Home / Fantasi / Queen devil / Episode 3 Pengkhianatan

Share

Episode 3 Pengkhianatan

Author: ellieleven
last update Last Updated: 2025-02-07 11:01:41

Di dalam istana yang megah namun kelam, Zhefora berdiri di hadapan cermin besar yang terbuat dari obsidian. Kilau merah dari matanya memantul di permukaan gelap itu, menampilkan sosoknya yang dingin dan tak tergoyahkan. Gaun hitam dengan corak ungu gelap membalut tubuhnya, sementara mahkota bertatahkan batu iblis berkilauan di kepalanya. Ia adalah penguasa mutlak, Ratu dari kegelapan, namun di dalam keheningan ini, ada sesuatu yang terasa hampa.

Ia memejamkan mata sejenak, mengingat kembali hari-hari di mana ia harus merangkak dalam bayang-bayang, dijauhi bahkan oleh bangsanya sendiri. Cakra iblis yang mengalir dalam dirinya bukan anugerah, melainkan kutukan yang membuatnya dianggap berbeda. Dulu ia merindukan kehangatan, menginginkan penerimaan, tetapi kini? Itu semua sudah terkubur bersama masa lalunya. Ia bukan lagi gadis yang rapuh—ia adalah penguasa, dan tidak ada tempat bagi kelemahan.

Langkah-langkah sepatu berhaknya menggema di sepanjang lorong istana. Pilar-pilar raksasa berukir wajah-wajah iblis yang pernah berkuasa sebelum dirinya berdiri kokoh, mengawasinya dalam kebisuan. Di atas singgasananya yang terbuat dari tulang naga hitam, Zhefora duduk, punggungnya tegak, dagunya terangkat tinggi.

Seorang pelayan datang dengan kepala tertunduk.

“Yang Mulia, laporan dari perbatasan.”

Zhefora mengangkat satu alisnya. “Bicara.”

“Salah satu pasukan penjaga telah dihancurkan. Kami kehilangan tiga garnisun dalam waktu singkat.”

Ia terdiam sejenak. Suara api obor berderak di sekitar ruangan, tetapi hawa di sekelilingnya semakin menegang. Perlahan, ia berdiri. Angin gelap berputar di sekitar tubuhnya, aura mengancam menyelimuti seluruh ruangan.

“Siapa yang berani menantangku?” suaranya berbisik, namun menggema dengan kekuatan yang membuat pelayan itu gemetar.

“Kelompok pemburu dari kerajaan manusia… mereka tampaknya tahu kelemahan pasukan kita.”

Zhefora tersenyum tipis, tetapi bukan senyuman yang hangat. Itu adalah senyum seseorang yang baru saja menemukan mainan baru untuk dihancurkan.

“Jika mereka tahu kelemahan kita, maka kita harus menjadi lebih kuat,” katanya pelan, langkahnya kembali berderap menuju balkon. Dari sana, ia menatap tanah kekuasaannya—negeri yang dipenuhi api biru dan sungai magma, tempat di mana hanya yang terkuat yang bertahan.

Angin malam membawa suara jeritan dari tempat pelatihan pasukannya. Iblis-iblis sedang mengasah kemampuan mereka, mempersiapkan diri untuk perang yang akan datang. Namun, di balik itu semua, Zhefora tahu… ini bukan hanya tentang musuh dari luar. Di dalam istana ini, di dalam negerinya sendiri, selalu ada mata-mata yang menunggu saat yang tepat untuk mengkhianatinya.

Tapi ia bukan penguasa yang bodoh.

Ia adalah Ratu Iblis.

Dan siapa pun yang berani meragukan kekuasaannya, hanya akan berakhir dalam abu.

Malam ini, ia tidak akan tidur. Malam ini, ia akan merancang strategi.

Karena seorang ratu sejati tidak hanya bertahan—ia menaklukkan.

------

Dingin. Itulah yang dirasakan Zhefora saat berdiri di balkon istananya. Bukan dingin karena cuaca—di dunia iblis, hawa panas dari magma dan api neraka selalu membakar udara. Tapi yang ia rasakan adalah dingin dari dalam dirinya sendiri, sesuatu yang telah membeku sejak lama.

Matanya yang merah menyala menatap lautan kegelapan di bawah. Kota iblis bersinar dalam warna merah dan biru, para prajuritnya berpatroli, rakyatnya menjalani kehidupan mereka yang keras. Tapi di balik semua itu, ia tahu ada bisikan. Ada ketakutan. Ada pengkhianatan yang mungkin sedang tumbuh dalam bayang-bayang.

Langkah berat terdengar dari belakangnya.

“Yang Mulia,” suara berat milik Erem menggema.

Zhefora tidak menoleh, hanya mendengarkan.

“Kelompok pemburu yang menyerang perbatasan bukan sekadar manusia biasa. Mereka memiliki artefak suci yang mampu melemahkan iblis.”

Zhefora mengepalkan tangannya. Artefak suci?

Tentu saja. Para manusia itu selalu mencari cara untuk menantangnya.

“Berapa banyak yang kita kehilangan?” tanyanya dengan suara dingin.

“Ratusan, Yang Mulia.”

Sejenak, kesunyian yang berat memenuhi udara. Lalu…

CRAACK!

Pegangan balkon yang terbuat dari obsidian hancur dalam genggamannya. Suara pecahan batu bergema, dan serpihannya jatuh ke dalam kegelapan. Zhefora akhirnya menoleh, matanya berkilat dengan amarah yang tertahan.

“Bawa mayat mereka ke istana,” katanya pelan. “Aku ingin melihat sendiri.”

Erem mengangguk. Ia mengenal tatapan itu—tatapan seorang ratu yang haus akan pembalasan.

Beberapa jam kemudian, di dalam aula besar istana, puluhan mayat prajurit iblis berbaris rapi di lantai marmer hitam. Cahaya dari api biru bergetar di sekeliling mereka, seakan ikut berkabung.

Zhefora berjalan di antara tubuh-tubuh yang terbujur kaku itu. Ada yang dadanya berlubang, ada yang lehernya terkoyak, dan yang lebih parah… ada yang tubuhnya hangus, seakan sesuatu telah membakar mereka dari dalam.

Ia berlutut di samping salah satu prajuritnya—seorang panglima yang pernah bersumpah setia padanya. Dengan lembut, ia menyentuh dada iblis itu. Dingin. Tidak ada kehidupan. Tidak ada yang tersisa.

Erem berdiri di dekatnya, diam. Ia tahu, meski Zhefora tampak tak tergoyahkan, ini bukan sekadar kemarahan biasa. Ini lebih dari itu.

Zhefora menutup matanya sejenak, lalu menghembuskan napas panjang.

“Siapkan pasukan elit. Kita tidak akan hanya bertahan.”

Ia bangkit, matanya bersinar berbahaya.

“Kita akan menyerang lebih dulu.”

Erem menundukkan kepala. “Sebagaimana yang Yang Mulia kehendaki.”

Tapi sebelum ia pergi, Zhefora melanjutkan, suaranya lebih rendah, lebih tajam.

“Dan satu hal lagi…” ia menatap langsung ke mata Erem. “Ada pengkhianat di antara kita.”

Tatapan Erem mengeras.

Zhefora tersenyum tipis, tapi bukan senyuman yang membawa kehangatan. Itu adalah senyuman milik seorang ratu yang tahu bahwa cengkeramannya di takhta tidak akan tergoyahkan.

“Cari dia. Temukan. Dan seret dia ke hadapanku.”

Malam ini, darah akan mengalir.

------

Aula istana sunyi. Bahkan api neraka yang selalu membakar dinding batu hitam pun seakan enggan berbisik.

Di tengah ruangan, Armis berlutut.

Tangannya bergetar, telapak tangannya bersimbah darah—bukan darah musuh, melainkan darah saudara-saudara iblisnya sendiri.

Di hadapannya, Ratu Kegelapan berdiri tegak.

Zhefora tidak berbicara. Tidak juga bergerak. Ia hanya menatap Armis dengan mata merah menyala, seperti bara yang membakar dalam diam.

Di sisi kanannya, Erem berdiri diam, wajahnya gelap.

Angin dingin berembus dari celah-celah dinding obsidian, membawa bisikan dari bayangan yang mengintai.

“Armis.”

Satu kata.

Dan Armis tersentak, seolah hanya mendengar suaranya saja sudah membuat napasnya tertahan.

“Kau tahu mengapa kau berada di sini?”

Suara Zhefora tenang, tapi di baliknya… terdapat badai yang belum dilepaskan.

Armis menunduk lebih dalam, bahunya bergetar.

"Y-Yang Mulia…" suaranya pecah, seperti retakan di kaca yang hampir hancur.

Zhefora mengangkat tangannya perlahan, jari-jarinya menyentuh dahi Armis.

Dan saat itu juga—

DUNIA BERUBAH.

Visi Masa Depan—Takdir yang Tergambar

Gelombang hitam menelan kesadarannya.

Zhefora jatuh ke dalam kehampaan.

Namun, saat matanya terbuka—

Ia tidak lagi berada di aula istana.

Di hadapannya, terbentang masa depan yang penuh kehancuran.

Istana iblis telah runtuh. Pilar-pilar obsidian yang megah kini telah berubah menjadi puing-puing. Langit merah yang selama ini menjadi naungan tertutup oleh asap hitam dan api yang membakar tanah.

Zhefora berdiri di tengah medan perang yang penuh dengan mayat pasukannya sendiri.

Ia menoleh—dan melihat Erem.

Jatuh.

Darah mengalir dari dadanya, pedangnya tergeletak, dan matanya yang selalu setia kini menatap kosong ke arah langit.

Zhefora merasa perutnya mencengkeram.

Lalu ia melihatnya.

Seorang pria berdiri di sisi musuh.

Bukan seorang manusia biasa—

Itu Armis.

Tangan yang dulu bersumpah setia kepadanya, kini menggenggam pedang yang bercahaya dengan kekuatan suci.

Matanya yang dulu penuh dengan rasa hormat, kini memancarkan keteguhan seorang pengkhianat.

Dan di sanalah, di tengah medan perang…

Zhefora melihat dirinya sendiri.

Terduduk, terjebak, napasnya tersengal.

Darah menetes dari bibirnya.

Tangannya yang kuat—tangan yang pernah menggenggam kekuasaan tanpa batas—kini bergetar, terangkat dengan sisa tenaga terakhirnya.

Dan lalu…

Pedang itu menembus dadanya.

Zhefora menahan napas.

Rasa sakit itu begitu nyata.

Begitu menusuk.

Ia ingin menjerit, tapi suaranya tersangkut di tenggorokan.

Dan sebelum semuanya berakhir…

Armis menatapnya.

“Maafkan aku, Yang Mulia.”

Kembali ke Kenyataan—Aula Istana

Zhefora tersentak.

Kesadarannya kembali. Namun, dadanya masih terasa nyeri seolah pedang itu benar-benar telah menembusnya.

Matanya yang merah menyala kini dipenuhi sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya.

Ketakutan.

Ia baru saja melihat takdirnya.

Ia baru saja melihat akhirnya.

Namun, tidak.

Ia tidak akan membiarkan itu terjadi.

Zhefora menatap Armis yang masih berlutut.

Namun kali ini, ia tidak lagi melihat prajuritnya.

Ia melihat seorang pengkhianat.

"Armis…" suaranya nyaris seperti bisikan, namun setiap kata menggetarkan ruangan.

Armis akhirnya mengangkat wajahnya, air mata jatuh di pipinya.

"Y-Yang Mulia…" suaranya lemah. Penuh dengan sesuatu yang Zhefora benci.

Penyesalan.

Zhefora mengangkat tangannya.

Bayangan gelap keluar dari lantai obsidian, mencengkeram tubuh Armis seperti rantai.

Armis tersentak. Ia berjuang, tetapi cengkeraman itu tidak memberinya ampun.

Erem tetap diam. Ia tahu—ini bukan sekadar hukuman.

Ini adalah takdir yang telah diputuskan.

Zhefora mendekat. Suaranya lebih dingin dari sebelumnya.

"Aku sudah melihat masa depan."

Armis terengah. "Tidak… aku…"

Zhefora menunduk sedikit, menatapnya langsung.

"Dan kau tidak ada di dalamnya."

Armis menatapnya dengan horor.

"T-Tidak, Yang Mulia… Aku tidak ingin ini terjadi…" suaranya memohon, seakan ia ingin mengubah takdir yang telah ia putuskan sendiri.

Namun, Zhefora tidak peduli.

Tiba-tiba, bayangan gelap yang mencengkeram tubuh Armis semakin erat.

Ia menjerit.

Udara di aula bergetar.

Energi mengalir keluar dari tubuh Armis—seolah-olah jiwanya sedang terpisah secara perlahan.

Dan sebelum kesadarannya benar-benar lenyap, sebelum tubuhnya benar-benar lenyap dalam kegelapan…

Armis menatap Zhefora sekali lagi.

Dan berkata dengan suara terakhirnya—

"Kau tidak bisa melawan takdirmu, Zhefora."

Lalu…

Dunia menjadi sunyi.

Armis menghilang dalam ledakan cahaya merah.

Yang tersisa hanyalah abu hitam yang terbang tertiup angin.

Zhefora menutup matanya, tangannya mengepal.

Tak seorang pun berbicara.

Tak seorang pun berani bernapas keras.

Karena malam ini, sesuatu telah berubah.

Malam ini, Zhefora bukan hanya kehilangan seorang prajurit.

Malam ini, ia telah melihat kematiannya sendiri.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya…

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Queen devil   episode 4

    Malam itu, istana terasa lebih sunyi dari biasanya.Di lorong-lorong panjang, obor api biru masih menyala seperti biasa, tetapi cahayanya tampak lebih redup. Udara dingin berhembus pelan, menelusup ke setiap celah dinding batu obsidian.Zhefora duduk di singgasananya, mengamati keanehan yang terus terjadi dalam beberapa hari terakhir.Bukan hanya perubahan kecil seperti obor yang meredup atau pintu yang bergeser sendiri.Bukan hanya suara langkah samar yang terdengar di lorong-lorong kosong.Tapi sesuatu yang lebih dari itu.Sesuatu… yang mengawasi.Bayangan di Balik Kegelapan“Yang Mulia.”Suara Erem memecah kesunyian. Ia berjalan mendekat, wajahnya tetap tenang, tetapi ada ketegangan di balik sorot matanya.“Apa yang kau temukan?” tanya Zhefora tanpa menoleh.Erem berhenti di beberapa langkah darinya. Ia tampak ragu sejenak.Lalu, dengan suara pelan, ia berkata, “Kami menemukan sebuah tanda.”Zhefora akhirnya menoleh. “Tanda?”Erem mengangguk. “Di ukir di lantai aula timur… dengan d

    Last Updated : 2025-02-07
  • Queen devil   episode 5

    Di dalam istana kegelapan yang menjulang tinggi, di balik jendela yang menghadap ke hamparan tanah tandus, Zhefora duduk dalam keheningan. Cahaya merah temaram dari kristal iblis yang menggantung di langit-langit kamarnya menerangi wajahnya yang pucat. Mata ungunya yang tajam menatap ke luar, ke arah langit kelam tanpa bintang. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tidak ada gemuruh. Tidak ada jeritan. Tidak ada bisikan-bisikan penuh kebencian yang mengganggu pikirannya. Hanya ada keheningan yang mengalir seperti air dingin di dalam dadanya. Ia menghela napas pelan, membiarkan tubuhnya sedikit bersandar ke kursi megah berlapis beludru hitam. Jemarinya yang ramping menyentuh permukaan meja kayu eboni di hadapannya. Ada sesuatu yang berbeda hari ini. Seolah-olah dunia memberi jeda, sekejap saja, untuk membiarkannya bernapas. "Kenapa tenang sekali?" batinnya. Namun, bukannya jawaban dari luar, yang menjawab justru adalah sesuatu yang ada di dalam dirinya. "Karena kau mul

    Last Updated : 2025-02-08
  • Queen devil   Episode 6

    Erem berdiri tegap di gerbang utama istana, matanya tajam mengawasi keadaan sekitar. Sebagai tangan kanan Ratu Zhefora, ia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan keamanan kerajaan iblis. Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya, sesuatu yang jarang terjadi di wilayah yang dipenuhi energi iblis yang panas dan mengancam. Beberapa prajurit menghampirinya, memberi laporan tentang situasi di sekitar istana. "Perbatasan aman, Tuan Erem," ujar salah satu prajurit. Erem mengangguk, tetapi firasatnya mengatakan sebaliknya. Ada sesuatu yang tidak beres. Hawa di sekitarnya terasa berbeda—terlalu sunyi, seolah alam semesta menahan napas. Ia melangkah ke menara pengawas dan menatap ke arah hutan kegelapan yang mengelilingi kerajaan. Dalam kegelapan itu, ia menangkap sesuatu yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Siluet-siluet bergerak di antara pepohonan, mata mereka merah menyala, tapi aura mereka… berbeda dari para iblis. Mereka bukan prajurit kerajaan iblis, juga bukan

    Last Updated : 2025-02-09
  • Queen devil   Episode 7

    Dunia ini lebih dari sekadar perang antara iblis dan manusia. Ada mereka yang hidup dalam senyap, bergerak dalam bayangan, menunggu waktu yang tepat untuk bertindak. Di antara lembah curam yang tertutup kabut, Vordesh berdiri tanpa hukum, hanya dikuasai oleh mereka yang cukup kuat untuk bertahan. Kota ini adalah tempat di mana kepercayaan bisa dibeli, dan pengkhianatan adalah mata uang yang lebih berharga dari emas. Di salah satu sudut pasar yang remang-remang, seorang wanita bertudung gelap berusaha menyelinap di antara kerumunan. Nafasnya terengah, keringat dingin membasahi tengkuknya. Ia sedang diburu. Tangan kanannya erat menggenggam gulungan perkamen tua—bukan sembarang dokumen, melainkan sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan dunia. Tiba-tiba, sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya. Wanita itu menegang. Di hadapannya berdiri seorang pria tinggi berbaju hitam, mata merahnya berkilauan seperti bara api. Senyumnya tipis, dingin. "Kau membawa sesuatu yang berbaha

    Last Updated : 2025-02-09
  • Queen devil   Prolog

    Takdir Sang Ratu IblisGadis kecil itu berdiri di tengah aula megah yang dingin, sendirian. Cahaya redup dari obor yang tergantung di dinding membuat bayangannya memanjang di lantai marmer hitam. Matanya yang merah menyala menatap lurus ke depan, penuh keteguhan yang terlalu besar untuk anak seusianya.Di sekelilingnya, para bangsawan iblis berbisik satu sama lain, bisikan yang cukup lirih untuk terdengar namun cukup menusuk untuk melukai."Anak itu bukan seperti kita.""Apa kau bisa merasakannya? Energinya begitu jahat, bahkan untuk kita sendiri.""Bagaimana bisa darah kerajaan mengalir dalam tubuhnya? Ini adalah aib."Zhefora tahu. Ia selalu tahu.Sejak ia mengerti dunia, ia tahu bahwa ia tidak diinginkan. Sejak ia bisa berbicara, ia tahu bahwa kata-katanya tidak pernah diinginkan. Sejak ia bisa berjalan, ia tahu bahwa keberadaannya lebih mirip kutukan daripada anugerah.Cakra iblis yang mengalir dalam tubuhnya terlalu kuat, terlalu mengerikan, bahkan bagi kaum iblis yang terbiasa d

    Last Updated : 2025-02-03
  • Queen devil   Episode 1: Kenaikan Tahta Ratu Iblis Zhefora

    Langit Merah dan Takdir yang Terukir Di atas langit kerajaan iblis, cahaya merah menyala seperti bara api yang berkobar. Angin kencang berdesir, membawa aroma belerang dan debu magis yang berkilauan di udara. Hari ini bukan hari biasa. Hari ini adalah hari di mana seorang ratu baru akan bangkit, menggantikan penguasa sebelumnya. Di tengah altar batu hitam yang menjulang di pusat istana, seorang gadis berdiri dengan jubah panjang berwarna merah darah yang berkibar tertiup angin. Dia adalah Zhefora, sang pewaris tahta kerajaan iblis. Mata hitam legamnya menatap tajam ke depan, menyiratkan keteguhan hati yang tak tergoyahkan. Usianya baru 16 tahun, tetapi beban takdir yang ia emban jauh lebih berat dari usianya. Hari ini, ia akan meninggalkan masa kecilnya dan menerima gelar sebagai Ratu Iblis. Di sekelilingnya, ribuan iblis dari berbagai klan berkumpul. Mereka berdiri berjejer, memenuhi tanah luas di bawah altar. Beberapa memiliki sayap raksasa yang mengepak, menggetarkan udara. Yan

    Last Updated : 2025-02-05
  • Queen devil   Episode 2 Lanjutan

    Ratu Iblis Zhefora, yang kini tak lagi hanya seorang putri, berdiri di atas panggung batu besar, matahari yang terbenam memancarkan sinar merah ke seluruh kerajaan. Gaun hitam pekat yang dikenakannya berkilau di bawah cahaya senja, menambahkan kesan mistis pada dirinya. Di sekelilingnya, para prajurit manusia berdiri tegak, menyaksikan dengan penuh perhatian. Tidak ada iblis yang hadir di sana. Ini adalah hari milik manusia dan rakyat yang selama ini telah mengikuti perjalanan panjangnya. Setelah pelantikan yang penuh perayaan dengan darah iblis, Zhefora beralih pada peran barunya sebagai pemimpin bukan hanya untuk iblis, tetapi untuk seluruh rakyat manusia yang memilih untuk mengikutinya. Kerajaan yang besar ini, yang kini berada di bawah takhtanya, menantikan untuk melihat apakah ia bisa mengubah sejarah. Tidak ada lagi yang harus disembunyikan—bahwa seorang Ratu Iblis akan memimpin mereka. Di depan rakyat manusia, wajah Zhefora tampak lebih keras, lebih tegas dari sebelumnya, m

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Queen devil   Episode 7

    Dunia ini lebih dari sekadar perang antara iblis dan manusia. Ada mereka yang hidup dalam senyap, bergerak dalam bayangan, menunggu waktu yang tepat untuk bertindak. Di antara lembah curam yang tertutup kabut, Vordesh berdiri tanpa hukum, hanya dikuasai oleh mereka yang cukup kuat untuk bertahan. Kota ini adalah tempat di mana kepercayaan bisa dibeli, dan pengkhianatan adalah mata uang yang lebih berharga dari emas. Di salah satu sudut pasar yang remang-remang, seorang wanita bertudung gelap berusaha menyelinap di antara kerumunan. Nafasnya terengah, keringat dingin membasahi tengkuknya. Ia sedang diburu. Tangan kanannya erat menggenggam gulungan perkamen tua—bukan sembarang dokumen, melainkan sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan dunia. Tiba-tiba, sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya. Wanita itu menegang. Di hadapannya berdiri seorang pria tinggi berbaju hitam, mata merahnya berkilauan seperti bara api. Senyumnya tipis, dingin. "Kau membawa sesuatu yang berbaha

  • Queen devil   Episode 6

    Erem berdiri tegap di gerbang utama istana, matanya tajam mengawasi keadaan sekitar. Sebagai tangan kanan Ratu Zhefora, ia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan keamanan kerajaan iblis. Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya, sesuatu yang jarang terjadi di wilayah yang dipenuhi energi iblis yang panas dan mengancam. Beberapa prajurit menghampirinya, memberi laporan tentang situasi di sekitar istana. "Perbatasan aman, Tuan Erem," ujar salah satu prajurit. Erem mengangguk, tetapi firasatnya mengatakan sebaliknya. Ada sesuatu yang tidak beres. Hawa di sekitarnya terasa berbeda—terlalu sunyi, seolah alam semesta menahan napas. Ia melangkah ke menara pengawas dan menatap ke arah hutan kegelapan yang mengelilingi kerajaan. Dalam kegelapan itu, ia menangkap sesuatu yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Siluet-siluet bergerak di antara pepohonan, mata mereka merah menyala, tapi aura mereka… berbeda dari para iblis. Mereka bukan prajurit kerajaan iblis, juga bukan

  • Queen devil   episode 5

    Di dalam istana kegelapan yang menjulang tinggi, di balik jendela yang menghadap ke hamparan tanah tandus, Zhefora duduk dalam keheningan. Cahaya merah temaram dari kristal iblis yang menggantung di langit-langit kamarnya menerangi wajahnya yang pucat. Mata ungunya yang tajam menatap ke luar, ke arah langit kelam tanpa bintang. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tidak ada gemuruh. Tidak ada jeritan. Tidak ada bisikan-bisikan penuh kebencian yang mengganggu pikirannya. Hanya ada keheningan yang mengalir seperti air dingin di dalam dadanya. Ia menghela napas pelan, membiarkan tubuhnya sedikit bersandar ke kursi megah berlapis beludru hitam. Jemarinya yang ramping menyentuh permukaan meja kayu eboni di hadapannya. Ada sesuatu yang berbeda hari ini. Seolah-olah dunia memberi jeda, sekejap saja, untuk membiarkannya bernapas. "Kenapa tenang sekali?" batinnya. Namun, bukannya jawaban dari luar, yang menjawab justru adalah sesuatu yang ada di dalam dirinya. "Karena kau mul

  • Queen devil   episode 4

    Malam itu, istana terasa lebih sunyi dari biasanya.Di lorong-lorong panjang, obor api biru masih menyala seperti biasa, tetapi cahayanya tampak lebih redup. Udara dingin berhembus pelan, menelusup ke setiap celah dinding batu obsidian.Zhefora duduk di singgasananya, mengamati keanehan yang terus terjadi dalam beberapa hari terakhir.Bukan hanya perubahan kecil seperti obor yang meredup atau pintu yang bergeser sendiri.Bukan hanya suara langkah samar yang terdengar di lorong-lorong kosong.Tapi sesuatu yang lebih dari itu.Sesuatu… yang mengawasi.Bayangan di Balik Kegelapan“Yang Mulia.”Suara Erem memecah kesunyian. Ia berjalan mendekat, wajahnya tetap tenang, tetapi ada ketegangan di balik sorot matanya.“Apa yang kau temukan?” tanya Zhefora tanpa menoleh.Erem berhenti di beberapa langkah darinya. Ia tampak ragu sejenak.Lalu, dengan suara pelan, ia berkata, “Kami menemukan sebuah tanda.”Zhefora akhirnya menoleh. “Tanda?”Erem mengangguk. “Di ukir di lantai aula timur… dengan d

  • Queen devil   Episode 3 Pengkhianatan

    Di dalam istana yang megah namun kelam, Zhefora berdiri di hadapan cermin besar yang terbuat dari obsidian. Kilau merah dari matanya memantul di permukaan gelap itu, menampilkan sosoknya yang dingin dan tak tergoyahkan. Gaun hitam dengan corak ungu gelap membalut tubuhnya, sementara mahkota bertatahkan batu iblis berkilauan di kepalanya. Ia adalah penguasa mutlak, Ratu dari kegelapan, namun di dalam keheningan ini, ada sesuatu yang terasa hampa. Ia memejamkan mata sejenak, mengingat kembali hari-hari di mana ia harus merangkak dalam bayang-bayang, dijauhi bahkan oleh bangsanya sendiri. Cakra iblis yang mengalir dalam dirinya bukan anugerah, melainkan kutukan yang membuatnya dianggap berbeda. Dulu ia merindukan kehangatan, menginginkan penerimaan, tetapi kini? Itu semua sudah terkubur bersama masa lalunya. Ia bukan lagi gadis yang rapuh—ia adalah penguasa, dan tidak ada tempat bagi kelemahan. Langkah-langkah sepatu berhaknya menggema di sepanjang lorong istana. Pilar-pilar raksas

  • Queen devil   Episode 2 Lanjutan

    Ratu Iblis Zhefora, yang kini tak lagi hanya seorang putri, berdiri di atas panggung batu besar, matahari yang terbenam memancarkan sinar merah ke seluruh kerajaan. Gaun hitam pekat yang dikenakannya berkilau di bawah cahaya senja, menambahkan kesan mistis pada dirinya. Di sekelilingnya, para prajurit manusia berdiri tegak, menyaksikan dengan penuh perhatian. Tidak ada iblis yang hadir di sana. Ini adalah hari milik manusia dan rakyat yang selama ini telah mengikuti perjalanan panjangnya. Setelah pelantikan yang penuh perayaan dengan darah iblis, Zhefora beralih pada peran barunya sebagai pemimpin bukan hanya untuk iblis, tetapi untuk seluruh rakyat manusia yang memilih untuk mengikutinya. Kerajaan yang besar ini, yang kini berada di bawah takhtanya, menantikan untuk melihat apakah ia bisa mengubah sejarah. Tidak ada lagi yang harus disembunyikan—bahwa seorang Ratu Iblis akan memimpin mereka. Di depan rakyat manusia, wajah Zhefora tampak lebih keras, lebih tegas dari sebelumnya, m

  • Queen devil   Episode 1: Kenaikan Tahta Ratu Iblis Zhefora

    Langit Merah dan Takdir yang Terukir Di atas langit kerajaan iblis, cahaya merah menyala seperti bara api yang berkobar. Angin kencang berdesir, membawa aroma belerang dan debu magis yang berkilauan di udara. Hari ini bukan hari biasa. Hari ini adalah hari di mana seorang ratu baru akan bangkit, menggantikan penguasa sebelumnya. Di tengah altar batu hitam yang menjulang di pusat istana, seorang gadis berdiri dengan jubah panjang berwarna merah darah yang berkibar tertiup angin. Dia adalah Zhefora, sang pewaris tahta kerajaan iblis. Mata hitam legamnya menatap tajam ke depan, menyiratkan keteguhan hati yang tak tergoyahkan. Usianya baru 16 tahun, tetapi beban takdir yang ia emban jauh lebih berat dari usianya. Hari ini, ia akan meninggalkan masa kecilnya dan menerima gelar sebagai Ratu Iblis. Di sekelilingnya, ribuan iblis dari berbagai klan berkumpul. Mereka berdiri berjejer, memenuhi tanah luas di bawah altar. Beberapa memiliki sayap raksasa yang mengepak, menggetarkan udara. Yan

  • Queen devil   Prolog

    Takdir Sang Ratu IblisGadis kecil itu berdiri di tengah aula megah yang dingin, sendirian. Cahaya redup dari obor yang tergantung di dinding membuat bayangannya memanjang di lantai marmer hitam. Matanya yang merah menyala menatap lurus ke depan, penuh keteguhan yang terlalu besar untuk anak seusianya.Di sekelilingnya, para bangsawan iblis berbisik satu sama lain, bisikan yang cukup lirih untuk terdengar namun cukup menusuk untuk melukai."Anak itu bukan seperti kita.""Apa kau bisa merasakannya? Energinya begitu jahat, bahkan untuk kita sendiri.""Bagaimana bisa darah kerajaan mengalir dalam tubuhnya? Ini adalah aib."Zhefora tahu. Ia selalu tahu.Sejak ia mengerti dunia, ia tahu bahwa ia tidak diinginkan. Sejak ia bisa berbicara, ia tahu bahwa kata-katanya tidak pernah diinginkan. Sejak ia bisa berjalan, ia tahu bahwa keberadaannya lebih mirip kutukan daripada anugerah.Cakra iblis yang mengalir dalam tubuhnya terlalu kuat, terlalu mengerikan, bahkan bagi kaum iblis yang terbiasa d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status