Seperti biasanya, Dara kini sedang bergelut dengan pekerjaan ibu rumah tangga di pagi hari. Memasak dan menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya. Wanita berumur dua puluh tujuh tahun itu tampak mengenakan celemek berwarna merah muda dengan teflon yang kini berada di atas kompor. Memanggang beberapa sosis dan roti. Hawa panas dapur tentu saja membuat keringat mengucur dari kening Dara. Namun, ia telah terbiasa dengan itu semua. “Non, biar saya saja,” Seorang wanita tua berpakaian lusuh tampak hadir di dalam dapur. Ia meminta pekerjaan yang tengah dilakukan oleh Dara agar dirinya saja yang mengerjakan. Namun, Dara tampak menggelengkan kepalanya dan menolak permintaan wanita tua itu. “Gak perlu, bi. Ini bentar lagi juga selesai, kok,” ujar Dara tersenyum menatap pembantu rumah tangga mereka. “Tuan masih diataskan, bi?” sambung Dara menanyakannya. Wanita tua itu mengangguk kecil. “Iya, non. Tuan masih diatas,” jawabnya.Dara pun kembali fokus terhadap masakan yang kini te
Dara terlihat kembali menuruni satu-persatu anak tangga menuju lantai bawah. Mengenakan dress simple berwarna hitam, dengan tas coklat yang ia tenteng. Tak lupa, wanita itu mengenakan sedikit make up untuk mempercantik dirinya. Itu terlihat dari bibirnya yang cukup merah merona. Tampilan simple, namun Dara tampak sangat elegan dengan berpenampilan seperti itu. Ia berjalan menuju dapur untuk menemui asisten rumah tangganya. Namun, ia tidak melihat Bi Ijah berada disana. “Bi! Bi Ijah,” panggil Dara mencoba mencari pembantu rumah tangganya itu.Wanita tua dengan pakaian lusuh itu pun segera muncul dihadapan Dara dengan sebuah keranjang berwarna abu-abu yang kini sedang ia pegang. “Saya, non. Ada apa, non?” tanya Bi Ijah yang baru saja menjemur pakaian di belakang rumah. “Bibi lagi menjemur pakaian, yah?” tanya Dara berbasa-basi dengan pembantu rumah tangganya itu.Bi Ijah mengangguk kecil, “Iya, non. Tapi sudah selesai kok, non. Ada apa yah non manggil saya?” tanya Bi I
Dara benar-benar tidak peduli dengan permohonan dari Bianca yang terus memintanya untuk memberikan handphone dari suaminya itu. “Nyonya, biar saya saja yang memberikannya,” Perkataan itu terus mengiringi perjalanan Dara menuju ruangan suaminya, Elwin. Tentu saja, Dara merasakan hal yang sangat mencurigakan. Seperti ada hal yang kini tengah ditutupi oleh Bianca atas suaminya. Semua itu tergambarkan dari ekspresi wajah Bianca dan sikap gadis kecil itu. Tepat saat Dara kini berada di depan ruangan suaminya, Bianca malah memegang gagang pintu dan menahannya. Gadis itu tersenyum ke arah Dara yang kini semakin curiga dengan sikap dari Bianca. “Apa yang sedang kau lakukan, Bianca?” tanya Dara. Wanita itu tidak hanya merasa aneh dengan sikapnya, namun ia juga merasa kesal. Bagaimana tidak? Gadis itu terus mengganggu dirinya dan kini menahan agar ia tidak memasuki ruangan Elwin. “Ee– Anu, nyonya. Saya—” Bianca gelagapan dan tak dapat melanjutkan ucapannya. Ia tidak tahu harus
Dara menampar Elwin dengan sangat keras. Seluruh tubuhnya terasa bergetar. Kakinya lemas seketika. Sikapnya yang tadi sangat hebat, kini hilang seketika. Semua itu terjadi ketika Elwin mulai mengakui apa yang terjadi sebenarnya. “Udah? Tampar lagi, Dar! Tampar lagi!” pekik Elwin memintanya kepada Dara.Ingin sekali ia melakukan apa yang dikatakan oleh Elwin, namun semua itu tidak bisa ia lakukan. Seperti ada yang menahan dirinya untuk melakukan itu. “Berengsek!” Hanya itu yang dapat ia katakan ketika seluruh tubuhnya terasa lemas dan tidak dapat bergerak. “Berengsek? Terserah! Terserah kamu mau bilang apa!” pungkas Elwin marah. “Kenapa, mas? Kenapa?!!” Dara kembali berteriak dengan air mata yang terus menetes membasahi pipinya. Ia benar-benar tidak tahu bahwa semua ini terjadi pada dirinya. “Kamu bertanya kenapa? Aku yang harusnya bertanya! Untuk apa aku masih bersama kamu? Kalau kamu mau nyalahin, salahin keluarga kamu yang bangkrut itu!” Dara terdiam ketika m
Dara benar-benar tidak peduli dengan permohonan dari Bianca yang terus memintanya untuk memberikan handphone dari suaminya itu. “Nyonya, biar saya saja yang memberikannya,” Perkataan itu terus mengiringi perjalanan Dara menuju ruangan suaminya, Elwin. Tentu saja, Dara merasakan hal yang sangat mencurigakan. Seperti ada hal yang kini tengah ditutupi oleh Bianca atas suaminya. Semua itu tergambarkan dari ekspresi wajah Bianca dan sikap gadis kecil itu. Tepat saat Dara kini berada di depan ruangan suaminya, Bianca malah memegang gagang pintu dan menahannya. Gadis itu tersenyum ke arah Dara yang kini semakin curiga dengan sikap dari Bianca. “Apa yang sedang kau lakukan, Bianca?” tanya Dara. Wanita itu tidak hanya merasa aneh dengan sikapnya, namun ia juga merasa kesal. Bagaimana tidak? Gadis itu terus mengganggu dirinya dan kini menahan agar ia tidak memasuki ruangan Elwin. “Ee– Anu, nyonya. Saya—” Bianca gelagapan dan tak dapat melanjutkan ucapannya. Ia tidak tahu harus
Dara terlihat kembali menuruni satu-persatu anak tangga menuju lantai bawah. Mengenakan dress simple berwarna hitam, dengan tas coklat yang ia tenteng. Tak lupa, wanita itu mengenakan sedikit make up untuk mempercantik dirinya. Itu terlihat dari bibirnya yang cukup merah merona. Tampilan simple, namun Dara tampak sangat elegan dengan berpenampilan seperti itu. Ia berjalan menuju dapur untuk menemui asisten rumah tangganya. Namun, ia tidak melihat Bi Ijah berada disana. “Bi! Bi Ijah,” panggil Dara mencoba mencari pembantu rumah tangganya itu.Wanita tua dengan pakaian lusuh itu pun segera muncul dihadapan Dara dengan sebuah keranjang berwarna abu-abu yang kini sedang ia pegang. “Saya, non. Ada apa, non?” tanya Bi Ijah yang baru saja menjemur pakaian di belakang rumah. “Bibi lagi menjemur pakaian, yah?” tanya Dara berbasa-basi dengan pembantu rumah tangganya itu.Bi Ijah mengangguk kecil, “Iya, non. Tapi sudah selesai kok, non. Ada apa yah non manggil saya?” tanya Bi I
Seperti biasanya, Dara kini sedang bergelut dengan pekerjaan ibu rumah tangga di pagi hari. Memasak dan menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya. Wanita berumur dua puluh tujuh tahun itu tampak mengenakan celemek berwarna merah muda dengan teflon yang kini berada di atas kompor. Memanggang beberapa sosis dan roti. Hawa panas dapur tentu saja membuat keringat mengucur dari kening Dara. Namun, ia telah terbiasa dengan itu semua. “Non, biar saya saja,” Seorang wanita tua berpakaian lusuh tampak hadir di dalam dapur. Ia meminta pekerjaan yang tengah dilakukan oleh Dara agar dirinya saja yang mengerjakan. Namun, Dara tampak menggelengkan kepalanya dan menolak permintaan wanita tua itu. “Gak perlu, bi. Ini bentar lagi juga selesai, kok,” ujar Dara tersenyum menatap pembantu rumah tangga mereka. “Tuan masih diataskan, bi?” sambung Dara menanyakannya. Wanita tua itu mengangguk kecil. “Iya, non. Tuan masih diatas,” jawabnya.Dara pun kembali fokus terhadap masakan yang kini te