Akhir-akhir ini kedekatan mereka menjadi terhalang oleh sikapku yang saat ini menjadi tegas dan kerap memperhatikan mereka. Aku tak lagi membiarkan Mas Adam sarapan semeja dengan Adila, begitupun ketika pulang dari kampusnya Aku meminta adikku untuk menaiki taksi online saja.
Pernah dia meminta sekali agar Mas Adam bisa mengantarkannya ke suatu tempat di mana sebuah pesta sedang berlangsung yang tamunya adalah senior dan kakak angkatan Adila, namun aku dengan tegas menolak permintaan tersebut dan beralasan bahwa Mas Adam harus menjemput Rain dari tempat lesnya. "Mbak terlalu curiga kepadaku," keluhnya sambil menyandarkan diri di dinding setelah aku menolak permintaan terakhir kalinya agar Mas Adam mau menjemputnya sore nanti. "Aku tidak curiga,aku hanya menjaga segala sesuatu sesuai pada tempat dan batasannya." "Hubungan kami jadi kaku dan canggung gara-gara Mbak, padahal Mas Adam adalah pria dan kakak yang baik." "Aku ingin dia menjadi kakak yang baik sesuai pada tempatnya tidak berlebih-lebihan." "Aku menganggapnya kakak kandungku." Entah pura-pura lugu atau pura-pura bodoh aku ingin sekali mencakar wajah Adila atas ketidak mengertiannya pada penjelasanku. "Aku sedih harus kehilangan sosok Mas Adam yang baik dan sangat ramah," ucapnya sambil memberengut. "Kamu ... Merasa kehilangan suamiku?" "Ehem, maksudku, aku hanya ...." "Diam dan pergilah, ke kampusmu." Dia terperanjat mendengar ucapanku. "Lama aku gak tahan tinggal sama Mbak," sungutnya sambil menarik tas dengan kasar dari atas meja lalu keluar dari pintu utama sambil membanting pintu tersebut. "Hei tunggu! Tunggu!" Aku berteriak padanya namun dia sudah pergi, jika berlarut larut seperti ini aku tidak akan segan-segan untuk mengusirnya. * Kuambil ponsel dan segera menghubungi Mas Adam, setelah 2 menit sambungan akhirnya Suamiku itu mengangkat teleponnya. "Mas ada di mana?" "Di kantor." "Aku ingin segera pulang setelah urusan di kantor selesai." "Aneh, kamu tiba-tiba nyuruh aku segera pulang, aku ada rapat dengan klien di Brasserie cafe." "Kok di situ?" "Mereka yang menentukan." "Mas harus ke sana sekarang juga?" "Iya, Aisyah, maaf ya." * Pukul 4 sore hari putraku kembali dari sekolahnya setelah meletakkan tas dan membuka sepatu, dia segera menemuiku yang sedang berada di dapur dan langsung mencium tanganku. "Sore Bunda..." "Sore, Sayang." "Ayah udah di rumah belum?" "Belum," jawabku singkat. "Kok aku tadi sempat melihat ayah semobil dengan tante Adila?" Deg! Rasanya jantungku berhenti berdetak ketika Rain memberitahu jika ayahnya sedang bersama adikku lagi. Jelas jelas malam tadi aku telah melarang mereka berdua untuk berdua-duaan saja. "Terus mereka pergi ke arah mana?" "Nggak tahu Bun kayaknya arahnya berlawanan dari rumah kita, menuju jalan kapten Rivai," jawab Rain. Kepala dan telingaku terasa berasap mendengar penuturan anakku,yang Mas Adam dan Nadila rencanakan dengan pergi berdua saja menuju jalan yang disebutkan anakku tadi dimana di jalan tersebut aja hanya ada jejeran Mall dan salon salon mewah. "Bunda kenapa kok kelihatan gak senang, semalam tadi juga, aku sempat mendengar keributan di bawah, sebenarnya apa yang terjadi Bunda?" "Eh, gak apa kok sayang," jawabku. "Bunda gak senang, tante Adila bersikap mesra kepada ayah kan?" Aku terkejut mendengar ucapannya dari mana dia mengetahui kalimat-kalimat semacam itu. Kuhampiri ya lalu berjongkok di depannya sambil memegang kedua bahu anak lelakiku itu. "Mesra? Kenapa kamu sampai berpikir seperti itu Nak?" "Iya ... aku hanya merasa aneh saja Bun, soalnya Bunda nggak pernah bersikap seperti itu kepada ayah," jawannya. "Bersikap seperti apa maksudmu?" Tanyaku sambil menahan nafas dan berhati-hati. "Memeluk, membelai, menepuk, menatap lama ... Tapi entahlah ...." Mengendikkan bahunya tanda tidak mengerti. "Memangnya kamu pernah melihat mereka seperti itu?" Tanyaku dengan nafas memburu," sambil menguatkan pegangan tanganku di bahunya. "Uhmm ... anu ... aku ...." Anakku terlihat takut dan ragu. "Katakan saja jangan takut!" tegasku. "Ketika malam di mana Bunda naik untuk memanggil-manggil ayah dan dan tidak menemukannya di kamar tante Adila." "Emangnya posisi ayah saat itu ada di mana?" "Di balkon." Dadaku seolah ditimpakan batu yang besar mendengar ucapan Rain, napas jiwaku selah berhenti sampai di situ, aku terkejut dan syok, mengapa putraku bisa menyaksikan itu dan dia diam saja. "Kamu tahu, dan kenapa diam aja?" "Aku takut, aku takut salah ngomong Bund,. Aku kira itu hal biasa," jawabnya. "Tapi rain sudah besar kan? Untuk memahami bahwa hubungan kakak beradik ayah dan Tante Adila, bukan begitu, iya kan?" Desakku. "Iya, sih, tapi ... Aku takut bunda akan marah, dan memgusir semua orang dari rumah." Ah, aku hanya ternganga mendengar anakku, dia bingung manakala dia harus memberitahuku bahwa melihat ayahnya bermesraan dengan Adila, tapi si sisi lain dia takut akan resiko yang terjadi setelah aku mengetahui semuanyanya. Akan ada ledakan besar di rumah ini. "Ibu pasti marah kan, Tante Adila bergelayut seperti istri muda?" Tentu saja aku terperanjat mendengar ucapan anakku, aku tak percaya sampai-sampai sampai harus menutup mulut sendiri, aku tak percaya bahwa dia bisa mengatakan hal itu. "A-apa?" "Mereka pacaran kan? Kalo iya, kita harus usir Bunda." Pertanyaannya seolah memberiku sebuah penegasan. "Kamu yakin dengan apa yang kamu lihat? Jangan-jangan kita hanya salah paham," biskku pelan. " Mereka bermesraan seperti adegan di film film India Bunda," jawabnya sedikit gugup. "Kamu sering melihat itu?" "Tiap malam." "Ayah nggak tahu kalau kamu melihatnya?" "Mungkin Ayah bisa memukulku kalau Ayah tahu, bisa jadi aku akan diusir dari rumah ini, Bunda, aku takut." "Ya Allah ...," desahku sambil mengusap air mata. Entah kenapa dari sekian banyak rasa sakit yang pernah aku rasakan di hidupku, rasa sakit inilah yang paling menyakitkan dan jika bisa memilih tentu aku ingin lari saja dari semua ini. "Bunda kenapa?" ulangnya lagi. "Tidak ... Tidak ...." Aku memeluk anak lelaki yang baru kelas 6 SD itu sambil menangis tersedu-seduKedengar suara pintu terbuka, aku yang sedang berada di mushallah mini rumah kami langsung bergegas untuk melihat siapa yang datang. Ternyata gadis itu yang datang, kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dan entah mengapa ia selalu telat pulang, setiap kali pulang wajahnya selalu terlihat amat lelah dan lesu.Tadinya aku akan berniat untuk seketika mengusirnya tanpa membuang lebih banyak waktu. Namun tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalaku untuk memberi mereka pelajaran yang amat besar sehingga mereka akan mengingatnya seumur hidup."Kamu dari mana aja, kok baru pulang jam segini?"Ada rapat BEM kak," jawabnya."Emang kamu anggota BEM.""Iya ... I-iya aku anggota juga," jawabnya gugup."Bisa kamu beri jawaban jujur Adila, kamu dari mana saja?" Tanyaku sambil bersedekap dan memicingkan mata."Kok Mbak jadi curigaan gitu sih, kayak polisi aja, kalo Mbak terus memata-matai aku lebih baik aku pindah aja," ancamnya."Sebenarnya aku tak keberatan, tapi sayangnya I
Untungnya aku masih ingat nomor terakhir yang sempat kulihat di ponsel Mas adam, maka setelah aku menggenggam kuat kertas itu di tangan, aku segera berusaha menjauhinya."Anu, tadi aku mau lihat jam di hape Mas," jawabku gugup."Tapi ada jam dinding kok," ujarnya sambil melirik dinding kamar."A-anu, aku lupa Mas," jawabku sambil tersenyum lalu menjauhinya. Semoga dia tidak membuka pesan wa, karena dengan mengetahui bahwa pesan tersebut sudah centang biru. Dia akan curiga bahwa aku telah membacanya, aku tidak. ingin dia tahu bahwa aku sudah mengetahui permainan jahat mereka. Aku menyusun sebuah rencana kejam saat ini, aku akan mempermalukan Mas Adam dengan sebuan drama yang akan membuatnya ternganga, begitu juga adila adikku yang manis, aku pikir dia akan menyayangi dan menghormatiku sebagai kakaknya, tapi sia-sia sudah.Sambil menuangkan kopi panas kedalam cangkir aku terus berdoa semoga Allah memberi kekuatan untuk bertahan semnsgara mengumpulkan bukti dan mengatur rencana. Aku j
Lama mereka saling berbincang dalam keadaan berbisik, aku tak tahu apa yang mereka carakan namun kini aku melihat Mas Adam menarik pinggang gadis itu dengan lembut lalu menjatuhkannya di pangkuannya. Gadis itu menjerit manja tapi melingkarkan tangannya di kedua leher suamiku dengan manja.Karena penasaran aku mendekat dan untungnya di dekatku ada lemari di mana aku meletakkan ponsel tadi. Kuraih benda pipih itu dan kunyalakan rekaman video dan berjingkat-jingkat untuk merekam aksi mesum mereka."Mas ... apa sih, geniit banget," ujarnya setengah pelan."Aku kangen ...," jawab Mas Adam dengan napas memburu sambil menciumi gadis itu.Dadaku sakit, melihat pemandangan itu, napasku seolah tersengal-sengal dan ingin kubunuh saja mereka saat ini juga.Namun aku menahannya, karena jika aku membuat keributan sekarang, maka kami akan bercerai dan aku tak jadi bisa mengekspos aib mereka, aku merugi sedang mereka menjalani hidup dengan tenang dan bahagia."Aku harus kendalikan diri," gumamku."M
Sementara mereka telah pergi, suami ke kantor dan Adila di tempat kuliahnya, aku segera pergi ke gerai yang menyediakan alat-alat canggih seperti ponsel, kamera pengawas, dan alat perekam.Berencana untuk memasang CCTV kecil di sudut kamar Adila untuk melihat apa saja yang dilakukan. Dan ya, aku akan membeli beberapa untuk dipasangkan di sudut rumah dan di mobil Mas Adam. Kurasa semakin banyak bukti semakin sulit mereka untuk berkelit lagi pula bagaimana akan berkelit jika aku akan mengirimkan bukti itu di media sosial dimana semua orang bisa melihatnya dan jejak digital itu tidak akan bisa hilang secepatnya.Itu adalah pelajaran yang akan menghancurkan harga diri dan muka mereka berkeping keping. Kuraih kunci motor dan kugendong Clara menggunakan gendongan depan lalu menuju toko yang aku maksud.Sekembalinya dari toko, aku segera membongkar belanjaan dan membaca buku petunjuk pemakaian lalu mengambil tangga kecil di garasi dan mulai mengutak-ngatik di mana aku akan meletakkan kamer
Pagi ini ini aku mendapatkan sebuah undangan dari keluarga jauh orang tuaku yang mengadakan jamuan makan malam untuk meresmikan pertunangan anaknya, dia adalah tante Ratih, adik sepupu ibuku.Dia telah menelepon dan memintaku untuk datang, bahwa aku harus menghadiri jamuan makan tersebut karena secara teknis hanya aku dan beberapa keluarga lain yang satu kota dengannya, orang tuaku dan sepupunya yang lain berada di kota seberang.Jika tidak ada halangan maka aku telah berjanji untuk menghadiri jamuan makan tersebut.*Sore hari, Entah kenapa adikku adila mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tv sementara biasanya di jam-jam sore begini kami sekeluarga berkumpul dan bercengkrama bersama.Tentu saja melihat keberadaanku dan adila Mas Adam dan kedua anak kami bergabung lalu mengobrol sambil menonton TV."Mas nanti malam ada acara tidak?""Tidak ada," jawabnya sambil menatapku."Kamu Adila? Kamu ada agenda malam ini?""Gak ada, Mbak," jawabnya singkat."Kebetulan, Tante Ratih mengundang u
Untuk mengurai kecanggungan yang ada, aku segera mengambil alih situasi dan mengatakan mungkin viona salah lihat. Kebetulan Tante Ratih juga sudah memanggil dan mempersilakan kami untuk bergabung di meja makan."Senang rasanya bisa menyatukan keluarga dalam satu meja," ujarnya."Oh ya, Tante, kenapa tidak dirayakan dengan meriah di hotel?" tanya salah seorang sepupuku."Aku ingin lebih dekat dengan keluarga, lagipula kalo mengundang banyak orang di luar keluarga inti, aku akan kekurangan waktu untuk menyapa dan melayani kalian dengan baik sebagai tuan rumah." Wanita kaya itu tersenyum dan pesona kecantikan serta jiwa keibuannya terpancar sempurna."Oh, ya, Adam, kamu masih kerja di perusahaan yag dulu?""Iya, Tante," jawab suamiku."Kamu sudah dipromosikan, kalo bekun gabung sama om saja, kebetulan om kamu managernya, jadi dia akan menolongmu," tawarnya ramah."Oh, terima kasih sebelumnya Tante, posisi saya Alhamdulillah sudah bagus, sayang ditinggalkan takut nanti tidak cocok dengan
***Ada apa dengan hatimuHati yang dulu ada untukkuKini tak lagi sama ...Ada apa dengan hatimu,Karena tak kutemukan ruang yang sama, di mana aku pernah berada dan mengisinya dengan cinta.*Kidung kesedihan itu bergelayut di dalam hatiku setelah melihat perubahan Mas Adam, semuanya tak lagi sama suamiku mendadak dingin dan kaku setelah sekian bulan berlalu.Dulu sebelum datangnya orang ketiga dalam rumah ini kami sangat bahagia, Mas adam memperlakukanku seperti boneka yang selalu ia gendong tinggi-tinggi dan peluk ketika ia berada di rumah. Kini ... aku tak ingat kapan terakhir kali ia menyentuh tanganku.Aku menceritakan tentang orang ketiga bukan?Aku tidak yakin dia adalah orang yang ketiga karena mustahil aku mencurigai adikku sendiri. Adikku satu-satunya yang dititipkan orang tua untuk tinggal di sini sementara ia menuntut ilmu di perguruan tinggi.Dulunya Adila, kurang dekat dengan Mas Adam mereka sama sekali tidak pernah ngobrol berdua kecuali ada aku diantara mereka, adik
Mereka saling melirik dengan binar yang sulit kumengerti apa maksudnya."Kayaknya tadi kamu lupa sesuatu deh,""Apaan sih, Mas, aku nggak lupa apa-apa kok," jawab adyla sambil tertawa dan sedikit menyentuh dada Mas Adam. Dan itu dilakukan di hadapanku, benar-benar keterlaluan."Ehem, kalian agak terlambat dari mana ya?" tanyaku yang sengaja mengalihkan perhatian mereka."Macet." Mas Adam menjawab singkat."Adila kamu langsung ke atas, habis itu ganti baju lalu bantu Mbak masak di dapur," pintaku kepada adikku itu."Iya mbak."Gadis berusia 20 tahun itu naik ke atas untuk mengganti pakaiannya, selepas naiknya dia Mas Adam langsung menghampiri dan mencolek lenganku."Kamu ngapain sih suruh suruh dia, kamu tahu kan kalau sepanjang hari dia di kampus pastinya capek banget, sampai sakit orang tuamu pasti akan marah.""Sejak kapan Mas ada menjadi begitu perhatian kepada Adila, wajar aja kok kalau dia nolongin aku di dapur, lagipula dia tinggal di sini sedikit tidaknya dia harus membantu kit
Untuk mengurai kecanggungan yang ada, aku segera mengambil alih situasi dan mengatakan mungkin viona salah lihat. Kebetulan Tante Ratih juga sudah memanggil dan mempersilakan kami untuk bergabung di meja makan."Senang rasanya bisa menyatukan keluarga dalam satu meja," ujarnya."Oh ya, Tante, kenapa tidak dirayakan dengan meriah di hotel?" tanya salah seorang sepupuku."Aku ingin lebih dekat dengan keluarga, lagipula kalo mengundang banyak orang di luar keluarga inti, aku akan kekurangan waktu untuk menyapa dan melayani kalian dengan baik sebagai tuan rumah." Wanita kaya itu tersenyum dan pesona kecantikan serta jiwa keibuannya terpancar sempurna."Oh, ya, Adam, kamu masih kerja di perusahaan yag dulu?""Iya, Tante," jawab suamiku."Kamu sudah dipromosikan, kalo bekun gabung sama om saja, kebetulan om kamu managernya, jadi dia akan menolongmu," tawarnya ramah."Oh, terima kasih sebelumnya Tante, posisi saya Alhamdulillah sudah bagus, sayang ditinggalkan takut nanti tidak cocok dengan
Pagi ini ini aku mendapatkan sebuah undangan dari keluarga jauh orang tuaku yang mengadakan jamuan makan malam untuk meresmikan pertunangan anaknya, dia adalah tante Ratih, adik sepupu ibuku.Dia telah menelepon dan memintaku untuk datang, bahwa aku harus menghadiri jamuan makan tersebut karena secara teknis hanya aku dan beberapa keluarga lain yang satu kota dengannya, orang tuaku dan sepupunya yang lain berada di kota seberang.Jika tidak ada halangan maka aku telah berjanji untuk menghadiri jamuan makan tersebut.*Sore hari, Entah kenapa adikku adila mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tv sementara biasanya di jam-jam sore begini kami sekeluarga berkumpul dan bercengkrama bersama.Tentu saja melihat keberadaanku dan adila Mas Adam dan kedua anak kami bergabung lalu mengobrol sambil menonton TV."Mas nanti malam ada acara tidak?""Tidak ada," jawabnya sambil menatapku."Kamu Adila? Kamu ada agenda malam ini?""Gak ada, Mbak," jawabnya singkat."Kebetulan, Tante Ratih mengundang u
Sementara mereka telah pergi, suami ke kantor dan Adila di tempat kuliahnya, aku segera pergi ke gerai yang menyediakan alat-alat canggih seperti ponsel, kamera pengawas, dan alat perekam.Berencana untuk memasang CCTV kecil di sudut kamar Adila untuk melihat apa saja yang dilakukan. Dan ya, aku akan membeli beberapa untuk dipasangkan di sudut rumah dan di mobil Mas Adam. Kurasa semakin banyak bukti semakin sulit mereka untuk berkelit lagi pula bagaimana akan berkelit jika aku akan mengirimkan bukti itu di media sosial dimana semua orang bisa melihatnya dan jejak digital itu tidak akan bisa hilang secepatnya.Itu adalah pelajaran yang akan menghancurkan harga diri dan muka mereka berkeping keping. Kuraih kunci motor dan kugendong Clara menggunakan gendongan depan lalu menuju toko yang aku maksud.Sekembalinya dari toko, aku segera membongkar belanjaan dan membaca buku petunjuk pemakaian lalu mengambil tangga kecil di garasi dan mulai mengutak-ngatik di mana aku akan meletakkan kamer
Lama mereka saling berbincang dalam keadaan berbisik, aku tak tahu apa yang mereka carakan namun kini aku melihat Mas Adam menarik pinggang gadis itu dengan lembut lalu menjatuhkannya di pangkuannya. Gadis itu menjerit manja tapi melingkarkan tangannya di kedua leher suamiku dengan manja.Karena penasaran aku mendekat dan untungnya di dekatku ada lemari di mana aku meletakkan ponsel tadi. Kuraih benda pipih itu dan kunyalakan rekaman video dan berjingkat-jingkat untuk merekam aksi mesum mereka."Mas ... apa sih, geniit banget," ujarnya setengah pelan."Aku kangen ...," jawab Mas Adam dengan napas memburu sambil menciumi gadis itu.Dadaku sakit, melihat pemandangan itu, napasku seolah tersengal-sengal dan ingin kubunuh saja mereka saat ini juga.Namun aku menahannya, karena jika aku membuat keributan sekarang, maka kami akan bercerai dan aku tak jadi bisa mengekspos aib mereka, aku merugi sedang mereka menjalani hidup dengan tenang dan bahagia."Aku harus kendalikan diri," gumamku."M
Untungnya aku masih ingat nomor terakhir yang sempat kulihat di ponsel Mas adam, maka setelah aku menggenggam kuat kertas itu di tangan, aku segera berusaha menjauhinya."Anu, tadi aku mau lihat jam di hape Mas," jawabku gugup."Tapi ada jam dinding kok," ujarnya sambil melirik dinding kamar."A-anu, aku lupa Mas," jawabku sambil tersenyum lalu menjauhinya. Semoga dia tidak membuka pesan wa, karena dengan mengetahui bahwa pesan tersebut sudah centang biru. Dia akan curiga bahwa aku telah membacanya, aku tidak. ingin dia tahu bahwa aku sudah mengetahui permainan jahat mereka. Aku menyusun sebuah rencana kejam saat ini, aku akan mempermalukan Mas Adam dengan sebuan drama yang akan membuatnya ternganga, begitu juga adila adikku yang manis, aku pikir dia akan menyayangi dan menghormatiku sebagai kakaknya, tapi sia-sia sudah.Sambil menuangkan kopi panas kedalam cangkir aku terus berdoa semoga Allah memberi kekuatan untuk bertahan semnsgara mengumpulkan bukti dan mengatur rencana. Aku j
Kedengar suara pintu terbuka, aku yang sedang berada di mushallah mini rumah kami langsung bergegas untuk melihat siapa yang datang. Ternyata gadis itu yang datang, kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dan entah mengapa ia selalu telat pulang, setiap kali pulang wajahnya selalu terlihat amat lelah dan lesu.Tadinya aku akan berniat untuk seketika mengusirnya tanpa membuang lebih banyak waktu. Namun tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalaku untuk memberi mereka pelajaran yang amat besar sehingga mereka akan mengingatnya seumur hidup."Kamu dari mana aja, kok baru pulang jam segini?"Ada rapat BEM kak," jawabnya."Emang kamu anggota BEM.""Iya ... I-iya aku anggota juga," jawabnya gugup."Bisa kamu beri jawaban jujur Adila, kamu dari mana saja?" Tanyaku sambil bersedekap dan memicingkan mata."Kok Mbak jadi curigaan gitu sih, kayak polisi aja, kalo Mbak terus memata-matai aku lebih baik aku pindah aja," ancamnya."Sebenarnya aku tak keberatan, tapi sayangnya I
Akhir-akhir ini kedekatan mereka menjadi terhalang oleh sikapku yang saat ini menjadi tegas dan kerap memperhatikan mereka. Aku tak lagi membiarkan Mas Adam sarapan semeja dengan Adila, begitupun ketika pulang dari kampusnya Aku meminta adikku untuk menaiki taksi online saja.Pernah dia meminta sekali agar Mas Adam bisa mengantarkannya ke suatu tempat di mana sebuah pesta sedang berlangsung yang tamunya adalah senior dan kakak angkatan Adila, namun aku dengan tegas menolak permintaan tersebut dan beralasan bahwa Mas Adam harus menjemput Rain dari tempat lesnya."Mbak terlalu curiga kepadaku," keluhnya sambil menyandarkan diri di dinding setelah aku menolak permintaan terakhir kalinya agar Mas Adam mau menjemputnya sore nanti."Aku tidak curiga,aku hanya menjaga segala sesuatu sesuai pada tempat dan batasannya.""Hubungan kami jadi kaku dan canggung gara-gara Mbak, padahal Mas Adam adalah pria dan kakak yang baik.""Aku ingin dia menjadi kakak yang baik sesuai pada tempatnya tidak berl
Mereka sampai di rumah, membuka pintu dan masih tetap bercanda tawa dan ceria seperti kemarin, tapi setelahnya mereka terkejut mendapatiku sudah duduk di sofa dan menatap mereka dengan nanar"Mas Adam, adila, kemari! Aku ingin bicara!" kataku menatap mereka dengan serius."Bicara apa, ini sudah malam dan kami lelah," balas Mas Adam.Lelah katanya, lelah darimana? Mas adam tak mengindahkan ucapanku, ia melengos dan berlalu namun aku tak mau tinggal diam."Aku bilang, aku ingin bicara!" Mereka kaget, mas Adam sejetika membalikkan badan dan menghampiriku di sofa, tentu dengan raut heran."Ada apa denganmu, sampai berteriak seperti itu, apa kamu waras?""Aku belum gila Mas, aku hanya ingin bertanya kepada kalian berdua!" "Kalau begitu tanyakan, silakan!" Ia tak kalah sengitnya, namun aku tahu ini hanya cara untuk menggertakku."Duduklah Mas," pintaku."Gak usah." Ia berdiri dan berkacak pinggang kepadaku, tidak menimbang perasaan atau memberiku sebuah penghargaan sepantasnya sebaga
Keesokan harinya ketika semua orang telah pergi dan beraktivitas di kegiatan mereka masing-masing, aku memilih membereskan rumah ketika sudah selesai mencuci dan memasak. Karena sudah lama tidak membersihkan lantai atas aku berinisiatif untuk mengambil sapu dan mengepel di atas sana.Aku mulai menyapu bagian koridor depan dan tempat bermain anak-anakku membersihkan debu yang menempel di sofa dan TV lalu kemudian mengibar gorden jendela dan membukanya agar udara segar masuk ke dalam rumah kami.Kemudian aku beralih ke kamar Rain untuk membersihkan dan mengambil baju baju kotor putraku itu.Setelah 20 menit berkutat di kamar Rain, aku kemudian menuju kamar Adila untuk memeriksa keadaan di dalam sana jika ternyata masih bersih maka aku tidak perlu menyapu dan mengepelnya.Namun ekspektasiku sepertinya gagal ketika membuka pintu karena kamar adikku masih sama tampilannya seperti malam tadi berantakan dan awut awutan, seprai terlepas sebagian dan bantal masih berserakan di lantai membuatk