Nerisha dan Natasha berlari membelah dunia yang telah berselimut gelap dan minimnya manusia yang masih terjaga. Matahari yang terik dikala siang kini telah berganti terangnya sinar bulan seolah menjadi teman kedua gadis itu. Lalu lintas di sekitar terpantau mulai sepi. Para penjual yang membuka pertokoan di sepanjang jalan terlihat mulai menutup toko mereka.
Orang-orang yang biasa duduk santai di emperan pertokoan, sembari bercanda gurau dengan teman-teman kini terlihat mulai tidak ada. Bukan mereka yang menghilang, melainkan ini sudah waktunya beristirahat.
Waktu menunjukan pukul 23.25 menit, tandanya sudah hampir tengah malam. Pantas saja jika jalan ini mulai sepi. Namun, itu tidak menyurutkan semangat Nerisha dan Natasha. Kedua gadis yang sama-sama kpopers itu berlari menuju tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.
"Ayo, cepat kakak!"
Nerisha memberi semangat pada gadis manis berusia 21 tahun memakai sweater hitam yang tertinggal di belakang, sedangkan Natasha yang memang sudah merasa lelah itu harus menambah kecepatannya demi adik tercinta. Meski napas sudah terengah-engah bukan berarti Natasha harus berleha-leha. Ada hal yang perlu dirinya gapai di depan sana.
*****
Tidak berselang lama, setelah berlari hampir 10 sampai 15 menit akhirnya Nerisha dan kakaknya sampai juga di tempat tujuan. Sebuah rumah yang terletak di antara gang komplek yang cukup sempit. Roda empat tidak akan bisa melewati jalan ini, karena jalannya hanya diperuntungkan untuk roda dua semata.
Nerisha dan Natasha sudah berdiri di depan gedung berlantai dua. Jika berpatok pada gambar sebelumnya. Maka petunjuk rumah itu terletak di lantai dua. Jika mengikuti arahan hologram serta foto yang sempat dilihat sampai akhirnya menghilang tersapu angin.
"Bagaimana ini, Kak? Apa kita harus naik ke atas?" tanya Nerisha menunggu keputusan pasti dari kakaknya.
"Menurutmu? Apa kita harus memeriksanya?" Natasha malah berbalik melempar pertanyaan pada adik kecil berambut hitam tebal dan sedikit ikal di bagian ujungnya. Tentunya Nerisha tak langsung menjawab itu.
Keduanya sama-sama mendongak melihat ke atas, mengamati gedung dua lantai yang sepertinya tidak memiliki penghuninya. Tampak tidak ada yang aneh dari gedung dengan cat berwarna hijau muda bercampur biru telor asin tersebut. Rumah ini seperti rumah-rumah sekitarnya, hanya saja area ini minim sosialisasi. Jika dilihat dari sepinya jalan.
Maksudnya orang-orang yang tinggal di area sekitar jarang bertegur sapa sesama tetangga, yang membuat komplek ini menjadi sepi. Itu saja pengamatan dari Nerisha dan Natasha.
"Kak!" Nerisha memanggilnya satu kali, tetapi tidak ada jawaban dari gadis memakai kacamata minus tersebut.
"Kakak!"
"Hm?"
Di kedua kalinya Natasha baru menyahut, meski fokusnya tetap pada langit-langit rumah yang berada di lantai dua.
"Maafkan kakak, sepertinya kakak melamun tadi." Natasha membuka senyumannya sembari mata indah bulat seperti biji buah kelengkeng itu terus melihat ke atas.
"Sebenarnya kakak sedang memikirkan apa?" tanya heran Nerisha. Jika dilihat sejak tadi Natasha tidak pernah mengedipkan matanya. Maka dari itu gadis cantik pemilik gigi gingsul tersebut menegur Natasha sampai dua kali.
Memang tidak seperti biasanya Natasha diam saat melihat sesuatu, serta ditambah dia yang terlihat tidak mengedipkan mata menambah curiga Nerisha.
"Bukan apa-apa, adikku Sayang," ungkap gemas Natasha, sambil mencubit kedua pipi pembam Nerisha. Rasanya kenyal layaknya bakpao yang baru saja matang.
"Kakak!" Adiknya membalas kesal. Wajah cemberut ciri khas Nerisha terlihat kembali.
"Kakak hanya merasa seperti mengenal tempat ini. Gedung ini tampak tidak asing bagi kakak. Namun, kakak berpikir. Mengapa kakak memiliki firasat buruk pada rumah ini? Kakak tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya," ungkap Natasha, merasakan keanehan pada dirinya.
Bukan hanya firasat, tetapi seluri bulu romanya ikut berdiri seolah ikut merasakan hal yang terjadi di sekitar.
"Itu hanya perasaan kakak saja mungkin. Kakak mengatakan baru pertama kali melihat tempat ini bukan, tadi? Jadi, menurutku itu hanya perasaan halusinasi yang dibuat oleh pikiran kakak saja dan tentu itu menimbulkan ketakutan pada diri kakak, yang sebenarnya tidak pernah ada," balas Nerisha bersugesti.
"Sepertinya kau benar. Mungkin itu hanya hayalan kakak saja. Jika dipikirkan lagi memang benar kakak baru pertama kali datang ke tempat ini. Dapat dipastikan ini hanya perasaan takut kakak saja," lanjut Natasha membalas.
"Ya sudah, mari kita naik ke atas! Atau kakak ingin kita hanya berdiri di sini dan membiarkan nyamuk-nyamuk nakal ini terus menghisap darahku!" tuntas Nerisha mengeluh.
Tepok sana, tepok sini. Nerisha sudah kesal karena serangan para nyamuk-nyamuknya mulai tak terkendali. Mungkin beberapa dari mereka sudah mati, tetapi pasukan lain datang untuk membalas. Alhasil jika terus dibiarkan bisa saja nyamuk akan membopongnya pergi.
"Tentu kita harus masuk ke dalam. Potongan gambarnya mengarah ke rumah yang ada di atas sana bukan? Jadi kita harus memeriksa rumahnya, baru setelah itu kita tahu misi kita selanjutnya apa," papar Natasha selesai.
"Ayo!" Nerisha setuju dengan ajakan kakaknya. Dia memilih naik daripada harus menunggu di sini dengan para nyamuk yang nakal.
Lalu keduanya memutuskan untuk masuk tanpa adanya keraguan. Tidak peduli apa yang akan terjadi di dalam, yang jelas mereka harus naik dan menyelidiki rumah itu untuk bisa menemukan petunjuk untuk misi selanjutnya.
*****
Dalam kisahnya akan ada satu amplop yang berisikan potongan gambar sebagai petunjuk bagi Nerisha dan Natasha untuk menyelesaikan misi. Misi apa yang dimaksud? Tentunya sesuatu yang misteri dan rahasia?
Pertanda amplop atau surat akan datang ditandai dengan detak jantung Nerisha yang berdegup begitu kencang secara tiba-tiba. Tidak peduli di mana tempatnya. Jika surat itu hendak datang maka rasa sakitnya akan menyerang dan biasanya surat itu datang pada Natasha terlebih dahulu.
Namun, pertanyaannya siapa yang mengirim itu? Keanehan yang lain. Surat itu datang dengan cara melayang di udara, tetapi tidak ada yang bisa melihatnya kecuali Natasha dan Nerisha saja.
****
Berlanjut.
Mereka berdua menaiki anak-anak tangga untuk bisa sampai ke lantai dua. Tidak ada yang aneh dari setiap anak tangganya. Mungkin karena ini sudah malam, membuat suasana sekitar menjadi menakutkan.
Minimnya cahaya lampu membuat gedung ini terlihat cukup seram. Namun, sepertinya tidak terlalu menakutkan hanya terlihat sepi saja. Terus melangkah naik sampai akhirnya mereka berdiri di depan pintu masuk dari rumah yang terletak di lantai dua itu.
"Jangan!"
Nerisha semula ingin langsung mengetuk pintunya, tetapi Natasha menahan dia untuk melakukan itu.
"Kenapa?" tanyanya dengan suara berbisik.
"Apa kau tidak merasa aneh? Kenapa dari lantai satu sampai dua kita tidak melihat seseorang di sini? Apa gedung ini tidak berpenghuni?" Rasa curiga kakaknya bukanlah sebuah alasan belaka.
Nerisha berpikir. 'Memang benar yang kakak katakan itu. Aku juga merasa ini cukup aneh. Kenapa gedung ini sepi, dan lampunya juga tidak menyala. Apa betul gedung ini tidak ada yang menghuninya?"
Keduanya satu pemikiran. Jadi keputusannya tidak usah mengetuk pintu, takutnya memang tidak ada orang di dalam. Namun, ini semakin mengundang rasa penasaran di hati masing-masing.
"Kita masuk saja ke dalam, bagaimana?"
Ajakan Natasha tidak terlalu buruk. "Boleh juga. Namun, tunggu! Aku akan nyalakan dulu kamera video untuk merekam saat kita masuk. Bagaimana, Kak?" usul Nerisha demikian.
"Iya, rekam saja. Itu ide yang tidak buruk menurut kakak."
Karena sudah sama-sama setuju, jadi Natasha membuka saja pintunya tanpa permisi lagi. Toh memang tidak ada orang juga yang menempati rumah tersebut.
Natasha meraih daun pintu itu. Tangan kanannya perlahan memutar daun pintu untuk memastikan itu terkunci atau tidak.
Krek ….
Ternyata pintunya tidak terkunci. Sebab ketika digerakkan pintu langsung saja terbuka. Tanpa keraguan sedikitpun mereka masuk bersama-sama, Nerisha pula merekam setiap detik momen yang terjadi.
Lima langkah pertama tidak terjadi apa-apa. Ketika masih berdiri di bibir pintu sambutan dari beberapa hewan kecil penghuni rumah sudah merepotkan Nerisha dan Natasha. Jaring laba-laba dan kotoran dinding menghambat langkah keduanya. Mereka bersusah payah menyingkirkan itu semua.
"Halo! Apa ada orang di rumah ini?"
Setelah dibersihkan di langkah selanjutnya Nerisha mencoba menyapa, guna memastikan apakah ada orang yang menghuni rumah tersebut. Sembari merekam dengan kamera kecil, Nerisha dan Natasha masuk lebih dalam.
"Halo! Apa ada orang di rumah ini? Jika ada tolong jawab panggilan kami!"
Kini giliran Natasha yang berseru. Dia cukup takut saat tidak ada jawaban yang terdengar. Dari ruangan pertama hingga mata memandang yang terlihat hanya kegelapan dan memaksa keduanya harus menyalakan senter yang ada pada ponsel.
Sembari berjalan perlahan, dan meraba-raba apakah ada saklar lampu di dekat sana. Ternyata ada, tetapi itu sudah tidak berfungsi. Langkah kakak beradik ini mulai memasuki ruangan tengah.
"Halo. Tuan, dan nyonya! Apakah kami boleh masuk? Kami datang bermaksud baik ingin bertemu kalian!" teriakan Nerisha yang mengada-ada.
"Benar, tuan dan nyonya! Kami ingin bertemu kalian. Apa kalian bisa mendengar suara kami?"
Keduanya berteriak saling bergantian. Bukan hanya itu mereka seolah membuat kebisingan di tengah-tengah kegelapan ini.
Rumah yang cukup luas itu tampak sangat berantakan, terlihat ketika layar kamera Nerisha merekam setiap sudut yang ada. Barang-barang berserakan di atas lantai dan tampak berdebu pula. Seolah-olah rumah ini memang tidak pernah ditinggali bertahun-tahun.
Masuk lebih dalam. Tidak ada jawaban walau mereka sudah berteriak sekencang mungkin. Keduanya mendatangi salah satu kamar yang ada di sekitar sana. Sama seperti ruangan pertama dan bagian tengah. Saklar yang ada di kamar ini juga tidak berfungsi.
"Kakak sepertinya rumah ini memang kosong, tidak ada yang menghuninya. Apa sebaiknya kita pulang saja, Kak? Ini kan sudah larut malam dan aku juga sudah merasa lelah ingin cepat-cepat beristirahat."
"Hm? Baiklah. Kita sekarang pulang, tetapi besok kita harus kembali lagi, bagaimana kau setuju?"
"Iya, baiklah. Aku setuju," balas Nerisha menerimanya.
Keputusan terakhir Nerisha dan Natasha memilih pulang saja. Alasannya ini sudah sangat larut malam, serta cukup gelap untuk menelusuri seluruh areanya. Jadi mau tidak mau mereka menghentikan dulu pencahariannya dan dilanjut besok.
"Baiklah. Kami pulang!" teriak keduanya bersahutan.
Dengan kamera dan senter yang masih menyala, Nerisha dan Natasha mulai meninggalkan ruangan kamar yang kosong itu. Mereka berjalan dengan perlahan, karena banyak pecahan kaca yang tercecer di sepanjang lantai.
Sebelum sampai keluar, tiba-tiba mereka dikejutkan sesuatu.
Brak!
Benda keras terjatuh ke lantai tepat di depan mata mereka.
"Kakak!" Nerisha menjerit dan melompat memeluk kakaknya.
*****
Bersambung.
"Baiklah. Jika tidak ada orang kami pulang saja, ya!"Karena ini tidak ada siapa-siapa dan sudah larut malam juga, Natasha dan Nerisha memutuskan untuk pulang saja. Biarpun mereka tidak menemukan petunjuk untuk misi kali ini, setidaknya kakak beradik ini bisa kembali besok serta memulai kembali pencarian ketika matahari telah terbit esok hari.Berjalan meninggalkan ruangan kamar, dengan keadaan gelap gulita dan minimnya cahaya, baik Nerisha dan Natasha saling bergandengan tangan agar tidak kehilangan satu sama lain. Hampir sampai ke pintu keluar. Namun sebelum langkah mereka sampai, Nerisha dikejutkan dengan jatuhnya benda besar di depan matanya.Tiba-tiba tanpa ada yang mendorong sebuah kardus besar terjatuh dari tempatnya secara mendadak. Nerisha da
Keesokan harinya. Karena hari ini weekend Nerisha dan Natasha juga libur dari kesibukan masing-masing, jadi keduanya memilih untuk kembali ke rumah itu. Rumah yang kemarin malam sempat mereka datangi. Namun, pencarian harus terhenti terhalang waktu yang telah larut.Di bawah terik sinar mentari yang mulai hangat, keduanya telah tiba di rumah tersebut. Sinar sang Surya yang telah menyorot, membuat seisi rumah menjadi terlihat semuanya.Keduanya masuk secara bersama-sama, sembari bergandengan tangan mereka menelusuri rumah ini yang ternyata sangat kacau. Jika malam kemarin keduanya tidak bisa melihat apa-apa, sedangkan sekarang mereka bisa melihat semuanya bahkan lubang semut pun sampai terlihat.Banyak pecahan kaca di mana-mana, dan barang-barangnya juga sangat berdebu. Nerisha dan Natasha mulai mencari barang yang bisa mereka jadikan petunjuk dari misi kali ini.Ya. Mereka harus menemukan petun
"Nerisha, lihat. Itu suratnya datang." Natasha langsung menangkap surat yang datang secara magic tersebut. Setibanya amplop itu, rasa sakit yang semula mengguncang secara mendadak menghilang. Nerisha tak lagi merasakan sakitnya dan terlihat sudah lebih sehat dari sebelumnya. "Cepat buka amplonya, Kak. Mungkin saja itu petunjuk selanjutnya dari misi kita ini, Kak." Nerisha begitu antusias untuk mengetahui isi dari amplop tersebut dan begitu juga dengan Natasha. Maka dari itu gadis itu segera membukanya dan apa yang mereka lihai. Dikeluarkan isinya, ternyata ada potongan gambar yang menunjukan seorang gadis muda, yang tampak seusia dengan mereka. "Siapa wanita ini?" tanya Natasha selepas isi amplopnya dikeluarkan. "Coba aku lihat, Kak." Nerisha segera mengambil potongan gambarnya. Dari raut dan tutur katanya. Sepertinya Ne
Sementara Nerisha dan Natasha sibuk dengan misi mereka, di sisi yang berbeda. Orion yang tengah berjalan sendiri selepas berbelanja di toko serbaguna, tiba-tiba dihadang oleh dua pria yang usianya lebih dewasa dari dirinya sendiri.Orion didorong ke sebuah gang sempit, yang diapit dua gedung bertingkat. Tidak ada yang bisa Orion lakukan, dia pasrah karena pastinya tidak ada satupun orang yang akan menolongnya."Hei, bocah! Berikan kami uang, atau kau tidak akan bisa keluar dari gang ini!" hadang keduanya pada Orion yang lugu itu."Maaf, Kak. Tapi saya tidak memiliki uang. Uang saya sudah habis untuk berbelanja," jelas Orion begitu ketakutan.Orion yang bertubuh tinggi itu merasa kecil k
Dari sudut lain, masih dihari yang sama. Nerisha dan Natasha masih berjuang untuk memecahkan satu persatu petunjuk dari misi mereka kali ini.Keduanya pergi bersama-sama ke sebuah gedung yang kemarin menjadi tempat diselenggarakannya konser besar dari TCN 721."Di mana kau bertemu dengan dia?"Natasha meminta Nerisha untuk mengingat kapan dan di mana dia berpapasan dengan gadis yang menjadi petunjuk kali ini.Dengan mengingat-ingat, Nerisha mencoba mengulang bagaimana kemarin dia bertemu dengan Bintang Kejora."Kemarin aku datang dari pintu barat itu, lalu aku sibuk bermain ponsel dan tentunya dengan barang-barang yang aku bawa membuatku sulit untuk melihat," ujar Nerisha menjelaskan kronologi kejadian beberapa saat lalu.
Keesokan harinya. Nerisha kembali sibuk dengan aktivitas sehari-harinya yaitu sekolah.Namun, ada yang berbeda dengan Nerisha hari ini. Di dalam kelasnya, gadis yang memang tidak suka bergaul itu tampak murung di tempat duduknya.Nerisha terlihat sedang banyak pikiran. Entah apa yang tengah mengganggu gadis berseragam SMA itu, sepertinya dia masih memikirkan kejadian kemarin.Tentu, waktu di mana foto Bintang, gadis yang menjadi misteri dalam kasus ini tiba-tiba bersinar ketika dia dan kakaknya hendak pulang.****Kemarin, di salah satu gang sempit yang terletak di sekitaran Distrik B04. Tanpa diketahui keduanya tiba-tiba
"Hei tunggu!"Natasha memanggil gadis yang hendak pergi jauh itu, sontak dia berjaket hitam menghentikan langkahnya, bersamaan dengan itu dia mengerutkan keningnya dan berbalik badan menatap Natasha serta Nerisha secara bersama-sama."Apa kau mengenal Bintang?" tanya Natasha diawal kalimatnya. Pertanyaan yang sempat Natasha utarakan beberapa saat lalu.Gadis berjaket hitam itu belum memberikan respon yang berarti apa-apa. Di waktu bersamaan dia membuka penutup kepalanya, menunjukan wajah asli di depan Nerisha dan Natasha secara langsung."Bintang?" Sebut serentak keduanya, sesaat setelah mendapati rupa gadis itu yang begitu mirip dengan Bintang. Meski sempat melihatnya tadi. Namun, Nerisha serta Natasha tidak bisa menutupi keterkejutannya.Tidak, itu memang Bintang, pikir keduanya yang membuka mulut lebar-lebar. Namun, tidak banyak kata yang dapat keluar."Lihat Kak, w
"Saat itu …."Bulan mulai membuka suara, menceritakan satu demi satu kejadian malam itu saat dia bersama dengan Bintang."Bulan! Ayo kita pulang!" teriak Bintang kala itu, sambil membawa tiket konser di tanganya.Bintang datang dengan terburu-buru sembari membawa tiket konsernya. Dia datang dari kejauhan dengan cara berlari. Hal itu sontak membuat Bulan yang tengah menunggu menjadi bertanya-tanya."Ada apa kakak? Kenapa kita harus pulang? Bukankah konsernya akan segera dimulai?" Bulan pun bertanya demikian saat itu juga kepada Bintang.Bintang menaikkan satu alisnya, mulutnya terbuka. Akan tetapi, tidak ada kata yang terucap darinya. Bintang sulit menyusun kata-katanya."Ketika itu aku bertanya padanya, kenapa kami harus p
Berlanjut.Ruangan Sains-nya berhasil dibuka. Saat itu juga terdengar suara Nerisha yang menjerit. Hingga semua orang menjadi panik. Mereka berbondong-bondong untuk masuk, termasuk Orion yang berlari terlebih dahulu ke dalam."Nerisha!"Orion tiba terlebih dahulu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat Nerisha duduk tersungkur di sana."Nerisha, kamu baik-baik saja?"Dia mendekap Nerisha yang tampak syok. Bagaimana dia tidak lemas? Di depan matanya terlihat seseorang yang tergeletak di atas lantai, dengan tubuhnya yang tengkurap disertai cairan berwarna merah yang tercecer di mana-mana."Ada apa? Mengapa kamu berteriak?" Guru Sains itu akhirnya tiba, belum sempat berkata lebih jauh dia sudah dikejutkan dengan sesosok tubuh yang tengkurap."Astaga, ada mayat. Bagaimana bisa terdapat mayat di ruangan ini?"Dia sama ikut terkejutnya dengan Nerisha yang sudah lebih dahulu
"Permisi. Permisi!"Nerisha menarik tangan Orion sampai keduanya hadir di tengah-tengah keributan yang ada.Gadis bertubuh mungil itu berdesakan dengan murid yang masih memadati area tersebut, kendati Nerisha tidak menyerah begitu saja dia tetap berjalan apa pun yang terjadi, sebelum akhirnya beberapa murid memberikan sedikit jalan pada gadis itu.Orion pun mengikutinya di belakang seperti bayi. Beberapa murid melihat kejadian tersebut dan berpikir bahwa terjalin suatu hubungan antara Nerisha dengan Orion. Namun, gadis itu menegaskan tidak ada hubungannya menarik tangan dengan perasaan, yang menurut sebagian orang mungkin bergejolak di dalam dada.Nana yang berada tidak jauh seketika mengepalkan kedua tangannya sambil membulatkan mata, meremas seragam sekolahnya sampai seseorang menegurnya."Kau cemburu dengan mereka?"Nana membalikan badan seketika itu juga aura kemarahannya terpancar jelas dari sorot mata. Murid yang tanpa seng
Sepuluh menit berselang, akhirnya Nerisha dan Orion berkumpul dengan murid lainnya. Nerisha mengerutkan dahinya saat mendapati ruangan Sains nyatanya terkunci.Guru yang bertugas berusaha menarik rantai yang melilit di daun pintu. Namun, rantai itu terpasang sebuah gembok yang sejak tadi tidak dapat dibuka. Orion ikut bertanya-tanya, bagaimanapun ruangan ini sudah lama tidak terpakai, tetapi gembok yang terpasang terlihat masih baru, seolah ada yang telah membukanya."Bagaimana, Pak? Apa bisa terbuka?" Salah satu murid bertanya sementara itu pria yang menjadi pengawas mereka berusaha untuk membuka gembok tersebut dengan segala cara. Nyatanya kunci yang dia bawa tidak cocok dengan gembok tersebut."Aku sedang berusaha. Kalian semua harap tenang. Jangan ada yang membuat keributan."Ada sekitar sepuluh anak kunci yang ada di tangannya. Namun, dari keseluruhan kunci yang ada, tidak ada yang berhasil melepaskan gembok itu dari sana.Nerisha yang b
Setelah diberi penjelasan serta pengertian pada akhirnya seluruh murid mau untuk belajar di ruang Sains seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kendatipun ada dari mereka yang merasa tidak nyaman.Para murid pun keluar dari kelas satu persatu, tanpa terkecuali Nerisha dan Nana, meskipun menjadi teman satu kelas. Akan tetapi, Nana kerap kali menyusahkan Nerisha tanpa alasan jelas. Termasuk yang terjadi sekarang.Nana, mendadak menghentikan langkahnya dan menghadang Nerisha di depannya."Hey, kamu! Gadis tidak tahu diri!"Nana menarik tangan Nerisha dengan kasar, mendorongnya cepat ke sisi tembok sontak membuat Nerisha membulatkan matanya."Nana!"Nerisha yang sedari tadi diam saja mendadak mengeluarkan suaranya, merasa kesal atas tindakan Nana yang sangat tidak sopan."Iya, memang kenapa jika aku membentakmu? Apa kamu ingin
Nerisha menyantap hidangan sarapan dengan lahap, sampai tidak ada satu butir nasi yang tersisa di piringnya. Dia menghapus noda makanan yang menempel di bagian tepi bibir dengan selembar tisu, setelah itu Nerisha meraih ransel yang ada di belakang kursi.Gadis berseragam SMA di salah satu sekolah elit itu berpamitan dengan kedua orang tuanya dan Natasha melakukan hal yang sama dengan adiknya.Natasha segera masuk mobil dan disusul Nerisha yang langsung duduk di tempatnya. Mesin mobil dinyalakan dan Natasha lah yang mengendalikan mobil tersebut.Perjalanan menuju sekolah Nerisha memakan waktu sekitar 30 menit dengan kondisi jalan raya yang tidak macet.***"Dah, Kakak. Hati-hati di jalan, jangan mengebut," pesan Nerisha yang telah turun dari mobil."Baiklah. Kau juga, jaga dirimu baik-baik. Beritahu Kakak andai terjadi sesuatu. Mengerti?"Dari balik jendela mobil, Natasha melambaikan tangan dan hal sama dilakukan Nerisha.
"Tidak!"Nerisha berteriak dengan keras, wajahnya pucat pasif dan keringat bercucur deras membasalah seluruh tubuh. Napasnya terengah-engah. Dia baru saja terbangun dari mimpi buruk yang seolah nyata."Apa yang sedang terjadi tadi, yang aku lihat dalam mimpiku itu? Siapa gadis itu dan seseorang yang memakai topeng di sana? Mengapa dia membawa pisau dan gunting, untuk apa itu semua? Lalu, gadis itu ….""Kejadian seperti apa, yang aku lihat di dalam mimpi? Sebenarnya siapa gadis itu? Mengapa dia dan orang itu bisa hadir dalam mimpiku dalam waktu yang bersamaan? Dengan alasan apa seseorang ingin melukai gadis itu?"Nerisha meraih gelas berisi air yang ada di atas nakas, meneguknya sampai tak tersisa. Dia berusaha menjernihkan pikirannya yang kacau akibat mimpi yang tak pernah terjadi sebelumnya."Nerisha, apa kamu sudah bangun?"Ketika Nerisha yang masih berpikir. Natasha datang dari ruangan lain, membuka
! Ha! Ha!Seorang remaja putri berseragam SMA dan berlapis switer merah muda tampak tengah berlari di antara lorong-lorong sekolah yang gelap dan sunyi.Terlihat jelas wajah gadis memakai rompi sekolah itu yang begitu pucat dan ketakutan. Sesekali dia melihat ke belakang untuk memastikan apa orang aneh yang sama sekali tidak dikenalnya masih mengejar atau tidak di belakang."Ingin lari kemana, kau! Jangan coba-coba lari dariku, anak manis!"Suara itu terdengar begitu mengerikan di telinga ditambah dengan keadaan sekitar yang gelap gulita menambah kesan seram dan menakutkan bagi remaja cantik itu. Serta membuatnya kian frustasi karena harus terus berlari tanpa henti."Tolong, siapapun! Tolong selamatkan diriku dari dia! Orang itu ingin membunuhku, tolong!"Sekuat
Dua gadis manis dengan penuh harapan mencoba menelusuri setiap jalan yang ada di tempat konstruksi pembangunan tersebut. Tanpa peduli Bintang ada atau tidak keduanya tidak menyerah begitu saja, meski waktu terus berlalu dengan cepat."Bintang! Di mana kamu? Jika kamu mendengar suara ini, tolong beri isyarat pada kami!""Bintang! Aku tahu jika kamu ada di sini, tapi aku mohon tunjukan dirimu, Bintang!"Natasha dan Nerisha bergantian memanggil Bintang yang entah di mana keberadaannya? Tanpa terasa sudah hampir satu jam keduanya menghabiskan waktu untuk menjelajah area tersebut dan belum menemukan hasilnyaSementara keduanya sedang kebingungan mencari keberadaan Bintang yang kemungkinan besar tidak ada di sana. Namun, nyatanya memercayai firasat tidak buruk kemungkinan ada benarnya juga.Benar sekali, yang Nerisha rasakan tidak seutuhnya salah. Bintang memang ditahan di tempat Konstruksi ini. Mengapa juga Nerisha
Dari kisah yang diutarakan Bulan ketika pertemuan kemarin, membuat Nerisha tak berhenti memikirkannya. Bahkan saat sedang belajar, gadis yang masih duduk di bangku sekolah itu masih memikirkan bagaimana nasib Bintang yang jauh dan tanpa kabar rimbanya?Sampai sekarang dia dan Natasha belum dapat menemukan di mana keberadaan Bintang? Mereka hanya tahu, penculik itu mengatakan "Konstruksi Pembagunan" tetapi di mana itu?Negera ini luas dan letak kotanya juga begitu beragam, berarti ada banyak "Konstruksi Pembangunan" yang tersebar di setiap penjuru kotanya. Pertanyaannya Konstruksi Pembangunan yang mana?Hal itu terus mengganggu pikiran Nerisha. Sampai gadis yang memiliki IQ tinggi itu tidak dapat fokus di sekolahnya, hanya karena keberadaan Bintang yang belum diketahui secara pasti."Nerisha!" Orion datang untuk menegurnya. Pemuda yang sedari tadi memperhatikan Nerisha merasa ada hal aneh pada gadis itu