demikian, hanya Chaiden yang mengerti aba-aba itu. Seolah-olah lelaki itu telah dilatih untuk ini, ia bak telah mengetahui apa yang harus dilakukan.

Sepasang lengan kasar Chaiden meraih pinggul Caroline. Sementara Caroline mulai mengalungkan tangannya di leher Chaiden, dituntun oleh lelaki itu. Tatapan mereka terpaku satu sama lain. Di antara banyaknya waktu yang mereka lalui bersama, Caroline berani bersumpah kalau hari ini tatapan Chaiden tak pernah ia dapatkan sebelumnya.

Chaiden seperti akan mengatakan sesuatu. Akan tetapi, lantunan sebuah lagu yang dinyanyikan orang-orang berjubah lebih dulu menginterupsi.

Si penyihir memegang sebuah buku usang, ia tampak tengah memimpin alunan melodi yang dinyanyikan. Bersamaan dengan itu, Chaiden mengecup bibir Caroline seraya membisik, “Aku tidak pergi.”

Dentingan jam berikutnya, hanya nyanyian aneh yang terdengar. Nyaris memecahkan gendang telinga Caroline.

Manusia-manusia penuh dosa

Bersatu dalam lingkaran lara

Bersama menuju neraka

Tuhan

Buat mereka kesakitan

Beri mereka pelajaran

Sebuah perpisahan

Sebuah perpisahan

Sebuah perpisahan

Neraka pun tak sudi

Menenggelamkan mereka dalam lautan api

Biarkan salah satunya pergi

Meninggalkan yang lain sendiri

Sebuah perpisahan

Sebuah perpisahan

Sebuah perpisahan

Kebersamaan

Menjadi kemustahilan

Kesendirian

Menjadi kemutlakan

Sebuah perpisahan

Sebuah perpisahan

Menyambut kesendirian

Manusia-manusia penuh dosa

Berpisah dalam lingkaran lara

•••

Comments (2)
goodnovel comment avatar
AK-17
keren. ............
goodnovel comment avatar
🌹isqia🌹
whaooo........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • REINCARNATION    [1] Dalang dari Segala Penderitaan

    Ibu sangat mencintaiku, sebesar aku membencinya. - Caroline ••• Malam menjadi lebih panjang setelah tragedi hari itu; setelah nyanyian terkutuk nyaris merusak gendang telinganya. Duduk di atas bukit di tepi pantai tak pernah semenyenangkan dulu. Dulu seseorang duduk di sampingnya, meminjamkan Caroline bahunya, mereka larut dalam hening yang dihancurkan deburan ombak. Namun, itu adalah sebuah masa yang tidak bisa kau datangi kembali; masa lalu. Sekarang Caroline hanya duduk seorang diri, memandang jauh ke ujung samudra di depan sana. Dengan hati yang terus mendamba, berharap waktu bisa berjalan atas kehendaknya. Dan membawa orang itu ke dekapannya, lagi. "Carol." Caroline benci suara itu. Entah sejak kapan, yang pasti suara itu adalah salah satu hal yang tidak ingin ia dengar lagi. "Sayang, Ibu mempunyai sesuatu—ah tidak, seekor anjing yang harus kau lihat." Caroline melirik sebentar, hanya untuk mendapati Ratu Odelia dengan seekor anjing di sampingnya. "Aku tidak tertarik, Yan

    Last Updated : 2024-10-29
  • REINCARNATION    [2] Mereka yang Bereinkarnasi

    ~¤THE CURSE OF ETERNAL LIFE¤~ ____________________________ "Beberapa pertemuan terasa menyakitkan, meskipun bagian dari hal yang didambakan." ~¤~ Beberapa minggu kemudian....Caroline. Gadis dengan usia tujuh belas tahun itu tengah berjalan dengan tempo yang teratur, rambut cokelat keemasan miliknya berkibar searah dengan embusan angin. Setelah berjalan beberapa meter dari halte bus, akhirnya ia sampai di depan gerbang Origin High School. Gerbang itu menjulang tinggi dengan bagian atas bak bentuk segi tiga. Warna emas klasik yang membalut benda terbuat dari besi itu memantulkan cahaya mentari, membuat permukaannya tampak mengkilap. Bersama Caroline, ada ratusan siswa yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang sedang mengobrol, memainkan ponsel, atau sekadar menelisik keadaan sekitar seperti yang Caroline lakukan sekarang. Kendati demikian, mereka memiliki alasan yang sama, yaitu menunggu gerbang Origin High School terbuka. Pukul tujuh tepat, menara yang ada di dalam wi

    Last Updated : 2024-10-29
  • REINCARNATION    [3] Sebuah Pengalihan

    ~¤THE CURSE OF ETERNAL LIFE¤~ ____________________________ "Manusia tak pernah benar-benar mengerti, alasan Tuhan mengirim seseorang lalu mengambilnya kembali." ~¤~ Oriel. Gadis yang lebih tua beberapa tahun dari Caroline itu dikenal sebagai kakak Caroline. Akan tetapi, itu kebohongan besar. Caroline merupakan anak tunggal. Lagi pula, seharusnya, Caroline lah yang menjadi kakak Oriel. Sebab, saat Caroline menemukan Oriel mengemis di jalanan, gadis itu baru berusia sembilan tahun. Terlihat kumuh dan menyedihkan. Sampai akhirnya, Caroline memberi Oriel hidup yang lebih layak. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, ia memperlakukan orang lain bak keluarga sendiri. Bahkan lebih baik daripada saat ia memperlakukan ibunya. Oriel istimewa, dia berbeda. Betapa pun sulitnya, Oriel tetap mencoba memahami keadaan Caroline yang selalu di us

    Last Updated : 2024-10-29
  • REINCARNATION    [4] Wajah yang Sama

    Tak satu pun sesuatu di depannya menjadi objek penglihatan Caroline. Justru pikirannya mengelana ke suatu tempat yang hanya bisa dijangkau imajinasinya. Masa lalu. Tempat yang benar-benar ingin ia datangi kembali. "Kau mengabaikanku lagi?" Wajah Caroline memberengut saat menyadari bahwa Chaiden tidak mendengarkan celotehannya, laki-laki itu malah sibuk dengan seonggok buku usang. "Aku tidak mengabaikanmu," sanggah Chaiden, tetapi pandangannya tak sedikit pun berusaha menatap Caroline. "Lalu apa yang tengah kau lakukan, Mr. Chai?" "Mengamatimu." Mendengar pengakuan Chaiden membuat kedua alis Caroline menyatu, ia mengernyit tak paham. Lantas giginya bergemelatuk akibat rasa kesal yang membuncah. "Kau bahkan tidak menoleh ke arahku!" "Kau benar-benar tidak sopan, Tuan. Aku ini putri, pewaris tunggal Oswald Kingdom." "Ah, kalau begitu tulisan ini sama sekali tidak benar. Bagaimana seorang putri yang sombong

    Last Updated : 2024-10-29
  • REINCARNATION    [5] Kecupan Singkat

    Ada saatnya Caroline ingin berhenti menyalahkan semesta, mungkin semua memang salahnya. Tidak seharusnya ia memiliki hubungan dengan seseorang dari kasta Blackton. Akan tetapi, sulit untuk melakukan itu semua. Sebab sampai saat ini, Caroline masih tidak mengerti mengapa jatuh cinta beda kasta adalah sebuah dosa?Sudah beberapa hari terakhir, ia kesulitan untuk fokus. Itu semua karena Chaiden, oh tidak, Garvin. Percakapan mereka tempo hari; saat di tepi lapangan, masih begitu membekas di ingatan Caroline. Ada sesuatu di dalam mata laki-laki itu yang lagi-lagi menariknya dan membuatnya semakin yakin kalau dia adalah Chaiden."Melamun lagi, huh?"Caroline memilih diam dan tidak menanggapi pertanyaan Frank. Terhitung sejak kedatangannya ke ORIS laki-laki berambut pirang itu selalu mengganggunya. Menyebalkan dan sangat membuat ia risih. Namun, ada hal yang membuat Caroline membiarkan Frank tetap berada di si

    Last Updated : 2024-10-29
  • REINCARNATION    [6] Manusia atau Bukan

    "Aku nyaris saja percaya dengan ucapanmu."Kedua kaki Caroline berhenti melangkah, pandangan yang tadinya memperhatikan ujung sepatu miliknya kini beralih ke arah Garvin. Sontak saja kedua iris mata mereka bersitatap, karena sedari tadi Garvin memang sedang memperhatikan Caroline. Hari ini mereka pulang sekolah bersama, hanya secara kebetulan bukan atas perencanaan.Setelah membiarkan Garvin menerawang ke dalam mata hazel miliknya, akhirnya Caroline berujar, "Itu semua memang benar."Mereka membiarkan beberapa saat berlalu tanpa sepatah kata pun terucap. Keduanya sama-sama membatu. Masing-masing dari mereka menyimpan pertanyaan-pertanyaannya sendiri. Garvin, ia masih mempertanyakan kebenaran dari ucapan Caroline. Apa benar mereka pernah hidup bersama di kehidupan sebelumnya?Berbeda dengan Caroline, kini ada pertanyaan baru yang hinggap di kepalanya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Chaiden sebagai hukuman dari perbuatan mereka? Apakah Chaiden dihuk

    Last Updated : 2024-10-29
  • REINCARNATION    [7] Nostalgia Masa Lalu

    Caroline sedang merapikan mejanya, memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas, saat embusan angin datang bersama seseorang yang menyerukan namanya. Orang itu berambut pirang dan berwajah ceria saat menyapa Caroline. "Carol!" Caroline yang saat ini meraih jaket hitam lusuh untuk dikenakan tidak sedikit pun memberi Frank balasan. Tidak dengan bergumam ataupun melirik meski hanya sebentar. Kendati demikian, laki-laki berambut pirang itu tidak sedikit pun kehilangan keceriaannya. Masih dengan nada bersemangat yang serupa ia mengajak, "Ayo ke perpustakaan hari ini." "Aku tidak ke sana," balas Caroline tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama. "Tidak jadi menemui Dorothy?" Mata biru langit milik Frank menatap penuh tanda tanya tepat ke arah mata hazel gadis di depannya. Yang membuat Caroline nyaris berdecak kagum karena keindahan matanya. "Hm." "Ada apa? Bukankah kasusmu harus diselesaikan?" "Kasus?" Kali ini gadis bermata hazel yang menampilkan tatapan bertanya. Antara merasa h

    Last Updated : 2024-10-29
  • REINCARNATION    [8] Nostalgia Masa Lalu (lagi)

    "Aku tidak tahu ada tempat seperti ini di Oswald."Frank benar, Caroline pun sepemikiran dengannya. Ia tidak pernah menyangka—dan cukup yakin orang lain pun sama—ada tempat seperti ini di Kota Oswald. Arsitekturnya terlihat sangat kuno—seperti telah di desain sejak puluhan ribu tahun lalu—dengan warna krem dan cokelat keemasan yang mendominasi. Meskipun warnanya telah kusam dimakan cuaca dan usia, tetapi tetap tidak menghilangkan kesan mewah sekaligus tradisionalnya.Bangunan-bangunan yang menjulang berhimpitan itu mirip pertokoan yang dulu pernah ia lihat di Oswald Kingdom, London merupakan salah satu tempat yang menurut Caroline menyerupai Oswald. "Ini pasar?" cetus Caroline saat ia yakin kalau tempat yang saat ini mereka jelajahi memang sebuah pasar. Sadar bahwa ia yang dihadiahi pertanyaan, secara refleks Garvin menoleh ke arah gadis di sampingnya. Mata cokelat terang yang dibingkai sepasang alis tebal itu menatap Caroline dalam. "Ya, dulunya." Caroli

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • REINCARNATION    (23) Akhir dari Wisata Masa Lalu

    Oriel mendengar degup jantungnya lebih jelas daripada bisingnya hiruk pikuk kelab. Dentuman musik yang biasanya membuat kepala pening mendadak kesulitan untuk menyampaikan getar pada daun telinganya. Terdengar hiperbolis, dan memang benar adanya, Oriel terlalu berlebihan mendeskripsikan segala sesuatunya. Akan tetapi, ia berani bersumpah kalau saat ini detak jantungnya memang terdengar sangat jelas di telinganya sendiri.Beberapa orang selalu terdengar lebay ketika membicarakan kupu-kupu terbang yang ditimbulkan seseorang; perasaan bergejolak aneh yang mampu menyedot habis kewarasanmu. Dan sialnya, saat ini Oriel menjadi bagian dari beberapa orang itu. Tidak tahu sejak kapan. Namun, sudah bukan rahasia kalau senyum yang dimiliki Frank mampu menimbulkan efek luar biasa. Persis seperti saat ini. Frank terlihat berkali-kali lipat lebih tampan saat menggunakan setelan kasual daripada seragam sekolahnya. Meskipun begitu, karisma yang ditimbulkan tawanya tidak pernah menjadi lebih baik ata

  • REINCARNATION    [22] Laki-Laki Babi

    Tiga belas tahun silam....Wajah kumal gadis kecil itu tecermin di kaca kedai. Gaunnya yang koyak moyak mendukung kata suram untuk disematkan padanya. Ia terlihat seperti sedang memandangi pantulan wajahnya sendiri, meratapi nasib tentang betapa buruk rupanya dia—padahal tidak, dia sebenarnya cantik, gadis kecil yang rupawan. Dan padahal tidak, dia sebenarnya tengah memperhatikan orang asing yang sedang melahap sarapannya. Entah apa nama makanan itu, dia tidak tahu, tetapi tumpukan daging, selada, tomat (dan entah apa lagi) yang ditumpuk roti di kedua sisinya itu sukses membuat perutnya semakin keroncongan. Rasa lapar yang sejak tadi pagi ia tahan semakin menggebu-gebu untuk dipuaskan. Malam tadi, ia berhasil mencuri dua buah croissant dari sebuah bakery di ujung jalan, tetapi ia tidak yakin keberuntungan akan tetap berpihak padanya hari ini. Di tengah pergulatan isi kepala dengan perutnya yang keroncongan, gadis kecil itu tiba-tiba memekik agak keras tatkala wajah laki-laki babi bera

  • REINCARNATION    [21] Kejujuran Oriel

    Keheningan kali ini terasa berbeda dari biasanya, ada kepanikan yang diam-diam menyebar. Menular dari satu sama lain antara dua insan yang berada di dalam benda besi beroda empat itu. "Apa keadaan di sana sangat kacau?" Caroline bertanya lebih dulu setelah melihat betapa cemas wajah Garvin. Garvin tak cepat-cepat menjawab, ada sesuatu yang sedari tadi mengganggu pikirannya, menghalau pertanyaan Caroline untuk menyapa indra pendengarannya.Detik berganti menit, Caroline tak kunjung mendapat jawaban, tetapi laju mobil yang semakin dipercepat Garvin cukup untuk memperjelas keadaan di sana. Sepertinya saat Garvin mengatakan Cecilia mengamuk, itu dalam artian benar-benar mengamuk. Caroline tidak tahu seberapa besar kerugian yang akan ditimbulkan gadis pemilik liontin puzzle itu. Ia memiliki firasat buruk tentang nyawa orang-orang. Mungkin hal ini terdengar tiba-tiba, tetapi saat Caroline berusaha mengaitkan benang merah satu per satu, ia mulai berpikir mungkin saja pembunuh Adrian Joe a

  • REINCARNATION    [20] Perihal Lupa Melupakan

    Perasaan apa pun yang saat ini tengah dirasakan oleh anjingnya, hal itu seolah terhubung dengan Caroline. Membuat gadis itu dapat merasakan hal yang sama. Amarah bercampur rasa sedih menyatu di dalam dirinya, menimbulkan rasa sesak yang menjerat dada.Pasti ada sesuatu yang baru saja dialami anjing itu, pikir Caroline. Bahkan, ketika mentari hendak kembali ke peraduannya dan rembulan akan menempati singgasana, anjingnya masih tampak berbeda. Dia menjadi lebih pendiam dan tidak mengganggu Caroline seperti biasanya. Mendadak Caroline juga hilang keberanian untuk menghampiri anjing itu. Ia takut. "Besok pagi, dia akan mengganggumu lagi," cetus Frank yang entah datang dari mana. Tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Caroline. "Bagaimana kau bisa berpikir begitu?" balas Caroline dengan sebuah pertanyaan, tetapi ia sama sekali tidak menengok ke arah Frank yang saat ini mengambil alih tempat di sampingnya, serta mendudukkan bokongnya di sana. Sekarang mereka berdua sama-sama duduk di an

  • REINCARNATION    [19] Will, Si Anjing

    Dari yang Caroline tangkap, sejak hari itu Frank dan Oriel sering bertemu dan berlatih menembak bersama. Serta yang Caroline tahu, Frank dengan senang hati membantu Oriel karena dia sangat menyukai apa pun tentang detektif. Caroline nyaris berpikir kalau itu hanya alibi dan sebenarnya Frank menyukai Oriel. Yah, usia mereka memang terpaut cukup jauh, dan Oriel tidak mungkin mau menjalin hubungan dengan bocah ingusan yang usil seperti Frank. Namun, itu tidak mustahil bagi Frank, dia bisa saja jatuh cinta pada Oriel dan tidak mementingkan usia. Dua orang itu sedang sibuk membicarakan hal-hal remeh saat tiba-tiba Garvin berujar, "Boleh aku ikut terlibat?"Oriel yang sedang mengendalikan kemudi menoleh sebentar, begitu pun dengan Caroline. Si gadis berlesung pipi—Oriel—itu terkekeh dulu sebelum membalas, "Kau sebenarnya sudah terlibat cukup jauh, Chai.""Ori," geram Caroline saat mendengar nama Chai. Ia bahkan belum yakin apakah Chaiden dan Garvin adalah dua orang yang sama. Akan tetapi,

  • REINCARNATION    [18] Darkling Beetle

    Gelapnya langit malam tidak pernah sekelam jubah yang ia kenakan dan terangnya biru lautan tak bisa mengalahkan sorot matanya. Sayang beribu sayang, tidak ada yang dapat melihat mata biru terang di balik jubahnya. Hanya seonggok senyum culas yang terlihat. Frank tidak pernah benar-benar menikmati hidupnya, kecuali ketika ia bersama si gadis abadi—Caroline. Ia sudah cukup lama berkelana, dari satu kota ke kota lainnya, tidak satu pun gadis yang ia temui berhasil menggantikan posisi Caroline. Katakan Frank hanya terobsesi dan kalian sudah pasti salah besar. Frank sama sekali tidak terobsesi, dia sungguh-sungguh mencintai gadis itu. Kalau ada kata yang akan membuatnya terdengar lebih hiperbolis, Frank akan dengan senang hati mengucapkannya sekarang juga. Frank sudah mengikuti ke mana pun Caroline pergi, menyaksikan bagaimana gadis itu mengubah namanya berkali-kali dan sekarang gadis itu bernama Violin. Tidak penting nama apa yang dipilihnya, Caroline tetap akan menjadi Caroline. Putri t

  • REINCARNATION    [17] Alibi Oriel

    Serangkaian kebohongan keluar dari bibir Oriel ketika Caroline bertanya, "Jadi kalian bertemu di bus? Pertemuan yang romantis, tetapi aku tidak mengerti mengapa Frank bisa ikut andil dalam kasus ini."Oriel tidak memikirkan jawaban apa pun sebelumnya, hal-hal yang ia tuturkan kepada Caroline terjadi karena refleks. Dia tahu betul kalau identitas Frank sebagai Darkling Beetle tidak boleh diketahui siapa pun. Kalaupun Caroline boleh tahu, bukan Oriel yang memiliki hak untuk memberi tahunya. Jadi, Oriel mengisahkan kalau dia mengikuti Frank turun di halte ... entah nomor berapa dan dia tidak tahu bagaimana caranya pulang ke rumah. Hal itu tidak sepenuhnya alibi, saat itu Oriel memang tidak tahu dia sedang di mana. Maklum, Oswald masih begitu asing di matanya. Oriel bilang, saat itu Frank menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Akan tetapi, mereka masih sibuk berdiskusi saat tiba-tiba sebuah mobil mercedes berhenti di depan halte. Atasan Oriel keluar dari mobil itu dan memberi tahu ka

  • REINCARNATION    [16] Sepenggal Kisah Oriel

    Setelah mendengar cerita Oriel tentang pertemuannya dengan Frank, si rambut pirang jadi tidak terlalu mencurigakan sekarang. Wajar saja laki-laki itu mengetahui kasus Andrian Joe yang sedang diselidikinya dan percuma saja Caroline menyembunyikannya dari Frank. Toh, laki-laki itu juga ikut andil dalam kasus ini. Caroline tidak berniat meminta maaf kepada Frank walaupun saat ini Oriel dan laki-laki itu tengah menertawakannya. Bagi Caroline bukan suatu hal buruk kalau ia mencurigai Frank, toh, si rambut pirang memang pantas dicurigai. Kisah pertemuan kedua orang itu cukup menarik dan cukup berkesan untuk diingat. Kalau tidak salah—berarti benar—pertemuan mereka terjadi pada hari kedua Oriel menghirup udara Oswald. Saat itu...."Carol, apa kau tidak akan ikut?"Caroline tahu Oriel sedang melakukan pemanasan di teras rumah saat ini, gadis yang sudah pasti berusia jauh lebih muda (tentu saja, 'kan Caroline abadi) darinya itu bersiap hendak jogging sambil mengenal lingkungan sekitar. Akan

  • REINCARNATION    [15] Perjalanan Pulang

    Frank tidak membiarkan perjalanan pulang mereka diselimuti keheningan, ia sudah siap dengan berbagai pertanyaan. Dan pertanyaan pertamanya adalah, "Bagaimana? Kau sudah menemukan yang kau cari?"Tentu saja Caroline sudah tahu pertanyaan seperti itu akan didengarnya. Oleh sebab itu ia meminta buku kepada Dorothy, yang entah bagaimana wanita tua itu memiliki buku langka Oswald. Tidak tahu dia sudah pernah membacanya atau tidak. Akan tetapi, Caroline berharap opsi kedua yang menunjukkan kebenaran, karena kalau Dorothy sudah membacanya, dia pasti melihat wajah Caroline di dalam buku itu. Kalaupun opsi pertama yang benar, Caroline berharap wanita tua itu cukup pikun untuk melupakan keseluruhan isi bukunya. "Ini." Caroline menunjukkan buku yang tadi diambilnya dari Dorothy. Tales of Royal Aristocrat dicetak dalam ratusan—bahkan ribuan pada masanya. Seiring bergulirnya zaman buku itu masih terkenal dan beberapa dicetak dalam bentuk yang lebih modern, tetapi yang Caroline pegang saat ini adal

DMCA.com Protection Status