Kolom komentar dipenuhi segala kata-kata yang membuat dada Agatha panas jika gadis itu sampai tahu dan membacanya. Bisa jadi video itu akan sampai juga pada keluarga mereka.Dalam kolom komentar ada juga yang tahu siapa Agatha. Karena gadis itu pernah menjadi finalis Cak dan Ning Surabaya. _Eh, dia kan yang pernah jadi finalis Ning Surabaya?__Nggak nyangka gue, kalau beneran ini Agatha yang anaknya crazy rich itu.__Loh ini kan putri pengusaha Bhakti Persada.__Masa sih dia seperti itu? Kurang apa coba. Dia bisa cari bujangan loh. Kenapa harus suami orang.__Cinta emang buta, guys.__Milik orang emang gurih-gurih sedap.__Bujangan itu sudah biasa. Suami orang baru luar biasa. Kayaknya dia memang suka berkompetisi. Nggak hanya ingin menyabet prestasi akademik, tapi ingin berprestasi menggaet suami orang, hahaha ....__Mana sih, istri sahnya? Penasaran, deh._Jika para netizen itu melakukan pencarian pada sosok Agatha pasti ketemu, tapi mereka tidak akan pernah menemukan Livia di medi
RAHASIA TIGA HATI- Ikut Denganku, LiviaBre keluar dari mobil dan membuat Livia terkejut. Livia tidak mengira kalau kendaraan yang berhenti di depannya ini milik mantan suaminya."Apa kabar, Livia?" tanya Bre menghampiri."Kabar baik," jawab Livia singkat. Sebenarnya dia sangat berharap tidak pernah bertemu Bre lagi. Kenangan bersama lelaki itu terlalu suram dan berusaha untuk dilupakan. Dia ingin tenang dan enjoy menjalani kehidupannya yang sekarang. Livia belum pernah merasakan kerja senyaman ini."Maaf, Mas. Aku pergi dulu." Livia hendak menyeberang tapi Bre menahan tangannya. Livia menarik paksa. "Ada apa?""Aku ingin membawamu pergi dari kota ini," ucap Bre serius sambil menatap lekat wajah Livia. Tawa menyembur dari bibir wanita itu. "Lelucon apa ini, Mas. Ketika ada kesempatan kamu membawaku pergi dan membelaku, nggak pernah kamu manfaatkan. Setelah kita nggak memiliki hubungan apa-apa lagi, malah ingin mengajakku kabur. Ternyata yang nggak waras itu kamu, Mas. Bukan ayahku.
ALAN FUTURE BRAND CREATIF (AFBC). Sering disebut sebagai AFBC, lebih singkat. Klien mereka sudah merambah ke perusahaan-perusahaan ternama, bahkan di luar provinsi. Tahu bagaimana cara promosi, menguasai pasar dengan baik, maka dengan mudah nama perusahaan mereka dikenal dan mendapatkan partner bisnis."Selamat pagi." Konsentrasi mereka dikejutkan oleh suara seorang perempuan yang muncul dari pintu kaca. Senyum wanita berpakaian modis itu sangat ramah."Selamat pagi," jawab karyawan serempak."Hai, Livia.""Hai juga, Mbak Ella."Perempuan bernama Ella menghampiri Adi. "Pak Alan, sudah datang?""Sudah, Mbak Ella." Adi segera bangkit dari duduknya sambil membawa map dan mengantarkan wanita itu ke ruangan Alan. Dan mereka meeting bertiga di dalam.Rasty segera bangkit dari duduknya untuk mengambilkan minum. Sebelum masuk, gadis itu mampir di meja Livia. "Bu Ella itu kalau ke sini betah banget. Udah selesai urusan pun nggak segera pulang. Sepertinya dia cari perhatian sama Pak Alan, Mbak,
RAHASIA TIGA HATI- Pernikahan "Bre, bangun. Ini sudah jam berapa?" Bu Rika menepuk bahu putranya yang tertidur memeluk guling. Wanita yang sudah berpakaian rapi dan selesai di rias oleh salon langganan yang datang ke rumah, tambah geram saat Bre hanya menggeliat sejenak kemudian diam. Memejam lagi.Bu Rika menarik napas dalam-dalam. Meredam emosi yang hendak tumpah keluar. Ia duduk di tepi pembaringan dan kembali menyentuh lengan putranya. "Bre, sebentar lagi kita berangkat. Ayo, bangun. Semua kerabat sudah siap nunggu di bawah." Ucapan Bu Rika sangat lembut. Jika dikasari, khawatir Bre tambah tidak peduli.Tadi malam pun Bre pulang jam satu. Entah pergi ke mana. Membuat seisi rumah panik dan tidak bisa tidur karena ponselnya pun di matikan. Sampai beberapa orang suruhan Ferry mencari ke tempat biasa Bre pergi."Bre, jangan permalukan kami, Nak." Bu Rika menahan diri supaya jangan sampai marah.Bre yang sebenarnya sudah terbangun masih diam memejam. Jangan permalukan kata sang mama
Mereka orang-orang yang sangat menghargai tamunya. Para kerabat justru berpikir, Alan pulang membawa calon istri. "Sama Neng Livia saja to, Lan. Dia juga cantik loh. Mirip almarhumah," ujar salah seorang budhenya tadi."Bulek pikir, kamu mau ngenalin calon istri pada mamamu dan kami," kata adik Bu Ana.Semua ucapan mereka ditanggapi senyuman oleh Alan. Setelah Selvia meninggal, tiap kali pulang, selalu saja ditanya kapan nikah, sudah punya pacar lagi atau belum, kenapa nggak pernah bawa cewek kalau pulang. Dan masih banyak pertanyaan dari mereka.Sekarang ia mengajak Livia pulang ke rumah, para kerabat juga heboh. Disangka mereka, Livia itu kekasihnya."Livia ke mana, Lan?" tanya Bu Ana sambil meletakkan sepiring pisang goreng di atas meja ruang tengah."Ada di belakang, Ma.""Kalian jadi kembali ke Surabaya malam ini?""Iya.""Nggak nginep saja?""Nggak, Ma. Aku nggak enak ngajak Livi nginap di sini. Aku sudah bilang pada Om Syam kalau mengajak Livi pulang malam ini juga." "Kamu ng
RAHASIA TIGA HATI- Penuh Perhatian Sarangan.Livia merasakan tubuhnya meriang dan menggigil. Ditambah lagi cuaca malam yang sangat dingin. Keningnya panas. Persis seperti yang dikatakan dokter tadi, lukanya pasti akan menyebabkan demam.Bu Ana yang tidur di sebelahnya terbangun dan menyentuh kening Livia yang tidur meringkuk. "Tubuhmu panas, Liv."Wanita itu menyibakkan selimut yang dipakainya dan turun dari pembaringan lantas keluar kamar. "Alan," digoyangkannya lengan sang putra.Alan yang baru setengah jam tertidur kaget dan langsung duduk. "Gimana, Ma?""Livia demam. Ambilkan termometer biar mama ambil air untuk ngompres." Bu Ana bergegas ke belakang, sedangkan Alan membuka kotak P3K untuk mengambil termogun di sana."Panasnya berapa, Lan?" tanya Bu Ana setelah Alan selesai mengecek suhu tubuh Livia."37,8,Ma. Kita bawa ke klinik saja." Alan terlihat sangat khawatir dan bingung. Ia hendak melangkah keluar untuk mempersiapkan mobil."Nggak usah, Mas. Tadi kan dokter sudah bilang
Surabaya.Jam delapan pagi disaat Agatha telah mandi dan berpakaian rapi, Bre masih tengkurap di atas tempat tidur. Wanita itu duduk di sofa pojok ruangan dan memperhatikan dengan perasaan dongkol dan ingin rasanya menangis. Padahal dua jam lagi mereka harus terbang ke Bali. Harusnya Bre sudah bangun dan bersiap. Karena perjalanan ke bandara pasti macet kalau hari Minggu begini.Tadi malam Agatha menunggui Bre masuk kamar hingga jam satu malam. Namun suaminya tidak kunjung kembali sampai Agatha tertidur. Saat terjaga jam empat, ia melihat Bre sudah tidur di sebelahnya. Entah jam berapa masuk kamar.Tidak ada ciuman romantis layaknya pasangan yang sudah menikah. Padahal tadi malam, menjadi malam pengantin mereka. Sebagai lelaki yang sudah pernah menikah, harusnya Bre menginginkannya. Apalagi ia memakai baju yang transparan dan sangat se*si. Sengaja tidak berselimut supaya Bre tergoda. Membiarkan tubuhnya kedinginan. Tapi kenyataannya malam yang semestinya indah, berlalu begitu saja.O
RAHASIA TIGA HATI- Cemburu "Mas, ada telepon dari Mbak Ella." Livia menggeser ponsel ke hadapan Alan setelah laki-laki itu kembali dari toilet."Biar saja. Nanti kalau nggak bisa menghubungiku, pasti dia telepon Adi." Alan memasukkan ponsel ke dalam saku celananya."Livi, kamu mau ke kamar mandi?" tanya Alan."Enggak, Mas.""Perjalanan kita masih lumayan jauh, kalau mau ke toilet biar aku anterin."Livia serba salah. Sebenarnya dia teringin juga ke toilet. Tapi malu kalau jadi pusat perhatian para pengunjung lainnya. Apalagi jika Alan harus mengantarnya hingga ke toilet bagian perempuan. Susahnya kalau sakit begini. Ribet. Apalagi setelah diganti perban dan di cek lukanya, terasa perih dan sakit lagi. Kenapa lama sekali sembuhnya."Ayo, ku antar!" Alan berdiri. Kembali digendongnya Livia. Jarak antara kafe dan toilet lumayan jauh juga. Toilet rest area berada di bagian belakang.Para pengunjung memperhatikan Alan yang menggendong Livia. Sampai di depan toilet wanita, ada seorang per
Bre menyalami Pak Rosyam dan Pak Tamin dan meminta maaf karena terlambat datang."Sekolah libur kan, Bang?" tanya Bre pada Alvian."Iya, Om. Libur seminggu setelah ulangan.""Oke, besok kita jalan-jalan ke pantai sama Kak Leo. Mau nggak?"Alvian memandang kakeknya. Saat Pak Rosyam mengangguk, Alvian senang karena diberi izin. Bocah itu memang sering bertemu Bre tiap kali ikut kakeknya ke Malang.Pak Rosyam dan Bre sambil makan membicarakan projek yang akan di mulai bulan depan. Setelah itu Bre mengajak Leo dan Alvian jalan-jalan di mall depan restoran. Pria yang masih tetap sendiri itu seperti biasa membelikan mainan dan pakaian untuk Alvian dan si kembar. Untuk Aliva dia hanya membelikan sebuah boneka. Aliva masih terlalu kecil. Bre belum pernah melihat wajah Aliva. Pasti cantik seperti ibunya. Bre terakhir kali bertemu Livia, ketika acara dinner malam itu. Kalau Alan masih sering bertemu karena mereka memang menjadi partner bisnis."Nak Bre, kapan bapak dapat undangan pernikahan? B
"Saya merintis bisnis bersama istri saya yang saat itu masih menjadi teman biasa. Juga Adi, teman kita yang malam ini tidak bisa datang. Mereka yang menemani saya benar-benar dari nol. Mulai dari mencari tempat usaha, perizinan, dan karyawan.""Dari teman langsung menikah atau pacaran dulu, Bro?" celetuk seorang teman."Suatu hari saya diam-diam menemui ayahnya dan berterus terang hendak menikahi putrinya. Tapi saya minta waktu agar saya mapan secara finansial. Beberapa bulan kemudian saya melamarnya dan kami menikah."Beberapa perempuan memandang ke arah Livia yang masih duduk di tempatnya. "Kenapa nggak ngundang kami? Kamu lupakan teman-temanmu," protes yang lain."Maaf, saya menikah di Sarangan, jadi hanya Adi saja yang datang. Kami hanya mengadakan pesta sederhana karena waktu itu saya masih dalam tahap merintis bisnis."Alan berbagi pengalaman dan motivasi yang menginspirasi. Semua pertanyaan teman dijawabnya dengan penjelasan yang gamblang. Dan pertemuan itu berakhir di jam seb
Livia berdebar-debar takut dan netranya pun berembun. Sekarang susah untuk menelan saliva, seperti ada yang menyekat tenggorokan. Livia merasa malu dan bersalah. Setiap kali ayahnya menemuinya di ruang kerja, sang ayah tidak pernah menutup pintu dengan rapat. Dari celah itulah, tentunya Alan mendengar percakapan dan tangisnya."Mas, aku nggak ada perasaan apapun selain empati dengan nasib Bre." Suara Livia bergetar. "Dia menjadi korban keegoisan mamanya, sedangkan dirinya juga tidak bisa mengendalikan diri makanya sakit akhibat merokok. Aku ....""Nggak perlu dijelaskan, Sayang. Mas paham perasaanmu. Kalau pun masih ada sisa rasa karena kalian pernah hidup bersama, mas juga ngerti.""Bukan seperti itu, Mas. Sekarang hidup dan matiku, jiwa dan ragaku hanya untuk mas dan anak-anak. Jangan salah pengertian.""Mas sangat mengerti, Livi. Sebaiknya kita nggak usah lagi membahas tentang hal ini. Mas percaya sama kamu. Mas dan Bre sudah bicara baik-baik, tetap membuka peluang supaya kita bisa
RAHASIA TIGA HATI - Alone"Tampaknya Mbak ini ngebet banget pengen ketemu sama Mas Alan.""Oh, bukan saya saja. Jangan salah paham, Mbak. Tapi teman-teman yang lain juga ingin bertemu. Berharap Alan bisa datang di pertemuan kami dan berbagi pengalamannya. Yang jelas berbagi ilmu. Alan sedang hangat diperbincangkan di grup alumni." Sonya tampak malu dan membuat wajahnya merona."Oh," jawab Livia pendek. Padahal di antara sekian banyak alumni, pasti bukan suaminya saja yang sukses. Tapi kalau pada akhirnya Alan jadi inspirasi dan penyemangat buat mereka, bukankah itu menjadi nilai plus. Pengalamannya menjadi sangat berguna tidak hanya untuk diri pribadi, tapi untuk orang banyak. Ah, Livia positif thinking saja."Alan jarang ikut pertemuan alumni. Mungkin karena sibuk kali, ya. Tapi kami berharap kali ini dia bisa hadir. Mumpung ada di Malang. Kalau gitu saya mau kembali ke kamar dulu, Mbak.""Ya, Mbak," jawab Livia.Wanita itu melangkah pergi. Tampaknya dia masih tahu malu juga setelah
"Besok pagi. Karena malam ini aku masih ada acara ketemuan dengan teman-teman alumni.""Apa benar AFBC mau buka cabang di Malang? Mas Ferry ngasih tahu aku sebulan yang lalu.""Insyaallah. Semoga tahun ini bisa terealisasi."Percakapan terjeda sejenak ketika makanan yang dipesan datang."Aku juga membuka peluang kerjasama dengan Hutama Jaya," ujar Alan sambil mulai menikmati makanannya."Kamu nggak khawatir denganku, Lan?"Alan tersenyum. "Apa mungkin kamu tega menikamku dari belakang? Sedangkan aku mendapatkan Livia bukan karena aku merebutnya darimu. Marilah kita menjalin hubungan kerjasama secara sportif sebagai pria sejati, tanpa ada bayang masa lalu. Profesional all out."Keduanya saling pandang. Tanpa bayang masa lalu? Jelas tawaran itu tidak mudah bagi Bre, bahkan bagi Alan sendiri. Tapi urusan dunia properti berada di tangan Pak Rosyam dan Adi. Alan tetap di pasionnya sendiri. Livia sebagai kepala staf keuangan, tetap di kantor bersamanya. Untuk projek properti ditangani oleh
Bre menggeliat sebelum turun dari kasur. Langsung ke dapur dan membuat secangkir kopi lantas membawanya ke balkon. Duduk di sana sambil menyesap white coffee. Dia lebih suka kopi hitam, tapi stok di dapurnya sudah tidak ada dan belum sempat belanja.Jam dua dini hari Bre baru bisa tidur. Pertemuannya dengan Livia membuatnya kembali merasa tersungkur. Dan itu pilihannya, karena sebenarnya dia bisa saja tidak usah datang ke acara dinner setelah tahu Alan pasti datang bersama Livia.Namun ia tetap datang juga. Dan ini akhibatnya. Luka yang seharusnya mulai sembuh, kini basah kembali. Meski demikian ia tidak lagi terpuruk seperti tahun-tahun kemarin. Bre lebih siap kendati tetap ada rasa kecewa karena penyesalan."Bre, dapat salam dari Atikah," ujar seorang teman kerjanya suatu hari.Bre hanya menjawab dengan senyuman. Dan kiriman salam itu terus berlanjut beberapa kali. Atikah ini salah satu staf di kantor tempatnya bekerja. Perempuan yang lumayan nekat karena berani mengirim salam dulua
RAHASIA TIGA HATI - Suami IdamanLivia meringkuk untuk berlindung dari dingin. Rasa cemas masih tersisa atas kejadian tadi malam. Tak terbayangkan kalau Alan bersikap arogan karena kesalahan yang istrinya lakukan. Selama ini dia sudah sangat bersabar, Livia benar-benar takut jika Alan bisa saja lepas kendali. Namun suaminya memiliki kecerdasan emosional, mampu mengekspresikan perasaan kecewa, marah, dengan cara yang bijak. Meski begitu bisa membuat Livia menangis.Saat melampiaskan hasr*tnya pun tetap semanis seperti biasanya meski diselimuti amarah dan cemburu. Tidak kasar untuk membalas rasa kecewanya. Suami seperti ini, di mana ia akan mendapatkan dalam situasi dunia seperti sekarang. Ketika perselingkuhan sudah menjadi life style, tidak hanya di kalangan kelas atas bagi orang-orang berduit, tapi kelas pinggiran pun mengalami fenomena yang sama.Kunci sebuah hubungan ada pada laki-laki. Mau sekuat apapun berdebat, kalau cinta seorang laki-laki sangat besar. Hubungan itu akan tetap
"Jadi Mas Alan nggak tahu?" Livia terkejut lagi. Alan yang biasanya banyak tahu hal-hal yang berada di luar jangkauan Livia, tapi kali ini dia tidak tahu apa-apa."Untuk apa mas berbohong sama kamu. Apa begitu pentingnya kabar tentang Bre bagimu?"Tangis Livia tumpah. "Bukan begitu. Aku takut kalian berselisih. Padahal aku sudah senang kalian bisa bekerjasama dengan baik sampai tiga tahun lamanya. Mas, jangan salah paham."Alan menarik napas panjang. Keduanya terdiam beberapa menit. Livia mengusap air mata dengan tisu yang ditarik dari atas nakas. "Maafkan aku. Aku nggak ada niatan mengkhianatimu," ujar Livia serak."Livi, kita sudah punya tiga anak. Saat mendengar percakapanmu dan ayah yang menasehatimu tadi, mas diam. Nggak akan menjadikan itu masalah yang membuat hubungan kita berubah. Mas memutuskan diam karena mas percaya dengan ayah dan kamu."Mas anggap itu hal biasa. Tapi setelah mas melihatmu berbincang dengan Bre, mas akhirnya perlu mendiskusikan hal ini denganmu.""Percayal
Livia menebarkan pandangan ke belakang. Ia tidak menemukan Bre di antara para undangan. Mungkin dia masih di sana, karena banyaknya tamu yang berjas hitam, jadi susah untuk menemukan."Apa yang kamu cari?" Alan menyentuh dan langsung menggenggam jemarinya."Mas." Livia kaget karena Alan tiba-tiba ada di belakangnya. Wajah sang suami tidak secerah tadi. Apa ada masalah antara suami dan rekan kerjanya? Livia jadi khawatir.Seseorang menyapa mereka. Alan kembali berbincang dan tidak melepaskan genggaman tangannya.Sedangkan Sonya yang kembali dari menerima telepon terkejut melihat tangan Livia digenggam oleh Alan. Laki-laki yang dibicarakan tadi sudah bersama wanita itu. Apa hubungan mereka? Bukankah Livia bilang datang bersama suaminya? Jadi dia istrinya Alan? Oh, mungkin bukan. Kenapa Livia tidak mengakui kalau dia istrinya bos AFBC ketika sang suami dibicarakan perempuan lain.Apa dia selingkuhannya Alan? Waduh, padahal Alan tidak ada tampang laki-laki red flag. Sonya tidak percaya. K