Adzan subuh berkumandang, menyadarkanku dari tidur lelap sepanjang malam aku segera bergegas bangkit dan membersihkan diri lalu menghamparkan sejarah dan beribadah.
Kulangitkan begitu banyak doa dan harapan kepada Tuhan, semoga sang pencipta meluaskan perasaanku dan menghilangkan semua rasa gelisah dan curiga di dada ini. Seusai melipat sejadah aku kemudian memakai kerudung lalu turun untuk menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah. "Mbak aku berangkat lebih pagi ya," ucap Adila padaku yang terlihat telah siap pergi kuliah. "Tapi ini masih gelap ...." Aku heran sekali. "Aku adalah panitia organisasi di kampus, aku harus siap siap Mbak." "Oh, begitu ya, kalo gitu kamu sarapan dulu ya," kataku. "Baik, Mbak. Tapi aku boleh minta tolong Mas adam gak, buat nganterin aku takut aku telat," pintanya. "Kayaknya masih tidur deh, soalnya tadi malam ia begadang," tolakku halus, " atau gini aja, kamu pesan taksi online biar Mbak yang tambah uangnya." "Mas Adam udah bangun kok Mbak dia lagi manasin mobilnya." Apa? Benarkah kapan dia bangun mengapa aku tidak menyadarinya?biasanya Mas Adam akan mengucapkan selamat pagi dan mengecup keningku dan itu dia lakukan setiap hari selama kami menikah, ada apa dengannya? Biasanya suamiku tidak akan ke mana-mana sebelum meminum secangkir kopi dan mengasup makanan,aku tahu dia punya penyakit maag yang jika dia telat makan dia akan mengalami sakit perut dan kenaikan asam lambung. "Oh ya beneran? Mbak akan lihat dulu," aku sambil melangkah menuju ke halaman dan memeriksa kebenarannya. Benar saja, Mas Adam sudah menyalakan mesin mobilnya sambil bersiul-siul ia menyiramkan air membersihkan kendaraan itu. "Mas Adam ... Mas udah bangun sejak kapan?" "Sejak kamu salat tadi," jawabnya singkat. "Kok, aku nggak sadar sih? Mas udah salat belum?" "Hmmm, su-sudah tadi," ujarnya. "Mas ... Ada apa sih, kamu kok aneh banget hari?" "Ah enggak kok, ayo Adila buruan!" Dia memanggil adikku untuk mengalihkan pembicaraan. "Pergi dulu, ya Mbak." Gadis itu mencium pipi kananku kemudian naik ke atas mobil dan perlahan kendaraan itu mundur meninggalkan halaman rumah. Ingin rasanya aku mengikuti dan melihat kegiatan mereka, tapi aku harus mengurus rain dan Clara sehingga aku harus menahan keinginan itu hingga suatu saat nanti. "Aku tidak tahu apa yang mereka rencanakan tapi aku benar-benar punya firasat yang tidak baik." Aku segera membersihkan rumah lalu menyiapkan sarapan anak-anakku dan membangunkan mereka. Aku kemasi Clara dan menyiapkan sarapan Rain dengan hati yang sudah tidak nyaman adanya. Perasaan ini gelisah dan gundah gulana seolah ada sesuatu yang membuatku merasa sedih tanpa sebab, aku merasa kehilangan sesuatu yang besar karena perasaanku terenyuh tanpa kumengerti alasannya. "Harus mencari cara agar tahu apa yang sedang terjadi antara Mas Adam dan adik kandungku." Aku bersenandika. * "Bunda ... Bunda kenapa melamun terus?" tanya Rain ketika ia menikmati sarapan paginya "Ah, gak apa apa, lelah sarapannya dan Bunda akan antar kamu ke sekolah," jawabku. "Tapi kok kayaknya Bunda khawatir?" "Gak Sayang, kamu salah lihat aja," balasku sambil tersenyum. "Ayah sama Tante Adila terus, kenapa?" Hah, kenapa Rain berkata begitu tiba tiba, apakah anakku menyadari sebuah kejanggalan? "Kok Rain ngomong gitu?" "Ngerasa aneh, aja Bund, ayah lebih banyak sama Tante daripada sama bunda," jawab Rain. "Ah, gak kok sayang, Tante Adila adik Bunda, gak apa kok sayang," kataku yang lalu bergegas mengambil kunci motor dan menggendong Clara. "Ayo biar Bunda nganter Rain, sekalian mau ke pasar." * Siang hingga sore hari berjalan dengan normal suamiku pulang tepat waktu seperti biasa jam 4 sore, lalu dia mandi kemudian mengajak anak-anaknya bermain dan belajar. Menjelang magrib Adila pulang dan langsung naik ke kamarnya. Selesai menjalankan ibadah magrib kami semua berkumpul di meja makan menikmati makan malam dan membubarkan diri setelah semuanya selesai. Pukul 8 malam aku telah selesai menidurkan Clara kemudian beralih ke kamar rain untuk memastikan bahwa putraku menghafal ayat ayat Al Qur'an yang diminta gurunya sebagai tugas sekolah. Ketika aku masuk ke kamarnya bacaan murottal di laptop masih menyala sedang anaakku telah tertidur dengan posisi kaki yang turun sebelah dari ranjangnya. "Anak pintar," gumamku sambil membenahi selimutnya. Seusai menutup pintu kamar lain aku beralih ke kamar utama untuk melihat kegiatan suamiku di sana,seperti biasa aku tak kudapati dia di meja kerjanya sedang sibuk berkutat dengan layar laptop, meski aku ingin mengajaknya mengobrol tapi sepertinya dia sedang tidak ingin diganggu, aku memilih untuk merebahkan diri di peraduan dan berusaha memejamkan mata. "Mas ...." "Hmmm." Ia tak menoleh. "Aku ingin tanya," kataku pelan. "Silakan." "Kamu dan adikku baik-baik saja kan?" "Maksud kamu, kami tidak pernah bertengkar," jawabnya acuh. "Aku rasa kebaikan dan pelayananmu terhadap Adila melebihi kebaikanmu terhadap istri sendiri, aku rasa itu ...." "Bisa tidak menghancurkan mood-ku yang sedang baik dan fokus bekerja?" "Iya." "Baik, silakan tidur." Ia dingin sekali mengatakan itu. Kurebahkan diri dan menarik selimut dengan hati remuk redam, dada ini sakit, hati ini terluka dan merasa diabaikan oleh imanku sendiri. Perlahan air mata ini meleleh dan entah bagaimana mengurangi rasa sesak yang kini menekan dadaku. * Pukul 12 malam aku terbangun karena merasa ingin ke kamar kecil, kukerjabkan mata sembari mengumpulkan kesadaran. Dan kudapati seperti malam-malam kemarin Mas Adam tidak berada di sampingku. Deg! Tiba-tiba ada rasa yang memburu dan bergejolak di dalam dadaku yang aku tidak mengerti apa maksudnya. maka Aliyah adik ke kamar mandi aku segera berlari mencari Mas Adam ke seluruh sudut rumah. Kunaiki tangga dengan dada yang meletup-letup rasanya namun keadaan sepi dan lengang saja. "Rain apa yang kamu lakukan malam begini berdiri di sini?" tanyaku mendapati anakku berdiri di depan kamarnya, sedang putraku terlihat terkejut. "Bunda sendiri kenapa naik ke sini?" "Aku ... Mencari ... Ah, sudahlah sayang, sebaiknya kamu masuk," suruhku padanya. Setelah memastikan anakku masuk dan tidur kembali aku kemudian beralih ke kamar Adila dan mengetuk pintunya perlahan. Tok ... Tok .... "Adila ...." "Hmm ... Iya mbak, kenapa?" Jawabnya pelan dari dalam sana. "Buka pintunya." Ia melangkah untuk membukakan pintu kamarnya. betapa terkejut aku menyaksikan penampilan adikku ketika dia membuka pintu, dadaku bergemuruh dan jantungku seolah berhenti berdetak melihatnya sedang memakai lingerie berwarna pink dengan belahan dada yang rendah dan sebelah tali bahunya turun ke bawah. "Adila baju kamu ...." "Aku cobain soalnya lucu," jawabnya. "Tapi ...." "Wajar aja kali mbak, aku kan wanita, lagian aku pakenya di kamar sendiri," jawabnya santai. Aku merangsek sambil menyingkirkannya dan hati ini makin sakit ketika mendapati ranjang adikku yang begitu berantakan dengan posisi bantal yang terlempar kemana-mana. Aku tahu pasti ... tidak mungkin Adila tidur dengan cara seberantakan ini. "Kamu habis ngapaian Dil?" "Maaf aku tadi, mungkin ... anu ....." "Aisyaaaaaah ...." Panggilan Mas Adam dari bawah sana menyentakkan pikiranku yang semrawut. "Tapi kok jendela dibuka malam malam begini?" Aku menunjuk tirai yang sedang melambai di terbangkan angin. "Ah maaf, aku lupa menutupnya." Aneh, ini sungguh aneh, ya Allah, apa yang terjadi?Keesokan harinya ketika semua orang telah pergi dan beraktivitas di kegiatan mereka masing-masing, aku memilih membereskan rumah ketika sudah selesai mencuci dan memasak. Karena sudah lama tidak membersihkan lantai atas aku berinisiatif untuk mengambil sapu dan mengepel di atas sana.Aku mulai menyapu bagian koridor depan dan tempat bermain anak-anakku membersihkan debu yang menempel di sofa dan TV lalu kemudian mengibar gorden jendela dan membukanya agar udara segar masuk ke dalam rumah kami.Kemudian aku beralih ke kamar Rain untuk membersihkan dan mengambil baju baju kotor putraku itu.Setelah 20 menit berkutat di kamar Rain, aku kemudian menuju kamar Adila untuk memeriksa keadaan di dalam sana jika ternyata masih bersih maka aku tidak perlu menyapu dan mengepelnya.Namun ekspektasiku sepertinya gagal ketika membuka pintu karena kamar adikku masih sama tampilannya seperti malam tadi berantakan dan awut awutan, seprai terlepas sebagian dan bantal masih berserakan di lantai membuatk
Mereka sampai di rumah, membuka pintu dan masih tetap bercanda tawa dan ceria seperti kemarin, tapi setelahnya mereka terkejut mendapatiku sudah duduk di sofa dan menatap mereka dengan nanar"Mas Adam, adila, kemari! Aku ingin bicara!" kataku menatap mereka dengan serius."Bicara apa, ini sudah malam dan kami lelah," balas Mas Adam.Lelah katanya, lelah darimana? Mas adam tak mengindahkan ucapanku, ia melengos dan berlalu namun aku tak mau tinggal diam."Aku bilang, aku ingin bicara!" Mereka kaget, mas Adam sejetika membalikkan badan dan menghampiriku di sofa, tentu dengan raut heran."Ada apa denganmu, sampai berteriak seperti itu, apa kamu waras?""Aku belum gila Mas, aku hanya ingin bertanya kepada kalian berdua!" "Kalau begitu tanyakan, silakan!" Ia tak kalah sengitnya, namun aku tahu ini hanya cara untuk menggertakku."Duduklah Mas," pintaku."Gak usah." Ia berdiri dan berkacak pinggang kepadaku, tidak menimbang perasaan atau memberiku sebuah penghargaan sepantasnya sebaga
Akhir-akhir ini kedekatan mereka menjadi terhalang oleh sikapku yang saat ini menjadi tegas dan kerap memperhatikan mereka. Aku tak lagi membiarkan Mas Adam sarapan semeja dengan Adila, begitupun ketika pulang dari kampusnya Aku meminta adikku untuk menaiki taksi online saja.Pernah dia meminta sekali agar Mas Adam bisa mengantarkannya ke suatu tempat di mana sebuah pesta sedang berlangsung yang tamunya adalah senior dan kakak angkatan Adila, namun aku dengan tegas menolak permintaan tersebut dan beralasan bahwa Mas Adam harus menjemput Rain dari tempat lesnya."Mbak terlalu curiga kepadaku," keluhnya sambil menyandarkan diri di dinding setelah aku menolak permintaan terakhir kalinya agar Mas Adam mau menjemputnya sore nanti."Aku tidak curiga,aku hanya menjaga segala sesuatu sesuai pada tempat dan batasannya.""Hubungan kami jadi kaku dan canggung gara-gara Mbak, padahal Mas Adam adalah pria dan kakak yang baik.""Aku ingin dia menjadi kakak yang baik sesuai pada tempatnya tidak berl
Kedengar suara pintu terbuka, aku yang sedang berada di mushallah mini rumah kami langsung bergegas untuk melihat siapa yang datang. Ternyata gadis itu yang datang, kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dan entah mengapa ia selalu telat pulang, setiap kali pulang wajahnya selalu terlihat amat lelah dan lesu.Tadinya aku akan berniat untuk seketika mengusirnya tanpa membuang lebih banyak waktu. Namun tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalaku untuk memberi mereka pelajaran yang amat besar sehingga mereka akan mengingatnya seumur hidup."Kamu dari mana aja, kok baru pulang jam segini?"Ada rapat BEM kak," jawabnya."Emang kamu anggota BEM.""Iya ... I-iya aku anggota juga," jawabnya gugup."Bisa kamu beri jawaban jujur Adila, kamu dari mana saja?" Tanyaku sambil bersedekap dan memicingkan mata."Kok Mbak jadi curigaan gitu sih, kayak polisi aja, kalo Mbak terus memata-matai aku lebih baik aku pindah aja," ancamnya."Sebenarnya aku tak keberatan, tapi sayangnya I
Untungnya aku masih ingat nomor terakhir yang sempat kulihat di ponsel Mas adam, maka setelah aku menggenggam kuat kertas itu di tangan, aku segera berusaha menjauhinya."Anu, tadi aku mau lihat jam di hape Mas," jawabku gugup."Tapi ada jam dinding kok," ujarnya sambil melirik dinding kamar."A-anu, aku lupa Mas," jawabku sambil tersenyum lalu menjauhinya. Semoga dia tidak membuka pesan wa, karena dengan mengetahui bahwa pesan tersebut sudah centang biru. Dia akan curiga bahwa aku telah membacanya, aku tidak. ingin dia tahu bahwa aku sudah mengetahui permainan jahat mereka. Aku menyusun sebuah rencana kejam saat ini, aku akan mempermalukan Mas Adam dengan sebuan drama yang akan membuatnya ternganga, begitu juga adila adikku yang manis, aku pikir dia akan menyayangi dan menghormatiku sebagai kakaknya, tapi sia-sia sudah.Sambil menuangkan kopi panas kedalam cangkir aku terus berdoa semoga Allah memberi kekuatan untuk bertahan semnsgara mengumpulkan bukti dan mengatur rencana. Aku j
Lama mereka saling berbincang dalam keadaan berbisik, aku tak tahu apa yang mereka carakan namun kini aku melihat Mas Adam menarik pinggang gadis itu dengan lembut lalu menjatuhkannya di pangkuannya. Gadis itu menjerit manja tapi melingkarkan tangannya di kedua leher suamiku dengan manja.Karena penasaran aku mendekat dan untungnya di dekatku ada lemari di mana aku meletakkan ponsel tadi. Kuraih benda pipih itu dan kunyalakan rekaman video dan berjingkat-jingkat untuk merekam aksi mesum mereka."Mas ... apa sih, geniit banget," ujarnya setengah pelan."Aku kangen ...," jawab Mas Adam dengan napas memburu sambil menciumi gadis itu.Dadaku sakit, melihat pemandangan itu, napasku seolah tersengal-sengal dan ingin kubunuh saja mereka saat ini juga.Namun aku menahannya, karena jika aku membuat keributan sekarang, maka kami akan bercerai dan aku tak jadi bisa mengekspos aib mereka, aku merugi sedang mereka menjalani hidup dengan tenang dan bahagia."Aku harus kendalikan diri," gumamku."M
Sementara mereka telah pergi, suami ke kantor dan Adila di tempat kuliahnya, aku segera pergi ke gerai yang menyediakan alat-alat canggih seperti ponsel, kamera pengawas, dan alat perekam.Berencana untuk memasang CCTV kecil di sudut kamar Adila untuk melihat apa saja yang dilakukan. Dan ya, aku akan membeli beberapa untuk dipasangkan di sudut rumah dan di mobil Mas Adam. Kurasa semakin banyak bukti semakin sulit mereka untuk berkelit lagi pula bagaimana akan berkelit jika aku akan mengirimkan bukti itu di media sosial dimana semua orang bisa melihatnya dan jejak digital itu tidak akan bisa hilang secepatnya.Itu adalah pelajaran yang akan menghancurkan harga diri dan muka mereka berkeping keping. Kuraih kunci motor dan kugendong Clara menggunakan gendongan depan lalu menuju toko yang aku maksud.Sekembalinya dari toko, aku segera membongkar belanjaan dan membaca buku petunjuk pemakaian lalu mengambil tangga kecil di garasi dan mulai mengutak-ngatik di mana aku akan meletakkan kamer
Pagi ini ini aku mendapatkan sebuah undangan dari keluarga jauh orang tuaku yang mengadakan jamuan makan malam untuk meresmikan pertunangan anaknya, dia adalah tante Ratih, adik sepupu ibuku.Dia telah menelepon dan memintaku untuk datang, bahwa aku harus menghadiri jamuan makan tersebut karena secara teknis hanya aku dan beberapa keluarga lain yang satu kota dengannya, orang tuaku dan sepupunya yang lain berada di kota seberang.Jika tidak ada halangan maka aku telah berjanji untuk menghadiri jamuan makan tersebut.*Sore hari, Entah kenapa adikku adila mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tv sementara biasanya di jam-jam sore begini kami sekeluarga berkumpul dan bercengkrama bersama.Tentu saja melihat keberadaanku dan adila Mas Adam dan kedua anak kami bergabung lalu mengobrol sambil menonton TV."Mas nanti malam ada acara tidak?""Tidak ada," jawabnya sambil menatapku."Kamu Adila? Kamu ada agenda malam ini?""Gak ada, Mbak," jawabnya singkat."Kebetulan, Tante Ratih mengundang u
Untuk mengurai kecanggungan yang ada, aku segera mengambil alih situasi dan mengatakan mungkin viona salah lihat. Kebetulan Tante Ratih juga sudah memanggil dan mempersilakan kami untuk bergabung di meja makan."Senang rasanya bisa menyatukan keluarga dalam satu meja," ujarnya."Oh ya, Tante, kenapa tidak dirayakan dengan meriah di hotel?" tanya salah seorang sepupuku."Aku ingin lebih dekat dengan keluarga, lagipula kalo mengundang banyak orang di luar keluarga inti, aku akan kekurangan waktu untuk menyapa dan melayani kalian dengan baik sebagai tuan rumah." Wanita kaya itu tersenyum dan pesona kecantikan serta jiwa keibuannya terpancar sempurna."Oh, ya, Adam, kamu masih kerja di perusahaan yag dulu?""Iya, Tante," jawab suamiku."Kamu sudah dipromosikan, kalo bekun gabung sama om saja, kebetulan om kamu managernya, jadi dia akan menolongmu," tawarnya ramah."Oh, terima kasih sebelumnya Tante, posisi saya Alhamdulillah sudah bagus, sayang ditinggalkan takut nanti tidak cocok dengan
Pagi ini ini aku mendapatkan sebuah undangan dari keluarga jauh orang tuaku yang mengadakan jamuan makan malam untuk meresmikan pertunangan anaknya, dia adalah tante Ratih, adik sepupu ibuku.Dia telah menelepon dan memintaku untuk datang, bahwa aku harus menghadiri jamuan makan tersebut karena secara teknis hanya aku dan beberapa keluarga lain yang satu kota dengannya, orang tuaku dan sepupunya yang lain berada di kota seberang.Jika tidak ada halangan maka aku telah berjanji untuk menghadiri jamuan makan tersebut.*Sore hari, Entah kenapa adikku adila mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tv sementara biasanya di jam-jam sore begini kami sekeluarga berkumpul dan bercengkrama bersama.Tentu saja melihat keberadaanku dan adila Mas Adam dan kedua anak kami bergabung lalu mengobrol sambil menonton TV."Mas nanti malam ada acara tidak?""Tidak ada," jawabnya sambil menatapku."Kamu Adila? Kamu ada agenda malam ini?""Gak ada, Mbak," jawabnya singkat."Kebetulan, Tante Ratih mengundang u
Sementara mereka telah pergi, suami ke kantor dan Adila di tempat kuliahnya, aku segera pergi ke gerai yang menyediakan alat-alat canggih seperti ponsel, kamera pengawas, dan alat perekam.Berencana untuk memasang CCTV kecil di sudut kamar Adila untuk melihat apa saja yang dilakukan. Dan ya, aku akan membeli beberapa untuk dipasangkan di sudut rumah dan di mobil Mas Adam. Kurasa semakin banyak bukti semakin sulit mereka untuk berkelit lagi pula bagaimana akan berkelit jika aku akan mengirimkan bukti itu di media sosial dimana semua orang bisa melihatnya dan jejak digital itu tidak akan bisa hilang secepatnya.Itu adalah pelajaran yang akan menghancurkan harga diri dan muka mereka berkeping keping. Kuraih kunci motor dan kugendong Clara menggunakan gendongan depan lalu menuju toko yang aku maksud.Sekembalinya dari toko, aku segera membongkar belanjaan dan membaca buku petunjuk pemakaian lalu mengambil tangga kecil di garasi dan mulai mengutak-ngatik di mana aku akan meletakkan kamer
Lama mereka saling berbincang dalam keadaan berbisik, aku tak tahu apa yang mereka carakan namun kini aku melihat Mas Adam menarik pinggang gadis itu dengan lembut lalu menjatuhkannya di pangkuannya. Gadis itu menjerit manja tapi melingkarkan tangannya di kedua leher suamiku dengan manja.Karena penasaran aku mendekat dan untungnya di dekatku ada lemari di mana aku meletakkan ponsel tadi. Kuraih benda pipih itu dan kunyalakan rekaman video dan berjingkat-jingkat untuk merekam aksi mesum mereka."Mas ... apa sih, geniit banget," ujarnya setengah pelan."Aku kangen ...," jawab Mas Adam dengan napas memburu sambil menciumi gadis itu.Dadaku sakit, melihat pemandangan itu, napasku seolah tersengal-sengal dan ingin kubunuh saja mereka saat ini juga.Namun aku menahannya, karena jika aku membuat keributan sekarang, maka kami akan bercerai dan aku tak jadi bisa mengekspos aib mereka, aku merugi sedang mereka menjalani hidup dengan tenang dan bahagia."Aku harus kendalikan diri," gumamku."M
Untungnya aku masih ingat nomor terakhir yang sempat kulihat di ponsel Mas adam, maka setelah aku menggenggam kuat kertas itu di tangan, aku segera berusaha menjauhinya."Anu, tadi aku mau lihat jam di hape Mas," jawabku gugup."Tapi ada jam dinding kok," ujarnya sambil melirik dinding kamar."A-anu, aku lupa Mas," jawabku sambil tersenyum lalu menjauhinya. Semoga dia tidak membuka pesan wa, karena dengan mengetahui bahwa pesan tersebut sudah centang biru. Dia akan curiga bahwa aku telah membacanya, aku tidak. ingin dia tahu bahwa aku sudah mengetahui permainan jahat mereka. Aku menyusun sebuah rencana kejam saat ini, aku akan mempermalukan Mas Adam dengan sebuan drama yang akan membuatnya ternganga, begitu juga adila adikku yang manis, aku pikir dia akan menyayangi dan menghormatiku sebagai kakaknya, tapi sia-sia sudah.Sambil menuangkan kopi panas kedalam cangkir aku terus berdoa semoga Allah memberi kekuatan untuk bertahan semnsgara mengumpulkan bukti dan mengatur rencana. Aku j
Kedengar suara pintu terbuka, aku yang sedang berada di mushallah mini rumah kami langsung bergegas untuk melihat siapa yang datang. Ternyata gadis itu yang datang, kulirik jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dan entah mengapa ia selalu telat pulang, setiap kali pulang wajahnya selalu terlihat amat lelah dan lesu.Tadinya aku akan berniat untuk seketika mengusirnya tanpa membuang lebih banyak waktu. Namun tiba-tiba muncul sebuah ide di kepalaku untuk memberi mereka pelajaran yang amat besar sehingga mereka akan mengingatnya seumur hidup."Kamu dari mana aja, kok baru pulang jam segini?"Ada rapat BEM kak," jawabnya."Emang kamu anggota BEM.""Iya ... I-iya aku anggota juga," jawabnya gugup."Bisa kamu beri jawaban jujur Adila, kamu dari mana saja?" Tanyaku sambil bersedekap dan memicingkan mata."Kok Mbak jadi curigaan gitu sih, kayak polisi aja, kalo Mbak terus memata-matai aku lebih baik aku pindah aja," ancamnya."Sebenarnya aku tak keberatan, tapi sayangnya I
Akhir-akhir ini kedekatan mereka menjadi terhalang oleh sikapku yang saat ini menjadi tegas dan kerap memperhatikan mereka. Aku tak lagi membiarkan Mas Adam sarapan semeja dengan Adila, begitupun ketika pulang dari kampusnya Aku meminta adikku untuk menaiki taksi online saja.Pernah dia meminta sekali agar Mas Adam bisa mengantarkannya ke suatu tempat di mana sebuah pesta sedang berlangsung yang tamunya adalah senior dan kakak angkatan Adila, namun aku dengan tegas menolak permintaan tersebut dan beralasan bahwa Mas Adam harus menjemput Rain dari tempat lesnya."Mbak terlalu curiga kepadaku," keluhnya sambil menyandarkan diri di dinding setelah aku menolak permintaan terakhir kalinya agar Mas Adam mau menjemputnya sore nanti."Aku tidak curiga,aku hanya menjaga segala sesuatu sesuai pada tempat dan batasannya.""Hubungan kami jadi kaku dan canggung gara-gara Mbak, padahal Mas Adam adalah pria dan kakak yang baik.""Aku ingin dia menjadi kakak yang baik sesuai pada tempatnya tidak berl
Mereka sampai di rumah, membuka pintu dan masih tetap bercanda tawa dan ceria seperti kemarin, tapi setelahnya mereka terkejut mendapatiku sudah duduk di sofa dan menatap mereka dengan nanar"Mas Adam, adila, kemari! Aku ingin bicara!" kataku menatap mereka dengan serius."Bicara apa, ini sudah malam dan kami lelah," balas Mas Adam.Lelah katanya, lelah darimana? Mas adam tak mengindahkan ucapanku, ia melengos dan berlalu namun aku tak mau tinggal diam."Aku bilang, aku ingin bicara!" Mereka kaget, mas Adam sejetika membalikkan badan dan menghampiriku di sofa, tentu dengan raut heran."Ada apa denganmu, sampai berteriak seperti itu, apa kamu waras?""Aku belum gila Mas, aku hanya ingin bertanya kepada kalian berdua!" "Kalau begitu tanyakan, silakan!" Ia tak kalah sengitnya, namun aku tahu ini hanya cara untuk menggertakku."Duduklah Mas," pintaku."Gak usah." Ia berdiri dan berkacak pinggang kepadaku, tidak menimbang perasaan atau memberiku sebuah penghargaan sepantasnya sebaga
Keesokan harinya ketika semua orang telah pergi dan beraktivitas di kegiatan mereka masing-masing, aku memilih membereskan rumah ketika sudah selesai mencuci dan memasak. Karena sudah lama tidak membersihkan lantai atas aku berinisiatif untuk mengambil sapu dan mengepel di atas sana.Aku mulai menyapu bagian koridor depan dan tempat bermain anak-anakku membersihkan debu yang menempel di sofa dan TV lalu kemudian mengibar gorden jendela dan membukanya agar udara segar masuk ke dalam rumah kami.Kemudian aku beralih ke kamar Rain untuk membersihkan dan mengambil baju baju kotor putraku itu.Setelah 20 menit berkutat di kamar Rain, aku kemudian menuju kamar Adila untuk memeriksa keadaan di dalam sana jika ternyata masih bersih maka aku tidak perlu menyapu dan mengepelnya.Namun ekspektasiku sepertinya gagal ketika membuka pintu karena kamar adikku masih sama tampilannya seperti malam tadi berantakan dan awut awutan, seprai terlepas sebagian dan bantal masih berserakan di lantai membuatk