Kedengar suara pintu terbuka, aku yang sedang berada di mushallah mini rumah kami langsung bergegas untuk melihat siapa yang datang. Ternyata gadis itu yang datang, kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dan entah mengapa ia selalu telat pulang, setiap kali pulang wajahnya selalu terlihat amat lelah dan lesu.
Tadinya aku akan berniat untuk seketika mengusirnya tanpa membuang lebih banyak waktu. Namun tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalaku untuk memberi mereka pelajaran yang amat besar sehingga mereka akan mengingatnya seumur hidup. "Kamu dari mana aja, kok baru pulang jam segini? "Ada rapat BEM kak," jawabnya. "Emang kamu anggota BEM." "Iya ... I-iya aku anggota juga," jawabnya gugup. "Bisa kamu beri jawaban jujur Adila, kamu dari mana saja?" Tanyaku sambil bersedekap dan memicingkan mata. "Kok Mbak jadi curigaan gitu sih, kayak polisi aja, kalo Mbak terus memata-matai aku lebih baik aku pindah aja," ancamnya. "Sebenarnya aku tak keberatan, tapi sayangnya Ibu dan bapak pasti keberatan, dan aku tak mau membuat bapak cemas." "Kenapa Mbak bersikap aneh, selalu bertanya dan curiga, please deh Mbak, beri aku ruang." Ia terlihat marah. "Aku sudah banyak memberimu ruang, bahkan sangat banyak, lebih dari yang aku perkirakan, Adila!" Mendengar itu Adila terlihat menelan ludahnya, roman mukanya pucat pasi seolah-olah mengisyaratkan bahwa saat ini dia sedang takut. "Katakan kamu dari mana!" "Aku dari perpus sama teman-temanku," jawabnya mencicit takut sambil memeluk buku catatan besar miliknya. "Sama siapa?!" "S-sa-sama Luna, Nisa, Rudi, dan Weni," ucapnya terbata-bata. "Berikan nomornya aku akan menelepon mereka!" perintahku. "Aku gak simpan nomor mereka," jawabnya cepat. "Jangan bohong!" Sentakku yang membuatnya terperanjat. "Ti-tidak, demi Tuhan," ucapnya sambil menunduk. "Baik kalo begitu, silakan naik ke kamarmu," suruhku sambil memalingkan muka.. Gadis itu tak menjawab, namun segera naik ke lantai dua dengan cepat. Aku tahu, ia menyembunyikan hubungannya rapat-rapat dengan Mas Adam, begitu pun suamiku yang munafik itu, dia sok suci dengan banyak memberi ceramah dan fatwa tentang menjadi kakak dan istri yang baik, nyatanya ia lebih busuk dari apa yang kuduga. Sepanjang beberpaa jam tadi, seusai mendengar penuturan Rain, aku memang menangis, aku tak menyangka perbuatan mereka seperti itu. Yang lebih membuat hatiku koyak adalah adegan demi adegan perselingkuhan panas mereka telah terlihat oleh anakku. Entah apa yang bagaimana bergolaknya batin anakku menyaksikan semua itu, pasti ada syok, kaget, terluka dan berdebar-debar menyaksikan adegan dewasa yag bahkan belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Ya Allah .... Suara deru mesin mobil Mas adam terdengar dari garasi, sesaat kemudian mesinnya mati dan kudengar pintunya ditutup keras. Suara derap sepatu mendekat dan bunyi anak kunci yang ia masukkan ke lubang pintu terdengar bergesekan, berputar lalu pintunya terbuka. Pria yag oaling kucintai itu masuk dan menutup kembali daun pintu. Ketika membalikkan badan ia terkejut mendapatimu masih terduduk di sofa menatapnya nanar. "Kau masih belum tidur, Sa-Sayang?" Sayang? Sejak kapan ia memberiku panggilan semacam itu? "Aku menunggumu," jawabku singkat. "Tumben? Biasanya juga sudah tertidur, kamu gak usah khawatir aku akan baik-baik saja dan tetap pulang kok," jawabnya sambil tertawa kecil. "Masihkan kau menganggap aku dan tempat ini rumah untuk kau pulang, Mas?" "Astaga apa yang kamu katakan, Sayang?" ujarnya sambil mendekat dan membingkai wajahku dengan kedua tangannya. Sikap dan kata kata mesra yang terlihat dibuat- buat itu semakin membuktikan bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu. "Aku bertanya Mas," jawabku sambil menurunkan tangannya. "Tentu saja, Sayang ....' "Baru pertama kali kau memanggilku sayang, biasanya Bunda atau Aisyah," sanggahku. "A-anu a-aku hanya ingin mengubah suasana," jawabnya gugup. "Bukankah suasana sudah kau ubah sendiri?" "Sebaiknya kau tidur dari pada melantur," jawabnya sambik berusaha membangunkan dan menuntunku menuju kamar. ** . "Berbaringlah ya, Bunda, aku akan mandi dulu," bisiknya sambik mendekatkan bibirnya ke cuping telingaku dengan tujuan membuatku terangsang untuk memadu asmara, namun sayang aku muak padanya. Di momen yang bersamaan aku mencium baru mawar dan strawberry blossom, wangi khas parfum adikku menempel di kemeja miliknya, namun aku diam saja. "Pergilah mandi," suruhku sambil mendorong dadanya, ia tersenyum lalu mencium pucuk kepalaku. Ia masuk ke kamar mandi sambil bersiul dan bernyanyi riang, di saat bersamaan aku segera meraih kemeja yang baru ia masukkan ke keranjang cucian. "Aku yakin ada jejak menempel di sana," gumamku. Ada seikit noda lipstik di bagian kerah namun tak beraturan, aku berharap menemukan rambut Adila namun sepertinya tak tertinggal di sana. Ah, ponselnya ... Aku segera berlari ke nakas, berlomba dengan waktu mandi Mas Adam. Kubuka layar ponsel yang kebetulan tidak terkunci itu. Aku menelusuri galeri dan log panggilan namun lognya kosong, galerinya hany ada photoku dan anak-anakku. "Ah, tidak ada bukti di sini,' batinku sementara di kamar mandi sana suara keran air sudah di matikan. Kubuka secepat mungkin pesan wa miliknya dan benar saja ada beberapa chat mencurigakan di sana. [Aku tunggu di Nusa transit hotel, Babe ] tulis akun tanpa nama yang sepertinya adalah nomor baru Adila. [Oke, aku meluncur ya ] Tring ... Pesan baru masuk dan ketika kubuka ternyata dari nomor itu lagi. Kali ini sebuah pesan yang cukup membuatku kaget. [Yang tadi sore nikmaaaat ... Mas, rasanya aku mau lagi.] "Astaghfirullahaladzim ...." Ponsel nyaris terlepas dari tanganku sedang suara di kamar mandi susah senyap, dengan tangan gemetar dan dada bergemuruh serta jantung yang berdetak makin kencang aku segera membuka laci dan menyalin nomor tersebut di lenganku. Di saat bersamaan aku menulis angka terakhir, pintu terdengar dibuka, kutekan tombol matikan latar dan segera membalikkan badan, sialnya pulpen yang kupegang terjatuh dan meluncur ke lantai. Sesaat badanku kaku dan lidahku kelu untuk mengatakan sesuatu karena Mas Adam telah menatapku dengan kecurigaan. "Lagi apa kamu?" tanyanya sambil menatapku dan pulpen itu bergantian. Apa yang harus aku lakukan, aku gugup sementara suami menatapku tajam. Tolong ....Untungnya aku masih ingat nomor terakhir yang sempat kulihat di ponsel Mas adam, maka setelah aku menggenggam kuat kertas itu di tangan, aku segera berusaha menjauhinya."Anu, tadi aku mau lihat jam di hape Mas," jawabku gugup."Tapi ada jam dinding kok," ujarnya sambil melirik dinding kamar."A-anu, aku lupa Mas," jawabku sambil tersenyum lalu menjauhinya. Semoga dia tidak membuka pesan wa, karena dengan mengetahui bahwa pesan tersebut sudah centang biru. Dia akan curiga bahwa aku telah membacanya, aku tidak. ingin dia tahu bahwa aku sudah mengetahui permainan jahat mereka. Aku menyusun sebuah rencana kejam saat ini, aku akan mempermalukan Mas Adam dengan sebuan drama yang akan membuatnya ternganga, begitu juga adila adikku yang manis, aku pikir dia akan menyayangi dan menghormatiku sebagai kakaknya, tapi sia-sia sudah.Sambil menuangkan kopi panas kedalam cangkir aku terus berdoa semoga Allah memberi kekuatan untuk bertahan semnsgara mengumpulkan bukti dan mengatur rencana. Aku j
Lama mereka saling berbincang dalam keadaan berbisik, aku tak tahu apa yang mereka carakan namun kini aku melihat Mas Adam menarik pinggang gadis itu dengan lembut lalu menjatuhkannya di pangkuannya. Gadis itu menjerit manja tapi melingkarkan tangannya di kedua leher suamiku dengan manja.Karena penasaran aku mendekat dan untungnya di dekatku ada lemari di mana aku meletakkan ponsel tadi. Kuraih benda pipih itu dan kunyalakan rekaman video dan berjingkat-jingkat untuk merekam aksi mesum mereka."Mas ... apa sih, geniit banget," ujarnya setengah pelan."Aku kangen ...," jawab Mas Adam dengan napas memburu sambil menciumi gadis itu.Dadaku sakit, melihat pemandangan itu, napasku seolah tersengal-sengal dan ingin kubunuh saja mereka saat ini juga.Namun aku menahannya, karena jika aku membuat keributan sekarang, maka kami akan bercerai dan aku tak jadi bisa mengekspos aib mereka, aku merugi sedang mereka menjalani hidup dengan tenang dan bahagia."Aku harus kendalikan diri," gumamku."M
Sementara mereka telah pergi, suami ke kantor dan Adila di tempat kuliahnya, aku segera pergi ke gerai yang menyediakan alat-alat canggih seperti ponsel, kamera pengawas, dan alat perekam.Berencana untuk memasang CCTV kecil di sudut kamar Adila untuk melihat apa saja yang dilakukan. Dan ya, aku akan membeli beberapa untuk dipasangkan di sudut rumah dan di mobil Mas Adam. Kurasa semakin banyak bukti semakin sulit mereka untuk berkelit lagi pula bagaimana akan berkelit jika aku akan mengirimkan bukti itu di media sosial dimana semua orang bisa melihatnya dan jejak digital itu tidak akan bisa hilang secepatnya.Itu adalah pelajaran yang akan menghancurkan harga diri dan muka mereka berkeping keping. Kuraih kunci motor dan kugendong Clara menggunakan gendongan depan lalu menuju toko yang aku maksud.Sekembalinya dari toko, aku segera membongkar belanjaan dan membaca buku petunjuk pemakaian lalu mengambil tangga kecil di garasi dan mulai mengutak-ngatik di mana aku akan meletakkan kamer
Pagi ini ini aku mendapatkan sebuah undangan dari keluarga jauh orang tuaku yang mengadakan jamuan makan malam untuk meresmikan pertunangan anaknya, dia adalah tante Ratih, adik sepupu ibuku.Dia telah menelepon dan memintaku untuk datang, bahwa aku harus menghadiri jamuan makan tersebut karena secara teknis hanya aku dan beberapa keluarga lain yang satu kota dengannya, orang tuaku dan sepupunya yang lain berada di kota seberang.Jika tidak ada halangan maka aku telah berjanji untuk menghadiri jamuan makan tersebut.*Sore hari, Entah kenapa adikku adila mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tv sementara biasanya di jam-jam sore begini kami sekeluarga berkumpul dan bercengkrama bersama.Tentu saja melihat keberadaanku dan adila Mas Adam dan kedua anak kami bergabung lalu mengobrol sambil menonton TV."Mas nanti malam ada acara tidak?""Tidak ada," jawabnya sambil menatapku."Kamu Adila? Kamu ada agenda malam ini?""Gak ada, Mbak," jawabnya singkat."Kebetulan, Tante Ratih mengundang u
Untuk mengurai kecanggungan yang ada, aku segera mengambil alih situasi dan mengatakan mungkin viona salah lihat. Kebetulan Tante Ratih juga sudah memanggil dan mempersilakan kami untuk bergabung di meja makan."Senang rasanya bisa menyatukan keluarga dalam satu meja," ujarnya."Oh ya, Tante, kenapa tidak dirayakan dengan meriah di hotel?" tanya salah seorang sepupuku."Aku ingin lebih dekat dengan keluarga, lagipula kalo mengundang banyak orang di luar keluarga inti, aku akan kekurangan waktu untuk menyapa dan melayani kalian dengan baik sebagai tuan rumah." Wanita kaya itu tersenyum dan pesona kecantikan serta jiwa keibuannya terpancar sempurna."Oh, ya, Adam, kamu masih kerja di perusahaan yag dulu?""Iya, Tante," jawab suamiku."Kamu sudah dipromosikan, kalo bekun gabung sama om saja, kebetulan om kamu managernya, jadi dia akan menolongmu," tawarnya ramah."Oh, terima kasih sebelumnya Tante, posisi saya Alhamdulillah sudah bagus, sayang ditinggalkan takut nanti tidak cocok dengan
***Ada apa dengan hatimuHati yang dulu ada untukkuKini tak lagi sama ...Ada apa dengan hatimu,Karena tak kutemukan ruang yang sama, di mana aku pernah berada dan mengisinya dengan cinta.*Kidung kesedihan itu bergelayut di dalam hatiku setelah melihat perubahan Mas Adam, semuanya tak lagi sama suamiku mendadak dingin dan kaku setelah sekian bulan berlalu.Dulu sebelum datangnya orang ketiga dalam rumah ini kami sangat bahagia, Mas adam memperlakukanku seperti boneka yang selalu ia gendong tinggi-tinggi dan peluk ketika ia berada di rumah. Kini ... aku tak ingat kapan terakhir kali ia menyentuh tanganku.Aku menceritakan tentang orang ketiga bukan?Aku tidak yakin dia adalah orang yang ketiga karena mustahil aku mencurigai adikku sendiri. Adikku satu-satunya yang dititipkan orang tua untuk tinggal di sini sementara ia menuntut ilmu di perguruan tinggi.Dulunya Adila, kurang dekat dengan Mas Adam mereka sama sekali tidak pernah ngobrol berdua kecuali ada aku diantara mereka, adik
Mereka saling melirik dengan binar yang sulit kumengerti apa maksudnya."Kayaknya tadi kamu lupa sesuatu deh,""Apaan sih, Mas, aku nggak lupa apa-apa kok," jawab adyla sambil tertawa dan sedikit menyentuh dada Mas Adam. Dan itu dilakukan di hadapanku, benar-benar keterlaluan."Ehem, kalian agak terlambat dari mana ya?" tanyaku yang sengaja mengalihkan perhatian mereka."Macet." Mas Adam menjawab singkat."Adila kamu langsung ke atas, habis itu ganti baju lalu bantu Mbak masak di dapur," pintaku kepada adikku itu."Iya mbak."Gadis berusia 20 tahun itu naik ke atas untuk mengganti pakaiannya, selepas naiknya dia Mas Adam langsung menghampiri dan mencolek lenganku."Kamu ngapain sih suruh suruh dia, kamu tahu kan kalau sepanjang hari dia di kampus pastinya capek banget, sampai sakit orang tuamu pasti akan marah.""Sejak kapan Mas ada menjadi begitu perhatian kepada Adila, wajar aja kok kalau dia nolongin aku di dapur, lagipula dia tinggal di sini sedikit tidaknya dia harus membantu kit
Adzan subuh berkumandang, menyadarkanku dari tidur lelap sepanjang malam aku segera bergegas bangkit dan membersihkan diri lalu menghamparkan sejarah dan beribadah.Kulangitkan begitu banyak doa dan harapan kepada Tuhan, semoga sang pencipta meluaskan perasaanku dan menghilangkan semua rasa gelisah dan curiga di dada ini.Seusai melipat sejadah aku kemudian memakai kerudung lalu turun untuk menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah."Mbak aku berangkat lebih pagi ya," ucap Adila padaku yang terlihat telah siap pergi kuliah."Tapi ini masih gelap ...." Aku heran sekali."Aku adalah panitia organisasi di kampus, aku harus siap siap Mbak.""Oh, begitu ya, kalo gitu kamu sarapan dulu ya," kataku."Baik, Mbak. Tapi aku boleh minta tolong Mas adam gak, buat nganterin aku takut aku telat," pintanya."Kayaknya masih tidur deh, soalnya tadi malam ia begadang," tolakku halus, " atau gini aja, kamu pesan taksi online biar Mbak yang tambah uangnya.""Mas Adam udah bangun kok Mbak dia lagi manasin
Untuk mengurai kecanggungan yang ada, aku segera mengambil alih situasi dan mengatakan mungkin viona salah lihat. Kebetulan Tante Ratih juga sudah memanggil dan mempersilakan kami untuk bergabung di meja makan."Senang rasanya bisa menyatukan keluarga dalam satu meja," ujarnya."Oh ya, Tante, kenapa tidak dirayakan dengan meriah di hotel?" tanya salah seorang sepupuku."Aku ingin lebih dekat dengan keluarga, lagipula kalo mengundang banyak orang di luar keluarga inti, aku akan kekurangan waktu untuk menyapa dan melayani kalian dengan baik sebagai tuan rumah." Wanita kaya itu tersenyum dan pesona kecantikan serta jiwa keibuannya terpancar sempurna."Oh, ya, Adam, kamu masih kerja di perusahaan yag dulu?""Iya, Tante," jawab suamiku."Kamu sudah dipromosikan, kalo bekun gabung sama om saja, kebetulan om kamu managernya, jadi dia akan menolongmu," tawarnya ramah."Oh, terima kasih sebelumnya Tante, posisi saya Alhamdulillah sudah bagus, sayang ditinggalkan takut nanti tidak cocok dengan
Pagi ini ini aku mendapatkan sebuah undangan dari keluarga jauh orang tuaku yang mengadakan jamuan makan malam untuk meresmikan pertunangan anaknya, dia adalah tante Ratih, adik sepupu ibuku.Dia telah menelepon dan memintaku untuk datang, bahwa aku harus menghadiri jamuan makan tersebut karena secara teknis hanya aku dan beberapa keluarga lain yang satu kota dengannya, orang tuaku dan sepupunya yang lain berada di kota seberang.Jika tidak ada halangan maka aku telah berjanji untuk menghadiri jamuan makan tersebut.*Sore hari, Entah kenapa adikku adila mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tv sementara biasanya di jam-jam sore begini kami sekeluarga berkumpul dan bercengkrama bersama.Tentu saja melihat keberadaanku dan adila Mas Adam dan kedua anak kami bergabung lalu mengobrol sambil menonton TV."Mas nanti malam ada acara tidak?""Tidak ada," jawabnya sambil menatapku."Kamu Adila? Kamu ada agenda malam ini?""Gak ada, Mbak," jawabnya singkat."Kebetulan, Tante Ratih mengundang u
Sementara mereka telah pergi, suami ke kantor dan Adila di tempat kuliahnya, aku segera pergi ke gerai yang menyediakan alat-alat canggih seperti ponsel, kamera pengawas, dan alat perekam.Berencana untuk memasang CCTV kecil di sudut kamar Adila untuk melihat apa saja yang dilakukan. Dan ya, aku akan membeli beberapa untuk dipasangkan di sudut rumah dan di mobil Mas Adam. Kurasa semakin banyak bukti semakin sulit mereka untuk berkelit lagi pula bagaimana akan berkelit jika aku akan mengirimkan bukti itu di media sosial dimana semua orang bisa melihatnya dan jejak digital itu tidak akan bisa hilang secepatnya.Itu adalah pelajaran yang akan menghancurkan harga diri dan muka mereka berkeping keping. Kuraih kunci motor dan kugendong Clara menggunakan gendongan depan lalu menuju toko yang aku maksud.Sekembalinya dari toko, aku segera membongkar belanjaan dan membaca buku petunjuk pemakaian lalu mengambil tangga kecil di garasi dan mulai mengutak-ngatik di mana aku akan meletakkan kamer
Lama mereka saling berbincang dalam keadaan berbisik, aku tak tahu apa yang mereka carakan namun kini aku melihat Mas Adam menarik pinggang gadis itu dengan lembut lalu menjatuhkannya di pangkuannya. Gadis itu menjerit manja tapi melingkarkan tangannya di kedua leher suamiku dengan manja.Karena penasaran aku mendekat dan untungnya di dekatku ada lemari di mana aku meletakkan ponsel tadi. Kuraih benda pipih itu dan kunyalakan rekaman video dan berjingkat-jingkat untuk merekam aksi mesum mereka."Mas ... apa sih, geniit banget," ujarnya setengah pelan."Aku kangen ...," jawab Mas Adam dengan napas memburu sambil menciumi gadis itu.Dadaku sakit, melihat pemandangan itu, napasku seolah tersengal-sengal dan ingin kubunuh saja mereka saat ini juga.Namun aku menahannya, karena jika aku membuat keributan sekarang, maka kami akan bercerai dan aku tak jadi bisa mengekspos aib mereka, aku merugi sedang mereka menjalani hidup dengan tenang dan bahagia."Aku harus kendalikan diri," gumamku."M
Untungnya aku masih ingat nomor terakhir yang sempat kulihat di ponsel Mas adam, maka setelah aku menggenggam kuat kertas itu di tangan, aku segera berusaha menjauhinya."Anu, tadi aku mau lihat jam di hape Mas," jawabku gugup."Tapi ada jam dinding kok," ujarnya sambil melirik dinding kamar."A-anu, aku lupa Mas," jawabku sambil tersenyum lalu menjauhinya. Semoga dia tidak membuka pesan wa, karena dengan mengetahui bahwa pesan tersebut sudah centang biru. Dia akan curiga bahwa aku telah membacanya, aku tidak. ingin dia tahu bahwa aku sudah mengetahui permainan jahat mereka. Aku menyusun sebuah rencana kejam saat ini, aku akan mempermalukan Mas Adam dengan sebuan drama yang akan membuatnya ternganga, begitu juga adila adikku yang manis, aku pikir dia akan menyayangi dan menghormatiku sebagai kakaknya, tapi sia-sia sudah.Sambil menuangkan kopi panas kedalam cangkir aku terus berdoa semoga Allah memberi kekuatan untuk bertahan semnsgara mengumpulkan bukti dan mengatur rencana. Aku j
Kedengar suara pintu terbuka, aku yang sedang berada di mushallah mini rumah kami langsung bergegas untuk melihat siapa yang datang. Ternyata gadis itu yang datang, kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dan entah mengapa ia selalu telat pulang, setiap kali pulang wajahnya selalu terlihat amat lelah dan lesu.Tadinya aku akan berniat untuk seketika mengusirnya tanpa membuang lebih banyak waktu. Namun tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalaku untuk memberi mereka pelajaran yang amat besar sehingga mereka akan mengingatnya seumur hidup."Kamu dari mana aja, kok baru pulang jam segini?"Ada rapat BEM kak," jawabnya."Emang kamu anggota BEM.""Iya ... I-iya aku anggota juga," jawabnya gugup."Bisa kamu beri jawaban jujur Adila, kamu dari mana saja?" Tanyaku sambil bersedekap dan memicingkan mata."Kok Mbak jadi curigaan gitu sih, kayak polisi aja, kalo Mbak terus memata-matai aku lebih baik aku pindah aja," ancamnya."Sebenarnya aku tak keberatan, tapi sayangnya I
Akhir-akhir ini kedekatan mereka menjadi terhalang oleh sikapku yang saat ini menjadi tegas dan kerap memperhatikan mereka. Aku tak lagi membiarkan Mas Adam sarapan semeja dengan Adila, begitupun ketika pulang dari kampusnya Aku meminta adikku untuk menaiki taksi online saja.Pernah dia meminta sekali agar Mas Adam bisa mengantarkannya ke suatu tempat di mana sebuah pesta sedang berlangsung yang tamunya adalah senior dan kakak angkatan Adila, namun aku dengan tegas menolak permintaan tersebut dan beralasan bahwa Mas Adam harus menjemput Rain dari tempat lesnya."Mbak terlalu curiga kepadaku," keluhnya sambil menyandarkan diri di dinding setelah aku menolak permintaan terakhir kalinya agar Mas Adam mau menjemputnya sore nanti."Aku tidak curiga,aku hanya menjaga segala sesuatu sesuai pada tempat dan batasannya.""Hubungan kami jadi kaku dan canggung gara-gara Mbak, padahal Mas Adam adalah pria dan kakak yang baik.""Aku ingin dia menjadi kakak yang baik sesuai pada tempatnya tidak berl
Mereka sampai di rumah, membuka pintu dan masih tetap bercanda tawa dan ceria seperti kemarin, tapi setelahnya mereka terkejut mendapatiku sudah duduk di sofa dan menatap mereka dengan nanar"Mas Adam, adila, kemari! Aku ingin bicara!" kataku menatap mereka dengan serius."Bicara apa, ini sudah malam dan kami lelah," balas Mas Adam.Lelah katanya, lelah darimana? Mas adam tak mengindahkan ucapanku, ia melengos dan berlalu namun aku tak mau tinggal diam."Aku bilang, aku ingin bicara!" Mereka kaget, mas Adam sejetika membalikkan badan dan menghampiriku di sofa, tentu dengan raut heran."Ada apa denganmu, sampai berteriak seperti itu, apa kamu waras?""Aku belum gila Mas, aku hanya ingin bertanya kepada kalian berdua!" "Kalau begitu tanyakan, silakan!" Ia tak kalah sengitnya, namun aku tahu ini hanya cara untuk menggertakku."Duduklah Mas," pintaku."Gak usah." Ia berdiri dan berkacak pinggang kepadaku, tidak menimbang perasaan atau memberiku sebuah penghargaan sepantasnya sebaga
Keesokan harinya ketika semua orang telah pergi dan beraktivitas di kegiatan mereka masing-masing, aku memilih membereskan rumah ketika sudah selesai mencuci dan memasak. Karena sudah lama tidak membersihkan lantai atas aku berinisiatif untuk mengambil sapu dan mengepel di atas sana.Aku mulai menyapu bagian koridor depan dan tempat bermain anak-anakku membersihkan debu yang menempel di sofa dan TV lalu kemudian mengibar gorden jendela dan membukanya agar udara segar masuk ke dalam rumah kami.Kemudian aku beralih ke kamar Rain untuk membersihkan dan mengambil baju baju kotor putraku itu.Setelah 20 menit berkutat di kamar Rain, aku kemudian menuju kamar Adila untuk memeriksa keadaan di dalam sana jika ternyata masih bersih maka aku tidak perlu menyapu dan mengepelnya.Namun ekspektasiku sepertinya gagal ketika membuka pintu karena kamar adikku masih sama tampilannya seperti malam tadi berantakan dan awut awutan, seprai terlepas sebagian dan bantal masih berserakan di lantai membuatk