"Karena bagi mereka itu suami orang lebih menantang. Lebih berpengalaman, lebih sukses, dan matang. Model-model pelakor yang masih gadis itu kan mikirnya mau langsung enak. Nggak mau diajak berjuang bersama. Tahunya tinggal menikmati hasilnya saja," jawab Mbak Cici."Tapi ada loh, Mbak. Gadis sukses yang ngejar suami orang. Entah apa yang dicarinya," kata Rasty."Itu mah, perempuan gatel, nggak tahu diri, Ras. Awas loh ya, kamu jangan sampai kek gitu. Jadilah perempuan yang bermartabat dan penuh harga diri." Mbak Cici memperingatkan Rasty. Namun yang pucat pasi justru Ella. Sengaja tidak segera pulang sehabis meeting, karena ingin lebih berlama-lama di kantor AFBC, tapi malah tidak berkutik karena obrolan mereka. Tanpa mereka sadari, kata-kata yang mereka ucapkan menguliti Ella habis-habisan. Livia tersenyum puas. Semua perasaannya terwakili oleh obrolan itu. Tanpa perlu dia berkoar-koar. Semoga bisa membuka hati Ella dan berhenti berharap pada Alan."Malu, gaess. Perempuan independe
RAHASIA TIGA HATI - Berdamai dengan LukaBayangan segala kejahatan yang pernah ia lakukan menjelma semua dalam ingatan. Bergerak slide demi slide dalam kepala. Begitu menakutkan, memalukan, dan membuat Bu Rika merasa tak layak menapakkan kaki di halaman rumah itu."Ma, mari kita turun," ajak Bre sambil menyentuh lengan sang mama. Sedangkan Ferry yang duduk di balik kemudi hanya menoleh dan memperhatikan. Perasaannya sendiri sedang kalang kabut sekarang ini.Bu Rika diam cukup lama. Tubuhnya terasa berat dan kebas. Pintu rumah Pak Rosyam sudah terbuka. Dari dalam sana terdengar suara tangisan bayi. Ganti perasaan Bre yang terhimpit pedih. Dia suka melihat bayinya Livia. Tampan dan menenangkan. Wangi bayi itu masih tersimpan dalam ingatan.Kenapa dia tergoda dan menginginkannya, setelah hal itu tidak mungkin ia dapatkan. Sedangkan dulu dengan tega dituruti semua keinginan mamanya. Sampai membuat Livia nelangsa."Ma, kita harus turun dan nggak boleh berubah pikiran. Mereka sedang menung
Apa itu tandanya Pak Rosyam sudah tidak peduli? Bukan. Pak Rosyam adalah orang yang paling terpukul dengan peristiwa itu. Makanya sampai trauma dan depresi. Bayangkan di depan matanya sendiri, istri dan anaknya terjun bebas ke jurang sana.Andai kala itu ia tidak bisa menguasai diri, mungkin mobil yang dikemudikan juga ikut menyusul terjun bebas, karena jalanan menukik tajam ke bawah."Saya hanya ingin menjelaskan pada Bu Rika, walaupun mungkin Bu Rika sendiri sebenarnya sudah tahu akan hal ini. Hanya saja saya ingin meluruskan sekali lagi. Bahwa tidak ada perselingkuhan antara istri saya dan Pak Hutama. "Saya mengenal baik siapa sosok Safitria. Dia perempuan, istri, dan ibu yang baik bagi saya dan anak-anak. Menikah dengan saya, dia sudah melepaskan masa lalunya. Kami bahagia."Bu Rika makin tergugu tangisnya. Dada berkecamuk dan nyaris membuat ia ingin berteriak karena tak sanggup lagi menahan beban dalam dada.Bre yang menyadari kondisi sang mama, merangkul bahu wanita itu. Dengan
Acara ijab qobul berjalan lancar. Yang menyaksikan juga ikut bernapas lega. Hanya Ferry yang hancur saat itu. Mati-matian ia menahan diri agar tidak menangis. Melihat sang mantan bahagia di samping dokter gagah yang terlihat sangat perhatian pada dua anak kecil yang duduk menjadi pendamping.Ferry seperti mati tanpa kehilangan denyut nadi. Andai dadanya sebening kaca, mungkin bisa dilihat bagaimana segumpal darah di dalam sana sudah tidak jelas bentuknya. Ya, hatinya sedang sekarat sekarang. Sakit tapi terpaksa harus mengikhlaskan.Livia yang duduk bersama Alan di belakang Bre dan Ferry, bisa melihat betapa rapuhnya mantan kakak ipar. Alan pun bisa merasakan kehancuran Ferry. Sebab ia pernah berada di posisi itu ketika menyaksikan pernikahan antara Bre dan Livia. Namun takdir masih berpihak padanya. Tanpa curang, tanpa merebut, Livia akhirnya menjadi miliknya.Alan makin mengeratkan genggaman tangannya pada jemari sang istri. Livia menatapnya, Alan membalas dan memberi senyum.Acara
RAHASIA TIGA HATI - Mimpi yang Meresahkan Seorang wanita menggandeng anak perempuan kecil menyalami Ferry. "Cyntiara." Ferry menyalami wanita itu."Hai, Bre." Cyntiara ganti menyalami Bre."Apa kabarmu?" Bre tersenyum."Kabar baik. Nggak nyangka ketemu kalian di sini.""Ini anaknya Siska?" tanya Ferry sambil memandang anak kecil seusia Lena yang digandeng Cyntiara."Iya, anaknya Mbak Siska yang nomer dua.""Duduklah di sini bergabung dengan kami." Ferry menarik kursi dan menyuruh wanita itu duduk."Aku pesen makanan dulu." Cyntiara beranjak untuk memesan es krim kesukaan sang keponakan. Kemudian kembali duduk dan membiarkan Andin ikut bermain Lena dan Leo di playground yang tersedia di sana."Bagaimana kabar orang tuamu?" tanya Ferry. Sementara Bre sibuk memperhatikan anak-anak yang sedang bermain."Alhamdulillah, papa jarang pulang." Cyntiara tertawa sumbang. "Mama masih ngurus katering dan Mbak Siska seperti biasa. Amburadul." Gadis itu bercerita dengan nada sedih. Tidak ada yang
"Sudah telepon anak-anak?" tanya dokter Pasha yang menghampiri Kenny di sofa kamar hotel yang di booking mereka. "Sudah, Mas. Lena malah sudah tidur. Ini tadi bicara sama Leo saja. Dia tidur sama Bre.""Leo sepertinya memang lebih dekat dengan omnya, ya.""Iya. Semenjak melihat papanya menamparku waktu itu. Dia menjaga jarak dengan Mas Ferry. Leo ini seperti Bre sifatnya. Kalau sudah luka, susah sembuhnya. Sifat yang turun temurun agaknya. Papa Hutama tetap mencintai satu wanita meskipun sudah ada Mama Rika yang mendampingi dan memberinya dua putra. Kemudian Bre yang susah sekali melupakan cintanya pada Livia. Dan sekarang si Leo. Apa dia juga punya sifat keras kepala seperti kakek dan omnya.""Kita bisa membimbingnya pelan-pelan. Bagus teguh pendirian untuk hal yang baik. Tapi tidak untuk dendam atau apapun yang bakalan merugikan hidupnya sendiri. Leo masih anak-anak. Kita bisa membimbingnya secara bertahap."Kenny mengangguk senang mendengar kepedulian dokter Pasha. Semoga saja sua
"Mimpi ketemu pangeran berkuda. Ih, ganteng tahu, Mas. Pakai baju kebesaran laiknya pangeran dari negeri dongeng." Livia bercerita dengan tatap berbinar-binar. "Waktu dia mau meraih tanganku untuk diajak naik kuda, tapi nggak jadi karena Mas bangunin aku tadi." Bibir Livia mengerucut sebal. Tatapan Alan berubah tajam mendengar cerita istrinya."O, jadi kamu mau selingkuh dalam mimpimu. Padahal kamu sudah punya pangeran di dunia nyata," balas Alan.Livia terkekeh melihat wajah tegang suaminya. Alan cemburu dengan cerita karangannya. Padahal dia hanya cerita bohong. Livia tidak bermimpi seperti itu.Alan menyingkirkan selimut dari raga istrinya. Melepas satu per satu kancing piyama. "Biar mas tunjukkan siapa pemilikmu yang sebenarnya."Senyum Livia masih menghiasi bibir melihat kegundahan Alan. Mereka bercinta di malam yang dingin dan hening. "Mas, mau dengar nggak cerita detail tentang mimpiku tadi?" jemari Livia menjelajah dada Alan yang basah."Nggak usah," jawab Alan cepat. Livia
RAHASIA TIGA HATI - Tiga Tahun Kemudian "Aku tidak pernah meminta apapun, Mas. Selain pengampunan," jawab Bre sambil menerawang.Ferry pun diam menatap gerimis. "Kalau soal perasaan itu, aku sudah nggak peduli. Mau hilang atau nggak. Jika sampai mati pun aku hanya mencintai satu perempuan seperti halnya papa, nggak masalah. Tapi aku nggak akan membawa wanita lain masuk dalam hidupku dengan alasan untuk melanjutkan hidup. Sebab aku nggak ingin menyakitinya secara diam-diam seperti yang dilakukan papa pada mama. Aku mau fokus ke perusahaan. "Alan sudah banyak membantu kita, nggak mungkin aku tega menikamnya dari belakang. Livia sudah bahagia bersama Alan. Jika kembali bersamaku, belum tentu dia bisa bahagia. Lihatlah bagaimana interaksi mereka yang full chemistry. Aku sudah terlupakan sebagai masa lalu yang kelam." Bre bicara sambil mengingat jelas bagaimana Alan menatap Livia penuh perhatian. Pria berhidung mancung, sepasang matanya yang menantang terlindung alis tebal, dan senyumn
Bre menyalami Pak Rosyam dan Pak Tamin dan meminta maaf karena terlambat datang."Sekolah libur kan, Bang?" tanya Bre pada Alvian."Iya, Om. Libur seminggu setelah ulangan.""Oke, besok kita jalan-jalan ke pantai sama Kak Leo. Mau nggak?"Alvian memandang kakeknya. Saat Pak Rosyam mengangguk, Alvian senang karena diberi izin. Bocah itu memang sering bertemu Bre tiap kali ikut kakeknya ke Malang.Pak Rosyam dan Bre sambil makan membicarakan projek yang akan di mulai bulan depan. Setelah itu Bre mengajak Leo dan Alvian jalan-jalan di mall depan restoran. Pria yang masih tetap sendiri itu seperti biasa membelikan mainan dan pakaian untuk Alvian dan si kembar. Untuk Aliva dia hanya membelikan sebuah boneka. Aliva masih terlalu kecil. Bre belum pernah melihat wajah Aliva. Pasti cantik seperti ibunya. Bre terakhir kali bertemu Livia, ketika acara dinner malam itu. Kalau Alan masih sering bertemu karena mereka memang menjadi partner bisnis."Nak Bre, kapan bapak dapat undangan pernikahan? B
"Saya merintis bisnis bersama istri saya yang saat itu masih menjadi teman biasa. Juga Adi, teman kita yang malam ini tidak bisa datang. Mereka yang menemani saya benar-benar dari nol. Mulai dari mencari tempat usaha, perizinan, dan karyawan.""Dari teman langsung menikah atau pacaran dulu, Bro?" celetuk seorang teman."Suatu hari saya diam-diam menemui ayahnya dan berterus terang hendak menikahi putrinya. Tapi saya minta waktu agar saya mapan secara finansial. Beberapa bulan kemudian saya melamarnya dan kami menikah."Beberapa perempuan memandang ke arah Livia yang masih duduk di tempatnya. "Kenapa nggak ngundang kami? Kamu lupakan teman-temanmu," protes yang lain."Maaf, saya menikah di Sarangan, jadi hanya Adi saja yang datang. Kami hanya mengadakan pesta sederhana karena waktu itu saya masih dalam tahap merintis bisnis."Alan berbagi pengalaman dan motivasi yang menginspirasi. Semua pertanyaan teman dijawabnya dengan penjelasan yang gamblang. Dan pertemuan itu berakhir di jam seb
Livia berdebar-debar takut dan netranya pun berembun. Sekarang susah untuk menelan saliva, seperti ada yang menyekat tenggorokan. Livia merasa malu dan bersalah. Setiap kali ayahnya menemuinya di ruang kerja, sang ayah tidak pernah menutup pintu dengan rapat. Dari celah itulah, tentunya Alan mendengar percakapan dan tangisnya."Mas, aku nggak ada perasaan apapun selain empati dengan nasib Bre." Suara Livia bergetar. "Dia menjadi korban keegoisan mamanya, sedangkan dirinya juga tidak bisa mengendalikan diri makanya sakit akhibat merokok. Aku ....""Nggak perlu dijelaskan, Sayang. Mas paham perasaanmu. Kalau pun masih ada sisa rasa karena kalian pernah hidup bersama, mas juga ngerti.""Bukan seperti itu, Mas. Sekarang hidup dan matiku, jiwa dan ragaku hanya untuk mas dan anak-anak. Jangan salah pengertian.""Mas sangat mengerti, Livi. Sebaiknya kita nggak usah lagi membahas tentang hal ini. Mas percaya sama kamu. Mas dan Bre sudah bicara baik-baik, tetap membuka peluang supaya kita bisa
RAHASIA TIGA HATI - Alone"Tampaknya Mbak ini ngebet banget pengen ketemu sama Mas Alan.""Oh, bukan saya saja. Jangan salah paham, Mbak. Tapi teman-teman yang lain juga ingin bertemu. Berharap Alan bisa datang di pertemuan kami dan berbagi pengalamannya. Yang jelas berbagi ilmu. Alan sedang hangat diperbincangkan di grup alumni." Sonya tampak malu dan membuat wajahnya merona."Oh," jawab Livia pendek. Padahal di antara sekian banyak alumni, pasti bukan suaminya saja yang sukses. Tapi kalau pada akhirnya Alan jadi inspirasi dan penyemangat buat mereka, bukankah itu menjadi nilai plus. Pengalamannya menjadi sangat berguna tidak hanya untuk diri pribadi, tapi untuk orang banyak. Ah, Livia positif thinking saja."Alan jarang ikut pertemuan alumni. Mungkin karena sibuk kali, ya. Tapi kami berharap kali ini dia bisa hadir. Mumpung ada di Malang. Kalau gitu saya mau kembali ke kamar dulu, Mbak.""Ya, Mbak," jawab Livia.Wanita itu melangkah pergi. Tampaknya dia masih tahu malu juga setelah
"Besok pagi. Karena malam ini aku masih ada acara ketemuan dengan teman-teman alumni.""Apa benar AFBC mau buka cabang di Malang? Mas Ferry ngasih tahu aku sebulan yang lalu.""Insyaallah. Semoga tahun ini bisa terealisasi."Percakapan terjeda sejenak ketika makanan yang dipesan datang."Aku juga membuka peluang kerjasama dengan Hutama Jaya," ujar Alan sambil mulai menikmati makanannya."Kamu nggak khawatir denganku, Lan?"Alan tersenyum. "Apa mungkin kamu tega menikamku dari belakang? Sedangkan aku mendapatkan Livia bukan karena aku merebutnya darimu. Marilah kita menjalin hubungan kerjasama secara sportif sebagai pria sejati, tanpa ada bayang masa lalu. Profesional all out."Keduanya saling pandang. Tanpa bayang masa lalu? Jelas tawaran itu tidak mudah bagi Bre, bahkan bagi Alan sendiri. Tapi urusan dunia properti berada di tangan Pak Rosyam dan Adi. Alan tetap di pasionnya sendiri. Livia sebagai kepala staf keuangan, tetap di kantor bersamanya. Untuk projek properti ditangani oleh
Bre menggeliat sebelum turun dari kasur. Langsung ke dapur dan membuat secangkir kopi lantas membawanya ke balkon. Duduk di sana sambil menyesap white coffee. Dia lebih suka kopi hitam, tapi stok di dapurnya sudah tidak ada dan belum sempat belanja.Jam dua dini hari Bre baru bisa tidur. Pertemuannya dengan Livia membuatnya kembali merasa tersungkur. Dan itu pilihannya, karena sebenarnya dia bisa saja tidak usah datang ke acara dinner setelah tahu Alan pasti datang bersama Livia.Namun ia tetap datang juga. Dan ini akhibatnya. Luka yang seharusnya mulai sembuh, kini basah kembali. Meski demikian ia tidak lagi terpuruk seperti tahun-tahun kemarin. Bre lebih siap kendati tetap ada rasa kecewa karena penyesalan."Bre, dapat salam dari Atikah," ujar seorang teman kerjanya suatu hari.Bre hanya menjawab dengan senyuman. Dan kiriman salam itu terus berlanjut beberapa kali. Atikah ini salah satu staf di kantor tempatnya bekerja. Perempuan yang lumayan nekat karena berani mengirim salam dulua
RAHASIA TIGA HATI - Suami IdamanLivia meringkuk untuk berlindung dari dingin. Rasa cemas masih tersisa atas kejadian tadi malam. Tak terbayangkan kalau Alan bersikap arogan karena kesalahan yang istrinya lakukan. Selama ini dia sudah sangat bersabar, Livia benar-benar takut jika Alan bisa saja lepas kendali. Namun suaminya memiliki kecerdasan emosional, mampu mengekspresikan perasaan kecewa, marah, dengan cara yang bijak. Meski begitu bisa membuat Livia menangis.Saat melampiaskan hasr*tnya pun tetap semanis seperti biasanya meski diselimuti amarah dan cemburu. Tidak kasar untuk membalas rasa kecewanya. Suami seperti ini, di mana ia akan mendapatkan dalam situasi dunia seperti sekarang. Ketika perselingkuhan sudah menjadi life style, tidak hanya di kalangan kelas atas bagi orang-orang berduit, tapi kelas pinggiran pun mengalami fenomena yang sama.Kunci sebuah hubungan ada pada laki-laki. Mau sekuat apapun berdebat, kalau cinta seorang laki-laki sangat besar. Hubungan itu akan tetap
"Jadi Mas Alan nggak tahu?" Livia terkejut lagi. Alan yang biasanya banyak tahu hal-hal yang berada di luar jangkauan Livia, tapi kali ini dia tidak tahu apa-apa."Untuk apa mas berbohong sama kamu. Apa begitu pentingnya kabar tentang Bre bagimu?"Tangis Livia tumpah. "Bukan begitu. Aku takut kalian berselisih. Padahal aku sudah senang kalian bisa bekerjasama dengan baik sampai tiga tahun lamanya. Mas, jangan salah paham."Alan menarik napas panjang. Keduanya terdiam beberapa menit. Livia mengusap air mata dengan tisu yang ditarik dari atas nakas. "Maafkan aku. Aku nggak ada niatan mengkhianatimu," ujar Livia serak."Livi, kita sudah punya tiga anak. Saat mendengar percakapanmu dan ayah yang menasehatimu tadi, mas diam. Nggak akan menjadikan itu masalah yang membuat hubungan kita berubah. Mas memutuskan diam karena mas percaya dengan ayah dan kamu."Mas anggap itu hal biasa. Tapi setelah mas melihatmu berbincang dengan Bre, mas akhirnya perlu mendiskusikan hal ini denganmu.""Percayal
Livia menebarkan pandangan ke belakang. Ia tidak menemukan Bre di antara para undangan. Mungkin dia masih di sana, karena banyaknya tamu yang berjas hitam, jadi susah untuk menemukan."Apa yang kamu cari?" Alan menyentuh dan langsung menggenggam jemarinya."Mas." Livia kaget karena Alan tiba-tiba ada di belakangnya. Wajah sang suami tidak secerah tadi. Apa ada masalah antara suami dan rekan kerjanya? Livia jadi khawatir.Seseorang menyapa mereka. Alan kembali berbincang dan tidak melepaskan genggaman tangannya.Sedangkan Sonya yang kembali dari menerima telepon terkejut melihat tangan Livia digenggam oleh Alan. Laki-laki yang dibicarakan tadi sudah bersama wanita itu. Apa hubungan mereka? Bukankah Livia bilang datang bersama suaminya? Jadi dia istrinya Alan? Oh, mungkin bukan. Kenapa Livia tidak mengakui kalau dia istrinya bos AFBC ketika sang suami dibicarakan perempuan lain.Apa dia selingkuhannya Alan? Waduh, padahal Alan tidak ada tampang laki-laki red flag. Sonya tidak percaya. K