Dara menampar Elwin dengan sangat keras. Seluruh tubuhnya terasa bergetar. Kakinya lemas seketika. Sikapnya yang tadi sangat hebat, kini hilang seketika. Semua itu terjadi ketika Elwin mulai mengakui apa yang terjadi sebenarnya.
“Udah? Tampar lagi, Dar! Tampar lagi!” pekik Elwin memintanya kepada Dara.
Ingin sekali ia melakukan apa yang dikatakan oleh Elwin, namun semua itu tidak bisa ia lakukan. Seperti ada yang menahan dirinya untuk melakukan itu. “Berengsek!” Hanya itu yang dapat ia katakan ketika seluruh tubuhnya terasa lemas dan tidak dapat bergerak.
“Berengsek? Terserah! Terserah kamu mau bilang apa!” pungkas Elwin marah.
“Kenapa, mas? Kenapa?!!” Dara kembali berteriak dengan air mata yang terus menetes membasahi pipinya. Ia benar-benar tidak tahu bahwa semua ini terjadi pada dirinya.
“Kamu bertanya kenapa? Aku yang harusnya bertanya! Untuk apa aku masih bersama kamu? Kalau kamu mau nyalahin, salahin keluarga kamu yang bangkrut itu!”
Dara terdiam ketika mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Elwin barusan. [“Salahin keluarga aku?”]
“Aku malu dong kalau punya istri kayak kamu! Seorang Elwin Wijaya, penerus dari keluarga Wijaya, mempunyai istri seperti kamu! Kamu harusnya berkaca. Setelah keluarga kamu bangkrut, gak ada yang bisa didapatkan dari kamu!”
“BERENGSEK!”
Dara kembali menampar wajah Elwin dengan sangat keras. Tentu saja, pipi pria itu memerah. Elwin refleks memegang pipinya itu dan menatap tajam ke arah Dara.
PLAK!
Dara terjatuh ketika menerima tamparan balik yang cukup keras dari Elwin. Yah, pria itu membalas tamparan dari Dara.
“Nyonya Dara!”
Bianca tampak berjalan ke arah Dara yang kini terjatuh. Ia berniat membantu wanita malang itu untuk kembali berdiri. Namun, Dara malah menggeser tangan Bianca dan menolak bantuannya. “Pergi kamu! Kamu sama saja, Bianca!” tutur Dara merasa kecewa dengan sikap Bianca terhadap dirinya.
Untuk kedua kalinya, Dara kembali berdiri dan menatap ke arah suaminya. Ekspresi wajah menantang masih dipasang oleh Elwin.
“Kau membahas tentang keluarga ku kan? Kau menyuruhku untuk berkaca atas bangkrutnya keluargaku? Dasar pria gila! Perkataan itu harusnya aku yang mengatakan pada keluargamu! Perusahaan kalian ini sudah bangkrut sejak awal jika tidak karena bantuan keluargaku. Dan satu lagi, papa lumpuh mu itu akan mati jika tidak ayahku yang membantu!” bibir Dara sangat bergetar ketika mengatakannya.
Dara mengambil tasnya yang berada di lantai dan menatap wajah songong dari suami dan juga selingkuhannya itu. “Hidupmu gak akan tenang jika hidup sama pria ini. Sifat dan akhlak, kau sama dengan ibu pria gila ini! Dasar pelakor! Sialan” pungkas Dara yang masih tidak habis pikir dengan suaminya.
Dengan itu, Dara berjalan meninggalkan kekacauan yang terjadi pada ruangan suaminya itu. Yah, dia merasa belum puas dengan suaminya. Apa yang menjadi alasan Elwin untuk menyelingkuhinya? Apa karena cuma keluarganya yang bangkrut?
“Kau yang gila, dasar wanita murahan!”
Sifat suaminya memang sudah berubah sejak kebangkrutan keluarga mereka. Namun, Dara tidak menyangka bahwa Elwin agak bertindak sejauh ini. Kurang! Sangat kurang. Dara merasa yang ia lakukan sangat kurang kepada suami dan juga simpanannya itu. Jika bisa memilih, Dara ingin sekali membunuh keduanya.
***
BRAK!
Dara menutup pintu mobilnya dengan sangat keras.
“HUAAA!!!” teriakan histeris langsung dikeluarkan oleh Dara di dalam sana. Ia sudah ingin berteriak sedari tadi, namun itu tidak dapat ia lakukan. Sekarang, ia tidak dapat menahannya lagi.
Tangisan yang ia tahan sedari tadi pecah begitu saja di dalam sana. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang terjadi sebenarnya. Berniat hanya untuk memberikan handphone suaminya ke kantornya, namun ia malah mendapatkan rahasia yang selama ini disembunyikan oleh pria gila itu.
“Sialan!” Dara memukul roda kemudi yang ada di hadapannya dan meletakkan kepalanya disana. Tangisan histeris tentu saja dilakukan oleh wanita malang itu. Sakit ia rasakan pada ulu hatinya. Tak ada kata yang dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan wanita malang seperti Dara kala itu.
TOK! TOK! TOK!
Dara mencoba menghapus air matanya ketika mendengar suara ketukan kaca mobilnya. Ia melirik ke arah sumber suara dan mendapatkan Bianca berada diluar mobil. Gadis muda yang menjadi sekretaris suaminya itu.
“Nyonya! Bisakah kau membukakan pintunya untukku?” tanya Bianca dari luar sana.
Dara tidak menghiraukannya. Ia merasa sangat kecewa dengan Bianca kala itu. Dan kini, tangisan dan rasa kecewa yang ingin ia lepaskan, harus terhenti karena merasa malu jika terlihat oleh orang lain.
Dara segera memakai seat belt mobilnya dan berniat untuk segera pergi. Dara menyalakan mobilnya dengan cepat.
Namun, Bianca masih berusaha untuk berkomunikasi kepada Dara. Ia kembali mengetuk kaca mobil untuk kedua kalinya.
“Nyonya! Biarkan saya yang membawa mobilnya. Keadaanmu sedang tidak baik-baik saja. Saya merasa khawatir akan terjadi sesuatu jika nyonya mengendarai mobilnya,” ucap Bianca memohon kepada Dara untuk mendengarkan ucapannya.
Dara tidak mendengarkan ucapan dari Bianca sama sekali.
“Nyonya! Dengarkan saya, nyonya. Saya benar-benar minta maaf. Biarkan saya yang mengendarai mobilnya dan membawa nyonya pulang,” sambung Bianca berusaha menghentikan Dara.
Dara melajukan mobilnya dan meninggalkan Bianca beserta kantor suaminya itu. Ia tidak peduli apa yang dikatakan oleh sekretaris suaminya. Ia benar-benar kecewa dan untuk saat ini, wanita itu tidak ingin menemui siapapun. Tidak ada yang tahu tentang masalah ini. Hanya ada Dara, Bianca, Elwin dan simpanan Elwin yang tadi berada saat kekacauan terjadi di sana.
Sepanjang jalan, Dara memutar otaknya untuk dapat menemukan tempat persinggahan sementara. Benar! Wanita itu kini tidak ingin kembali pulang ke rumah. Seperti ada yang mengganjal hatinya untuk kembali ke rumah milik suaminya itu. Namun, Dara tidak tahu sama sekali harus pergi kemana saat itu.
Pikirannya kacau. Air mata masih terus jatuh membasahi pipi wanita malang itu. Bahkan, make up dari Dara tampak luntur akibat air mata yang terus membasahi pipinya.
“Miranda! Iya, Miranda! Aku harus ke rumahnya,” ucap Dara mengingat salah satu temannya. Dara berniat untuk pergi ke rumah teman dekatnya, dan mencoba menenangkan diri disana.
Dengan pikiran yang masih sangat kacau-balau, hanya Miranda yang teringat oleh Dara. Dara menaikkan kecepatan mobilnya untuk segera bisa sampai ke rumah temannya itu.
Keadaan jalan raya yang cukup ramai harus dilewati oleh Dara begitu saja. Amarah, sedih, kecewa, dan pikiran yang kacau tentu saja mengiringi wanita itu sedari tadi. Dara semakin menaikkan kecepatan mobilnya untuk segera bisa sampai ke rumah Miranda lebih cepat lagi. Sampai, ia tidak tahu bahwa kini ia melewati lampu merah di persimpangan jalan.
Hal tidak terduga terjadi begitu saja. Dewi fortuna kini tidak berpihak padanya saat itu. Tepat di depan mobilnya, sebuah mobil berwarna hitam juga melaju dengan sangat cepat. Dara terkejut dengan itu semua dan segera menginjakkan rem agar menghentikan mobilnya. Namun semuanya sudah terlambat.
BRAK!
Tabrakan tidak dapat terelakkan oleh wanita malang itu. Kepalanya membentur ke roda pengemudi yang mengakibatkan darah keluar. Tatapan Dara semakin kabur, ia menutup matanya dengan keadaan tubuh yang bisa dibilang sudah hampir sekarat. Tabrakan keras itu membuat Dara merasa bahwa ia tidak akan selamat.
“C-Cl-Cle-oo~~” kata terakhir yang keluar dari mulut Dara. Cleo! Yah, anak satu-satunya yang dimiliki oleh Dara.
***
“Dar! Dara! Bangun, Dara!”
Dara tersentak ketika mendengar seseorang berteriak memanggil namanya. Ia menatap ke arah sekeliling dan melihat seorang wanita duduk di hadapannya. Aroma kopi yang sangat kuat! Dara yakin bahwa ia kini berada di sebuah cafe. Tapi, bukan itu masalahnya. Dara merasa aneh. Bukankah terakhir kali mengalami kecelakaan? Normalnya, Dara akan berada dirumah sakit jikalau ia memang selamat. Namun, kini ia telah berada di sebuah tempat nongkrong. Dan anehnya, Miranda berada di depannya kala itu.
“Mi-Miranda??” tanyanya kaget melihat sahabatnya yang kini berada di hadapannya.
“Kau mimpi apa? Menatapku seperti melihat hantu saja,” gumam wanita dengan nama Miranda itu. “Kau sudah lama yah disini? Sampai tertidur gitu. Maaf yah, ibuku menyuruhku untuk mengantar kue dulu ke rumah pamanku,” sambungnya.
Tatapan aneh diberikan oleh Dara kepada Miranda. Kerutan kening yang menggambarkan bahwa dirinya kini penuh tanda tanya. “Wah! Kenapa mukamu tampak lebih muda? Kau operasi plastik?”
Dara berdiri dari tempat duduknya dan memegang wajah Miranda.
Miranda tampak menggeser tangan Dara dari wajahnya. “Kau kenapa? Wajahku memang seperti ini dari sananya,” jawab Miranda jutek.
“Tunggu!” Dara menghentikan ucapannya dan berpikir sejenak. “Ke rumah siapa tadi? Pamanmu? Paman yang mana? Paman John?”
“Iya, pamanku yang mana lagi. Cuma Paman John pamanku yang tinggal dikota ini,” jawab Miranda.
“Hah? Bukannya Paman John sudah tiada?” ujar Dara merasa aneh.
“Dar, jaga ucapanmu, dong!” pungkas Miranda.
Dara semakin merasa aneh dengan apa yang terjadi. Wanita itu pun melihat ke sekelilingnya. Ia merasa bahwa tempat yang kini sedang mereka tempati sangat tidak asing. Ia melirik ke arah sebuah kalender yang berada di salah satu dinding cafe.
“2014??” Dara membulatkan matanya sempurna.
“Kau kenapa? Seperti kaget gitu. Memang kenapa kalau 2014?”
“Ini benar 2014?”
“Kau kenapa sih, Dar? Aneh banget dari tadi. Lihat tuh kalender. Tahun berapa sekarang?!!” geram Miranda dengan apa yang terus dipertanyakan Dara.
Dara memukul keningnya. Berharap ini semua hanyalah mimpi. Namun, ia benar-benar merasakan sakit. Yang artinya, ia kini berada pada 10 tahun yang lalu. Saat dirinya masih merupakan seorang wanita muda.