Di hadapan gundukan tanah dengan nisan bertuliskan Burhan Hakim itu, Jihan duduk bersimpuh dengan kedua tangan mengepal. Sebulan sudah berlalu sejak suaminya pergi dengan berbagai misteri yang ditinggalkan. Baru kali ini tangis perempuan itu tumpah di atas pusara terakhir lelaki yang dulu begitu dia kagumi sebagai sosok seorang imam. Pertahan yang sudah lama dia bangun kokoh, harus roboh ditelan kenyataan yang begitu menyakitkan tentang kisah kelam yang baru dimulai. Rasa sesak akibat pengkhianatan tak seberapa pedih dibandingkan fakta yang baru terkuak setelah salah satu pihak meninggal dengan mengenaskan. Siapa? Siapa yang bisa disalahkan sekarang? Apa yang bisa Jihan lakukan bila yang bersangkutan tak lagi ada dalam genggaman tangan? "Seandainya ... seandainya saat itu aku memaksakan diri untuk pulang, seandainya ... seandainya saat itu aku tak terbuai akan lantunan ayat yang kamu kumandangkan. Seandainya kita tak pernah bertemu. Mungkin aku tak perlu menerima siksaan seke
"Galiiihh tolongg ...." "Hos, hos, hos ...." Galih terbangun dari tidurnya dengan keringat dingin yang bercucuran dari pelipis. Hampir semalaman dia tak bisa tidur karena gangguan makhluk astral yang terus mengikutinya semenjak pulang dari Rumah Gina. Bahkan dia juga mendapati sesosok hantu bergaun putih yang menghuni lantai dua di sekolahnya. Baru sejam sejak memejamkan mata, setelah memastikan Jihan baik-baik saja-- sebuah mimpi menyeramkan mengusiknya. Dalam mimpi itu Galih melihat dirinya, Gina, adik-adik, juga beberapa anak lain diikat dalam sebuah papan berbentuk melingkar, mengelilingi sebuah pohon besar yang dihuni Ular Putih besar yang lebih dulu mengigit Gina tepat di tanda lahir mereka. Entah apa artinya, yang pasti Galih semakin gelisah dibuatnya. Ranjang yang nyaman, kasur empuk, juga suasana kamar yang damai sama sekali tak mampu mengusir ketakutan yang semakin hari semakin kuat dia rasakan. Di tengah kecemasan itu, tiba-tiba Galih merasakan ranjangnya berguncang,
"Saya terima nikah dan kawinnya Nisya Zahira binti Sandi Septian dengan maskawin tersebut. Tunai!""Sah."Akad lantang dan gema suara saksi itu masih terngiang di telinga Nisya sepanjang perjalanan menuju kediaman barunya yang sudah Zidan persiapkan di luar ibukota. Tepatnya, Kota Hujan, Bogor. Hatinya bergemuruh senang, tapi di satu sisi juga bimbang. Entah apa yang menyebabkan perasaannya begitu tak tenang bahkan dalam kebisuan. Erat jemari lentik itu menggenggam tangan besar yang tertaut di atas paha, sementara sang empunya sibuk memfokuskan pandangan ke jalanan di depan."Apa pun yang terjadi kamu tak akan pernah meninggalkanku, kan, Mas?" Nisya mengiba. Nanar tatapan itu dia arahkan pada Zidan yang masih fokus menyetir."Kita baru saja menikah, Sya. Kenapa kamu harus berpikir jauh tentang itu?" Zidan balik bertanya dengan nada lembut yang sedikit ditekan.Sejenak Nisya terdiam, dia mencondongkan tubuh lalu menyandarkan kepala di bahu suaminya. "Entah, aku hanya takut saja," aku
"Kasus ini bukan sesuatu yang bisa kita tangani hanya dengan bantuan kepolisian dan pihak berwenang. Pesugihan dan hal-hal yang berhubungan dengan alam ghaib memang sukar untuk dipertanyakan, tapi sudah terbukti keberadaan dan kebenarannya yang tak akan bisa kita sangkal. Maka dari itu, saya dan ayah sepakat untuk meminta bantuan pihak ketiga atau ahli supranatural yang bisa menangani kasus serupa. Hari ini juga saya dan Nova akan berangkat ke Bandung untuk menemui beliau dan meminta bantuan. Terkait perkembangan kasus yang masih belum menemukan titik terang, sedikit banyaknya akan saya kabarkan pada Mas Fahri nanti." Panjang lebar Jihan memaparkan pada Detektif Fahri tentang tujuan Jihan melibatkan orang ketika dalam memecahkan kasus suaminya. Lelaki yang terlihat begitu berkariswa di usia empat puluhan itu mengangguk maklum. Dia menatap Pak Ridwan sejenak, lalu beralih pada Nova yang duduk di sebelah Jihan. "Saya mengerti. Lagi pula kita semua tahu Jihan dan saya bukan mahram, k
"Sekte Ular Putih adalah organisasi rahasia yang terdiri dari ketua, eksekutor, algojo, anggota VIP, dan anggota biasa. Sampai saat berhenti saya tak pernah tahu seperti apa wujud dari pendiri SUP, karena setiap pertemuan dia selalu memakai jubah dan topeng. Ada yang pernah bilang kalau dia pria paruh baya berusia 70-an, ada juga yang bilang dia lebih tua dari itu. Entahlah. Sementara sang eksekutor yang biasa mengeksekusi para korban diketahui seorang Dokter Forensik berusia pertengahan tiga puluh. Kalau kamu ingin merobohkan organisasi, rusak dulu pondasinya. Temukan sang eksekutor atau langsung berhubungan dengan para VIP, karena hanya mereka yang mempunyai akses dengan petinggi." Tiba-tiba Jihan kembali teringat keterangan yang diberikan satu-satunya saksi terkait Sekte Ular Putih yang dia temui bersama Detektif Fahri hari itu. Dengan tubuh gemetar wanita paruh bawa itu bena-benar memaparkan semua informasi yang dia ketahui. "Bagaimana bisa Mbak berpikir itu Sari?" Pertanyaan No
Ketukan pintu terdengar beberapa kali di depan pintu kamar Gina yang entah sejak kapan tak pernah lagi dibuka olehnya. Rumah besar dengan nuansa kelam itu memang acap kali membuat para penghuninya tak nyaman sesingkat apa pun mereka singgah. Sudah dua hari sejak gadis berusia empat belas tahun itu tinggal di rumah neneknya. Sejak tragedi kesurupan tersebut, Gina memang kehilangan keceriaan dan binar di mananya. Tak ada lagi ekspresi semangat yang biasa ditunjukkan. Dia seolah makin pasrah menerima nasib yang sudah ditentukan. "Na, Gina!" Kali itu ketukannya ditambah dengan panggilan yang cukup keras. Akhirnya setelah beberapa saat menimang-nimang, Gina beranjak dari ranjang dan menanggapi panggilan yang dia ketahui berasal dari sepupunya, Galih. Pintu terbuka. Tanpa kata Gina menatap Galih sejenak, lalu kembali ke tempat semula. Memeluk lutut sembari bersandar di kepala ranjang. "Hei, ada apa?" tanya Galih sembari menepuk bahu gadis yang kini tak lagi menguncir rambutnya. "Kita u
"... jangan lupa siapkan kamar kosong untuk tempat singgah Nyai." "Jaga dirimu baik-baik, peralat Zidan sebaik mungkin. Jangan sampai nasibmu berakhir seperti Burhan. Ibu tak ingin kehilangan anak lagi karena kebodohan yang sengaja atau tidak kalian lakukan. Buang jauh-jauh rasa kemanusiaan itu, tujuan kita bergabung dengan organisasi adalah untuk menjadi pengikut Nyai, dan mendapatkan kesenangan duniawi!" Di depan sebuah kamar kosong yang terletak jauh di belakang, Nisya berdiri. Beberapa kali ponsel di genggaman tangannya berbunyi, muncul notifikasi dari kakak dan ibunya yang sejak semalam dia abaikan. [ Kenapa kamu tidak menghadiri ritual malam tadi? ] [ Tubuhmu bukan hanya milik Zidan, Adik Bodoh! ] [ Sudah saatnya kamu mengandung Tumbal Spesial, jadi berhenti bermain-main!!] Nisya menghela napas panjang setelah tak sengaja membaca notifikasi pesan dari Bu Yuli dan Bahar yang tertera di bar status yang selalu muncul di atas ponsel pintarnya. Dia memijit kening, kemudian m
"Baru ditinggal sebentar, sudah buat keributan. Kalian pikir Oma bodoh dengan meninggalkan anak-anak nakal bebas berkeliaran tanpa pengawasan? Asal tahu saja, seluruh penjuru rumah ini sudah dipenuhi dengan CCTV, bahkan ada para preman berbadan besar yang sudah siap menghadang di luar! Jangan pernah berpikir untuk kabur, Tikus-tikus kecil. Tempat kalian di sini!" Galih, Gina, dan adik-adiknya hanya bisa gemetar ketakutan dalam kukungan Bu Yuli, mereka tak menyangka bahwa upaya melarikan diri untuk yang pertama kalinya ini bisa berakhir gagal total. Gerak-gerik Galih dicurigai salah satu pegawaai Bu Yuli. Walhasil mereka tertangkap dan berakhir di kamar eksekusi sebagai hukuman akan sikap mereka yang bebal. "Se-sebenarnya kita mau bawa Farrel ke rumah sakit, Oma. Dia demam," cicit Galih tak sepenuhnya berbohong, karena secara kebetulan adik dari Gina itu tiba-tiba demam tinggi dan kehilangan kesadaraan saat mereka dalam pelarian. Bu Yuli mendekat. Meskipun cepat atau lambat anak-a
Gumpalan awan pekat menyelimuti langit di atas lapas Nusa Kumbangan yang menampung ribuan tahanan kelas berat. Bunyi guntur bersahutan membawa serta angin dan hujan yang mengguyur salah satu kota besar di Tahan Air tersebut. Di dalam block tahanan kelas berat dengan masa hukuman seumur hidup terdengar keributan di tengah riuhnya suara hujan. Para tahanan itu baru saja menyaksikan seorang tahanan dibvnuh dengan brutal oleh sosok yang tak dikenal menggunakan jubah hitam yang menelusup masuk di antara ketatnya penjagaan. Kepala lelaki malang itu nyaris putus. Darah segar masih mengalir dari lehernya yang dig0rok dengan kejam. Namun, ajaibnya napas lelaki itu masih berembus, pendek-pendek, dengan mata yang mengerjap lemah. Mulutnya membuka dan menutup seolah hendak mengucapkan sesuatu. Waktu hampir menunjukkan tengah malam, para petugas yang menunggu laporan datang berbondong-bodong menuju lokasi kejadian. Mereka tercengang saat melihat sel dalam keadaan terbuka, dan korban sudah sekar
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, setiap yang pergi pasti akan kembali, dan setiap yang hilang pasti akan digantikan lagi. Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Pernikahan sangat dianjurkan untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Ketika seseorang memutuskan untuk menutup diri dari takdirnya sendiri, mungkin saja ada duka yang diselimuti kecewa hingga dia takut untuk memulainya lagi. Jihan dan Zakir pernah merasakan bagaimana sakitnya ditinggalkan orang-orang yang sangat mereka kasihi, alasan itulah yang membuat keduanya sempat menutup diri. Namun, saling melengkapi adalah salah satu kunci untuk menutup lubang yang tersembunyi di dalam hati. Setelah berbagai pertimbangan keduanya resmi mengikat janji untuk menjalin komitmen sehidup semati. "Saya terima nikah dan kawinnya Jihan Annisa binti almarhumah Hana Latifa dengan seperangkat alat sholat dan uang tunai dua juta rupiah. Tunai!" Ikrar itu terucap lantang di Masjid Al-Jami. Tanpa malu akan statusnya se
Bak wabah yang menjamur dan tak terelakkan, begitu pun dengan isu Oraganisasi Rahasia Ular Putih yang sangat cepat menyebar ke seluruh penjuru negeri. Orang-orang yang penasaran mulai mencari tahu, bahkan sengaja berbondong-bondong mendatangi lokasi kejadian. Gunung Bageni yang keberadaannya terpelesok dan tersembunyi jauh di pedalaman, mulai didatangi banyak pelancong yang ingin membuktikan kebenaran di balik pesugihan yang memakan banyak korban juga memberi kesenangan secara instan.Oknum-oknum yang memanfaatkan situasi tersebut sebagai lahan untuk menimbun uang, mulai mengambil kesempatan dari keberadaan Nyai Damini yang konon masih sering datang mengunjungi lokasi yang dulu dia jadikan sebagai tepat bersemayam."Lagi-lagi berita ini." TV layar datar itu berubah hitam setelah tombol power ditekan. Lelaki senja berkemeja lengan pendek tersebut menyandarkan tubuh pada sandaran sofa, lalu menghela napas panjang."Kenapa, Yah? Masih terganggu dengan berita yang sama?" Wanita berjilbab
Portal dua alam, membawa Zidan kembali ke tempat yang sama. Sisi lain Gunung Bageni yang juga tempat bersemayamnya Nyai. Di depan pohon besar yang merupakan gerbang masuk dan keluarnya kediaman Nyai Damini, lelaki bersorban merah itu melihat seorang wanita bergaun putih menyambutnya. "Kau pasti datang untuk menyelamatkan wanita itu, bukan?"Zakir terdiam sesaat, semula dia sempat ragu. Namun, melihat aura yang terpancar dalam diri makhluk di hadapannya ini. Semua keraguannya perlahan sirna."Ya.""Cepatlah, sebelum semuanya terlambat. Saudariku membawanya ke ruang putih. Sudah dua puluh tahun sejak terakhir kali dia bermain-main di ruang itu." "Dua puluh tahun?" Zakir memastikan. "Ya, terakhir dia memainkannya bersama dengan ayah biologis Jihan. Sayangnya saat itu Ganjar memilih pintu ambisi, hingga berujung seperti ini." Pikiran Nyai Darsih jauh berkelana menyusuri masa silam. "Pastikan Jihan tak memilih apa yang hasrat terbesarnya inginkan. Atau kalau bisa jangan pilih apa pun y
Banyak cara yang bisa Iblis lakukan untuk menyesatkan anak turun Adam. Sama dengan nenek moyangnya, beberapa golongan jin tertentu juga selalu mempunyai tipu daya, muslihat, dan jebakan untuk menggoda kaum yang ia anggap lemah dan rendahan. Umur mereka yang panjang, serta wujud yang tak kasat mata menguntungkan tugasnya dalam menyesatkan manusia dari ajaran Allah SWT. Sebagian dari jenisnya memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan masa lalu, meniru seseorang, meramal masa depan, bahkan menciptakan ilusi yang mampu memperdaya akal dan pikiran manusia. Kemampuan yang diturunkan nenek moyang itu pulalah yang dimiliki oleh Nyai Damini. Dibantu para budak dari golongan sama, di alamnya, dia mampu menciptakan jenis godaan maha dasyat yang tak akan mampu ditolak makhluk berakal seperti manusia, khususnya Jihan. Perempuan itu terpedaya, dalam dunia yang diciptakan berdasarkan hasrat dan harapan terbesarnya. Hanya setitik noda hitam di hati bersih perempuan itu sudah cukup untuk membuka cela
Lalu-lalang orang masih terlihat di lokasi kejadian. Sirine ambulans dan mobil polisi bersahutan mengelilingi bangunan 1000m² yang berada di tengah-tengah Perkebunan Teh, seluas dua hektare. Bukan hanya kepolisian, tapi pasukan angkatan khusus juga dikerahkan dalam menangani kasus serius yang sudah lebih dari dua puluh tahun tak terungkap ini. Mengingat kasus yang tengah mereka tangani berhubungan dengan salah satu detektif yang kompeten di bidangnya. Fahri Azikri alias Ganjar Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka utama yang bertanggung jawab atas kematian dan banyaknya korban berjatuhan. Selain dalang dari organisasi sesat yang sudah berdiri selama dua puluh tahun lamanya, dia juga terancam pasal berlapis lainnya. Tentang pemalsuan identitas, pembunuhan berencana, pendiri organisasi ilegal, juga dengan sengaja menutupi bukti kejahatan.Sementara Bu Yuli, Bahar, dan tiga puluh orang lainnya masih berstatus saksi, sebelum pengadilan resmi menjatuhkan hukuman untuk orang-orang ya
Villa tempat dilaksanakannya ritual pemujaan itu terletak di daerah puncak. Jauh dari jalan raya dan tersembunyi di balik perkebunan Teh yang lebat seluas tujuh hektar. Sekitarnya dijaga ketat oleh para orang suruhan Ganjar. Tak sembarang orang bisa masuk ke tempat ini, kecuali dia yang memiki izin resmi sebagai bagian dari organisasi. Masih di daerah yang sama dengan Desa Makmur Jaya yang sudah lama binasa. Villa ini dulunya gedung kosong yang menjadi saksi bisu awal mula Burhan dan Niar mengikat kontrak dengan Nyai Damini. Tempat yang sudah direnovasi sedemikian rupa dengan berbagai fasilitas yang diperlukan selama ritual termasuk kamar khusus di mana anggota yang bukan suami-istri berhubungan sebagai salah satu syarat pesugihan. "Jihan tak akan pernah bisa memilih, Ganjar. Kebencianmu padaku tak harus melibatkan anak-anakmu. Lakukan apa yang kau mau padaku, tapi tolong lepaskan mereka!"Jihan menggeleng keras saat Pak Ridwan mengambil keputusan tanpa persetujuan. "Ayah ...," lir
"Mas, apa dosa syirik masih bisa diampuni oleh Allah?" Nisya bertanya pada Zidan setelah mereka selesai menunaikan salat maghrib. Zidan terdiam sesaat, lalu mengubah posisi mereka berhadapan. "Wallahu alam. Tapi, setahuku Allah lebih suka manusia pendosa yang gemas bertaubat daripada ahli agama yang selalu merasa paling benar." "Kalau begitu tuntun aku mengucap syahadat sekali lagi." Zidan kembali terdiam, lamat dia menatap sang istri, lalu mengangguk pelan. "Ashadu ...." "As-ashadu." Sampai saat syahadat selesai Nisya rapalkan dengan tubuh yang gemetar, tangis perempuan itu pecah tanpa sadar. Setelah tangis Nisya mereda, Zidan memeluk dan mencium istrinya. Sebagai lelaki normal hasratnya jelas terbangkitkan apalagi di hadapan perempuan yang halal baginya. Namun, tepat saat dia hendak mencumbu Nisya, perempuan itu tiba-tiba menolak. "Maaf, Mas. Kasih aku waktu sebentar lagi." Setelah itu Nisya bangkit dari pembaringan. "Ibu tadi, nelepon. Katanya yang lain udah
Seorang ibu tetaplah ibu, bagaimana dan seperti apa takdir anak yang mereka lahirkan tekanan batin yang dirasakan tetap menyiksa mereka meskipun kata tak cukup mampu untuk mengungkapkan apa yang dirasa. Seandainya bisa memilih keduanya juga menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Mereka tak berdosa, layak mendapatkan hidup yang lebih baik dan masa depan cerah seperti yang diimpikan setiap orangtua. Bukan dilahirkan hanya untuk menjadi persembahan makhluk dari dunia yang berbeda. Pelukan erat dan tangis yang tak terbendung sudah cukup menjelaskan seberapa dalam penyesalan Niar dan Cintya. Sayang mulut mereka dibungkam, keduanya tak bisa melontarkan sepatah pun kata, meski hanya maaf yang tulus dari dasar hatinya. "Galih, Rara, Riri, Farrel, Gina ... ayo, Nak!" Nisya memanggil mereka satu per satu. Menuntun kelima anak itu dari pelukan para ibunya. Seberapa keras pun berusaha, hukum alam tetep tak bisa dilanggar. Mereka sudah berbeda alam. Rara, Riri, Farrel dan Gina masih ter