Home / Romansa / Puzzle Piece / Obrolan Nasi Padang

Share

Obrolan Nasi Padang

Author: fisyhrn
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Terimakasih Pak Jeffri.”

“Sama-sama, Pak. Saya tunggu kabar baiknya.” jawab Jeffri sambil menjabat tangan kliennya.

Jeffri membereskan berkas-berkasnya setelah memastikan kliennya sudah beranjak pergi. Dia menyesap kopinya yang sudah dingin dan juga berniat untuk kembali ke kantor. Namun dia mengurungkan niatnya saat melihat sosok gadis yang dikenalnya duduk di meja seberang, dia juga sedang meyakinkan seorang klien. Jeffri kembali membuka laptopnya dan berniat untuk duduk di café itu lebih lama.

“Larass..” panggil Jeffri menghampiri gadis itu ketika memastikan dia sudah menyelesaikan meeting-nya.

“Hey, selamat siang Pak Jeffri.”

“Hahaha santai lah, meeting udah kelar juga. Gimana? Lancar?”

“Hmm.. so far so good lah.”

“Good job, toss dulu dong sesama tim marketing.” Laras membalas adu toss oleh Jeffri seraya tersenyum.

“Udah makan?” tanya Jeffri membantu Laras membereskan berkas-berkasnya.

“Belum.”

“Makan dulu yuk.”

“Boleh, yuk sekalian balik ke kantor.”

“Tapi jangan makan di kantin kantor.”

“Jadi makan dimana?”

“Hmm gue pengen nasi padang. Kabita abis liat vlog orang makan nasi padang.”

“Hahaha ada-ada aja lo, Jeff.”

“Ayo lah plis-pliis.”

“Yaudah boleh, ada kok deket sini.”

“Perlu gue ambil mobil di kantor dulu gak?”

“Gak usah, jalan deket kok. Gue sama Yudha sering beli disitu.”

“Oke, let’s go.”

Mereka keluar dari café yang berada di depan gedung kantor dan berjalan ke arah rumah makan padang yang berada di ujung jalan.

“Gimana di Bandung? Betah?” tanya Laras memulai topik perjalanan mereka.

“Betah bangeeet. Kalau di Jakarta tuh kerasa waktu kayak cepat banget gitu Ras. Banyak waktu yang kebuang untuk hal-hal yang gak penting misalnya traffic jam-nya. Waktu gue berangkat kantor udah cepat tuh tetep aja mepet sampe kantornya. Di Bandung ini gue lebih banyak menikmati waktu sih.”

Laras manggut-manggut mendengar cerita cowok tampan itu. Tak perlu sebuah usaha untuk memulai obrolan dengan Jeffri karena dia adalah orang yang aktif berbicara.

“Yuk masuk.” ajak Laras ketika mereka sudah sampai ke rumah makan padang yang terlihat cukup ramai karena memang ini jam makan siang. Mereka langsung memesan makanan dan duduk di salah satu meja yang terdapat kipas angin di atasnya. Tak lama menu yang mereka pesan pun dihidangkan.

“Makasih uda.” ujar Laras seraya mencuci tangannya pada kobokan yang tersedia.

“Wohoooo.. satu aliran kita.” Jeffri melepas jas kantornya dan melipat lengan bajunya agar bisa makan dengan santai.

“Apaan?”

“Gue pikir lo tim pake sendok.”

“Emang ada yang makan nasi padang pakai sendok? Wah perlu diajak ngobrol baik-baik tuh.”

“Yakan? Gue juga heran tu sama orang-orang yang makan nasi padang pakai sendok. Gak berasa nikmatnya.”

“Sebenarnya lebih nikmat kalau makan nasi padang dibungkus, Jeff. Nasi, kuah dan bumbunya udah nyampur pas!” Laras menanggapi obrolan Jeffri terikut semangat.

“Lebih nikmat kalau makannya bareng gue sih.”

“Hahaha..” mereka berdua tertawa pecah.

Mereka mulai menyantap makanan yang cukup memenuhi meja. Sebenarnya Laras tadi hanya memesan dendeng balado, sisanya adalah pesanan Jeffri mulai dari rendang, gulai cumi, paru goreng dan sayur nangka. Dia benar-benar memenuhi semua list keinginannya.

“Memang makanan kampung halaman gue ini gak pernah mengecewakan.” ucap Jeffri seraya menuangkan sesendok sayur nangka ke piring Laras agar gadis itu ikut mencicipinya.

“Oh, *orang awak?”

(sebutan bagi orang yg berasal dari Minangkabau.)

“Hahaha kakek nenek gue sih yang asli orang sana. Abis itu mereka merantau ke Jakarta jadi bokap gue lahirnya di Jakarta.”

“Pernah ke Padang dong?”

“Pernah dong, lihat Big Ben.”

“Hahaha jam gadang?”

“Iyo, *gadang bana.”

(besar banget)

Laras tertawa sambil memerhatikan Jeffri yang ketika makan semakin terlihat lesung pipinya itu.

“Kalau nyokap gue orang Betawi asli.” sambung Jeffri lagi tanpa ditanya.

“Kerjaannye sembahyang mengaji?”

“Tapi jangan bikin diee…”

“Sakit hati..” jawab mereka bersama-sama menendangkan lagu ost Si Doel.

“Hahahah lo ternyata receh juga ya, Ras.”

Jeffri tak menyangka Laras orangnya sangat enak diajak ngobrol karena ketika sedang bersama Yudha dan Cita dia hanya tim menanggapi saja. Mungkin karena dua orang itu sangat aktif berbicara sehingga Laras kalah menonjol.

“Karena ketemunya orang kayak lo, jadinya nyambung. Mungkin kalau gue nge-jokes gitu ke Tyo bisa krik krik krik gak sih?”

“Hahaha iya juga. Tapi dia gitu-gitu baik kok. Emang pembawaannya aja kayak kulkas. Dingin.”

Mereka tertawa bersama-sama saat sadar arah pembicaraan mereka semakin tidak jelas. Tetapi mereka sangat menikmati pembicaraan santai ini.

“Kalau lo orang mana?” kini Jeff yang bertanya seraya memakan kerupuk kulit yang tersedia di setiap meja karena dia lebih dulu menandaskan nasi di piringnya.

“Kakek gue sih gue asli Semarang, tapi gue lahir dan besar di Bandung.”

“Kakek?” Jeff memberikan pertanyaan pancingan.

“Iya gue tinggal sama kakek, dia aslinya orang Semarang, trus sempat jadi dosen di Bandung makanya pindah kesini. Sampai sekarang betah disini.”

Jeffri mengingat-ingat lagi mengenai kecelakaan yang sempat dijelaskan oleh Tyo kemarin, sepertinya lokasi kecelakaan jauh dari kota Semarang. Jeffri masih berusaha mencari informasi mengenai Larasati dan latar belakangnya dan berharap dia mendapat sesuatu untuk diusut. 

“Kalau orang tua lo?”

Laras tersenyum sebelum menjawab. “Gue dari kecil udah ditinggal sama orang tua gue. Jadi gue gak terlalu tahu tentang mereka.”

“Eh sorry, gue..”

“Gak apa santai. Kakek yang rawat gue dari kecil dan gue udah bersyukur banget atas kehadiran kakek di hidup gue. Lagian gue juga gak terlalu ingat masa kecil gue karena..”

“Karena?”

“Karena gue lupa hehehe” jawab Laras seraya tertawa garing, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dan tak ingin membuat Jeffri semakin bingung. Laras sendiri tak terlalu paham tentang kehidupannya sehingga dia tidak mau repot menceritakannya pada orang lain.

Jeffri tidak mengerti maksud pembicaraan siapa kakek yang dimaksud Laras. Tak mungkin yang dimaksudnya adalah Pak Danuarta, karena saat berkunjung ke panti kemarin, Laras disebut sebagai cucu pemilik panti itu. Jeffri lupa siapa namanya. Tapi perihal orang tua yang dia maksud apakah orang tua kandungnya? Atau siapa? Sejauh mana Laras mengingat masa lalunya? Jeffri benar-benar tidak mengerti tentang hal ini. 

“Gue males cerita begini, gue jadi terlihat menyedihkan ya di mata lo.” Laras membuyarkan lamunan Jeffri.

“Eh nggak kok, gue gak maksud gitu. Gue cuma mikir lo ada campuran mana, soalnya muka lo ada bule-bulenya gitu.” dengan sigap Jeffri menanggapi Laras karena merasa tak enak.

“Haha ngarang lo, bule apaan?”

“Hmm.. Jerman mungkin? Keliatan kali dari garis wajah dan mata lo.” Jeffri sedari tadi memang memerhatikan wajah gadis yang duduk di hadapannya itu. Dia terlihat sangat cantik dengan rambut yang dijepit separuh menampakkan tulang pipinya dengan jelas.

“Masak? Hahaha gak pernah kepikiran gue.” jawab Laras, setelah itu dia mengajak Jeffri untuk segera beranjak karena waktu makan siang sudah hampir habis.

***

Tiga Pria Sholeh

(Tyo, Dean, Jeff)

Dean

Grup apaan nih?

                                    Jeff

                                    Iqra’ Milea     

Dean

Sok sholeh lu, subuh aja lewat mulu

                                    Jeff

                                    Grup ini dibuat untuk mempererat persaudaraan kita

                                    Jangan buat keributan anda di grup ini

                                    Lagian biar gampang saling share info                     

Tyo

👍                

                                    Jeff

                                    Suatu kehormatan bagi saya dibalas sama Pak Tyo

Dean

Berisik lo, kerja!

                                    Jeff

                                    Santai dong bosqu.

                                    /send picture

Dean

LO MAKAN SAMA LARAS?

KOK GAK NGAJAK?

                                    Jeff

                                    Woles ngapa jangan ngegas

Dean

Dapat info apa?

                                   Jeff

                                    Banyak

Dean

Apaan?           

                                    Jeff

                                    Gue dapat info kalau Laras lagi makan cantik banget

                                    Dia juga suka makan nasi padang sama kayak gue

                                    Oh iya dia gak suka makan nasi pake kerupuk katanya aneh

Dean

Basi lo

Gue block nih

                                    Jeff

                                    Marah-marah mulu kayak lagi PMS

                                    Info lain menyusul di rumah :)

Tyo

Jika Anda memfoto orang lain tanpa izin,

sebagaimana dijelaskan di Pasal 12UU HC,

Anda terancam hukuman atau sanksi berupa

sanksi pidana dengan ancaman pidana denda

paling banyak Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

Dean

Hahaha mampus lo Jeff

                                    Jeff

                                    Ampun pak, gue cuma mau buat lo pada iri aja tadi :( 

Related chapters

  • Puzzle Piece   One Shot

    “Teteh sama aa begadang nonton badminton lagi ya?”“Hehe iya kek.” jawab Haykal sambil mengucek matanya.“Pantes tidurnya bablas.”“Abisnya teh Laras ngajakin begadang.”“Kok jadi nyalahin teteh, nontonnya berdua juga. Lagian kamu tuh yang kebablasan subuh, teteh aja masih sempat masak.” sahut Laras menghampiri kakek dan Haykal yang berada di ruang makan. Dia membawa sebakul nasi goreng hangat yang harumnya membuat Haykal semakin lapar.“Ada tim Indonesia yang menang gak?”“Menang dong kek, jagoannya teteh menang.” kini Laras yang menjawab pertanyaan kakeknya seraya menuangkan nasi goreng ke piring.“Taufik Hidayat ya?”“Beuuh si kakek lawas banget. Jaman sekarang tuh ada Minions, The Daddies. Kalau penerus a taufik itu ada Anthony Ginting, Jonatan Christie…” jawab Haykal panjang lebar yang hanya ditanggapi dengan

  • Puzzle Piece   Buah Kebaikan

    Laras merenggangkan tubuhnya pada kursi putarnya yang sudah menimbulkan bunyi decitan menandakan kursi itu sudah pantas untuk diganti. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 21.00. Laras baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang. Saat dia berdiri dan mengambil tas tiba-tiba satu sosok mengagetkan dirinya.“Astaga.. kaget gue.”Sosok yang dimaksud tidak bergeming sedikit pun, dia hanya diam dan menatap Laras dengan lekat.“Saya gak bermaksud ngagetin kamu.”“Iya tapi gue kaget.” jawab Laras pelan hampir tak terdengar lelaki tanpa ekspresi itu, siapa lagi kalau bukan Tyo.“Mau pulang?”Laras tak menjawab pertanyaan Tyo karena jelas saja dia mau pulang, masak mau nginap di kantor.“Mau pulang?” tanya Tyo lagi mengharapkan jawaban Laras yang malah terbengong.“Iya.” jawabnya singkat dengan senyum seadanya.Tidak ada jawaban lagi, Tyo han

  • Puzzle Piece   Teman

    “Ras, lo belum cerita sama gue.”“Cerita apa?”“Itu loh, cowok yang kemaren jemput lo di kantor.”“Ojek?”“Dih, cowok keren naik pajero lo bilang ojek. Jahat lo.”“Oh yang itu.. lo yang jelas dong kalau ngomong. Kan emang gue seringan dijemput ojek. Cit, olive oil-nya mana?”“Itu di pojokan. Udah buru cerita, jangan ngalur ngidul lo.”“Itu mas Jhony.”“Siapa?”“Temen.”“Temen dari mana?”“Ketemu gak sengaja di perpus dekat panti, terus ngobrol.”“Udah jadian?”“Apaan sih lo, udah dibilang temen cit, temen.”“Yaelah, santai dong.”“Eh, lo ada parmesan gak?”“Gak ada, udah pake keju parut biasa aja.”Laras melanjutkan proses memasaknya, sedangkan Cita tengah sibuk mer

  • Puzzle Piece   Melodi yang Hilang

    Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdayaMenahan rasa ingin jumpaaaPercayalah padaku aku pun rindu kamu, ku akan pulangMelepas semua kerinduan yang terpendam.. Yudha melantukan sepenggal lirik lagu Dewa dengan gitar di tangannya. Sementara yang lain hanya duduk tak bersemangat mendengarkan lagu yang tiap menit selalu berganti sesuka hati Yudha. Jam masih menunjukkan pukul 10 malam dan belum ada yang beranjak dari rumah Cita. Masih terlalu cepat untuk pulang bagi mereka. Jadi mereka hanya menghabiskannya dengan tidak melakukan suatu hal yang pasti. “Yud, diem deh lo. Mending Laras yang nyanyi deh.” “Oke.. oke santai dong. Kan tadi pemanasan dulu. Larasati.. one two three.. Here we go..” Yudha memetik gitarnya kembali melantunkan sebuah intro lagu yang sudah bisa ditebak oleh Laras. You don't know, babeWhen you hold meAnd kiss me slowlyIt's the sweetest thing And it don't changeIf

  • Puzzle Piece   Kotak Misterius

    “Pagi Yudh.”“Pagi…” jawabnya pelan.“Lemas banget, semangat dong. Senin nih.”“Justru itu, mager bangeet gue.” jawab Yudha dengan dagu masih menempel di meja kerjanya dan mata yang masih terpejam. Laras terkekeh dengan tingkah temannya itu, walaupun Yudha terlihat sangat mengantuk dan tidak bersemangat, lelaki itu paling sering datang pagi. Hal itu cukup menunjukkan keprofesionalan Yudha dalam bekerja.Laras menghampiri meja kerjanya yang berada di samping Yudha, dia segera meletakkan tasnya dan menghidupkan monitor komputernya. Dirapikannya meja kantor yang sedikit berantakan dan sebuah kotak kecil berwarna coklat menarik perhatiannya.“To Larasati.” tertulis di kotak tersebut. Sebelum membukanya Laras berpikir sejenak dan menggoyangkan kotak mencoba menebak isi kotak tersebut. Perasaan ini bukan hari ulang tahunnya, kotak apa ini, siapa pengirimnya dan apakah kotak ini a

  • Puzzle Piece   Pengintai

    Laras segera turun dari motor dan membayar ojeknya. Entah ini keputusan yang tepat atau tidak, Laras hanya tak ingin diikuti sampai ke rumah. Dia melangkahkan kakinya ke minimarket depan gang, membeli beberapa barang yang tak diperlunya karena dia hanya ingin menunggu disana. Dari balik kaca minimarket Laras mengamati apakah ada mobil yang berhenti atau tidak. Sebenarnya Laras juga tidak tahu betul apakah dia benar-benar diikuti apa dia hanya parno karena pikirannya hari ini sedang kacau.Tapi dia benar-benar sudah muak diikuti seperti ini dan ingin mencari tahu apa modus mereka. Selama ini Laras merasa tidak punya permasalahan dengan siapapun, tapi jika memang ada hal yang tidak beres, Laras benar-benar ingin menyelesaikannya.Merasa tidak ada orang yang mencurigakan, Laras menghela napas dan mencoba menenangkan pikirannya. Dia mulai melangkahkan kakinya menyusuri gang untuk menuju rumah. Seketika dia menyesal karena memutuskan untuk tidak langsung pulang, lampu sepan

  • Puzzle Piece   Rahasia Kakek

    “Laras..” “Laras..” Panggil kakek berulang kali melihat cucu kesayangannya itu menatap kosong piring yang masih penuh dengan nasi. Laras melonjak kaget saat kakeknya mengetuk piring Laras dengan sendok. “Iya kek? Kakek mau nambah?” “Kamu kenapa melamun?” “Hah? Oh gak apa kek, mikirin kerjaan aja.” “Ada masalah di kantor?” “Bukan masalah gimana-mana kok kek.” jawabnya cepat sembari melahap sarapannya yang belum disentuh itu. “Hari ini kakek mau ke Jakarta ya.” “Loh ngapain kek?” “Pak Fahri meninggal dunia jam 1 pagi tadi.” “Innalillahi.. Pak Fahri yang donatur utama kita kek?” “Iya.” “Aku temenin ya kek.” “Gak usah, kamu kan kerja.” “Aku bisa izin kok kek.” “Gak usah Laras. Kakek bisa sendiri.” “Kek, please. Pak Fahri kan udah baik banget bantu kita selama ini. Aku ingin datang untuk memberikan belasungkawa pada keluarganya.” “Yaudah,

  • Puzzle Piece   Buruk Sangka

    Jeffri melangkah gontai mengikuti langkah dua rekannya. Pagi ini dia terlihat sangat tidak bersemangat. Bahkan kopinya yang masih hangat belum dicicipinya sedikit pun.“Buruan woy.” ucap Dean dengan nada tertahan sambil menekan tombol lift menunggu Jeffri masuk. Rasanya ingin sekali Dean melemparkan tas kerjanya pada Jeff karena lelaki itu penyebab tertundanya orang-orang di lift untuk segera naik ke kantor mereka."Pagi Mas Jeffri." suara pertama yang terdengar ketika ketiganya memasuki ruangan kantor."Pagi" jawab sang pemilik nama dengan nada tak bersemangat."Mas Jeff pasti belum sarapan ya? Ini Rena ada buat sandwich, dimakan ya." ucap gadis itu sembari memberikan satu kotak bekal pada Jeffri."Thanks Ren, tapi gue lagi gak selera.""Dicoba dulu Mas. Enak kok." paksa Rena, sang sekretaris bosnya itu."Nih buat Dean aja." jawab Jeff memberikan kotak itu pada Dean."Dih, gak boleh gitu mas Jeffri. Rena ngasih bua

Latest chapter

  • Puzzle Piece   Sebuah Pengakuan

    Jeffri memandangi jalanan dari balik kaca mobil dengan tatapan kosong. Di luar terlihat semakin mendung, mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Bersamaan dengan itu, hatinya juga tak kalah mendung. Dia kepikiran dengan ucapan Haykal dan tingkah Tyo tadi pagi. Ditambah lagi saat di kantor tadi Laras menanyakan ketidakhadiran Tyo di kantor. Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka kemarin?Semakin dipikirkan, Jeffri semakin kesal. Kemudian tangannya refleks mematikan pemutar musik di mobil membuat seseorang di balik kemudi marah.“Kok dimatiin sih?” ujar Dean kesal.“Berisik! Lo bisa gak satu hari aja gak usah dengerin lagu. Lama-lama tua gue dengerin lagu lo mulu.” ucap Jeffri kesal. Pasalnya hampir tiap hari dia turut mendengarkan lantunan tembang kenangan kesukaan Dean, baik di rumah ataupun di mobil.“Dih, mobil gue kok lo yang repot.”“Sehari aja De. Kepala gue lagi pusing nih.”“Kepal

  • Puzzle Piece   Menyusun Strategi

    “Apa kabar a’ Tyo?” ujar Haykal tepat saat Laras menghilang di balik pintu.“Baik, kamu gimana?” jawab Tyo seraya membalas jabatan tanda akrab mereka.“Hmm… yaa begitulaah. Eh iya, sorry ya kalau aku ganggu momen beduaan tadi. Udah nungguin tadi sampai pegel. Lama banget pelukannya.” ucap Haykal seraya menyenggol lengan Tyo membuat lelaki itu malu tak mampu menjawab.“A’ Tyo udah lama jadian sama teh Laras?” tanya Haykal yang nyaris membuatnya tercekat.“Hah? Hmm.. ini tidak seperti yang kamu pikirkan Haykal.” ujar Tyo tergagu.“Aahh.. jadi bisanya cuma ngasih bahu doang tapi gak bisa ngasih kepastian.” ledek Haykal yang semakin membuat wajah Tyo memerah. Anak lelaki itu memang paling bisa menggoda Tyo pasal beginian.“A’ bagi rokok dong.” ujar Haykal lagi. Spontan Tyo merogoh saku celananya sampai akhirnya terhenti.“Kam

  • Puzzle Piece   Sewadah Bubur Hangat

    Tyo mengetuk-ngetukkan jarinya di kemudi setir yang diam dan menarik napasnya panjang berkali-kali. Mungkin sudah sekitar 10 menit lalu dia berdiam diri sejak memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Laras tapi tak kunjung turun. Jika dilihat dari luar, cahaya rumah itu masih menyala menandakan sang empunya masih terjaga disana. Tapi entah kenapa Tyo masih masih enggan untuk turun dan mengetuk pintu rumah tersebut. Dia menghitung dalam hati dan akhirnya dia memberanikan diri untuk turun. Tak lupa dia membawa bungkusan bubur ayam yang dibelinya di perjalanan. Dia melihat arlojinya menunjukkan pukul 21 lebih 15 menit dan hanya berharap Laras memang belum tidur. Kedatangannya kesini bukan tanpa alasan. Sejak Jeffri menceritakan kejadian panti tempo hari dia belum sempat menanyakan bagaimana keadaan Laras. Mereka hanya bertemu di kantor dan Tyo bisa melihat kegundahan di wajah ceria Laras. Senyum khas yang biasa menghiasi wajah manisnya berubah bak langit mendung tak bercahaya.

  • Puzzle Piece   Sebuah Usaha

    Laras terburu dengan langkahnya saat keluar dari lobby kantor dan langsung naik ke ojek online yang sudah menunggunya. Terbesit dalam hatinya rasa tak enak saat menolak ajakan Cita tadi untuk makan bersama. Tapi mau bagaimana lagi, Laras benar-benar tak ingin menunda pertemuan ini. Beberapa hari ini kepalanya penuh memikirkan bagaimana cara menyelamatkan panti asuhan kakeknya dan ini adalah satu-satunya cara yang bisa dia lakukan.Motor yang dia tumpangi berhenti di salah satu coffee shop dan Laras langsung turun, tentu saja setelah membayar tukang ojek tersebut. Saat memasuki tempat itu, Laras langsung menemukan sosok yang ingin dijumpainya. Tampak seorang lelaki yang tengah duduk santai menyeruput secangkir kopi dan menyambut kedatangan Laras dengan senyum tipis menghiasinya. Sayangnya, senyum itu tampak tak lagi tulus bagi Laras. Bahkan sampai detik ini dia masih tak percaya, bahwa lelaki ini yang mampu membuat Laras kagum dengan sikap dermawan dan ketulusannya. Laras suda

  • Puzzle Piece   Ada Apa dengan Cita?

    “Ras, makan ayam gepuk yuk. Kangen gue, udah lama nih.” ujar Cita seraya menggandeng lengan sahabatnya mengikuti langkah Laras keluar ruangan kantor, “Sekalian ada yang mau gue ceritain.” sambung Cita lagi saat melihat tak ada jawaban dari Laras. Mumpung tidak ada jatah lembur dan mereka bisa pulang sore, Cita ingin sekali makan ayam gepuk sebelum pulang ke rumah. “Ras..” panggil Cita menggoyangkan lengan Laras, entah sudah berapa kali dalam hari ini Cita mendapati Laras sedang melamun. “Hoi, Laras.” “Kenapa Cit?” tanya Laras bingung, dia benar-benar sedang tidak fokus. “Makan ayam gepuk ayo. Gue laper.” ajak Cita lagi. “Yuk yuk! Ayam gepuk Pak Gendut ya. Gue yang traktir.” sahut Yudha tiba-tiba muncul menghampiri mereka berdua. “Lo makan berdua aja ya, gue ada urusan.” jawab Laras membuat Yudha dan Cita saling tatap. Belum saja keduanya menahan Laras, gadis itu terlihat memburu langkahnya dan masuk duluan ke dalam lift meninggalkan Yu

  • Puzzle Piece   Hancurnya Kepercayaan

    Laras segera beranjak dari tempat duduknya tapi langkahnya terhenti saat memasuki ruang tamu panti. Terlihat kakeknya duduk di sana bersama beberapa orang. Kakinya ingin sekali melangkah, tapi menyela pembicaraan orang bukanlah etika yang baik seperti yang selama ini diajarkan oleh kakeknya. Sehingga dia memilih untuk mematung sambil mendengarkan pembicaraan mereka dari kejauhan.“Maaf, saya tidak bisa.” ucap kakek lirih.“Tapi Pak Bram, keputusan bukan ada di tangan bapak. Kami sudah sepakat untuk menjual tanah ini.”Tubuh Laras semakin membeku mendengar ucapan dari wanita yang duduk di depan kakeknya. Wajahnya tak asing bagi Laras, tapi dia tak bisa mengingat siapa wanita itu. Satu lagi yang tak asing bagi Laras, punggung seseorang yang tampak duduk membelakanginya. Pemilik bahu lebar yang tengah berbicara pada orang di sampingnya, kini menampaknya separuh wajahnya yang memang benar-benar sangat dikenal Laras.“Bagaimana Pa

  • Puzzle Piece   Gawat!

    Laras melihat jam tangannya dan segera membereskan barang-barangnya. Dia segera keluar dari ruangan kantor menuju pantry untuk membasahi tenggorokannya sebelum pergi untuk menemui klien. “Pas banget, sini Ras, duduk!” ucap seseorang yang dia temui di dalam pantry. “Lo dari tadi disini? Gue pikir meeting.” jawab Laras sembari mengambil air mineral dari dispenser yang tersedia di pojok. Kemudian dia langsung duduk di kursi tepat di hadapan lelaki dengan secangkir kopi di tangannya. “Gue lagi pusing.” ucap Yudha. “Laporan lo direvisi lagi ya?” tanya Laras yang langsung dijawab dengan gelengan Yudha. “Jadi?” tanya Laras lagi. “Cita gak ada cerita apa-apa ke lo?” “Cerita apaan?” “Cerita gue gitu?” tanya Yudha menurunkan nada bicaranya. Laras hanya menggeleng karena tidak paham maksud rekan kerjanya itu. “Gue abis confess ke Cita kemarin.” sambung Yudha membuat bola mata Laras membesar karena bersemangat. “Ser

  • Puzzle Piece   Jelajah Malam

    Jhony dan Laras sudah kembali ke tempat api unggun yang dibuat di tengah-tengah tenda yang berkeliling rapi. Anak-anak panti memang sengaja disuruh tidur dan mereka tidak tahu akan ada acara jelajah malam karena kegiatan ini memang puncak acaranya. Mereka akan dibangunkan lepas tengah malam nanti dan harus menyelesaikan sebuah misi walau dalam keadaan mengantuk. Disitulah keberanian, ketangkasan, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari satu harian tadi diuji. Cita tampak sedang berdiskusi dengan Dara dan Yudha, di seberangnya terdapat Dean yang duduk memeluk kakinya sambil bersenandung pelan ditemani alunan gitar yang dimainkan Tyo. Pemandangan itu langsung menarik perhatian Laras dan berniat untuk bergabung sebelum sebuah interupsi datang. “Guys, kumpul sini. Kita briefing dulu.” titah Cita meminta atensi para panitia. “Laras, kemana aja sih gue cariin.” tiba-tiba Jeffri muncul dengan napas terengah. “Tadi kesana sebentar, lo dari mana?” ta

  • Puzzle Piece   Bukit Moko

    Pagi-pagi sekali anak-anak panti sudah berbaris di halaman. Bahkan matahari belum juga menunjukkan wujudnya tetapi mereka sudah berkumpul dengan semangat. Tidak ada terlihat wajah yang mengantuk, semua sibuk dengan tas bawaannya dan mengobrol sesama temannya menceritakan berbagai hal dengan senyum terpatri jelas di wajah mereka.“Anak-anak, ayo berbaris yang rapi. Danu dan Bima sebagai pemimpin barisan, siapkan barisannya masing-masing.” terdengar suara Laras memberi perintah dengan sebuah pengeras suara digenggamannya.“Barisan siap!” jawab Danu dan Bima serentak. Adik-adik panti yang akan mengikuti kegiatan persami sudah berbaris rapi. Mereka mengenakan seragam pramuka lengkap dengan atributnya karena acaranya nanti akan dibuka dengan upacara dan dilanjutkan dengan kegitan kepramukaan lainnya.Laras pun kembali mengambil alih barisan dan memberikan kata sambutan secara singkat sebagai pembuka kegiatan mereka. Saat ini mereka bersi

DMCA.com Protection Status